BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah masalah perekonomian. Dengan sempitnya lapangan

BAB III PEMBAHASAN. Kata wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang diartikan buruk,

BAB I PENDAHULUAN. keduanya diperlukan intermediary yang akan bertindak selaku kreditur yang

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. bahwa hampir semua masyarakat telah menjadikan kegiatan pinjam-meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KUHPerdata Buku II mengenal adanya hak kebendaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perekonomian di negara berkembang seperti Indonesia, kredit memegang

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang ekonomi terlihat dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

MAKALAH HUKUM PERIKATAN MENGENAI ANALISIS SENGKETA JAMINAN FIDUSIA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. hukum publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Pinjam meminjam merupakan salah satu bagian dari perjanjian pada

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. menutupi semua kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan yang bersifat dadakan.selain untuk

BAB V PENUTUP. polis asuransi jiwa di PT Asuransi Jiwasraya Cabang Yogyakarta ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat yang sejahtera adil dan makmur berdasarkan Pancasila

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEKUATAN EKSEKUTORIAL SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA BERDASAR UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. melakukan transaksi dalam kehidupan sehari-hari. Pada awalnya manusia

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. risiko yaitu yang paling mungkin terjadi adalah terjadinya tunggakan

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebutuhan yang mendesak atau kekurangan dana dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB III PERLINDUNGAN BAGI PEMILIK BENDA DAN KREDITUR PENERIMA GADAI APABILA OBJEK GADAI DIJAMINKAN OLEH PIHAK YANG BUKAN PEMILIK BENDA

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB 1 PENDAHULUAN. Kapal laut merupakan salah satu transportasi perairan yang sangat. Indonesia, baik dalam pengangkutan umum maupun

I. PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia

BAB I PENDAHULUAN. satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur, berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian di negara berkembang seperti Indonesia, kredit memegang

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang perkreditan tidak lepas dari pengaruhnya.

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar ke bagian Asean lainnya termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. zaman dan kebutuhan modal bagi setiap masyarakat untuk memajukan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. didalam membangun atau mengembangkan suatu usaha dibutuhkan modal awal. menyediakan sejumlah dana untuk keperluan modal.

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB III BADAN HUKUM SEBAGAI JAMINAN TAMBAHAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BPR ALTO MAKMUR SLEMAN

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR PADA PT. ADIRA FINANCE. perusahaan pembiayaan non-bank (multi finance).

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

KUASA JUAL SEBAGAI JAMINAN EKSEKUSI TERHADAP AKTA PENGAKUAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I. PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup orang banyak, serta mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. membayar berbagai kebutuhan masyarakat. Uang merupakan hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian kredit pembiayaan. Perjanjian pembiayaan adalah salah satu bentuk perjanjian bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam mempertahankan hidupnya haruslah dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah bergantung pada kondisi perekonomian masing-masing individu. Guna memenuhi kebutuhan tersier maupun sekunder, manusia dituntut untuk dapat terus menghasilkan uang agar mampu membeli ataupun membiayai segala macam kebutuhannya untuk bertahan hidup. Tingkat perekonomian masyarakat Indonesia dapat diibaratkan bagai orang sakit. Semakin tinggi tingkat kebutuhan masyarakat seharusnya juga diimbangi dengan semakin meningkatnya jumlah penghasilan, namun yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya, ketidak mampuan masyarakat dalam meningkatkan jumlah penghasilan sangatlah bertolak belakang dengan semakin meningkatnya kebutuhan. Kondisi perekonomian masyarakat Indonesia juga diperparah dengan semakin sedikitnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat sehingga menyebabkan kemiskinan yang tak kunjung reda, khususnya di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut terbukti melalui hasil sensus ekonomi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta pada periode Maret 2009 sampai dengan Maret 2015. Perkembangan jumlah penduduk miskin seperti terlihat pada Gambar 1.1

