BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Posyandu adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di suatu wilayah kerja Puskesmas, dimana pelaksanaannya dilakukan di tiap kelurahan/rw. Kegiatannya berupa KIA, KB, P2M (Imunisasi dan Penanggulangan Diare), dan Gizi (Penimbangan balita). Sasarannya adalah ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur (WUS), balita (Mubarak, 2000). Posyandu diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan setempat, dimana dalam satu unit posyandu, idealnya melayani sekitar 100 balita (120 kepala keluarga) yang di sesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat yang dibuka sebulan sekali, dilaksanakan oleh kader Posyandu terlatih di bidang KB, yang bertujuan mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran (Depkes RI, 2000). Perkembangan posyandu ternyata mendapat tanggapan positif dari masyarakat. Tanggapan positif tersebut belum dibarengi dengan meningkatnya mutu pelayanan karena masih banyak faktor yang menyebabkan mutu pelayanan posyandu masih rendah antara lain Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih sangat rendah, banyak kader posyandu yang drop out, dan sarana prasarana yang belum memadahi. Saat ini posyandu yang ada di kota Semarang berjumlah 1.476 buah, terdiri dari 77 posyandu pratama (5,22%),
2 433 posyandu madya (29,34), 655 posyandu purnama (44,38%) dan 311 posyandu mandiri (21,07%) (Dinkes Semarang, 2008). Posyandu awalnya merupakan sebuah organisasi pelayanan pencegahan penyakit dan keluarga berencana bagi wanita usia subur dan balita. Posyandu berkembang atas kesadaran serta upaya masyarakat sendiri dari setiap desa. Kegiatan Posyandu dilakukan oleh para anggota PKK tingkat desa, yang pelaksanaannya dilakukan oleh kader Posyandu. Saat ini masih banyak daerah yang belum memanfaatkan Posyandu secara optimal, dimana Posyandu yang selalu aktif melakukan kegiatan setiap bulannya, namun dalam pemanfaatan meja penyuluhan tidak dilaksanakan atau tidak berjalan, maka hal ini berdampak pada kegiatan penimbangan balita, pengisian KMS, penyuluhan serta imunisasi, tidak berjalan maksimal dan pada akhirnya akan terjadi status kemunduran (Budioro, 2001). Peran Posyandu dalam penyelenggaraan program kerjanya pada masa lalu kurang optimal, dimana tenaga kesehatan terutama di desa tidak memanfaatkan Posyandu untuk mendeteksi gangguan kesehatan, karena tidak pernah berpikir ke arah untuk memanfaatkan Posyandu. Kondisi ini disebabkan karena penempatan dokter di Puskesmas tidak dibekali tugas dan kemampuan tentang Posyandu. Hal ini berdampak pemanfaatan Posyandu tidak efektif yang berakibat pemantauan status kesehatan pada derajat kesehatan masyarakat menjadi tidak terpantau, yang menimbulkan masalah gjzi pada masyarakat (Siswono, 2005).
