Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

dokumen-dokumen yang mirip
Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Sosis ikan SNI 7755:2013

Udang beku Bagian 1: Spesifikasi

Tuna dalam kemasan kaleng

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng

Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Siomay ikan SNI 7756:2013

Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi

Es untuk penanganan ikan - Bagian 1: Spesifikasi

Bakso ikan SNI 7266:2014

Cara uji fisika - Bagian 1: Penentuan suhu pusat pada produk perikanan

Cara uji kimia - Bagian 1: Penentuan kadar abu pada produk perikanan

Cara uji fisika - Bagian 4: Pemeriksaan kemasan kaleng produk perikanan

SNI 3165:2009. Standar Nasional Indonesia. Copy SNI ini dibuat oleh BSN untuk Panitia Teknis Perumusan SNI Pertanian.

Cara uji kimia- Bagian 2: Penentuan kadar air pada produk perikanan

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

SNI 4230:2009. Standar Nasional Indonesia. Pepaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

SNI 4482:2013 Standar Nasional Indonesia Durian ICS Badan Standardisasi Nasional

Terasi udang SNI 2716:2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

Cara uji fisika Bagian 2: Penentuan bobot tuntas pada produk perikanan

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

Jahe untuk bahan baku obat

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

Susu segar-bagian 1: Sapi

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ikan beku SNI 4110:2014

Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SNI 0103:2008. Standar Nasional Indonesia. Kertas tisu toilet. Badan Standardisasi Nasional ICS

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

Mutu karkas dan daging ayam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

Cara uji kimia - Bagian 3: Penentuan kadar lemak total pada produk perikanan

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna

CONTOH SSOP PADA PROSES PENGOLAHAN SOSIS AYAM. Potensi Hazard Tujuan Petunjuk SSOP-nya

Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI

Air demineral SNI 6241:2015

SNI Standar Nasional Indonesia. Sari buah tomat. Badan Standardisasi Nasional ICS

BAB III BAHAN DAN METODE

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

SNI 0123:2008. Standar Nasional Indonesia. Karton dupleks. Badan Standardisasi Nasional ICS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

CABE GILING DALAM KEMASAN

Draft PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus tomat ICS Badan Standardisasi Nasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada proses penggolahan stick singkong, singkong yang digunakan yaitu

Uji mutu fisik dan fisiologis benih sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen)

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

SNI Standar Nasional Indonesia. Saus cabe

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. 02/MEN/2007 TENTANG CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERSYARATAN PANGAN STERIL KOMERSIAL

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENERAPAN CARA BUDIDAYA IKAN YANG BAIK (CBIB) PADA UNIT USAHA BUDIDAYA

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

Benih kelapa dalam (Cocos nucifera L. var. Typica)

2016, No Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikl

Telur ayam konsumsi SNI 3926:2008

STANDAR NASIONAL INDONESIA SNI SNI UDC =========================================== SAUERKRAUT DALAM KEMASAN

Baja tulangan beton dalam bentuk gulungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

Gambar 36. Selai sebagai bahan olesan roti

Air mineral SNI 3553:2015

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

Pengemasan kepiting hidup melalui sarana angkutan udara

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

LEMBAR OBSERVASI HIGIENE SANITASI PENGOLAHAN BUBUR AYAM DI KECAMATAN MEDAN SUNGGAL TAHUN

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

g. Pemeliharaan dan Program Higiene Sanitasi

BAB IX SANITASI PABRIK

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

SNI 7273:2008. Standar Nasional Indonesia. Kertas koran. Badan Standardisasi Nasional ICS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Air mineral alami SNI 6242:2015

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG

Pengolahan, Pengemasan dan Penyimpanan Hasil Pertanian

Kertas dan karton - Cara uji kekasaran Bagian 1: Metode Bendtsen

Transkripsi:

Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional

Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi... 1 4 Bahan... 1 5 Peralatan... 2 6 Teknik penanganan dan pengolahan... 2 7 Syarat pengemasan... 7 8 Syarat penandaan... 8 9 Penyimpanan... 8 i

