BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. keduanya. Sastra tumbuh dan berkembang karena eksistensi manusia dan sastra

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan menyimpan nilai-nilai pendidikan karakter yang begitu kaya. Begitu

kemanusiaan, nilai-nilai pendidikan, nilai-nilai kebudayaan dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

I. PENDAHULUAN. Penyimpangan sosial di kalangan pelajar, terutama yang berada di jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menarik perhatian siswa. Selama ini pembelajaran sastra di sekolah-sekolah

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan karakter dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di samping

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Kehidupan

I. PENDAHULUAN. yang hidup di dalam masyarakat (Esten, 2013: 2). Sastra berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan pendidikan nasional dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. Secara keseluruhan penelitian dan pembahasan tentang novel Serat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Melalui

BAB I PENDAHULUAN. Sastra dalam keutuhan bentuknya menyentuh seluruh kehidupan. manusia. Karya sastra dalam bentuknya memuat berbagai aspek dimensi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB III METODE PENELITIAN. Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sastra memiliki sejumlah manfaat. Pertama, karya sastra. karya sastra akan menjadi manusia berbudaya.

BAB I PENDAHULUAN. Problem pembelajaran sastra di sekolah, lagi-lagi harus berkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu bangsa dan negara hendaknya sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membangun karakter, character building is never ending process

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat komponen, yaitu menyimak/

BAB I PENDAHULUAN. dan permasalahan yang ada pada manusia dan lingkungannya, Sastra merupakan. lukisan ataupun karya lingkungan binaan/arsitektur.

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra tumbuh, hidup, dan berkembang seiring dengan kemajuan peradaban

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia kaya dengan keberagaman, yang masing-masing

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 23 TAHUN 2006 Tentang STANDAR KOMPETENSI KELULUSAN (SKL)

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pengarang dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra muncul karena karya tersebut berasal dari gambaran kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Karya sastra tidak mungkin tercipta jika para penulis tidak mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 pasal 3. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karya sastra merupakan kreativitas seseorang terhadap ide, pikiran, dan

BAB I PENDAHULUAN. sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa dan aspek-aspek lain. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan bentuk karya seni kreatif yang menggunakan objek manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara sastra dengan bahasa bersifat dialektis (Wellek dan Warren,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pengalaman dan gambaran dalam bermasyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan kunci keberhasilan sumber daya manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk hidup manusia dituntut memiliki perilaku yang lebih baik dari

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR. MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) MADRASAH TSANAWIYAH (MTs.)

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. problematika yang dialaminya dalam kehidupan. Problematika dapat timbul

BAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

I. PENDAHULUAN. ekstrinsik. Unsur intrinsik novel adalah unsur-unsur yang berada di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,

89. Mata Pelajaran Sastra Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) Program Bahasa

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA DAN KESEHATAN BAB IV

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian. sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NUR ENDAH APRILIYANI,

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menulis adalah suatu aspek keterampilan berbahasa dengan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keberagaman sering kali lupa terhadap nilai-nilai kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gejolak dalam dirinya untuk dapat menentukan tindakanya.

