BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan kepada Odapus yang bergabung dan berkunjung di YLI.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sri Junita Nainggolan Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa terdapat gigi tetap. Pertumbuhan gigi pertama dimulai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dapat dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Rasa Takut terhadap Perawatan Gigi dan Mulut. Rasa takut terhadap perawatan gigi dapat dijumpai pada anak-anak di berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Kualitas hidup terkait dengan kesehatan mulut

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dapat dialami oleh setiap orang, dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Status Karies Gigi Pada Mahasiswa Jurusan Kesehatan Gigi Poltekkes Jakarta 1,2008

PENGARUH PH PLAK TERHADAP ANGKA KEBERSIHAN GIGI DAN ANGKA KARIES GIGI ANAK DI KLINIK PELAYANAN ASUHAN POLTEKKES PONTIANAK TAHUN 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap lingkungan dan umpan balik yang diterima dari respons tersebut. 12 Perilaku

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. menjadi dua yaitu gigi berjejal simpel dan gigi berjejal kompleks. Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang optimal meliputi kesehatan fisik, mental dan sosial. Terdapat pendekatanpendekatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies gigi merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara umum (Malik, 2008).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berbagai faktor lainnya) dan faktor eksternal (budaya, nilai-nilai, sosial, politik).

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut.

BAB I PENDAHULUAN. (D = decayed (gigi yang karies), M = missing (gigi yang hilang), F = failed (gigi

BAB I PENDAHULUAN. lengkung rahang dan kadang-kadang terdapat rotasi gigi. 1 Gigi berjejal merupakan

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. kesehatan, terutama masalah kesehatan gigi dan mulut. Kebanyakan masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. serta pembinaan kesehatan gigi terutama pada kelompok anak sekolah perlu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan rongga mulut merupakan bagian penting dalam kehidupan

Nama : Fatimah Setiyo Ningrum NIM : 05/187381/KG/7916

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya yaitu pertumbuhan gigi. Menurut Soebroto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SKRT, 2004), prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05%. 1 Riset Kesehatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pengobatan (The World Oral Health Report 2003). Profil Kesehatan Gigi Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan prevalensi nasional untuk masalah gigi dan mulut di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang, seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu ,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 PENGARUH PLAK TERHADAP GIGI DAN MULUT. Karies dinyatakan sebagai penyakit multifactorial yaitu adanya beberapa faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. Community Dental Oral Epidemiologi menyatakan bahwa anakanak. disebabkan pada umumnya orang beranggapan gigi sulung tidak perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi Gigi Tiruan Sebagian Lepasan. satu atau lebih gigi asli, tetapi tidak seluruh gigi asli dan atau struktur

BAB II TINJAUAN TEORETIS. renik dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Tandanya

BAB 1 PENDAHULUAN. Empat Sehat atau dikenal dengan istilah Kuartet Nabati yang dijalankan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan mulut merupakan hal penting untuk kesehatan secara umum dan kualitas

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. didasarkan pada penyimpangan kondisi sehat. Pengukuran sebenarnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan umum seseorang banyak dipengaruhi oleh kesehatan gigi.

SATUAN ACARA PENYULUHAN KKEMAMPUAN PENCEGAHAN KARIES

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi dan mulut di Indonesia. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gigi, terdiri atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Gigi adalah alat pengunyah dan termasuk dalam sistem pencernaan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi atau yang biasanya dikenal masyarakat sebagai gigi berlubang,

BAB I PENDAHULUAN. bagi tubuh. Fungsi gigi berupa fungsi fonetik, mastikasi dan. ataupun yang hilang bisa berdampak pada kesehatan.

SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO TERJADINYA KARIES PUTRI AJRI MAWADARA. Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masalah dengan kesehatan gigi dan mulutnya. Masyarakat provinsi Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Karies gigi adalah proses perusakan jaringan keras gigi yang dimulai dari

BAB 1 PENDAHULUAN. ini. Anak sekolah dasar memiliki kerentanan yang tinggi terkena karies,

BAB 5 HASIL PENELITIAN. Penelitian ini berlangsung dari tanggal 13 November sampai. 4 Desember 2008 di Yayasan Lupus Indonesia (YLI).

