POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Castanea Cintya Dewi. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

GAMBARAN PRAKTIK/KEBIASAAN KELUARGA TERKAIT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS SIGALUH 2 BANJARNEGARA

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

HUBUNGAN FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA BALITA DENGAN PENDEKATAN ANALISIS SPASIAL DI KECAMATAN SEMARANG UTARA

BAB I LATAR BELAKANG

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATISAMPURNA KOTA BEKASI

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI. Nurlia Savitri

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PATI I KABUPATEN PATI

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN ORANG TUA TERHADAP PENANGANAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

Journal of Health Education

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATIBARANG KABUPATEN INDRAMAYU

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

Risk Factor Analysis Of Pneumonia Incidence On Under-Five-Year-Old Children In The Working Area Of Public Health Center, Sidorejo, Pagar Alam City

FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK USIA 6 BULAN SAMPAI 5 TAHUN DI PUSKESMAS ROWOSARI

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

HUBUNGAN KONDISI LINGKUNGAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURING KABUPATEN KEBUMEN

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Jurnal Husada Mahakam Volume IV No.4, November 2017, hal

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Kata Kunci: anak, ISPA, status gizi, merokok, ASI, kepadatan hunian

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS MOJOGEDANG II KABUPATEN KARANGANYAR ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN UMUR DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

FAKTOR RISIKO PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA

BAB I PENDAHULUAN. Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

Muhammadiyah Semarang ABSTRAK ABSTRACT

ABSTRAK TINGKAT KEPATUHAN ORANG TUA DALAM PEMBERIAN KOTRIMOKSAZOL SUSPENSI KEPADA BALITA YANG MENGALAMI ISPA DI PUSKESMAS TERMINAL BANJARMASIN

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG

FAKTOR RISIKO KEJADIAN PNEUMONIA PADA BAYI (0-12 BULAN) (STUDI KASUS DI RSUD TUGUREJO SEMARANG TAHUN 2015)

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

PENDAHULUAN. hidung sampai alveoli. ISPA terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia, dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Indramayu

HUBUNGAN FAKTOR KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN INSIDEN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Imelsa Ika Wulandari, Suhartono, Dharminto

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG KABUPATEN PURBALINGGA 2012

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS KARTASURA SKRIPSI

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK BALITA Asriati*, M. Zamrud **, Dewi Febrianty Kalenggo***

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI DAN ANAK USIA 7 BULAN 5 TAHUN

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

: Kondisi fisik rumah, PHBS, pneumonia.

Transkripsi:

POLA SEBARAN KEJADIAN PENYAKIT PNEUMONIA PADA BALITA DI KECAMATAN BERGAS, KABUPATEN SEMARANG Mia Sri Aulina, Mursid Rahardjo, Nurjazuli Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Emai : miasriaulina04@gmail.com ABSTRACT Pneumonia is an infectious disease that causes death in children around the world. The discovery and treatment of pneumonia infants in Central Java in 2015 was 53.31%. In 2016 the discovery of infant pneumonia in Semarang District is the highest is Puskesmas Bergas that is as many as 346 cases of 3,828 children under five years. Risk factors that can cause pneumonia are environmental factors inside and outside the home. The purpose of this study was to analyze the pattern of the spread of pneumonia in under five years based on environmental factors and to see the relationship of pneumonia occurrence in infants with environmental factors in the house Bergas, Semarang District. The type of this research is observational analytics with case control design and sampling with purposive sampling technique. The number of samples in this study were all children under five years (0-59 months) who had a history of pneumonia from October 2016 to April 2017 of 102 respondents. Bivariate analysis using chi square test with significance value (α = 5%) showed that there was significant correlation between floor type (p-value 0,010) and fuel type (pvalue 0,019) with pneumonia incidence in children under five years. Spatial analysis using Arcgis software 10.3. The pattern of spreading incidence of pneumonia in Bergas, Semarang District showed clustered pattern. The dominant patterns of environmental risk factors for pneumonia among children under five years are population density, healthy house coverage, industrial density and the presence of health services. Keywords : Pneumonia, under five years old children, Semarang District, spatial analysis, environmental risk factors PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia. 1 ISPA dapat terjadi pada setiap bagian dari sistem pernapasan mulai dari hidung sampai ke paru. Pneumonia adalah bentuk parah dari infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah yang secara khusus mempengaruhi paru. Pneumonia adalah keadaan dimana alveoli pada salah satu atau kedua paru-paru terisi oleh cairan yang menyebabkan terganggunya pertukaran oksigen yang membuat sulit untuk bernapas. 2 Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga dapat terjadi akibat kecelakaan karena menghirup cairan 744