2 Gambar 1.1 Jumlah Penduduk Miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta Maret 2009 Maret 2015 (dalam ribuan orang) Sumber : BPS, Susenas Maret 2009 Maret 2015 Jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode Maret 2009 samapai dengan Maret 2015 mengalami fluktuasi. Pada periode Maret 2009 sampai dengan Maret 2011 cenderung mengalami penurunan dari tahun ke tahun, tetapi dari Semptember 2011 sampai dengan Maret 2012 mengalami kenaikan dan turun kembali sampai periode Mart 2014. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 tercatat 585.780 (lima ratus delapan puluh lima ribu tujuh ratus delapan puluh) jiwa dan pada Maret 2011 mengalami penurunan menjadi 568.350 (lima ratus enam puluh delapan ribu tiga ratus lima puluh) jiwa. Sementara pada periode September 2012 sampai dengan Maret 2015 mengalami fluktuasi. Persentase penduduk miskin yang tersebar di perkotaan mencapai 59,91% dan yang tersebar di perdesaan mencapai 40,09%. Jumlah penduduk miskin di perkotaan pada Maret 2015 sebanyak 329.650 (tiga ratus dua puluh sembilan ribu enam ratus lima puluh) jiwa, berkurang sebanyak 3.380 (tiga ribu tiga ratus

3 delapan puluh) jiwa bila dibandingkan dengan periode Maret 2014 yang mencapai 333.030 (tiga ratus tiga puluh tiga ribu tiga puluh) jiwa. Jumlah penduduk miskin di perdesaan pada periode Maret 2015 mencapai 220.570 (dua ratus dua puluh ribu lima ratus tujuh puluh) jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebanyak 8.670 (delapan ribu enam ratus tujuh puluh) jiwa dari periode Maret 2014 yang jumlahnya hanya mencapai 211.840 (dua ratus sebelas ribu delapan ratus empat puluh) jiwa. (Tabel 1.1) Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin menurut Tipe Daerah Periode Maret 2014 Maret 2015 Sumber : BPS, Susenas Maret 2014, September 2014, dan Maret 2015 Persentase kemiskinan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta baik di dalam perkotaan maupun perdesaan semakin meningkat tiap tahunnya. Jatuh bangunnya perekonomian masyarakat Indonesia tidak lepas dari peran pemerintah

4 dalam memberikan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan perkonomian negara. Kebutuhan hidup yang makin meningkat dan tidak diimbangi dengan meningkatnya jumlah penghasilan seringkali membuat masyarakat mengambil jalan pintas dengan cara mengandalkan lembaga-lembaga atau jasa yang dapat memberikan pinjaman uang dengan adanya jaminan berupa barang atau benda berharga baik bergerak yang berwujud maupun benda bergerak yang tak berwujud. Kegiatan pinjam-meminjam uang dengan adanya jaminan tersebut merupakan perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan gadai. Pasal 1150 KUHPerdata memberikan definisi mengenai gadai : Suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari krediturkreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dari biaya lelang yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu biaya-biaya mana harus didahulukan. Definisi gadai menurut Pasal 1150 KUHPerdata menjelaskan bahwa hak gadai merupakan tambahan saja atau bersifat accesoir dari suatu perjanjian pokok. Perjanjian pokok dari gadai adalah perjanjian pinjam-meminjam uang, di mana perjanjian tersebut digunakan untuk menjaga jangan sampai debitur lalai membayar kembali pinjaman dan/atau bunganya. Unsur terpenting dari hak gadai adalah bahwa benda yang dijaminkan haruslah berada dalam kekuasaan pemegang gadai. Penguasaan benda oleh pemegang gadai bukanlah ditujukan untuk menikmati, memakai dan memungut

5 hasil, melainkan hanya untuk menjadi jaminan pembayaran hutang pemberi gadai kepada pemegang gadai. Lembaga usaha di Indonesia yang memberikan fasilitas kepada masyarakat yang hendak menggadaikan barang atau benda berharganya adalah PT. Pegadaian (Persero). PT. Pegadaian (Persero) merupakan lembaga pembiayaan bukan bank yang melakukan jasa pemberian pinjaman uang/kredit kepada masyarakat. PT. Pegadaian menjalankan praktik gadai dengan cara menguasai benda atau barang yang digadaikan oleh para nasabah untuk kemudian akan dilakukan penaksiran harga. Setelah dilakukan penaksiran harga terhadap barang atau benda tersebut maka para nasabah dapat langsung menerima pinjaman sejumlah uang dari PT. Pegadaian (Persero). PT. Pegadaian menyalurkan uang pinjaman kepada nasabah atau debitur didasarkan pada hukum gadai. Proses gadai pada PT. Pegadaian memiliki batas waktu tertentu, apabila batas waktu tersebut telah habis atau sudah jatuh tempo namun pinjaman yang diperoleh debitur belum juga dikembalikan, maka barang yang digunakan sebagai jaminan dapat dijual lelang oleh pihak pegadaian. Hasil lelang tersebut akan digunakan sebagai pelunasan akan hutang debitur dan jika masih ada nilai sisanya, maka akan dikembalikan kepada debitur. Kegiatan gadai yang dilaksanakan oleh PT. Pegadaian pun juga banyak macamnya. PT. Pegadaian memberikan berbagai macam fasilitas serta produkproduk unggulan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana bagi