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengetahuan ibu tentang pencegahan karies gigi sulung

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ilmu mikrobiologi, lidah menjadi tempat tinggal utama bagi berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dengan kerusakan bahan organik yang dapat menyebabkan rasa ngilu sampai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya yang termasuk karbohidrat seperti

Status Kebersihan Gigi dan Mulut dengan Status Karies Gigi (Kajian pada Murid Kelompok Umur 12 Tahun di Sekolah Dasar Negeri Kota Bukittinggi)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. DMF-T Indonesia menurut hasil Riskesdas pada tahun 2013 adalah 4,6% yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kementerian Kesehatan Tahun 2010 prevalensi karies di Indonesia mencapai 60

BAB I PENDAHULUAN. makanan sehingga membantu pencernaan, untuk berbicara serta untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya kerusakan jaringan yang dimulai dari permukaan gigi (pit, fissures,

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk membentuk

BAB I PENDAHULUAN. kelamin, usia, ras, ataupun status ekonomi (Bagramian R.A., 2009). Karies

BAB I PENDAHULUAN. indeks caries 1,0. Hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yang mengenai

BAB I. I. Pendahuluan. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB II LANDASAN TEORI. kelamin, pubertas, dan ras (Han et al., 2011). Masa remaja terbagi menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. cenderung meningkat sebagai akibat meningkatnya konsumsi gula seperti sukrosa.

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2013 menunjukkan urutan pertama pasien

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN

PERBEDAAN STATUS KARIES PADA ANAK SEKOLAH DASAR YANG MENGKONSUMSI AIR MINUM DARI AIR PAH DAN AIR PDAM DI KECAMATAN MUSUK KABUPATEN BOYOLALI

PENDAHULUAN. mulut adalah penyakit jaringan keries gigi (caries dentis) disamping penyakit gusi.

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2005). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera pengelihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek atau stimulus yang didapatkan mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Herijulianti dkk, 2001). b. Pengetahuan Tentang Kesehatan Gigi Seseorang memperoleh pengetahuan melalui penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan diperoleh sebagai akibat stimulus yang ditangkap panca indera. Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara terencana, yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan tentang kesehatan gigi merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan pengetahuan serta mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan gigi 8

9 melalui pendidikan kesehatan gigi dan mulut. Pengetahuan merupakan ranah yang kognitif yang mempunyai tingkatan (Herijulianti dkk, 2001). c. Tingkatan pengetahuan Pengetahuan antara seseorang dengan orang lainnya terhadap obyek mempunyai intensitas dan tingkatan yang berbeda-beda, hal ini tercakup domain kognitif yang dibagi dalam enam tingkatan, yaitu : 1) Tahu Tahu dapat diartikan, seseorang yang telah mendapatkan pengetahuan mampu mengingat kembali materi yang telah dipelajari sebelumnya atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang itu tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya. Contohnya, mengingat kembali fungsi gigi selain untuk megunyah, gigi juga dapat berfungsi untuk berbicara dan estetika. Contoh lain, gigi putih bersih berkat iklan pasta gigi seseorang. Akibat iklan ini seseorang tertarik dan menjadi tahu bahwa untuk memperoleh gigi bersih seperti yang terdapat dalam iklan diperlukan pasta gigi tersebut (Herijulianti dkk, 2001). 2) Memahami Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

10 menginterprestasikan materi yang didapatkan secara benar, orang yang telah paham terhadap objek suatu materi harus dapat menjelaskan, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang dipelajari. Contohnya, seseorang mampu menjelaskan tanda-tanda gigi berlubang (Herijulianti dkk, 2001). 3) Aplikasi Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Contohnya, mampu menerapkan cara menyikat gigi dengan baik dan benar (Herijulianti dkk, 2001). 4) Analisis Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan suatu materi ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur yang masih berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Contohnya, mampu menjabarkan struktur jaringan periodontal dengan masing-masing fungsinya (Herijulianti dkk, 2001). 5) Sintesis Sintesis merupakan kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan menjadi bagian yang baru. Atau dapat dikatakan, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi yang ada. Contohnya, individu mampu mengelompokkan jenis-jenis diet makanan yang sehat untuk gigi, serta mengambil