URGENSI SATUAN ACARAPERKULIAHAN (SAP)DALAM PEMBELAJARAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Karya sastra sebagai hasil kreatif seorang pengarang tidak dapat lepas dari masyarakatnya. Seorang pengarang ketika mencipta sebuah karya sastra selalu dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Nilai-nilai itu meliputi: nilai etika, moral, religius, didaktis, sosial, dan budaya. Nilai-nilai yang ada dalam masyarakat tersebut kemudian diproses secara kreatif dan diimplementasikan ke dalam karya sastra sesuai dengan pandangan hidup pengarangnya. Hal ini didasarkan pada hakikat fungsi sastra sebagai didactic heresy, yaitu sesuatu yang bersifat menghibur dan memiliki fungsi mengajarkan sesuatu (Wellek dan Warren, 2014, hlm. 23). Selain itu, sastra memiliki kemampuan menyentuh hati pembacanya, yaitu melalui kekuatan bahasa (stile) yang digunakan dan juga sarat akan nilai pendidikan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri. Karya sastra merupakan sebuah refleksi pemikiran seorang pengarang tentang kehidupan manusia yang sarat akan nilai budaya dan sosial sehingga karya sastra memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pendekatan lainnya karena mampu menyentuh jiwa manusia. Oleh sebab itu, karya sastra dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan penanaman nilai-nilai kemanusiaan, agama, sosial, dan budaya. Sastra berkaitan erat dengan masyarakat sehingga harus diteliti terkait dengan fungsi sastra sebagai sarana didaktis. Menurut Ratna (2004, hlm. 332-333) ada empat hal yang perlu dipertimbangkan dalam meneliti sastra sebagai transformasi didaktis. Kesatu, karya sastra berkembang dalam masyarakat, menyatu, menyerap semua aspek kehidupan yang terjadi di dalam masyarakat, dan difungsikan oleh masyarakat. Kedua, media karya sastra baik lisan maupun tulisan merupakan pantulan dari masyarakat sehingga mengandung masalahmasalah kemasyarakatan. Ketiga, karya sastra mengandung tiga aspek yang berkaitan dengan masyarakat, yaitu estetika, etika, dan logika. Keempat, karya sastra merupakan cerminan intersubjektivitas masyarakat, yaitu masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.

2 Karya sastra sebagai agen budaya tidak dapat terlepas dari masyarakatnya. Penggambaran budaya dalam karya sastra merupakan cerminan dan refleksi dunia nyata pengarangnya meskipun karya satra adalah sebuah fiksi dan imajinasi dari pengarangnya. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra akan mengusung pula nilai-nilai kemanusiaan. Selain fungsinya sebagai pengusung nilai-nilai kemanusiaan, karya sastra dapat dipandang sebagai sarana komunikasi (Nurgiyantoro, 2013, hlm. 364). Dengan demikian, sudah seharusnya karya sastra ditempatkan sebagai wadah wacana sosial, yaitu sebagai media yang mampu menghubungkan antara komunikasi pengarang dengan pembacanya. Hal ini dilakukan agar keinginan pengarang untuk menyampaikan pola pikir, pandangan sikap hidup, dan pesan dapat tersampaikan dengan baik ke tangan pembacanya. Karya sastra merupakan produk kearifan yang mampu memberikan pemecahan bagi siapapun yang mengapresiasinya. Siapapun yang menikmati sastra secara utuh akan mendapatkan pengalaman sastra dalam dirinya. Manusia dilihat dari sisi psikologi cenderung menyukai kombinasi antara sesuatu yang bersifat nyata dan fiksi. Karya sastra memperkaya kehidupan penikmatnya dengan cara membaca, menulis, menyimak, dan mendiskusikannya. Secara langsung maupun tidak langsung, sastra memperkaya kehidupan pembacanya melalui pencerahan pengalaman dan masalah-masalah yang hadir di sekitarnya beserta pemecahannya. Dalam hal ini tentunya karya sastra perlu diapresiasi sehingga tujuan tertentu dapat tercapai. Penciptaan sebuah prosa sebagai salah satu bagian dari karya sastra tentu memiliki proporsi yang sama di mata pendidikan sastra. Pendidikan sastra Indonesia memiliki tiga tujuan. Tujuan kesatu adalah agar peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan dan memperhalus budi pekerti. Kedua, bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa peserta didik. Ketiga, bertujuan untuk menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia (BSNP, 2006, hlm. 261). Sementara itu, dilihat dari pelaksanaan kurikulum 2013, peserta didik dituntut memiliki standar kompetensi kelulusan yang didasarkan pada aspek sikap. Sikap-sikap yang dimaksud adalah sikap beriman, berakhlak mulia, jujur,