6 masyarakat agar bisa mendapatkan bantuan dana demi memenuhi kebutuhan hidup. Pemerintah memang sudah menyediakan fasilitas pinjaman uang/kredit melalui PT. Pegadaian bagi masyarakat yang membutuhkan dana, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak masyarakat yang mengandalkan jasa usaha atau lembaga-lembaga yang memberikan fasilitas pinjaman uang dengan adanya jaminan gadai. Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa atau KSP Samdede Perkasa adalah salah satu lembaga yang menyediakan jasa gadai tersebut. Praktik gadai yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa memang lebih mudah dan cepat apabila dibandingkan dengan praktik gadai pada PT. Pegadaian (Persero). Praktik gadai pada PT. Pegadaian (Persero) terkesan masih sangat kaku karena mengikuti aturan dan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Berbeda dengan praktik gadai pada koperasi yang lebih mudah dan cepat namun sebenarnya memiliki risiko yang lebih besar. Selain menawarkan prosedur yang mudah dan cepat, Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa juga memberikan kemudahan kepada debitur dalam hal menentukan objek atau barang yang akan dijadikan jaminan. Objek atau barang yang akan dijadikan jaminan dapat berupa Buku Pemilik Kendaraan Bermotor atau BPKB kendaraan, namun tidak diikuti dengan adanya penyerahan atau perpindahan kendarannya kepada pihak kreditur. Gadai pada prinsipnya hanya dapat dikenai pada benda bergerak yang berwujud dan/atau benda bergerak yang tidak berwujud. Praktik gadai juga harus

7 memenuhi prinsip di mana terdapat penyerahan barang dan/atau benda yang menjadi objek gadai kepada penerima gadai, yang itu berarti objek gadai tersebut harus keluar dari kekuasaan si pemberi gadai, hal ini dapat disebut juga dengan inbezitstelling. Prinsip inbezitstelling di dalam praktik gadai pada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa ternyata tidak diterapkan secara benar dan sesuai dengan prisip dan ketentuan dalam hukum gadai. Kreditur dalam perjanjian gadai tidak menarik benda atau objek gadai yang dalam hal ini adalah kendaraan bermotor dari tangan debitur kepada kreditur. Hal tersebut sudah jelas bertentangan dengan asas atau prinsip inbezitstelling. Masyarakat menjadi salah kaprah dengan adanya sistem gadai yang jaminananya dapat berupa BPKB dari suatu kendaraan. Perlu diketahui sebelumnya bahwa jaminan fidusia dan jaminan gadai adalah hal yang berbeda, baik dari segi perjanjiannya maupun dalam praktik pelaksanaannya. Menurut sifatnya, BPKB kendaraan hanya dapat dijadikan sebagai jaminan fidusia dan tidak dapat dijadikan jaminan gadai. Fidusia merupakan perjanjian yang dibuat oleh debitur dengan kreditur yang menyatakan bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada krediturnya sebagai jaminan untuk hutangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap akan menguasai secara fisik benda tersebut. Kreditur akan mengembalikan kepemilikan tersebut kepada debitur setelah hutang dibayar lunas oleh debitur.

8 Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris menggunakan Bahasa Indonesia dan disebut dengan Akta Jaminan Fidusia yang sekurnag-kurangnya memuat, antara lain : 1. identitas para pihak pemberi dan penerima fidusia; 2. data perjanjian pokok yang dijaminkan fidusia; 3. uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; 4. nilai penjaminan; 5. nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Selain itu di dalam akta harus ditentukan pula utang yang pelunasannya dijamin dengan fidusia itu berupa : 1. utang yang telah ada; 2. utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu; 3. utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi. Objek yang menjadi jaminan fidusia pun harus didaftarkan di mana pendaftaran tersebut sifatnya adalah wajib. Pendaftaran fidusia dapat dilakukan secara online melalui situs website https://fidusia.ahu.go.id maupun secara konvensional di kantor pendaftaran fidusia yang berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan pendaftaran tersebut akan dicatatkan dalam Buku Daftar Fidusia.