atau bahan kimia. 3 Pneumonia disebabkan oleh kuman Pneumococcus, Staphylococcus, Streptococcus. Populasi yang rentan terserang Pneumonia adalah anak anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun, atau orang yang memiliki masalah kesehatan (malnutrisi atau gangguan imunologi). 4 Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20 % dari kematian anak diakibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan tuberkulosis.2 Perkiraan kasus pneumonia secara Nasional di Indonesia sebesar 3,55% namun angka perkiraan kasus di masingmasing provinsi menggunakan angka yang berbeda-beda sesuai angka yang telah ditetapkan. 3 Penemuan dan penanganan penderita pneumonia pada balita di Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 53,31%, hal ini meningkat cukup signifikan dibandingkan capaian pada tahun 2014 yakni sebesar 26,11%. Meskipun mengalami peningkatan, capaian tersebut masih jauh dari target SPM yaitu 100%. 5 Penemuan kasus penyakit pneumonia pada balita di Kabupaten Semarang untuk setiap Puskesmas beragam, ada yang tinggi dan ada yang rendah dan untuk data penemuan penyakit pneumonia pada balita yang paling tinggi adalah Puskesmas Bergas yakni sebanyak 346 kasus pada tahun 2016, pada tahun 2015 ditemukan sebanyak 354 kasus dan pada tahun 2014 ditemukan sebanyak 250 kasus pneumonia pada balita. 6,7,8 Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau bersin. Lalu kuman penyebab pneumonia tersebut masuk ke saluran pernapasan melalui proses inhalasi (udara yang dihirup) atau dengan cara penularan langsung, yaitu percikan droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin, dan berbicara langsung yang terhirup oleh orang di sekitar penderita, menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita. 9 SIG (Sistem Informasi Geografis ) merupakan suatu sistem berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objekobjek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografis. 10 SIG ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang ilmu lingkungan, ekonomi, juga kesehatan. 11 SIG memungkinkan untuk melihat hubungan, pola dan trend secara spasial, sehingga dapat lebih mudah dalam melakukan pemecahan masalah. 12 Kejadian pneumonia pada balita yang masih cukup tinggi di Kecamatan Bergas perlu mendapatkan perhatian khusus oleh pihak pelayanan kesehatan di Kabupaten Semarang. Karakteristik faktor lingkungan Kecamatan Bergas memiliki kesamaan dengan faktor risiko kejadian pneumonia balita yaitu seperti kepadatan penduduk tinggi, sosial ekonomi rendah, dan masih banyaknya kondisi fisik rumah kurang sehat. Analisis spasial bertujuan untuk melihat pola persebaran kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas sehingga dapat 745

memudahkan dalam pengendalian dan penanganannya. Kecamatan Bergas terdapat banyak pabrik besar dan juga ada beberapa daerah yang melewati jalur lintas Solo-Yogyakarta yang bisa menjadi salah satu penyebab meningkatnya kejadian pneumonia di Kecamatan Bergas. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola persebaran kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas berdasarkan pada faktor lingkungan. Informasi yang ada, diharapkan dapat membantu memberikan kontribusi positif untuk menurunkan angka kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat analitik observasional dengan pendekatan kuantitatif dan rancangan case control. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Univariat menggunakan kuesioner serta mengambil titik koordinat dengan menggunakan alat bantu GPS Test. Sampel penelitian menggunakan total sampling berjumlah 51 responden balita kontrol dan 51 responden balita kasus di Kecamatan Bergas. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu kepadatan industri, kepadatan penduduk, cakupan rumah sehat, keberadaan sarana pelayanan kesehatan, jenis lantai rumah, kepadatan hunian, dan jenis bahan bakar. Variabel pengganggu meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar, suhu dan kelembaban, dan juga ada variabel terikat yaitu kejadian pneumonia pada balita. Analisis data dilakukan dengan uji statistik Chi Square (α=5%) dengan aplikasi SPSS dan analisis spasial menggunakan aplikasi ArcGis 10.3. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Variabel Kategori n % Ya Tidak Nilai N % N % P Jenis Lantai Kedap Air 88 100 51 58 37 42 0,01 Jenis Bahan Jenis Kayu 88 100 46 52,3 42 47,7 0,019 Bakar Bakar Kepadatan Padat atau 88 100 17 19,3 71 80,7 0,589 Hunian tidak padat Kebiasaan Merokok Anggota keluarga 88 100 65 73,1 23 26,1 0,628 Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk Bakar Suhu Kelembaban Kepadatan Penduduk Cakupan Rumah Sehat merokok Menggunakan obat nyamuk bakar Memenuhi syarat Memenuhi syarat Padat atau tidak Memenuhi syarat 88 100 17 19,3 71 80,7 0,31 88 100 10 11,4 78 88,6-88 100 88 100 0 0-13 100 7 53,8 6 46,2-13 100 3 23,1 10 76,9-746