3 disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, rasa ingin tahu, estetika, dan percaya diri. Selain itu, juga didasarkan pada sikap motivasi internal, toleransi, gotong royong, kerjasama, musyawarah, pola hidup sehat, ramah lingkungan, patriotik, dan cinta perdamaian. Aspek-aspek tersebut harus menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan, dan kemampuan berbahasa (Kemendikbud, 2013). Salah satu tujuan pendidikan sastra Indonesia tersebut ialah memanfaatkan karya sastra untuk memperhalus budi pekerti para peserta didik. Pendidikan ini diarahkan untuk membangun budi pekerti para peserta didik demi pembentukan kepribadian mereka secara utuh. Pendidikan untuk memperhalus budi pekerti peserta didik sangat diperlukan mengingat isu globalisasi pada saat ini gencar menyuarakan nilai-nilai yang sarat hedonisme, demoralisasi, solidaritas sosial yang mulai rapuh, mengecilnya nilai-nilai kemanusiaan, dan tereduksinya nilainilai agama. Hal ini dikhawatirkan akan mengakar dan menjadi sebuah tradisi sehingga tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan tenggelamnya nilainilai kebudayaan. Kenyataan tersebut sungguh ironis ketika semua mendambakan era globalisasi sebagai era yang menjanjikan kemajuan di segala bidang dan pertumbuhan ke arah pencerahan, berubah menjadi sebuah polemik bagi tatanan nilai-nilai kemanusiaan yang telah ada. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suhardi (2012, hlm. 316) yang menyatakan bahwa karakter luhur dan adat ketimuran yang melekat pada generasi muda terancam luntur dan menjadi kerugian besar apabila anak-anak negeri ini tidak lagi memiliki karakter luhur yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Selain itu, tatanan nilai kehidupan yang sarat dengan kearifan hidup akan tererosi dan lambat laun punah bersama kebudayaan yang lebih mementingkan materi daripada falsafah hidup. Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan sastra tersebut ialah dengan mentransfer nilai-nilai yang ada dalam karya sastra kepada peserta didik. Nilai-nilai dalam karya sastra mempunyai peran sebagai salah satu alat pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam usaha untuk membentuk, membangun, dan mengembangkan kepribadian peserta didik (Nurgiyantoro, 2013, hlm. 434). Langkah ini perlu diambil karena

4 karya sastra menyuguhkan ajaran tentang nilai-nilai budi pekerti, budaya, religius, sosial, dan akhlak mulia dalam hidup. Nilai-nilai yang ada dalam karya sastra tersebut dapat dijadikan sebagai media pembelajaran bagi peserta didik untuk meningkatkan sikap budi pekerti mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian Purwati (2011, hlm. 32) yang menyatakan bahwa karya sastra dapat memberikan solusi untuk dunia pendidikan, yaitu untuk penanaman nilai-nilai akhlak dan pembangunan pengetahuan intelektual. Tujuan utama dalam cerita bagi pembaca adalah pembaca memperoleh nilai-nilai akhlak mulia yang dapat menunjang perkembangan akhlaknya. Pengajaran sastra memiliki peran bagi pemupukan kecerdasan peserta didik dalam semua aspek, termasuk moral. Melalui apresiasi sastra, kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual peserta didik dapat dilatih dan dikembangkan. Peserta didik tidak hanya terlatih untuk membaca saja, tetapi harus mampu mencari makna dan nilai-nilai dalam sebuah karya sastra (Noor, 2011, hlm. 46). Dalam pengajaran dan pembelajaran sastra, perilaku peserta didik sebagai subjek pengapresiasi sastra memegang peranan yang sangat penting. Sikap peserta didik terhadap karya sastra dan kegiatan apresiasi akan menentukan proses apresiasi itu terwujud. Adapun pendidik berkewajiban menciptakan suasana yang kondusif bagi munculnya sikap positif peserta didik. Sikap positif yang ditunjukkan peserta didik adalah (1) munculnya rasa gembira, antusias, semangat untuk belajar sastra, menyimak pembacaan karya sastra, dan melihat pementasan drama; (2) rasa simpatik dan peduli terhadap karya sastra, serta kegiatan apresiasi sastra; (3) optimistis dan percaya terhadap manfaat membaca sastra dan kegiatan apresiasi sastra; (4) adanya kesungguhan, keseriusan, keintensifan, dan ketotalan dalam kegiatan apresiasi sastra; dan (5) munculnya kemauan, kesiapan, kesediaan untuk terlibat dalam kegiatan apresiasi sastra (Widijanto, 2007, hlm. 17). Setelah menciptakan sikap positif peserta didik, pendidik harus memilih bahan ajar yang mengutamakan nilai-nilai budi pekerti. Dalam memilih bahan ajar sastra harus memperhatikan mutu sastra, daya tarik keterbacaan, selaras dengan tuntutan kurikulum, dan mempresentasikan perkembangan sejarah sastra Indonesia. Selain itu, juga harus memperhatikan muatan nilai-nilai budaya, moral, perkembangan psikologi, dan kompetensi membaca peserta didik. Bahan ajar