9 Sertifikat Jaminan Fidusia akan diterbitkan setelah dilakukan pendaftaran dan akan diserahkan kepada penerima fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Penjaminan BPKB dari debitur kepada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa tidak dilakukan pendaftaran seperti layaknya pada jaminan fidusia. Hal tersebut berarti, kegiatan hutang piutang dengan jaminan yang dilakukan oleh Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa tidak dapat dikatakan sebagai jaminan gadai, juga tidak dapat dikatakan sebagai jaminan fidusia karena tidak memenuhi unsur-unsur dalam gadai maupun dalam fidusia. Pelaksanaan praktik gadai pada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa lebih mendasarkan pada rasa saling percaya di antara para pihak. Rasa kepercayaan tersebut diwujudkan oleh pihak koperasi dengan memberikan keleluasaan kepada debitur untuk dapat menggadaikan BPKB kendaraannya dengan tanpa memperhatikan batasan-batasan yang penting menurut hukum, padahal hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang besar bagi kreditur maupun bagi debitur. Masyarakat awam sebagai debitur dalam hal ini justru lebih memahami risiko dari pelaksanaan gadai dengan jaminan BPKB tersebut sebagai suatu keunggulan dari Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa. Keunggulan yang dirasakan oleh masyarakat adalah masyarakat tetap dapat memperoleh pinjaman sejumlah uang tanpa harus menyerahkan kendaraannya sebagai jaminan.

10 Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa dalam memberikan taksiran nilai harga dari objek gadai yang diberikan pun tidak memiliki standar yang pasti. Hal tersebut dapat memicu adanya praktik gadai yang tidak sehat dan dapat merugikan masyarakat. Selain itu ketentuan pemberian bunga serta denda pun akan lebih berorientasi kepada keuntungan koperasi semata. Berbeda dengan Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa, PT. Pegadaian dalam praktiknya mendasarkan pelaksanaan gadai pada undang-undang serta peraturan-peraturan yang berlaku yang telah dibentuk oleh pemerintah. PT. Pegadaian (Persero) melalui Keputusan Menteri Keuangan No. Kep- 39/MK/6/1/1971 tertanggal 20 Januari 1970 merupakan perubahan bentuk dari PERUM Pegadaian yang bertujuan untuk membantu pemerintah dalam meningkatkan perekonomian dengan cara memberikan uang pinjaman berdasarkan hukum gadai kepada masyarakat kecil, agar terhindar dari praktik pinjam uang yang bunganya tidak wajar. 1 Praktik gadai yang dilaksanakan oleh PT. Pegadaian sangatlah jelas dan terstruktur. Proses dan prosedur dalam menjalankan praktik gadainya pun juga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah diatur. Praktik gadai yang ideal akan sangat meminimalisir terjadinya pelanggaran atau perbuatan melawan hukum dan juga wanprestasi di antara para pihak. Praktik kegiatan gadai tentu saja tidak menutup kemungkinan adanya wanprestasi atau bahkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Terlebih lagi, banyak masyarakat yang menyediakan jasa peminjaman uang 1 http://indonesia.go.id/in/bumn/perum pegadaian/429. Diakses pada tanggal 04/11/2015, pkl. 12.15 WIB

11 dengan jaminan BPKB dan mengatasnamakan koperasi simpan pijam atau lembaga-lembaga yang sejenis sebagai kedok atau kamuflase dari kegiatan rentenir atau lebih terkenal dengan sebutan bank plecit. Minimnya pengetahuan dari masyarakat terhadap dampak atau risiko dari praktik gadai yang demikian juga menjadi salah satu faktor mengapa sampai saat ini praktik gadai pada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa masih tetap digemari oleh kalangan masyarakat menengah kebawah. Kebanyakan dari masyarakat tergiur oleh kemudahan dan proses cepat yang ditawarkan oleh koperasi simpan pijam Samdede Perkasa, tanpa memikirkan dampak dan/atau risiko yang mungkin diderita nantinya. Keadaan dan kondisi mendesak yang dialami oleh para debitur juga dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa dalam menjalankan usahanya. Kondisi-kondisi yang demikian akan menjadikan masyarakat sulit untuk berfikir dan cenderung mengambil jalan pintas guna mendapatkan sejumlah uang dalam waktu yang singkat. Perlindungan hukum dalam praktik gadai pada koperasi simpan pijam Samdede Perkasa ini pun juga dirasa sangatlah kurang, baik bagi debitur maupun kreditur itu sendiri. Terlebih perlindungan dalam hal ketika objek yang dijadikan jaminan dalam perjanjian gadai tersebut tidak diserahkan oleh debitur kepada krediturnya. Terhadap wanprestasi yang dilakukan oleh debitur, biasanya kreditur akan melakukan penyitaan terhadap objek gadai tersebut yang didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, namun tidak semua debitur mau

