PEKERJAAN KEFARMASIAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

Jalur Distribusi Obat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

PERMENKES No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN 4/1/2013 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya kesehatan masyarakat adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, sedangakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SOSIALISASI JUKLAK PMK 31/2016. SE No. HK MENKES ttg JUKLAK Registrasi, Izin Praktik da Izin Kerja Tenaga Kefarmasian

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG KLINIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN MELALUI PENGATURAN APOTEK DAN PRAKTIK APOTEKER

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

UNDANG-UNDANG KESEHATAN NO. 36 TH. 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DUKUNGAN PEMERINTAH DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

Sekretaris Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN DAN PRAKTIK FISIOTERAPIS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SURAT KEPUTUSAN PENGURUS PUSAT IKATAN APOTEKER INDONESIA Nomor : PO. 003/ PP.IAI/1418/IX/2016. Tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PEREKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

PENGUATAN REGULASI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN

WALIKOTA SOLOK PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR : 10 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA IZIN MENDIRIKAN DAN IZIN OPERASIONAL KLINIK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 314/MENKES/SK/V/2006 T E N T A N G

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN IAI DALAM PEMBERIAN REKOMENDASI IJIN PRAKTEK DALAM IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMER 31 TAHUN 2016

MAKALAH FARMASI SOSIAL

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 003/MENKES/PER/I/2010 TENTANG SAINTIFIKASI JAMU DALAM PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi-tingginya pada mulanya berupa upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa dengan seperangkat hak yang menjamin derajatnya sebagai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 7 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG IZIN PRAKTIK PERAWAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

Transkripsi:

PEKERJAAN KEFARMASIAN Makalh ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Undang-undang dan Etika Farmasi Di Susun Oleh : Kelompok VII A Finti Muliati : 14340104 Yolanta Mogi Rema : 14340105 Nora Novita Ritonga : 14340106 Kiki Rizki Amalia : 14340107 Hulisra : 14340108 YANUARIU ADE GUNAWAN PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FMIPA INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA SELATAN 1

APRIL 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul PEKERJAAN KEFARMASIAN. Dalam penyusunan makalah ini kami memperoleh banyak bantuan dari beberapa literatur yang kami dapat, dan kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen kami ibu,,,yang telah memberikan kami waktu untuk menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam proses pembelajaran dan penulisan makalah masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu kami mengharapkan pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini. Jakarta, April 2015 Tim Penyusun 2

DAFTAR ISI COVER.... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... BAB 1 PENDAHULUAN... BAB II PEMBAHASAN... BAB III PENUTUP... DAFTAR PUSTAKA... i ii iii 3

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam tahap pembangunan kesehatan di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Pemerintah melakukan upaya-upaya pelayanan terhadap masyarakat sebagai wujud dan penyelenggaraan kepentingan umum. Kesehatan menurut undang-undang kesehatan RI no 36 Tahun 2009 : Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual, maupun sosial yang memengkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap manusia membutuhkan kesehatan karena kesehatan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (PP no 51 tahun 2009). Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Salah satu yang berperan dalam pelayanan kesehatan adalah pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian menurut PP RI nomor 51 Tahun 2009 : Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu 4

sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisionsal. Adapun tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian adalah memberikan perlindungan kepada pasien dalam memperoleh sediaan dan jasa kefarmasian, meningkatkanmutu penyelenggaraannya yang sesuai peraturan perundang-undangan agar memberikan kepastian hukum bagi pasien dan tenaga kefarmasian (PP 51 Tahun 2009 pasal 4). I.2. Tujuan 1. untuk mengetahui ruang lingkup pekerjaan kefarmasian. 2. Untuk mengetahui undang-undang atau peraturan tentang pekerjaan kefarmasian. I.3. Rumusan Masalah 1. bagaimana ruang lingkup pekerjaan kefarmasian? 2. undang-undang yang terkait pekerjaan kefarmasian? 5

BAB II PEMBAHASAN II.1. Ruang Lingkup Pekerjaan Kefarmasian Menurut UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 108 ayat (1) bahwa, praktek kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 pasal 5 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian meliputi: a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 6); 1. Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi. 2. Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan oleh Tenaga kefarmasian. 3. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan Farmasi. b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 7); 1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi harus memiliki Apoteker penanggung jawab. 2. Apoteker penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian. 6