11 tindakan yang tepat bila ada kelainan gigi, untuk usaha mencegah penyakit gigi (Herijulianti dkk, 2001) 6) Evaluasi Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek, dimana penilaian berdasarkan pada kriteria yang dibuat sendiri atau pada kriteria yang sudah ada. Contohnya, mampu menilai kondisi kesehatan gusi pada kondisi tertentu (Herijulianti dkk, 2001). d. Domain Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain terpenting terbentuknya tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan beberapa penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan (Worang et al,2014). Secara teori domain ini terjadi secara berurutan, mulai dari pengetahuan, pengetahuan disini dalam arti seseorang mampu menyebutkan kembali apa yang mereka pelajari. Dari pengetahuan ini nantinya akan berubah menjadi sikap. Sikap disini mencakup 3 hal yaitu: menerima, menanggapi, dan menghargai apa yang mereka dapatkan, sehingga sikap disini melibatkan pikiran, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Dari sikap ini akan timbul menjadi tindakan. Pengetahuan tidak hanya didapat melalui pendidikan formal, tetapi juga dapat diperoleh melalui pendidikan yang disampaikan oleh orang tua, surat

12 kabar, media elektronik, pengamatan dan sebagainya (Notoadmodjo 2010). Sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni: 1) Awareness (kesadaran), seseorang menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek) 2) Interest, seseorang mulai tertarik pada stimulus 3) Evaluation, seseorang menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut untuk dirinya 4) Trial, seseorang telah mencoba perilaku baru 5) Adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Worang et al, 2014). e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Untuk mengukur pengetahuan seseorang dapat dilakukan dengan melakukan wawancara atau pembagian angket yang berisi pertanyaan tentang materi yang akan diukur dari subjek penelitian. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain sebagai berikut: 1) Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang yang lebih paham kepada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Pendidikan dapat di dapatkan secara formal maupun non formal. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan

13 seseorang maka semakin mudah pula mereka menerima informasi. Pada akhirnya, makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki tingkat pendidikan rendah maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai yang baru diperkenalkan (Herijulianti dkk, 2001;Dotado-maderazo et al, 2014). 2) Pekerjaan Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung (Herijulianti dkk, 2001). 3) Usia Dengan bertambahnya usia seseorang, maka akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan fisik secara garis besar dapat dikatagorikan menjadi empat, yaitu: perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-ciri lama, dan timbulnya ciri-ciri baru. Hal ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa (Herijulianti dkk, 2001). 4) Minat Minat adalah suatu kecendrungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat disini dapat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang

14 lebih mendalam (Herijuliantiet dkk, 2001;Dotado-maderazo et al,2014). 5) Pengalaman Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecendrungan pengalaman yang kurang baik akan berusaha untuk dilupakan oleh seseorang. Namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya (Herijulianti dkk, 2001). 6) Kebudayaan lingkungan sekitar Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut, maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang (Herijulianti dkk, 2001). 7) Informasi Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru (Herijulianti dkk, 2001).