Hasil uji chi square (tabel 1) menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas (p<0,05), yaitu jenis lantai (p=0,01) dan jenis bahan bakar (p=0,019). Sedangkan kepadatan hunian (p=0,589), kebiasaan merokok (p=0,628), kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar (p=0,31) tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas (p>0,05). Variabel suhu, kelembaban tidak dilakukan uji hubungan namun hanya digambarkan dengan deskriptif. Variabel kepadatan penduduk, kepadatn industri, cakupan rumah sehat dan keberadaan sarana pelayanan kesehatan dilakukan dengan analisis spasial. B. Analisis Bivariat 1. Jenis Lantai nilai p-value 0,010 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Tulus Aji Yuwono (2008) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian pneumonia pada balita (pvalue 0,001). 13 Jenis lantai tanah atau tidak kedap air disamping menyebabkan kelembaban meningkat juga akan menyebabkan kondisi dalam rumah berdebu. Keadaan berdebu ini sebagai salah satu bentuk terjadinya polusi udara dalm rumah (indoor air pollution). 2. Jenis Bahan Bakar nilai p-value 0,019 < 0,05 yang berarti ada hubungan antara jenis bahan bakar dengan kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fauziah El Syani di Semarang Utara pada tahun 2015 yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis bahan bakar dengan kejadian pneumonia pada balita (p-value 1,00). 14 Polusi udara dalam ruangan yang tinggi dari bahan bakar yang tidak memenuhi syarat seperti kayu bakar dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan mempengaruhi pertahanan tubuh spesifik dan non spesifik pada saluran pernapasan balita terhadap patogen penyakit. 3. Kepadatan Hunian Rumah nilai p-value 0,589 > 0,05 yang berarti tingkat kepadatan hunian rumah yang tidak memenuhi syarat bukan merupakan faktor risiko kejadian pneumonia pada balita. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rilla Fahimah (2014) yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p-value 0,503). 15 Keberadaan banyak orang dalam suatu rumah akan mempercepat transmisi mikroorganisme bibit 747

penyakit dari seseorang ke orang lain. Selain itu rumah yang padat penghuni akan mengakibatkan kadar O 2 menurun dan menyebabkan kadar CO 2 meningkat sehingga kualitas udara dalam rumah menurun. 4. Kebiasaan Merokok nilai p-value 0,628 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Athena Anwar (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dengan kejadian pneumonia pada balita (p-value 0,498). 16 Asap rokok mengandung ribuan bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menimbulkan kanker (karsinogen). Bahan berbahaya dan racun dalam rokok tidak hanya membahayakan bagi yang merokok (perokok aktif), tetapi juga bisa membahayakan bagi orangorang yang ada disekitarnya termasuk bayi, anak-anak dan juga ibunya. 5. Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk Bakar nilai p-value 0,31 > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar dengan kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rilla Fahimah (2014) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar dengan kejadian pneumonia pada balita (pvalue 0,773). 15 Polusi asap di dalam rumah dapat juga berasal dari kebiasaan menggunakan anti nyamuk bakar. Efek terbesar akan dialami oleh organ yang sensitive, karena obat nyamuk lebih banyak mengenai hirupan, maka organ tubuh yang kena adalah pernafasan. 6. Suhu dan Kelembaban Rata-rata suhu kamar responden adalah 31,632 0 C, nilai minimum adalah 28,3 0 C, nilai maksimum 34,7 0 C dan standar deviasi adalah 1,3467. Rata-rata kelembaban kamar balita adalah 52,17%, nilai minimun 43%, nilai maksimum 59% dan standar deviasi adalah 3,498. Kelembaban yang tinggi (>70%) menyebabkan bakteri penyebab pneumonia dapat tumbuh dengan cepat dan kelembaban yang kering (<40%) maka akan terasa kering dan tidak nyaman bagi penghuni dan bakteri juga akan cepat mati di tempat yang kering. 13 C. Analisis Spasial 1. Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk yang tinggi akan menyebabkan interaksi antar manusia dan lingkungan semakin tinggi sehingga dapat mempengaruhi kualitas lingkungan seperti udara, air dan sanitasi menjadi lebih buruk. 748