Prakata Dalam rangka memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan komoditas ikan tuna dalam kaleng yang akan dipasarkan di dalam dan luar negeri, maka perlu disusun suatu Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dapat memenuhi jaminan tersebut. Standar ini merupakan revisi dari SNI 01-2712-1992 yang disusun oleh Panitia Teknis 65-05 Produk Perikanan dan telah dirumuskan melalui rapat-rapat teknis dan rapat konsensus pada tanggal 5 Oktober 2004 di Jakarta. Dihadiri oleh wakil-wakil produsen, konsumen, asosiasi, lembaga penelitian, perguruan tinggi serta instansi terkait sebagai upaya untuk meningkatkan jaminan mutu dan keamanan pangan. Berkaitan dengan penyusunan Standar Nasional Indonesia ini, maka aturan-aturan yang dijadikan dasar atau pedoman adalah: 1 Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. 2 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. KEP. 01/MEN/2002 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan. 3 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. KEP. 06/MEN/2002 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemeriksaan Mutu Hasil Perikanan yang Masuk ke Wilayah Republik Indonesia. 4 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI. No. KEP. 21/MEN/2004 tentang Sistem Pengawasan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan untuk Pasar Uni Eropa. 5 Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) No.03725/B/SK/VII/89 tanggal 10 Juli 1989 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam dalam Makanan dan No.03726/B/SK/VII/89 tanggal 10 Juli 1989 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Makanan. 6 Recommended Code of Practice Food Standar Programme Codex Alimentarius Commission (CAC/RCP 70-1981. Rev 1-1995) for Canned Tuna and Bonito. ii

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan 1 Ruang lingkup Standar ini menetapkan bahan, peralatan, teknik penanganan dan pengolahan, pengemasan, syarat penandaan dan penyimpanan untuk ikan tuna dalam kaleng. 2 Acuan normatif SNI 01-2712.2-2006, Ikan tuna dalam kaleng Bagian 2: Persyaratan bahan baku. SNI 01-4872.1-2006, Es untuk penanganan ikan Bagian 1: Spesifikasi. 3 Istilah dan definisi 3.1 penanganan ikan tuna dalam kaleng rangkaian kegiatan penanganan untuk mendapatkan produk yang baik dan mempunyai jaminan mutu 3.2 pengolahan ikan tuna dalam kaleng rangkaian kegiatan untuk mendapatkan produk akhir yang berupa ikan tuna dalam kaleng 3.3 potensi bahaya potensi kemungkinan terjadinya bahaya di dalam suatu proses atau pengolahan produk yang meliputi 3 aspek yaitu bahaya yang akan mengakibatkan gangguan terhadap keamanan pangan (food safety), mutu produk/keutuhan pengolahan (wholesomeness) dan ekonomi (economic fraud) 4 Bahan 4.1 Bahan baku Bahan baku ikan tuna dalam kaleng sesuai SNI 01-2712.2-2006, Ikan tuna dalam kaleng Bagian 2: Persyaratan bahan baku. 4.2 Bahan penolong dan bahan tambahan makanan 4.2.1 Air Air yang dipakai sebagai bahan penolong untuk kegiatan di unit pengolahan memenuhi persyaratan kualitas air minum. 4.2.2 Es Es yang digunakan sesuai SNI 01-4872.1-2006, Es untuk penanganan ikan Bagian 1: Spesifikasi. Dalam penggunaannya, es ditangani dan disimpan di tempat yang bersih agar terhindar dari kontaminasi. 1 dari 8

5 Peralatan 5.1 Jenis peralatan a) pisau; b) timbangan; c) meja proses; d) alat perebus; e) alat penutup kaleng; f) alat sterilisasi; g) alat pendingin; h) alat lainnya. 5.2 Persyaratan peralatan Semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan ikan tuna dalam kaleng mempunyai permukaan yang halus dan rata, tidak mengelupas, tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemaran jasad renik, tidak retak, tidak mempengaruhi mutu produk dan mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih sebelum, selama dan sesudah digunakan. 6 Teknik penanganan dan pengolahan 6.1 Bahan baku tuna segar 6.1.1 Penerimaan a) Potensi bahaya: mutu bahan baku kurang baik, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: memperoleh bahan baku yang memenuhi syarat kesegaran dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik untuk mengetahui mutunya kemudian bahan baku ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat ikan mencapai 4,4 C. 6.1.2 Penyiangan dan pemotongan a) Potensi bahaya : kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih dari insang dan isi perut dan mendapatkan potongan ikan dengan ukuran yang sesuai serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: ikan disiangi dengan cara membuang insang dan isi perut, kemudian dilakukan pemotongan kepala dan badan ikan. Penyiangan dan pemotongan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu produk maksimal 4.4 C. 6.1.3 Pencucian a) Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih dari kotoran yang menempel dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: ikan dicuci dengan air yang bersih dan dingin secara cepat, cermat dan saniter serta tetap menjaga suhu produk maksimal 4,4 C. 2 dari 8