15 2. Indeks Kesehatan Gigi dan Mulut Untuk mengetahui keadaan kesehatan gigi masyarakat, harus dilakukan survei kesehatan masyarakat. Dari survei ini, akan didapatkan data-data mengenai status kesehatan gigi dan informasi untuk mendiagnosa keadaan kesehatan gigi dan mulut di masyarakat. Indeks itu sendiri adalah suatu angka yang didapat saat melakukan pemeriksaan dengan cara mengukur. Dengan penggunaan indeks ini dapat membedakaan keadaan klinis dari masyarakat pada saat yang sama atau pada saat yang lain, serta melihat kemajuan ataupun kemunduran dari kesehatan gigi di masyarakat sekitar (Herijulianti dkk, 2001). Beberapa indeks yang sering digunakan untuk survey kesehatan gigi: a. Simplified Oral Hygiene Index (OHI-S) Pengukuran indeks OHI-S terdiri dari pengukuran skor debris dan pengukuran skor kalkulus. Tujuan penggunaan OHI-S ini adalah dengan mengembangkan suatu teknik pengukuran yang dapat dipergunakan untuk menilai kegiatan kesehatan gigi dari masyarakat, serta menilai efek segera dan jangka panjang dari program pendidikan kesehatan gigi (Dwi Oktavilia dkk, 2014). Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut seseorang, Green and Vermilillion, memilih enam permukaan gigi indeks tertentu yang dapat mewakili segmen depan maupun belakang dari seluruh pemeriksaan gigi yang ada dalam rongga mulut. Gigi-gigi yang dipilih sebagai gigi indeks

16 beserta permukaan indeks yang dianggap mewakili tiap segmen adalah (Herijulianti dkk, 2001): Tabel 2.1 Segmen Gigi yang di Nilai Menurut Green and Vermilillion Untuk mempermudah penilaian, permukaan gigi yang akan dinilai dapat dibagi dengan garis khayal menjadi 3 (tiga) bagian yang besarnya sama. Gigi 16 pada permukaan bukal Gigi 11 pada permukaan labial Gigi 26 pada permukaan bukal Gigi 36 pada permukaan lingual Gigi 31 pada permukaan bukal Gigi 46 pada permukaan lingual Gambar 2.1 Cara Penilaian Debris Menurut Green and Vermilillion (Putri et al. 2009) 1) Menghitung Skor Debris Oral debris adalah bahan lunak yang melekat pada permukaan gigi. Dapat berupa plak, material alba, dan food debris (sisa makanan).

17 Kriteria skor debris: Tabel 2.2 Kriteria Skor Debris Green and Vermilillion Skor Kondisi 0 Tidak ada debris atau stain 1 Plak menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan servikal atau terdapat stain ekstrinsik di permukaan yang diperiksa 2 Plak menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi namu kurang dari 2/3 permukaan yang diperiksa 3 Plak menutupi lebih dari 2/3 permukaan yang diperiksa Cara pengukuran debris dapat menggunakan larutan disclosing atau tanpa larutan disclosing (Putri dkk, 2009). Jika tidak menggunakan larutan disclosing, dapat menggunakan sonde atau biasa disebut dental probe. Dengan cara gerakan sonde secara mendatar pada permukaan gigi, dengan demikian debris akan terbawa oleh sonde. Periksa gigi indeks mulai dengan menelusuri dari 1/3 bagian insisal atau oklusal, jika tidak ditemukan dilanjutkan pada permukaan 2/3 gigi, dan jika disini tidak dijumpai, teruskan sampai ke 1/3 bagian servikal (Notohartojo & Andayasari, 2013). 2) Menghitung Skor Kalkulus Kalkulus dikenal sebagai deposit keras yang terjadi karena pengendapan garam-garam anorganik yang mana komposisi utamanya adalah kalsium karbonat dan kalsium fosfat yang bercampur dengan debris, mikroorganisme, dan sel-sel epitel deskuamasi. Kalkulus

18 berstruktur lebih padat dan tidak lunak seperti debris (Putri dkk, 2009). Gambar 2.2 Cara Penilaian Kalkulus (Putri dkk, 2009). Kriteria skor kalkulus: Tabel 2.3 Kriteria Skor Kalkulus Green and Vermilillion Skor Kondisi 0 Tidak ada kalkulus 1 Kalkulus supragingiva menutup tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi yang diperiksa 2 Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 1/3 tapi kurang dari 2/3 permukaan gigi yang diperiksa, atau ada bercak-bercak kalkulus subgingiva disekeliling servikal gigi 3 Kalkulus supragingiva menutup lebih dari 2/3 permukaan atau ada kalkulus subgingiva yang kontinu disekeliling servikal gigi 3) Menghitung skor indeks debris, skor indeks kalkulus, dan skor OHIS Skor indeks debris maupun skor indeks kalkulus ditentukan dengan cara menjumlahkan seluruh skor yang didapatkan kemudian dibagi dengan jumlah segmen gigi yang diperiksa (Putri dkk, 2009).

