INFEKSI CACING USUS PADA ANAK SEKOLAH SDN I MANURUNG KECAMATAN KUSAN HILIR KABUPATEN TANAH BUMBU KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2014 Budi Hairani* 1, Juhairiyah 1 1 Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Tanah Bumbu Kawasan Perkantoran Pemda Kab. Tanah Bumbu, Gunung Tinggi Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Abstract Helminthiasis is still become a health problem in Indonesia with increasing prevalence in last decade. Schoolchildren have a high risk to get helminth infection. We examine the stool sample using Kato Katz method to found data about helminth infection on schoolchildren of SDN I Manurung, Kusan Hilir subdistrcit, Tanah Bumbu regency. Result from 98 stool sample, helminth eggs found in 31 sample (31,6%). Highest infection occured in class IV (8,2%), infection in boys is higher than girls. We found Trichuris trichiura, Ascaris lumbricoides, Hookworm, Enterobius vermicularis and Hymenolepis sp. T. trichiura is highest infection (22,4%). Partly infections were mix infection of T. trichiura and A. lumbricoides. Possible factors that cause helminth infection in SDN I Manurung schoolchildren was poor personal sanitation. Keywords : Helminthiasis, school children, SDN I Manurung HELMINTHIASIS INFECTION ON SDN 1 MANURUNG SCHOOLCHILDREN IN KUSAN HILIR, TANAH BUMBU DISTRICT SOUTH KALIMANTAN Abstrak Infeksi cacing usus masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dengan adanya kecenderungan peningkatan kembali prevalensi pada dekade terakhir. Anak usia sekolah merupakan kelompok usia yang rentan terinfeksi kecacingan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data kejadian infeksi cacing pada murid sekolah SDN I Manurung, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2014 melalui pemeriksaan sampel tinja. Hasil pemeriksaan tinja dengan metode Kato-katz dari 98 sampel tinja sebanyak 31 sampel (31,6%) positif mengandung telur cacing. Kejadian infeksi tertinggi pada kelas IV yaitu sebanyak 8 orang (8,2%), infeksi pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. Jenis cacing yang ditemukan adalah Trichuris trichiura, Ascaris lumbricoides, Hookworm, Enterobius vermicularis dan Hymenolepis sp. Jenis cacing yang menginfeksi tertinggi adalah T. trichiura (22,4%). Sebagian infeksi merupakan campuran antara T. trichiura dan A. lumbricoides. Kemungkinan faktor yang menyebabkan masih tingginya kejadian infeksi cacing adalah rendahnya tingkat sanitasi perorangan. Kata Kunci : Kecacingan, anak sekolah, SDN I Manurung Naskah masuk: 6 April 2015; Review I:16 April 2015; Review II: 16 Juni 2015; Layak Terbit: 16 Juni 2015 *Alamat korespondensi: light448@yahoo.co.id; Telepon: (0518) 7708515; Faksimile: (0518) 6076049 38
PENDAHULUAN Infeksi cacing tersebar luas di daerah beriklim tropis seperti di Indonesia. Kecacingan tergolong neglected diseases yaitu infeksi yang kurang diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan gejala klinis yang jelas dan dampak yang ditimbulkannya baru terlihat dalam jangka panjang seperti kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang dan gangguan kognitif pada anak. 1 Anak-anak usia pra sekolah dan usia sekolah (0 15 tahun) merupakan kelompok usia yang berisiko terinfeksi kecacingan. 2 Parasit penyebab kecacingan yang umum terdapat di Indonesia diantaranya adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma doudenale, Enterobius vermicularis dan Hymenolepis sp. 2 Kebanyakan infeksi cacing terjadi melalui media tanah (Soil transmitted helminth), selain itu dapat juga melalui udara dan air. 3 Kemampuan cacing menghasilkan telur yang sangat banyak dan telur yang dapat bertahan lama di lingkungan luar menyebabkan infeksi cacing sangat mudah menyebar. 