5 yang diberikan pendidik harus mampu menambah motivasi peserta didik untuk belajar sastra (Widijanto, 2007, hlm. 21). Tujuan yang ingin dicapai dalam mempelajari apresiasi sastra adalah terbentuknya sikap peserta didik agar dapat menghargai karya sastra. Sikap tersebut dapat terbentuk apabila peserta didik langsung melakukan penikmatan dan penghayatan terhadap karya sastra. Kegiatan apresiasi sastra secara langsung adalah kegiatan membaca atau menikmati cipta sastra berupa teks maupun performansi secara langsung. Kegiatan membaca teks sastra secara langsung dapat mewujudkan perilaku membaca, memahami, menikmati, dan mengevaluasi teks sastra baik yang berupa cerpen, novel, roman, naskah drama, maupun teks sastra yang berupa puisi (Aminudin, 2013, hlm. 36). Penciptaan karya sastra selalu dilatarbelakangi oleh kenyataan sosial. Kemunculan karya sastra seringkali menyoroti masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Manusia dan lingkungan sekitarnya berada pada proses timbal balik yang bertentangan sekaligus saling mengisi (Harnawi dkk., 2013, hlm. 13). Seiring dengan perkembangan sastra Indonesia, muncul karya sastra novel yang menampilkan budaya kepesantrenan. Novel-novel berlatar pesantren tersebut, yaitu novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi, novel Cahaya Cinta Pesantren karya Ira Madan, novel Pesantren Ilalang karya Amar De Gapi, novel From Pesantren with Fun karya Irvan Aqila, dan novel Santri Baru Gede karya Zaki Zarung. Setelah novel-novel berlatar pesantren tersebut dibaca dan ditelaah secara mendalam, dipilih dua novel untuk dikaji terkait dengan struktur dan budaya kepesantrenan. Kedua novel tersebuat adalah novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi dan novel Cahaya Cinta Pesantren karya Ira Madan. Kedua novel tersebut mampu menyuguhkan dan menonjolkan budaya kepesantrenan. Budaya kepesantrenan yang ditawarkan oleh pengarang merupakan nilai-nilai yang telah diinterpretasikan sebelumnya oleh pengarang. Selain itu, kedua novel tersebut berlatar tempat, waktu, suasana, dan sosial-budaya di lingkungan pesantren dari awal sampai akhir cerita. Novel-novel yang bernapaskan budaya kepesantrenan sudah selayaknya mendapat porsi yang lebih untuk dikaji. Hal ini berkaitan dengan budaya kepesantrenan yang sarat dengan nilai-nilai akhlak mulia yang