3 Salah satu masalah kesehatan di masyarakat adalah gizi buruk, anemia pada ibu hamil, yang secara teknis ada lembaga yang bertanggung jawab dengan data hasil pemantauan yang dilakukan secara berkala, yaitu mulai dari tingkat Puskesmas. Posyandu sebagai ujung tombak informasi, maka permasalahan kesehatan yang muncul akan cepat diketahui. Apabila optimalnya pemanfaatan meja penyuluhan, jika terjadi gizi buruk, anemia pada ibu hamil atau ada orang yang sakit dapat dengan cepat dilakukan penanganan yaitu dengan memberikan penyuluhan dan pemberian tablet Fe pada ibu hamil agar terhindar anemia (Amir, 2006). Kader Posyandu adalah kader-kader yang dipilih oleh masyarakat untuk menjadi penyelenggara Posyandu. Menurut Depkes RI (2000) kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Untuk itu kader Posyandu harus peka terhadap permasalahan yang ada di lingkungan, sehingga apabila ada permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan sigap dalam menanganinya. Rendahnya kinerja Posyandu disebabkan karena kemampuan kader kesehatan dan pembinaan dari instansi terkait yang masih kurang, dan minat masyarakat dalam memanfaatkan Posyandu juga masih rendah. Kader-kader yang aktif seharusnya layak dihargai karena sangat sulit untuk mencari kader Posyandu yang aktif, karena biasanya ada larangan dari suami, ingin mengurus anak dan keluarga, ketiadaan honor untuk biaya transportasi keliling desa, halangan lain dalam pelaksanaan Posyandu yaitu dari 30 sasaran balita yang seharusnya datang tapi paling banyak 10 anak balita, itupun setelah
4 kader kesehatan menyusul ke rumahnya. Sayangnya dalam kondisi ekonomi yang sulit sekarang ini pamor Posyandu mulai memudar, terpaksa kader Posyandu yang biasanya aktif lebih memilih memanfaatkan waktu untuk kegiatan ekonomi untuk menambah penghasilan, yang diikuti dengan tingginya tuntutan masyarakat dalam pelayanan kesehatan yang menyebabkan peran Posyandu tidak maksimal lagi serta letak desa yang terpencil dengan sarana transportasi yang kurang (Wijaya, 2006). Pelaksanaan Posyandu kadang tidak teratur karena dalam pelaksanaannya di rumah warga yang tidak memadai, padahal dalam pelaksanaannya, Posyandu mempunyai sistem skema pola keterpaduan Keluarga Berencana (KB), kesehatan, melalui sistem lima (5) meja. Kondisi ini tentu saja sangat tidak representatif sebagai sebuah Posyandu yang mandiri, yang tidak mungkin menyediakan lima meja yang digunakan untuk penyuluhan gizi, kesehatan ibu dan anak, pelayanan imunisasi, Keluarga Berencana (KB), dan pencegahan penanggulangan diare (Akhsan, 2006). Pada pemanfaatan meja penyuluhan, saat ini jarang dimanfaatkan karena kemampuan kader Posyandu yang kurang dalam hal pengetahuan kader khususnya penyuluhan, serta tidak adanya pembaharuan dalam bentuk penyegaran (refreshing). Hal ini membuat para kader kesehatan di Posyandu merasa kurang percaya diri yang akan berdampak pada pemberian pelayanan terutama meja penyuluhan tidak berjalan optimal, juga dari petugas kesehatan yang tidak rutin datang ke posyandu (Nurpudji, 2005).
5 Rendahnya kegiatan posyandu juga terjadi di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Jumlah posyandu di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara sebanyak 14 posyandu dimana jumlah kadernya sebanyak 103, yang terdiri dari posyandu Karang Melati 8 orang, Wijayakusuma 8 orang, Purwosari 8 orang, Flamboyan 8 orang, Mawar Kasih 8 orang, Sekar Arum 8 orang, Sejahtera 8 orang, Lestari 8 orang, Dadapsari 8 orang, Plombokan 7 orang, Nusa Indah 8 orang, Bandarharjo 7 orang, Bina Kasih I 8 orang, dan Bina Kasih II sebanyak 8 orang. Menurut seorang kader yang bertugas di Kecamatan Semarang Utara, menyatakan bahwa kegiatan Posyandu di Semarang Utara belum bisa rutin dan kader yang aktif terbatas, dimana dari setiap Posyandu kader yang aktif 3 atau 4 orang saja (Komunikasi Personal, 2010). Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa kader posyandu menyatakan bahwa kader tidak memanfaatkan meja penyuluhan dikarenakan terlalu banyak balita yang berkunjung ke Posyandu. Jumlah tenaga kader posyandu yang kurang juga menyebabkan kader tidak melakukan penyuluhan karena kader sudah kelelahan melayani pengunjung yang datang, sehingga tidak ada waktu lagi untuk melakukan penyuluhan. Selain itu, pengetahuan kader tentang posyandu yang masih terbatas karena belum pernah atau jarang mengikuti pelatihan kader. Fenomena yang terjadi di posyandu Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara bahwa perilaku kader dalam melakukan meja penyuluhan masih rendah. Hal ini dibuktikan dari survey peneliti di posyandu