3 Penyebaran kecacingan sangat dipengaruhi oleh faktor kondisi sanitasi lingkungan. Walaupun prevalensi kecacingan sudah jauh menurun, namun peningkatan kembali sangat mungkin terjadi terutama di daerah yang berisiko seperti perkampungan kumuh dan perdesaan. Upaya pemerintah melalui program pemberantasan penyakit cacing yang diprioritaskan pada anak-anak berhasil menurunkan prevalensi kecacingan dari 78,6% pada tahun 1987 menjadi 8,9% pada tahun 2003. 2 Hasil penelitian yang dilakukan pada dekade terakhir menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi kasus kecacingan dibandingkan prevalensi nasional tahun 2003 (8,9%) antara lain Sasangko A, (2000), menunjukkan infeksi askariasis 62,2% dan 48% untuk trikuriasis serta 0,72% untuk cacing tambang. 4 Manggara tahun 2005, mempresentasikan 24,3% murid SD di daerah kumuh Jakarta terinfeksi cacingan dengan 87,6% terinfeksi askariasis. 5 Demikian juga Mardiana yang melakukan penelitian terhadap anak SD di Jakarta didapatkan prevalensi askariasis sebesar 70-80% dan penderita trikuriasis 25,3-68,4%. 6 Data terkini mengenai prevalensi kecacingan sangat diperlukan mengingat risiko peningkatan kembali prevalensi kecacingan setiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2009 mengenai risiko infeksi cacing pada anak sekolah dasar berdasarkan ekosistem yang berbeda menemukan bahwa anak di wilayah pedesaan berisiko terinfeksi cacing 1,2 kali lebih besar dibandingkan anak di wilayah perkotaan. 7 Berdasarkan hasil tersebut SDN Manurung 1 yang terletak di pedesaan dipilih sebagai subjek penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat infeksi dan jenis cacing yang menginfeksi anak-anak sekolah SDN 1 Manurung, Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu. Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada pihak Sekolah, Puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat berupa informasi/data mengenai tingkat infeksi cacing serta rekomendasi mengenai tindakan pengobatan dan pencegahan kecacingan pada anak-anak. METODOLOGI Jenis penelitian ini merupakan observasional analitik dengan menggunakan desain cross sectional, data disajikan secara deskriptif dalam bentuk grafik. Penelitian ini menggunakan total populasi sebagai subyek yaitu seluruh siswa kelas I VI SDN I Manurung, Kecamatan Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan, yang dilakukan pada bulan Oktober tahun 2014. Seluruh siswa yang hadir diberikan pot tinja dengan terlebih dahulu dilakukan penyuluhan singkat mengenai kecacingan dan petunjuk cara pengisian pot tinja. Pembagian pot tinja disertai dengan lembar inform consent untuk disetujui oleh orang tua siswa. Pengambilan pot tinja dilakukan satu hari setelah pembagian pot. Pemeriksaan tinja dilakukan di laboratorium parasitologi Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu dengan metode Kato Katz. 2 39
HASIL Jumlah keseluruhan siswa SDN I Manurung yaitu 99 siswa, hanya 1 siswa yang tidak mengumpul tinjanya dikarenakan tidak masuk sekolah dengan alasan sakit sehingga jumlah pot tinja yang terkumpul pada saat pengambilan pot adalah sebanyak 98 pot. Jumlah tersebut dengan proporsi sebanyak 50 orang laki-laki dan 48 orang Perempuan. Hasil pemeriksaan tinja didapatkan 31 orang positif kecacingan dengan komposisi 16 orang laki-laki dan 15 orang perempuan, rincian hasil dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. Gambar 1. Persentase Infeksi Kecacingan Berdasarkan Jenis Kelamin di SDN 1 Manurung Tahun 2014 Berdasarkan kelompok kelas, infeksi kecacingan yang tertinggi ada pada kelas IV (8,2%), sedangkan yang terendah pada kelas VI (2,0%) dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Persentase Infeksi Kecacingan Berdasarkan Kelompok Kelas di SDN Manurung 1 Tahun 2014 Jenis cacing yang menginfeksi murid SDN 1 Manurung dapat dilihat pada Gambar 3 yaitu Trichuris trichiura, Ascaris lumbricoides, Enterobius vermicularis, Hymenolepis sp., Hookworm. Infeksi yang tertinggi adalah cacing T. trichiura (22,4%). Infeksi campuran antara T. trichiura dan A. lumbricoides juga ditemukan pada empat orang murid (4,1%). 40