6 diusung oleh karya tersebut dan pada hakikatnya bermanfaat untuk menumbuhkan sikap budi pekerti peserta didik. Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi dan novel Cahaya Cinta Pesantren karya Ira Madan memiliki keunikan tersendiri terkait dengan konsep budaya kepesantrenan. Keunikan tersebut di antaranya mengangkat permasalahan tentang keteladanan, ketulusan, kemandirian, kepatuhan, kedisiplinan, kesederhanaan, dan ketabahan. Budaya kepesantrenan dalam novel-novel tersebut ditampilkan melalui aktivitas dan deskripsi tokoh-tokoh dalam cerita. Novel-novel berlatar pesantren tersebut menjadi sarana bagi pengarang untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan tanggapannya mengenai budaya kepesantrenan kepada pembaca. Novel-novel berlatar pesantren tersebut juga masih relevan dengan realitas yang terjadi di dalam masyarakat. Permasalahan yang sedang terjadi dalam masyarakat masih dapat ditemukan pada permasalahan-permasalahan dalam novel-novel berlatar pesantren tersebut. Sikap dan perilaku yang ditampilkan tokoh-tokoh dalam novel-novel berlatar pesantren tersebut dapat dijadikan sebagai contoh, teladan, dan media pembelajaran bagi peserta didik untuk meningkatkan budi pekerti mereka. Novel ini juga dapat berfungsi sebagai media pembelajaran permasalahan beserta pemecahannya di dalam kehidupan. Selain itu, cerita dalam novel-novel tersebut mudah dipahami, permasalahan yang ditampilkan jelas, terdapat solusi yang ditawarkan, dan amanat mengenai budaya kepesantrenan yang ingin disampaikan pengarang mudah diketahui. Letak kekuatan novel-novel berlatar pesantren yang sarat dengan budaya kepesantrenan tersebut paling tidak dapat mempengaruhi atau mengubah cara pandang hidup bagi pembacanya. Oleh sebab itu, budaya kepesantrenan dalam novel-novel berlatar pesantren tersebut perlu dikaji secara mendalam, ditemukan, dan dideskripsikan secara rinci terkait budaya kepesantrenan yang terdapat dalam novel tersebut. Penelitian mengenai nilai budaya dalam novel yang pernah dilakukan sebelumnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Abdilah (2011) dengan judul Kajian Nilai Budaya dan Karakter Tokoh Remaja dalam Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi sebagai Bahan Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA. Hasil penelitiannya adalah novel Novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi

7 mengandung nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang cocok untuk pembelajaran apresiasi sastra di SMA. Selain itu, terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono dkk. (2013) yang dimuat dalam Jurnal Sastra Indonesia dengan judul Novel Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi sebagai Pilihan Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA. Hasil penelitiannya adalah novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi memperlihatkan unsur intrinsik, memenuhi aspek kesahihan, dan aspek kesesuaian yang menjadi kriteria bahan ajar sastra yang baik sehingga novel tersebut dapat dijadikan sebagai pilihan bahan ajar sastra Indonesia di SMA/MA. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa novel dapat memenuhi kebutuhan bahan ajar bagi pendidik dan peserta didik. Selain itu, keberadaan penelitian-penelitian tersebut memberikan wawasan dan membantu peneliti dalam memahami dan mendalami penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Dari dua penelitian yang telah disebutkan, karakteristik yang membedakan dari penelitian yang akan peneliti lakukan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini terfokus pada kajian struktur dan budaya kepesantrenan yang terdapat dalam novel-novel berlatar pesantren. Selain itu, juga terkait dengan pemanfaatan budaya kepesantrenan dalam novel-novel berlatar pesantren sebagai bahan ajar sastra di Sekolah Menengah Pertama Berbasis Pesantren (SMPBP). Penanaman budaya kepesantrenan dalam lembaga pendidikan Sekolah Menengah Pertama Berbasis Pesantren (SMPBP) sesuai dengan salah satu tujuan pendidikan sastra Indonesia, yaitu memanfaatkan karya sastra untuk memperhalus budi pekerti para anak didik. Sekolah Menengah Pertama Berbasis Pesantren (SMPBP) merupakan salah satu program yang dikembangkan oleh pemerintah. Program ini berupaya mengintegrasikan keunggulan sistem pendidikan sekolah dengan penyelenggaraan pendidikan di pondok pesantren. Langkah ini dimaksudkan agar budaya positif yang berkembang di pesantren dapat diadopsi oleh sekolah dan diintegrasikan ke dalam berbagai aspek proses pendidikan di sekolah (Sayuti dan Fauzan, 2012, hlm. 2). Perpaduan sistem pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan pondok pesantren menuntut adanya harmonisasi antara dua keunggulan model pendidikan dalam satu lingkungan yang dikelola secara terpadu, saling mengisi,