6.1.4 Pengukusan a) Potensi bahaya: mutu tidak sesuai dengan spesifikasi. b) Tujuan: mendapatkan ikan dengan tingkat kematangan yang sesuai, tekstur yang baik, menghambat proses pembusukan. c) Petunjuk: ikan tuna dikukus dengan suhu 80 C-90 C selama 1,5-2 jam dan disesuaikan dengan ukuran ikan sehingga suhu pusat ikan mencapai maksimal 75 C. 6.1.5 Pendinginan dengan suhu ruang a) Potensi bahaya kontaminasi bakteri patogen, mutu tidak sesuai dengan spesifikasi. b) Tujuan: mendapatkan daging ikan yang kompak sesuai dengan suhu ruang dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: ikan tuna didinginkan dengan cara dibiarkan dalam suhu ruang selama setengah sampai satu hari disesuaikan dengan ukuran ikan. 6.1.6 Pembersihan a) Potensi bahaya: kurang bersih, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging putih yang bersih dari tulang, kulit dan daging merah serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: ikan dibersihkan dengan cara menghilangkan kulit, tulang dan daging merah dengan pisau secara cepat, cermat dan saniter. 6.1.7 Pemotongan a) Potensi bahaya: ukuran daging tidak sesuai dengan spesifikasi, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging ikan yang sesuai ukuran serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: daging ikan dipotong/dibentuk sesuai dengan ukuran kaleng yang digunakan. 6.1.8 Seleksi daging a) Potensi bahaya: mutu dan ukuran daging tidak sesuai dengan spesifikasi, adanya filth dan kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging putih yang baik dan sesuai dengan ukuran, bebas filth serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: daging diseleksi sesuai ukuran kaleng dan jenis produk akhir secara cepat, cermat dan saniter. 6.1.9 Pengisian dalam kaleng dan penimbangan a) Potensi bahaya: berat tidak sesuai, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging ikan dalam kaleng sesuai bentuk dan berat yang ditentukan serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: daging ikan dimasukkan ke dalam kaleng secara manual sesuai dengan jenis daging dan ditimbang dengan timbangan yang telah dikalibrasi. Pengisian daging ke dalam kaleng dan penimbangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter. 3 dari 8

6.1.10 Pengisian media a) Potensi bahaya: ukuran media tidak sesuai, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging ikan dalam kaleng dengan ukuran media sesuai yang telah ditentukan serta bebas kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: daging ikan dalam kaleng ditambahkan media dengan cara meletakkan kaleng diatas ban berjalan, secara cepat cermat dan saniter. 6.1.11 Penutupan kaleng a) Potensi bahaya: penutupan kaleng tidak sempurna dan kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan kaleng yang tertutup dengan sempurna dan bebas kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: kaleng ditutup dengan menggunakan mesin penutup kaleng. Bahan pelumas yang digunakan pada mesin penutup kaleng menggunakan bahan pelumas yang food grade yaitu bahan pelumas yang dipersyaratkan untuk makanan. Penutupan kaleng dilakukan dengan cepat,cermat dan saniter. Dilakukan pemeriksaan kondisi lipatan pada penutupan kaleng secara berkala. 6.1.12 Proses sterilisasi a) Potensi bahaya: suhu dan waktu yang tidak tepat, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan suhu dan waktu sterilisasi yang tepat dan produk yang bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: kaleng disterilisasi pada suhu 115 C selama 90 menit - 180 menit sesuai ukuran kaleng. Selama proses sterilisasi suhu dan waktu selalu diamati. 6.1.13 Pendinginan a) Potensi bahaya: kerusakan tekstur (struvite crystal), kontaminasi bakteri patogen dan bentuk kaleng yang tidak sempurna. b) Tujuan: mendapatkan tekstur produk yang baik dan bentuk kaleng sempurna. c) Petunjuk: kaleng yang telah mengalami sterelisasi segera didinginkan dengan cara memasukkan kaleng ke dalam air dingin pada suhu + 5 C selama 2 jam atau didiamkan di dalam retort sehingga suhu mencapai 30 C. 6.1.14 Pemeraman a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kaleng yang rusak. b) Tujuan: mendapatkan produk kaleng yang baik dan bebas kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: kaleng diperam selama 1-3 hari dan dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi kaleng. 6.1.15 Seleksi dan Pengepakan a) Potensi bahaya: kerusakan kaleng dan kesalahan label. b) Tujuan: mendapatkan kemasan produk yang baik dan sesuai dengan label serta melindungi produk dari kerusakan selama transportasi dan penyimpanan. c) Petunjuk: produk kaleng yang kurang sempurna/rusak dipisahkan sedangkan produk kaleng yang sempurna dimasukkan ke dalam master karton dan dilakukan pengamatan selama ± 2 minggu sebelum didistribusikan, pengepakan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sesuai dengan label. 4 dari 8