Gambar 3. Proporsi Jenis Cacing Yang Menginfeksi Murid SDN Manurung 1 Tahun 2014 BAHASAN Infeksi kecacingan yang terjadi pada murid SDN 1 Manurung sebanyak 31 orang (31,6%) dari total 98 orang yang diperiksa tinjanya. Berdasarkan jenis kelamin jumlah laki-laki yang terinfeksi cacing lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Hasil tersebut memiliki kesesuaian dengan hasil penelitian Sumanto D (2010), yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian kecacingan, jenis kelamin laki-laki berisiko 2,9 kali lebih besar untuk mengalami infeksi cacing dibandingkan anak perempuan. 8 Kejadian kecacingan pada dasarnya dapat menginfeksi setiap jenis kelamin. 9 Kebiasaan anak laki-laki yang cenderung lebih suka bermain atau melakukan aktivitas di luar rumah merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko terinfeksi cacing. 6 Walaupun anak-anak pada umumnya sudah memakai sepatu, halaman sekolah SDN Manurung 1 yang masih berupa tanah masih dapat menyebabkan terjadinya penularan bagi anak-anak terutama yang sering bermain di tanah (main kelereng, gasing, dan lain-lain) sehingga terjadi kontak dengan tanah yang tercemar oleh telur/larva cacing. Selain itu penularan cacing juga dapat terjadi saat kegiatan anak-anak di luar lingkungan sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh Faridan K, dkk (2013), menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kejadian kecacingan. 10 Berdasarkan hasil pemeriksaan infeksi kecacingan menurut kelompok kelas diketahui yang tertinggi adalah pada anak-anak kelas IV (8,2%) yang umumnya berusia antara 9-11 tahun, sedangkan yang terendah pada anakanak kelas VI (2,0%) yang umumnya berumur antara 12-14 tahun. Faktor faktor yang menyebabkan masih tingginya infeksi cacing adalah rendahnya tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar, kebersihan kuku, perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol. 11-13 Menurut Winita, R., dkk (2012) berdasarkan tingkat pendidikan dan umur sebelum diberikan edukasi, infeksi kecacingan banyak ditemukan pada siswa dengan tingkat pendidikan yang masih rendah dan umur muda. 14 Kemampuan anak yang sudah berumur 12 tahun keatas kemungkinan sudah lebih baik dibandingkan umur dibawahnya dalam memahami pentingnya menjaga kebersihan sanitasi pribadi 41
maupun lingkungan sehingga risiko terinfeksi cacing menjadi lebih rendah. Jenis cacing yang ditemukan yaitu Trichuris trichiura, Ascaris lumbricoides, Hookworm yang tergolong soil transmitted helminth (STH), Enterobius vermicularis dan Hymenolepis sp yang tergolong non- STH. T. trichiura berdasarkan hasil pemeriksaan merupakan infeksi yang tertinggi pada murid SDN Manurung 1. Penyebaran penyakit ini adalah terkontaminasinya tanah dengan tinja yang mengandung telur cacing. Telur tumbuh dalam tanah liat, lembab dan tanah dengan suhu optimal + 30 o C. Infeksi T. trichiura terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman yang tercemar atau melalui tangan yang kotor. Infeksi cacing Trichuris atau cacing cambuk lebih sering terjadi di daerah panas, lembab dan sering terlihat bersama-sama dengan infeksi Ascaris. 15 Karena habitat dan siklus hidupnya sama-sama memerlukan media tanah, sebagai STH maka kedua jenis cacing ini seringkali menyebabkan infeksi ganda pada manusia. 