6 bahwa saat kegiatan posyandu di wilayah Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara, kader tidak melakukan penyuluhan baik penyuluhan individu atau kelompok. Saat pengunjung posyandu datang, kader melakukan pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS, dan pemeriksaan kesehatan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti bermaksud melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kader Posyandu memanfaatkan meja penyuluhan di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. B. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang di atas, diketahui bahwa pemanfaatan meja penyuluhan di posyandu pada saat ini jarang dimanfaatkan karena kemampuan kader posyandu yang kurang dalam hal pengetahuan kader khususnya penyuluhan, serta tidak adanya pembaharuan dalam bentuk penyegaran (refreshing). Hal ini membuat para kader kesehatan di posyandu merasa kurang percaya diri yang akan berdampak pada pemberian pelayanan terutama meja penyuluhan tidak berjalan optimal. Rendahnya kegiatan posyandu juga terjadi di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. Jumlah posyandu di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara sebanyak 14 posyandu dimana jumlah kadernya sebanyak 103, yang terdiri dari posyandu Karang Melati 8 orang, Wijayakusuma 8 orang, Purwosari 8 orang, Flamboyan 8 orang, Mawar Kasih 8 orang, Sekar Arum 8 orang, Sejahtera 8 orang, Lestari 8 orang, Dadapsari 8
7 orang, Plombokan 7 orang, Nusa Indah 8 orang, Bandarharjo 7 orang, Bina Kasih I 8 orang, dan Bina Kasih II sebanyak 8 orang. Menurut seorang kader yang bertugas di Kecamatan Semarang Utara, menyatakan bahwa kegiatan Posyandu di Semarang Utara belum bisa rutin dan kader yang aktif terbatas. Dimana dari setiap Posyandu kader yang aktif 3 atau 4 orang saja. Fenomena yang terjadi di posyandu Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara bahwa perilaku kader dalam melakukan meja penyuluhan masih rendah. Hal ini dibuktikan dari survey peneliti di posyandu bahwa saat kegiatan posyandu di wilayah Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara, kader tidak melakukan penyuluhan baik individu maupun kelompok. Saat pengunjung posyandu datang, kader melakukan pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS, dan pemeriksaan kesehatan. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka masalah penelitian yang dapat dirumuskan adalah: Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku kader Posyandu memanfaatkan meja penyuluhan di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kader Posyandu memanfaatkan meja penyuluhan di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara.
8 2. Tujuan Khusus a. Menggambarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku kader posyandu memanfaatkan meja penyuluhan yang meliputi umur kader, pendidikan, pekerjaan, sikap kader, dan jumlah balita di Posyandu di Kelurahan Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara. b. Menggambarkan perilaku kader posyandu memanfaatkan meja penyuluhan di Kelurahan Bandarharjo. c. Menganalisis hubungan antara umur kader dengan perilaku kader d. Menganalisis hubungan antara pendidikan dengan perilaku kader e. Menganalisis hubungan antara pekerjaan dengan perilaku kader f. Menganalisis hubungan antara faktor sikap dengan perilaku kader g. Menganalisis hubungan antara jumlah balita dengan perilaku kader D. Manfaat Penelitian 1. Kader dan Masyarakat Meningkatkan motivasi kader dan masyarakat untuk aktif memanfaatkan kegiatan di posyandu khususnya dalam kegiatan penyuluhan.
9 2. Ilmu Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu keperawatan, khususnya ilmu keperawatan komunitas dalam mengembangkan posyandu. 3. Peneliti Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan pengalaman yang nyata mengenai faktor umur kader, pendidikan, pekerjaan, sikap kader, dan jumlah balita terhadap perilaku kader posyandu memanfaatkan meja penyuluhan. E. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ini dilakukan dalam bidang Keperawatan yaitu pada Keperawatan Komunitas.