8 dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi sumber daya manusia Indonesia yang tangguh. Tujuan tersebut dapat tercapai dengan tindakan-tindakan konkret yang dipelopori oleh pemerintah melalui kementerian terkait bersama dengan lembaga pendidikan dan masyarakat pesantren (Suhardi, 2012, hlm. 325). Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui kementerian terkait bersama dengan lembaga pendidikan serta masyarakat untuk membentuk karakter generasi muda adalah melalui program sekolah menengah berbasis pondok pesantren. Model pendidikan tersebut berupaya menggabungkan keunggulan dari dua sistem pendidikan tersebut dalam membentuk peserta didik yang berkarakter. Pendidikan formal mampu membentuk peserta didik yang bertanggung jawab, bergaya hidup sehat, bekerja keras, percaya diri, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif. Selain itu, juga mampu membentuk peserta didik yang mandiri, cinta ilmu, patuh pada aturan sosial, menghargai karya orang lain, sopan-santun, demokratis, cinta lingkungan, dan menghargai keberagaman. Adapun pendidikan pondok pesantren dapat membentuk peserta didik yang berjiwa religius, akhlakul hasanah, disiplin, sederhana, menghormati orang yang lebih tua, dan memahami filosofis kehidupan (Suhardi, 2012, hlm. 327). Sementara itu, Sayuti dan Fauzan (2012, hlm. 4-5) mengemukakan tujuan integrasi budaya kepesantrenan ke dalam mata pelajaran adalah untuk memadukan budaya kepesantrenan ke dalam proses pembelajaran di sekolah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi pembelajaran. Adapun ruang lingkup integrasi budaya kepesantrenan ke dalam mata pelajaran bahasa Indonesia dimulai dari perencanaan, proses pembelajaran, sampai dengan evaluasi pencapaian pembelajaran. Dalam konteks perencanaan pembelajaran, integrasi budaya kepesantrenan dilakukan pada penyusunan silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan pemilihan bahan ajar. Sementara, dalam konteks pembelajaran, integrasi budaya kepesantrenan dilakukan pada aktivitas pembelajaran di kelas yang mencakup kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Dalam konteks evaluasi pencapaian pembelajaran, budaya kepesantrenan diintegrasikan ke dalam pelaksanaan evaluasi proses dan evaluasi hasil belajar.

9 Peserta didik dapat mengambil hikmah dari membaca novel. Peserta didik dapat meneladani sifat dan watak tokoh dalam novel. Dalam membaca novel, peserta didik hendaknya memperhatikan nilai-nilai positif dalam novel tersebut. Nilai-nilai positif tersebut dapat menjadi dasar bagi peserta didik untuk menerapkannya dalam berperilaku di kehidupan di masyarakat (Marsanti dkk., 2012, hlm. 176). Selain itu, nilai-nilai dalam novel tentunya bermanfaat bagi peserta didik. Hal ini, sesuai dengan tujuan pembelajaran sastra di sekolah, yaitu peserta didik tidak hanya mengerti dan memahami isi sastra saja, tetapi juga mengambil nilai-nilai positif yang digambarkan oleh tokoh dalam cerita (Yuni ah, 2012, hlm. 105). Dengan demikian, budaya kepesantrenan yang terkandung di dalam novel-novel berlatar pesantren diharapkan dapat diserap dan diterapkan oleh peserta didik ke dalam sikap dan perbuatan mereka dalam pergaulan di sekolah dan lingkungan masyarakat pesantren. Selain itu, budaya kepesantrenan dalam novel-novel tersebut diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan kepada masyarakat mengenai pendidikan dalam pesantren. B. Identifikasi Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut. 1. Pemilihan novel oleh pendidik untuk pembelajaran sastra Indonesia belum sesuai dengan latar belakang budaya di SMP Berbasis Pesantren. 2. Novel-novel berlatar pesantren belum dimanfaatkan secara maksimal oleh peserta didik di SMP Berbasis Pesantren. 3. Metode pembelajaran sastra Indonesia di SMP Berbasis Pesantren belum mengakomodasi kegiatan apresiasi sastra terkait dengan novel-novel berlatar pesantren. 4. Masih terbatasnya sumber belajar sastra terutama yang berkaitan dengan budaya kepesantrenan dalam novel berlatar pesantren. 5. Masih terbatasnya bahan ajar sastra terkait dengan budaya kepesantrenan untuk SMP Berbasis Pesantren.