16 Pada penelitian ini ditemukan infeksi tunggal Ascaris pada satu orang dan infeksi ganda antara Trichuris dan Ascaris pada empat orang. Adanya infeksi ganda menandakan buruknya higiene dan sanitasi pada lingkungan anak tersebut. Pola penyebaran infeksi Ascaris dan Trichuris hampir sama, beberapa survei yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa seringkali prevalensi Ascaris yang tinggi disertai prevalensi Trichuris yang tinggi. 16 Infeksi Hookworm atau cacing tambang hanya ditemukan pada 1 orang. Cacing tambang yang menginfeksi penduduk Indonesia disebabkan oleh Necator americanus yang menyebabkan nekatoriasis dan Ancylostoma doudenale yang menyebabkan ankilostomiasis. 17 Pada pemeriksaan tinja tidak dapat dibedakan antara telur N. Americanus dan A. doudenale. Umumnya prevalensi cacing tambang (Hookworm) berkisar antara 30-50% di berbagai daerah di Indonesia dan lebih banyak ditemukan pada orang dewasa. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan serta di pertambangan. 18 Larva filariform bersifat infektif yang terdapat pada tanah dapat langsung menginfeksi manusia dengan masuk melalui pori-pori kulit. 17 Kebiasaan anak-anak SDN 1 Manurung yang memakai sepatu diluar ruangan dapat mengurangi risiko terinfeksi Hookworm. Jenis cacing non-sth yang ditemukan pada pemeriksaan tinja adalah E. vermicularis (2,0%) dan Hymenolepis sp. (1,0%). Hospes definitif satu-satunya dari E. vermicularis adalah manusia. Terjadinya infeksi enterobiasis dapat melalui 3 jalan, yaitu penularan melalui mulut, penularan melalui pernapasan dan terjadinya retrofeksi. 17 Anjing dan kucing bukan merupakan hospes cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber infeksi karena telur dapat menempel pada bulunya dan dapat tertelan atau terhirup oleh manusia yang sering berinteraksi dekat dengannya. 19 Di Indonesia kejadian hymenolepiasis relatif rendah dibanding dengan kejadian infeksi oleh cacing pita lainnya. Menurut survei yang dilakukan Sri S. Margono, di Jakarta ditemukan cacing pita ini sejumlah 0,2-1 % dari seluruh sampel survei yang diperiksa terhadap cacing pita di Indonesia 20. Penyebaran cacing ini bersifat kosmopolit, lebih banyak di daerah dengan iklim panas. Sering menginfeksi anak-anak umur 15 tahun ke bawah. 21 Infeksi pada manusia disebabkan menelan telur atau sistiserkoid infektif yang mencemari makanan atau minuman. Tikus, mencit dan manusia merupakan hospes definitif cacing ini, sedangkan yang menjadi hopes perantara adalah pinjal tikus, pinjal mencit dan kumbang tepung dewasa. Berbagai serangga lainnya, misalnya pinjal hewan lain, lipas (famili Blattidae), miriapoda dan berbagai jenis lepidoptera dapat bertindak sebagai hospes perantara. 17 Pencegahan penularan cacing ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan rumah, makanan dan minuman, serta pemberantasan hewan yang menjadi hospes di sekitar hunian. 42
KESIMPULAN Prevalensi kecacingan pada murid SDN 1 Manurung sebesar 31,6% dengan proporsi infeksi lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki dan siswa kelas IV yang umumnya berusia 9-11 tahun. Jenis cacing yang menginfeksi adalah dari golongan soil transmitted helminth (STH) yaitu T. trichiura, A. lumbricoides, Hookworm dan dari golongan non-sth yaitu E. vermicularis dan Hymenolepis sp. Proporsi jenis infeksi yang tertinggi disebabkan oleh T. trichiura, sebagian ditemukan bersama (infeksi campuran) dengan infeksi A. lumbricoides. Adanya infeksi campuran menunjukkan rendahnya tingkat sanitasi penderita. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat khususnya orang tua yang mempunyai anak usia sekolah mengenai perilaku hidup bersih dan sehat secara intensif. Sebaiknya pemeriksaan dan pengobatan kecacingan dilakukan secara rutin disertai pembenahan infrastruktur umum di daerah pedesaan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Tanah Bumbu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kepala Puskesmas Pagatan yang telah memberikan izin untuk pelaksanaan kegiatan survei kecacingan. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala Sekolah beserta para Guru SDN 1 Manurung Kecamatan Kusan Hilir, Kabupaten Tanah Bumbu yang telah memberi izin dan membantu kelancaran pada kegiatan survei kecacingan. DAFTAR PUSTAKA 1. Kurniawan A. Infeksi Parasit: Dulu dan Masa Kini. Majalah Kedokteran Indonesia. 2010; 60 (11): 487-8. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Cacingan. Jakarta : Direktorat Jenderal PP&PL; 2006. 3. Rusmartini, T. Parasitologi Kedokteran Ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2009. 4. Sasongko, A. Dua belas tahun pelaksanaan program pemberantasan cacing di sekolah-sekolah dasar DKI Jakarta (1987 1999 ). Jurnal Epidemiologi Indonesia. 2000; 1(1): 41-54. 5. Mangara SG. Epidemiologi kecacingan pada murid SD di daerah kumuh, DKI Jakarta. Kongres dan Seminar Nasional Entomologi Medis dan Parasitologi. Bandung; 2005: 20-1. 6. Mardiana dan Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah Kumuh Di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2008; 7(2): 769 74. 7. Hairani, B., Andiarsa, D. & Fakhrizal, D. Risiko infeksi cacing usus pada anak sekolah dasar berdasarkan ekosistem yang berbeda di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2009. Jurnal Buski. 2013; 4(3): 109-114. 8. Sumanto, D. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah (Studi Kasus Kontrol di Desa Rejosari, Karangawen, Demak). [Tesis] Program Studi Magister Epidemiologi Pasca Sarjana. Semarang : Universitas Diponegoro; 2010. 9. Tadesse, G. The prevalence of intestinal helminthic infections and associated risk factors among school children in Babile town, eastern Ethiopia. Ethiop.J.Health Dev. 2005; 19(2): 140-7. 10. Faridan K, Marlianie, L & Audhah, N. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Cempaka 1 Kota Banjarbaru. Jurnal Buski. 2013; 4(3): 121-7. 43
11. Kattula et al. Prevalence & risk factors for soil transmitted helminth infection among school children in south India. Indian Journal Medical Research. 2014; 139: 76-82. 12. Lone, R., Syed, K. & Lone, A. Recent Patterns and Risk Factors of intestinal helminthes infection among school children in Kashmir, India. imedpub Journals. 2011; 2(3): 1-4. 13. Fitri, J., Saam, Z. & Hamidy, M.Y. Analisis faktor-faktor risiko infeksi kecacingan murid sekolah dasar di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2012. Jurnal Ilmu Lingkungan. 2012; 6(2): 146-61. 14. Winita, R, Mulyati & Astuty, H.. Upaya pemberantasan kecacingan Di sekolah dasar. Makara, kesehatan. 2012; 16(2): 65-71. 15. Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran, Bagian Parasitologi. Parasitologi Kedokteran, edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2004. 16. Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran, Bagian Parasitologi. Parasitologi Kedokteran, edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2004. 17. Agus, T.P.. Hubungan Cuci Tangan Pakai Sabun Sebelum Makan dengan Infeksi Ascaris & Trichuris di 4 SDN Kec. Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. [Tesis] Program Studi Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Universitas Indonesia; 2009. 18. Soedarto. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : CV. Sagung Seto; 2011. 19. Walana, W. et al. Prevalence of hookworm infection: A retrospective study in Kumasi, Ghana. Science Journal of Public Health. 2014; 2(3): 196-9. 20. Lee, S.E. Prevalence of Enterobius vermicularis among Preschool Children in Gimhae-si, Gyeongsangnam-do, Korea. Korean Journal of Parasitology. 2011; 49(2): 183 5. 21. Margono, SS. Cestodes in Man in Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 1989; 17(2): 60-6. 44