Analisis spasial persebaran pneumonia pada balita dengan kepadatan penduduk pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa kepadatan penduduk di Kecamatan Bergas terdapat 7 desa/kelurahan yang dalam kategori padat (rasio>20 jiwa/ha). 2. Kepadatan Industri Lebih banyak daerah yang memiliki jumlah industri dengan kategori kurang dari 4 industri dalam 1 desa/kelurahan (7,7%) seperti terlihat pada peta dengan keterangan warna merah muda, namun pada daerah tersebut masih terdapat kasus pneumonia pada balita. Salah satu penyebab pneumonia pada balita adalah polutan udara. Aktivitas industri akan menghasilkan beberapa jenis polutan udara yang dapat membahayakan kesehatan khususnya pada sistem pernapasan, dan jika terhirup oleh manusia maka dapat menyebabkan adanya reaksi peradangan pada slauran pernapasan, kondisi yang lebih buruk dapat terjadi bila terhirup oleh balita dan anakanak yang imunitas tubuhnya masih rendah. 3. Cakupan Rumah Sehat Cakupan rumah sehat di Kecamatan Bergas lebih banyak yang tidak memenuhi syarat (<95 %) yaitu terdiri dari 10 desa/kelurahan. Cakupan rumah sehat yang masih rendah di Kecamatan Bergas dipengaruhi oleh status sosial ekonomi yang masih rendah. Selain itu, orang tua responden pada penelitian ini umumnya merupakan pasangan suami istri yang baru menikah dan baru memiliki rumah sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan akan rumah sehat yang memenuhi syarat. 4. Keberadaan Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan di Kecamatan Bergas sudah cukup lengkap, seperti Posyandu, PKD, Puskesmas bantu, Puskesmas Induk tetapi belum memiliki Rumah Sakit. Berdasarkan hasil wawancara, kebanyakan dari orangtua malas untuk membawa anaknya ke Posyandu karena merasa tidak memiliki waktu dan merasa lebih suka untuk langsung membawa anak ke klinik jika sakita atau ke Puskesmas langsung. 749

Gambar 1. Peta Persebaran Pneumonia pada Balita dengan Kepadatan Gambar 2. Peta Persebaran Pneumonia pada Balita dengan Kepadatan Industri 750

Gambar 3. Peta Persebaran Pneumonia pada Balita dengan Cakupan rumah Sehat di Kecamatan Bergas Gambar 4. Peta Persebaran Pneumonia pada Balita dengan Keberadaan Sarana Pelayanan Kesehatan di Kecamatan Bergas KESIMPULAN 1. Kasus pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas pada bulan Oktober 2016 hingga April 2017 tersebar di 11 desa/kelurahan dengan pola sebaran mengelompok (clustered). 2. Terdapat hubungan antara jenis lantai rumah responden (p-value 0,010; OR = 3,509 dan Cl 95% = 1,438-8,563), dan jenis bahan bakar memasak (p-value 0,019; OR = 3,071 dan Cl 95% = 1,286-7,329) dengan kejadian pneumonia pada balita di Kecamatan Bergas. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. Infection Prevention and Control of Epidemic and Pandemic Prone Acute Respiratory Infections in Health Care. 2014. 2. Unicef. Pneumonia The Forgotten Killer of Children. 2006. 3. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta; 2015. 4. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta; 2014. 5. Dinas Kesehatan Kabupaten semarang. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang Tahun 2014. Semarang; 2014. 6. Dinas Kesehatan Kabupaten semarang. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang Tahun 2015. Semarang; 2015. 7. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang. Profil Kesehatan Kabupaten Semarang Tahun 2016. Semarang; 2016. 8. Badan Pusat Statistik. Kecamatan Bergas Dalam Angka 2016. Kabupaten Semarang; 2016. 9. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2015. Semarang; 2015. 751

10. Prahasta E. Tutorial ArcView. Bandung: Informatika; 2007. 11. Bramantiyo M. Sistem Informasi geografi Menggunakan Quantum GIS 2.0.1 durfour. Kementerian Pekerjaan Umum Sekretariat Jenderal Pusat Pengolahan Data; 2014. 12. Irwansyah E. Sistem Informasi Geografis : Prinsip Dasar dan Pengembangan Aplikasi. 1 ed. Yogyakarta: digibooks; 2013. 13. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah. 2011. 14. Saputri IW. Analisis Spasial faktor Lingkungan Penyakit ISPA Pneumonia pada Balita di Provinsi Banten Tahun 2011-2015. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah; 2016. 15. Nurjazuli, Widyaningtyas R. Faktor Risiko Dominan Kejadian Pneumonia Pada Balita (Dominant risk factors on the occurrence of pneumonia on children under five years). Jurnal Respirologi Indonesia. 2006;1 21. 16. Irma Oktaviani, Sri Hayati ES. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Puskesmas Garuda Kota Bandung. 2014;(2):108 122. 752