10 Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penelitian ini fokus pada kajian struktur dan budaya kepesantrenan dalam dua novel berlatar pesantren, yaitu novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi dan Cahaya Cinta Pesantren karya Ira Madan. Selain itu, hasil kajian dimanfaatkan sebagai bahan ajar sastra di SMP Berbasis Pesantren. C. Rumusan Masalah Penelitian Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah struktur dalam novel-novel berlatar pesantren? 2. Bagaimanakah budaya kepesantrenan dalam novel-novel berlatar pesantren? 3. Bagaimanakah pemanfaatan struktur dan budaya kepesantrenan dalam novel-novel berlatar pesantren sebagai bahan ajar sastra di SMP Berbasis Pesantren? D. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan struktur dalam novel-novel berlatar pesantren. 2. Mendeskripsikan budaya kepesantrenan dalam novel-novel berlatar pesantren. 3. Menyajikan pemanfaatan struktur dan budaya kepesantrenan dalam novelnovel berlatar pesantren sebagai bahan ajar sastra di SMP Berbasis Pesantren. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik teoretis maupun praktis. Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan konsep didaktis novel berlatar pesantren bagi pendidik dan peserta didik. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai struktur novel dan budaya kepesantrenan dalam novel-novel berlatar pesantren.

11 3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pengembangan nilai untuk masyarakat pesantren. Sementara itu, manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan kecintaan pendidik dan peserta didik terhadap karya sastra novel yang berlatar belakang budaya pesantren. 2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan minat baca peserta didik terhadap karya sastra novel yang berlatar belakang budaya pesantren. 3. Pemanfaatan hasil penelitian sebagai bahan ajar sastra diharapkan dapat meningkatkan proses pembelajaran karya sastra novel di SMP Berbasis Pesantren. F. Struktur Organisasi Tesis Struktur organisasi tesis merupakan sistematika penulisan yang disesuaikan dengan ranah dan cakupan disiplin bidang ilmu. Dalam hal ini, struktur organisasi tesis terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut. 1. Bagian Awal Dalam bagian awal, disebutkan beberapa unsur yang terdapat di dalamnya, yaitu halaman judul, halaman pengesahan, halaman pernyataan tentang keaslian tesis, abstrak, kata pengantar, ucapan terima kasih, daftar isi, daftar tabel, daftar bagan, dan daftar diagram. 2. Bagian Inti Dalam bagian inti, disebutkan beberapa unsur yang terdapat di dalamnya, yaitu sebagai berikut. a. Bab I, dalam bagian ini dipaparkan mengenai latar belakang masalah penelitian, identifikasi masalah penelitian, pembatasan masalah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis.

12 b. Bab II, dalam bagian ini dipaparkan mengenai teori-teori tentang pendekatan struktural, pendekatan sosiologi karya sastra, novel dan strukturnya, budaya kepesantrenan, dan bahan ajar sastra untuk SMP. c. Bab III, dalam bagian ini diuraikan mengenai metode penelitian, desain penelitian, sumber data penelitian, pengumpulan data penelitian, analisis data penelitian, dan isu etik. d. Bab IV, dalam bagian ini diuraikan mengenai temuan dan pembahasan, yaitu deskripsi novel Negeri 5 Menara dan novel Cahaya Cinta Pesantren, analisis struktur dan budaya kepesantrenan dalam novel berlatar pesantren, hasil kajian struktur dan budaya kepesantrenan dalam novel berlatar pesantren, serta pembahasan. Selain itu, juga menyajikan pemanfaatan struktur dan budaya kepesantrenan dalam novel-novel berlatar pesantren sebagai bahan ajar sastra untuk SMP Berbasis Pesantren. e. Bab V, dalam bagian ini dipaparkan mengenai pemanfaatan kajian struktur dan budaya kepesantrenan novel Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi dan novel Cahaya Cinta Pesantren karya Ira Madan sebagai bahan ajar sastra di SMP Berbasis Pesantren. f. Bab VI, dalam bagian ini dipaparkan mengenai simpulan, implikasi, dan rekomendasi penelitian. 3. Bagian Akhir Dalam bagian akhir, disebutkan beberapa unsur yang terdapat di dalamnya, yaitu daftar rujukan dan lampiran-lampiran penelitian.