19 Sedangkan skor OHIS adalah: Tabel 2.4 Skor OHISGreen and Vermilillion Skor OHIS = jumlah skor debris + jumlah skor kalkulus 4) Menentukan kriteria indeks debris, kalkulus, dan OHIS Menurut Greene and Vermillion, kriteria penilaiannya mengikuti ketentuan sebagai berikut: Baik : jika nilai/skor antara 0-1,2 Sedang : jika nilai/skor antara 1,3-3,0 Buruk : jika nilai/skor antara 3,1-,6,0 (Putri dkk, 2009) b. Decayed Missing Filled Tooth(DMF-T) Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan klinis penyakit karies gigi. Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita seseorang dari dulu sampai sekarang. Ada beberapa indeks karies yang biasa digunakan seperti indeks WHO. 1) DMF-T (Decay Missing Filling Teeth), nilai DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies pada seseorang atau sekelompok orang. Untuk melihat karies gigi dapat digunakan kaca mulut untuk melihat ada atau tidaknya gigi yang berlubang, serta sonde untuk menentukan dan mengukur kedalaman karies.

20 Rumus DMF-T: Tabel 2.5 Rumus DMF-T Menurut WHO DMF-T = Decay (D) + Missing (M) + Filling (F) Keterangan DMF-T: a) Angka D/decay :gigi yang berlubang karena karies gigi b) Angka M/missing :gigi yang dicabut karena karies gigi c) Angka F/filling :gigi yang ditambal atau ditumpat karena karies dan dalam keadaan baik (Herijulianti dkk, 2001 dan Putri dkk, 2009). 2) Menentukan Kriteria DMF-T: Untuk menentukan kriteria DMF-T yaitu dengan cara menjumlahkan seluruh gigi yang karies atau berlubang kemudian dibagi jumlah gigi yang dihitung. Sehingga didapatkan kriteria DMF-T sebagai berikut: Tabel 2.6 Kriteria DMF-T menurut Depkes RI, 2000 Nilai DMF-T Kriteria < 2 Baik > 2 Buruk 3. Karies Gigi Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik

21 dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan. Karies gigi ini merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut. Karies gigi terjadi karena adanya interaksi antara bakteri di permukaan gigi, plak, atau biofilm dan diet, terutama komponen karbohidrat yang dapat difermentasikan oleh bakteri plak menjadi asam, terutama asam laktat dan asetat yang ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi dan rusaknya bahan organik akibat terganggunya keseimbangan email dan sekelilingnya, menyebabkan terjadinya invasi bakteri serta kematian pulpa bakteri dapat berkembang ke jaringan periapeks sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri pada gigi. Etiologi karies gigi bersifat multifaktorial, sehingga memerlukan faktorfaktor penting seperti host (penjamu), agen, mikroorganisme, substrat, dan waktu (Kidd dan Bechal 1992). a. Pejamu Untuk dapat terjadinya proses karies pada gigi diperlukan adanya faktor pejamu yaitu gigi dan saliva. Struktur dari anatomi gigi terdiri dari lapisan enamel yang terdapat pada bagian luar gigi dan lapisan dentin yang terletak dibawah lapisan enamel. Enamel merupakan struktur gigi yang paling keras namun bersiat rapuh dan memiliki struktur sangat tipis (Ramayanti & Purnakarya, 2013). Kandungan bahan organik dan anorganik enamel dapat mempengaruhi kerentanan permukaan gigi terhadap terjadinya karies. Apatit dan karbohidrat mengisi kurang lebih 97% bahan anorganik, apatit