Berdasarkan pasal 8 bahwa fasilitas produksi sediaan farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika. c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 14): 1. Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab. 2. Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian. d. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi, meliputi (pasal 19): a.apotek b.instalasi c.instalasi farmasi rumah sakit; d.puskesmas; e.klinik; f. Toko Obat; atau g.praktek bersama. Berdasarkan pasal 20, dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian. II.2. Pelaku Pekerjaan kefarmasian dan Perizinan Tenaga Kefarmasian II.2.1. Pelaku Pekerjaan Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada pasal 33 yaitu: 1. Tenaga Kefarmasian terdiri atas: a. Apoteker; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian. 2. Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. II.2.2. Perizinan Tenaga Kefarmasian diatur dalam PP 51 Tahun 2009 pada Pasal 39 disebutkan bahwa: 7

1. Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. 2. Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi: a. Apoteker berupa STRA; dan b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK. Pada Pasal 40 disebutkan: 1. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: a. memiliki ijazah Apoteker; b. memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker; d. mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Pada pasal 41 : STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1). Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian pada Pasal 47 wajib memenuhi persyaratan: a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya; b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktek; c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian bekerja; dan d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kefarmasian 8

STRTTK berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) (Pasal 48). Pada Pasal 49 disebutkan bahwa STRA, STRA Khusus, dan STRTTK tidak berlaku karena: a. Habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang oleh yang bersangkutan atau tidak memenuhi persyaratan untuk diperpanjang; b. Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundangundangan; c. Permohonan yang bersangkutan; d. Yang bersangkutan meninggal dunia; atau e. Dicabut oleh Menteri atau pejabat kesehatan yang berwenang. Pada Pasal 52 disebutkan bahwa setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat dapat berupa: a. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit; b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Apoteker pendamping; c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit; atau d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian. Pada pasal 53 disebutkan: 1. Surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di 9

Kabupaten/Kota tempat Pekerjaan Kefarmasian dilakukan. 2. Tata cara pemberian surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. II.3. Hubungan Pp No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian Dengan UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Hal PP 51 tahun 2009 UU 36 tahun 2009 Tenaga kesehatan Pasal 33, terdiri dari Pasal 1 no. 6, Tenaga Apoteker dan tenaga kesehatan adalah setiap teknis kefarmasian orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Pekerjaan Pasal 5 Pasal 108 kefarmasian meliputi pengadaan, meliputi pembuatan, produksi, distribusi, dan termasuk pengendalian pelayanan sediaan mutu sediaan farmasi, farmasi. pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat hingga pelayanan informasi obat yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Fasilitas Kesehatan Pasal 1 no.7 sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pasal 1 no. 7 suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Sediaan farmasi obat, bahan obat, obat Sediaan Farmasi adalah 10

Tujuan pekerjaan kefarmasian Peraturan Pemerintah tradisional dan kosmetik Pasal 4 poin a: Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian; Pasal 2 ayat (1): Peraturan Pemerintah ini mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik. Pasal 104 ayat 1: Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan. Pasal 98 Ayat (3) : Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ayat (4): Pemerintah berkewajiban membina, mengatur, mengendalikan, dan mengawasi pengadaan, penyimpanan, promosi, dan pengedaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3). II.4. Undang-undang yang Terkait dengan Pekerjaan Kefarmasian 1. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan. 2. UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. 3. UU No 32 Tahun 2004 tentang Regristasi Izin, Praktek Tenaga Kesehatan. 4. UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 5. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 6. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 7. Permenkes 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotik Rakyat. 8. Permenkes 1148/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF). 9. Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Regristasi, Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 10. Permenkes 028/Menkes/Per/I/2011 tentang Klinik. 11. Permenkes 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Industri Farmasi 11

12. Permenkes 161/Menkes/Per/I/2010 Tentang Regristrasi Tenaga Kesehatan 13. Permenkes No 35 tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik 14. Permenkes No 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas 15. Permenkes nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit BAB III KESIMPULAN 1. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisionsal. 2. Pekerjaan kefarmasian terdiri dari apoteker yang harus memiliki STRA dan tenaga teknis kefarmasian harus memiliki STRTTK. 3. Pemerintah mengatur Pekerjaan Kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi. Referensi : 1. UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan. 2. PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 12