6.2 Bahan baku tuna beku 6.2.1 Penerimaan a) Potensi bahaya: mutu bahan baku kurang baik, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: memperoleh bahan baku yang memenuhi syarat kesegaran dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik untuk mengetahui mutunya kemudian bahan baku ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat ikan mencapai 18 C. 6.2.2 Pelelehan a) Potensi bahaya: kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan ikan dengan mutu yang baik dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: ikan tuna beku disiram dengan air dingin mengalir dengan suhu maksimal 4,4 C secara cepat, cermat dan saniter. 6.2.3 Penyiangan dan pemotongan a) Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih dari insang dan isi perut dan mendapatkan potongan ikan dengan ukuran yang sesuai serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: ikan disiangi dengan cara membuang insang dan isi perut,kemudian dilakukan pemotongan kepala dan badan ikan. Penyiangan dan pemotongan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dengan tetap menjaga suhu produk maksimal 5 C. 6.2.4 Pencucian a) Potensi bahaya: kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan ikan yang bersih dari kotoran yang menempel dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: ikan dicuci dengan air yang bersih dan dingin secara cepat, cermat dan saniter serta tetap menjaga suhu produk. 6.2.5 Pengukusan a) Potensi bahaya: mutu tidak sesuai dengan spesifikasi. b) Tujuan: mendapatkan ikan dengan tingkat kematangan yang sesuai, tekstur yang baik, menghambat proses enzimatik. c) Petunjuk: ikan tuna dikukus dengan menggunakan alat pengukus dengan suhu 80 C - 90 C selama 1,5 jam - 2 jam dan disesuaikan dengan ukuran ikan sehingga suhu pusat ikan mencapai maksimal 75 C. 6.2.6 Pendinginan a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen, mutu tidak sesuai dengan spesifikasi. b) Tujuan: mendapatkan daging ikan yang sesuai dengan suhu ruang dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: ikan tuna didinginkan dengan cara dibiarkan dalam suhu ruang selama setengah sampai satu hari disesuaikan dengan ukuran ikan. 5 dari 8