22 berperan terhadap penambahan resistensi enamel terhadap serangan asam. 1% lainnya terdiri dari bahan organik yang tidak dapat larut air yaitu keratin, dan dapat larut air yaitu mukopolisakarida. Struktur lapisan enamel pada gigi berperan dalam proses terjadinya karies, plak yang mengandung bakteri merupakan awal terbentuknya karies (Putri dkk, 2009). Selain keadaan gigi, saliva juga berperan penting dalam terbentuknya karies. Saliva tersusun atas komponen organik dan non organik. Komponen utama anorganik saliva adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, klorida dan fosfat. Sedangkan komponen organik seperti musin, lipid, asam lemak dan ureum yang dapat pula berasal dari sisa makanan dan pertukaran zat bakterial. Komponen in kalsium fosfat dan fluor yang terkandung dalam saliva mampu memineralisasi karies yang masih dini. Selain mempengaruhi komposisi mikroorganisme dalam plak saliva juga mempengaruhi ph. Karena itu, aliran saliva yang berkurang dapat menyebabkan karies gigi yang tidak terkendali (Putri dkk, 2009). b. Agen Faktor agen dipengaruhi oleh jumlah plak dan bakteri dalam rongga mulut. Plak gigi berperan penting dalam proses terjadinya karies. Proses pembentukan plak diawali dengan absorbsi glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi yang disebut pelikel dan peningkatan plak pada permukaan gigi dipengaruhi oleh jumlah bakteri (Putri dkk, 2009).

23 c. Substrat Faktor substrat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme pada permukaan enamel. Karbohidrat memiliki peran penting dalam pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Makanan dan minuman yang mengandung gula dapat menurunkan ph plak dengan cepat sampai pada level yang dapat mengakibatkan demineralisasi pada email (Putri dkk, 2009). d. Waktu Karies merupakan suatu penyakit kronis yang progresif yang membutuhkan waktu beberapa bulan bahkan tahun untuk dapat berkembang (Putri dkk, 2009). 4. Hubungan Pengetahuan dengan Status Kesehatan Gigi Menurut teori Blum, status kesehatan seseorang termasuk kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh empat faktor yaitu genetik, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan perilaku (Tjahja dan Ghani, 2007). Perilaku kesehatan gigi meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengetahuan sendiri merupakan hasil pengindraan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek (Notoatmodjo, 2005). Seseorang dapat mengerti apabila di latar belakangi oleh pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan merupakan ranah kognitif yang mempunyai

24 tingkatan, yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Apabila materi atau objek yang ditangkap panca indera adalah tentang gigi, gusi serta kesehatan gigi pada umumnya, pengetahuan yang diperoleh adalah mengenai gigi, gusi, serta kesehatan gigi (Budiharto 2008 dan Notoatmodjo, 2005). Penelitian sebelumnya mengatakan, pengetahuan mengenai kesehatan gigi dan mulut sangat penting untuk terbentuknya tindakan menjaga kebersihan gigi dan mulut. Menjaga kebersihan gigi dan mulut pada usia sekolah merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kesehatan pada usia dini. Hal ini terbukti, responden dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki tingkat keparahan karies yang rendah. Sebaliknya, responden dengan tingkat pengetahuan yang buruk memiliki tingkat keparahan karies yang tinggi (Lintang dkk, 2015).

25 B. Kerangka Teori Pendidikan Pekerjaan Pengetahuan Sikap Perilaku Usia Minat Pelayanan Kesehatan Status kesehatan gigi dan mulut Genetik Pengalaman Lingkungan Kebudayaan Informasi Gambar 2.3 Kerangka Teori

26 C. Kerangka Konsep Pengetahuan Status Kesehatan Gigi dan Mulut: a. Indeks OHI-S b. Indeks DMFT Gambar 2.4 Kerangka Konsep D. Hipotesis Terdapat hubungan pengetahuan dengan status kesehatan gigi dan mulut anak usia 10-12 tahun di SDN V Batursari Mranggen.