12 menyerahkan objek perjanjian gadai tersebut guna pelusanan hutangnya. Beberapa debitur bahkan dengan sengaja memutus hubungan dengan kreditur sehingga kreditur tidak dapat menghubungi debitur dan kesulitan untuk dapat menagih pelunasan atas piutangnya kepada debitur. Debitur sebagai salah satu pihak dalam perjanjian gadai ini pun juga rentan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh kreditur. Pelanggaranpelanggaran tersebut berkaitan dengan penentuan atau penyusunan syarat-syarat perjanjian gadai yang disusun atau dibuat secara sepihak oleh pihak kreditur. Ketentuan atau syarat dalam perjanjian tersebut biasanya mengandung klausula yang dapat merugikan pihak debitur dan cenderung menguntungkan pihak kreditur. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan asas inbezitstelling dalam praktik gadai pada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa di Yogyakarta? 2. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi para pihak dalam praktik gadai pada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa di Yogyakarta ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam hal objek jaminan tidak berada dalam kekuasaan kreditur?

13 C. Tujuan Penelitian antara lain : Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, 1. Tujuan Objektif a. untuk mengetahui pelaksanaan asas inbezitstelling dalam praktik gadai pada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa di Yogyakarta; b. untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi para pihak di dalam praktik gadai pada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa di Yogyakarta ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam hal objek jaminan tidak berada dalam kekuasaan kreditur. 2. Tujuan Subjektif Penelitian dan penulisan ini disusun untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap juga akurat guna menambah pengetahuan penulis dan juga pembaca, serta sebagai salah satu persyaratan akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. D. Keaslian Penelitian Penulis dalam hal untuk memastikan keaslian penulisan ini telah melakukan penelusuran dari beberapa referensi, baik melalui media cetak maupun media elektronik mengenai permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam penulisan hukum ini. Selain itu penulis juga telah melakukan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada untuk mencari atau mengkonfirmasi ada atau tidaknya penelitian terdahulu yang juga memiliki topik

14 bahasan yang sama dengan penulisan hukum ini. Dari hasil penelusuran penulis, penulis belum menemukan penulisan yang berjudul Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Praktik Gadai Pada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa Di Yogyakarta Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sepengetahuan penulis, penulis belum menemukan karya yang sama dengan penulisan ini. Adapun banyak karya yang memiliki tema yang sama, yaitu mengenai praktik gadai di berbagai daerah di Indonesia, namun kebanyakan dari penelitian tersebut menjadikan PT. Pegadaian milik BUMN sebagai objeknya. Sedangkan dalam penulisan ini, penulis lebih tertarik pada praktik gadai pada Koperasi Simpan Pinjam Samdede Perkasa. Oleh karena itu, apabila dikemudian hari ditemukan tulisan yang sama dengan penulisan ini, maka itu bukan merupakan kesengajaan dari penulis. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat melengkapi tulisan yang sudah ada sebelumnya, demi memperkaya pengetahuan serta penulisan hukum yang bersifat akademis. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang sebaikbaiknya untuk ilmu pengetahuan maupun pemerintah, yakni sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Melalui hasil penelitian dari penyusunan penulisan hukum ini penulis berharap dapat menambah wawasan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya mengenai

15 perlindungan hukum bagi para pihak dalam praktik gadai pada koperasi simpan pinjam. b. Untuk mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan dengan terjun langsung di dalam masyarakat sehingga dapat melihat, merasakan dan menghayati apakah praktik perlindungan hukum bagi para pihak dalam praktik gadai pada koperasi simpan pinjam sudah efektif dan efisien. c. Dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan terhadap penyelenggaraan perlindungan hukum bagi para pihak dalam praktik gadai pada koperasi simpan pinjam. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai praktik gadai pada koperasi simpan pinjam yang semestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta mengenai perlindungan hukum bagi para pihak di dalam praktik gadai pada koperasi simpan pinjam tersebut. Sehingga dapat menjadi masukan positif bagi kalangan masyarkat umum, khususnya juga bagi pemerintah, aparat penegak hukum serta para pemegang kewajiban yang memiliki tugas untuk membantu serta melindungi masyarakat demi tercapainya tujuan Negara dalam membantu meningkatkan perekonomian masyarakat.