6.2.7 Pembersihan a) Potensi bahaya : kurang bersih, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging putih yang bersih dari tulang, kulit dan daging merah serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: ikan dibersihkan dengan cara menghilangkan kulit, tulang dan daging merah dengan pisau secara cepat, cermat dan saniter. 6.2.8 Pemotongan a) Potensi bahaya: ukuran daging tidak sesuai dengan spesifikasi, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging ikan yang sesuai ukuran serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: daging ikan dipotong/dibentuk sesuai dengan ukuran kaleng yang digunakan. 6.2.9 Seleksi Daging a) Potensi bahaya : mutu dan ukuran daging tidak sesuai dengan spesifikasi, filth, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging putih yang baik dan sesuai dengan ukuran, bebas filth serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: daging diseleksi sesuai ukuran kaleng dan jenis produk akhir secara cepat, cermat dan saniter. 6.2.10 Pengisian dalam kaleng dan penimbangan a) Potensi bahaya: berat tidak sesuai, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging ikan dalam kaleng sesuai bentuk dan berat yang ditentukan serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: daging ikan dimasukkan ke dalam kaleng secara manual sesuai dengan jenis daging dan ditimbang dengan timbangan yang telah dikalibrasi. Pengisian daging ke dalam kaleng dan penimbangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter. 6.2.11 Pengisian media a) Potensi bahaya: ukuran media tidak sesuai, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan daging ikan dalam kaleng dengan ukuran media sesuai yang telah ditentukan serta bebas kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: daging ikan dalam kaleng ditambahkan media dengan cara meletakkan kaleng diatas ban berjalan, secara cepat cermat dan saniter. 6.2.12 Penutupan kaleng a) Potensi bahaya: penutupan kaleng tidak sempurna dan kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan kalengyang tertutup dengan sempurna dan bebas kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: kaleng ditutup dengan menggunakan mesin penutup kaleng. Bahan pelumas yang digunakan pada mesin penutup kaleng menggunakan bahan pelumas yang food grade yaitu bahan pelumas yang dipersyaratkan untuk makanan. Penutupan kaleng dilakukan dengan cepat,cermat dan saniter. Dilakukan pemeriksaan kondisi lipatan pada penutupan kaleng secara berkala. 6 dari 8

6.2.13 Proses sterilisasi a) Potensi bahaya: suhu dan waktu yang tidak tepat, kontaminasi bakteri patogen. b) Tujuan: mendapatkan suhu dan waktu sterilisasi yang tepat dan produk yang bebas dari kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: kaleng disterilisasi pada suhu 115 C selama 90 menit - 180 menit sesuai ukuran kaleng. Selama proses sterilisasi suhu dan waktu selalu diamati. 6.2.14 Pendinginan a) Potensi bahaya: kerusakan tekstur (struvite crystal), kontaminasi bakteri patogen dan bentuk kaleng yang tidak sempurna. b) Tujuan: mendapatkan tekstur produk yang baik dan bentuk kaleng sempurna. c) Petunjuk: kaleng yang telah mengalami sterelisasi segera didinginkan dengan cara memasukkan kaleng ke dalam air dingin pada suhu + 5 C selama 2 jam atau didiamkan didalam retort sehingga suhu mencapai 30 C. 6.2.15 Pemeraman a) Potensi bahaya: kontaminasi bakteri patogen dan kaleng yang rusak. b) Tujuan: mendapatkan produk kaleng yang baik dan bebas kontaminasi bakteri patogen. c) Petunjuk: kaleng diperam selama 1 hari - 3 hari dan dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi kaleng. 6.2.16 Seleksi dan Pengepakan a) Potensi bahaya : kerusakan kaleng dan kesalahan label. b) Tujuan: mendapatkan kemasan produk yang baik dan sesuai dengan label serta melindungi produk dari kerusakan selama transportasi dan penyimpanan. c) Petunjuk: produk kaleng yang kurang sempurna/rusak dipisahkan sedangkan produk kaleng yang sempurna dimasukkan ke dalam master karton dan dilakukan masa observasi selama ± 2 minggu sebelum didistribusikan, pengepakan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sesuai dengan label. 7 Syarat pengemasan 7.1 Bahan kemasan Bahan kemasan untuk ikan tuna dalam kaleng bersih, tidak mencemari produk yang dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk ikan tuna dalam kaleng 7.2 Teknik pengemasan Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis. Pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk akhir. 7 dari 8

8 Syarat penandaan Setiap produk ikan tuna dalam kaleng yang akan diperdagangkan diberi label dengan benar dan mudah dibaca, menggunakan bahasa yang dipersyaratkan serta memberi keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut: a) Jenis produk; b) berat bersih produk; c) nama dan alamat unit pengolahan secara lengkap; d) bila ada bahan tambah lain diberi keterangan bahan tersebut; e) tanggal, bulan dan tahun produksi; f) tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa. Dalam sistem pelabelan dan pemberian kode dilakukan dengan sebaik mungkin. 9 Penyimpanan Penyimpanan ikan tuna dalam kaleng dalam gudang pada suhu ruang, maksimal selama 3 tahun. Penataan produk dalam gudang diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat merata dan memudahkan pembongkaran. 8 dari 8