TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

dokumen-dokumen yang mirip
PENGADAAAN ALAT KESEHATAN DAN OBAT-OBATAN

PEDOMAN TEKNIS PENGADAAN OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN UNTUK PELAYANAN KESEHATAN DASAR

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.

BAB I PENDAHULUAN. Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Data hasil wawancara mengenai perencanaan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato HASIL WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERAN APOTEKER DI DALAM PENGELOLAAN OBAT DAN ALKES DI INSTALASI FARMASI PROVINSI, KABUPATEN/ KOTA. Hardiah Djuliani

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan oleh pemerintah dan / atau masyarakat (UU No.36, 2009).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang rumah

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

DWI UTAMI NUGRAHANI NAFTANI CHANDRA DINI AISYAH RIZQI MUFIDAH MUTIA FARIDA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal sesuai kebutuhan. Untuk itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Kebijakan Obat dan Pelayanan Kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG SISTEM KESEHATAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Aspek legal. untuk pelayanan kefarmasian di fasilitas kesehatan. Yustina Sri Hartini - PP IAI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 949/MENKES/PER/VI/2000 TENTANG REGISTRASI OBAT JADI MENTERI KESEHATAN,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

The Analysis of Jamkesmas Drug Planning Using Combination Methods ABC and VEN in Pharmacy Installation of RSUD Dr. M. M. Dunda Gorontalo 2013

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. baik digunakan pada hewan maupun manusia (Mutschler, 1991), menurut

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dapat bersifat promosi (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan

EVALUASI KESESUAIAN PENGELOLAAN OBAT PADA PUSKESMAS DENGAN STANDAR PENGELOLAAN OBAT YANG ADA DI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 SKRIPSI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Era global dikenal juga dengan istilah era informasi, dimana informasi telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN HK TENTANG PEMASUKAN OBAT JALUR KHUSUS KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sempurna dan tidak hanya sekedar bebas dari penyakit atau ketidakseimbangan.

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS BEJEN NOMOR : TENTANG PERESEPAN, PEMESANAN, DAN PENGELOLAAN OBAT KEPALA PUSKESMAS BEJEN,

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 079 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah rumah sakit. Persaingan yang ada membuat rumah sakit harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang. menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT NIRMALA SURI SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. keluarga, kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Untuk dapat mewujudkan keadaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Pengelolaan kesehata n dalam SKN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengawasan merupakan tindakan yang bersifat mengawasi yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional. Dalam undang-undang Kesehatan No. UU Nomor 36 Tahun 2009

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

Transkripsi:

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS R Faris Mukmin Kalijogo C2C016007 PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN PURWOKERTO 2017 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu. Puskesmas sebagai salah satu organisasi fungsional pusat pengembangan masyarakat yang memberikan pelayanan promotif (peningkatan), preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan). B. Rumusan Masalah 1. Apa itu obat? 2. Apa itu puskesmas? 3. Bagaimana perencanaan obat di puskesmas? C. Tujuan Makalah Setelah terselesaikannya makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan lebih memahami masalah mengenai perencanaan obat demi kesehatan masyarakat di Indonesia.

BAB II PEMBAHASAN A. Obat Obat merupakan komponen dasar suatu pelayanan kesehatan. Dengan pemberian obat, penyakit yang diderita oleh pasien dapat diukur tingkat kesembuhannya. Selain itu obat merupakan kebutuhan pokok masyarakat, maka persepsi masyarakat tentang hasil yang diperoleh dari pelayanan kesehatan adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan baik puskesmas, rumah sakit maupun poliklinik. Obat merupakan komponen utama dalam intervensi mengatasi masalah kesehatan, maka pengadaan obat dalam pelayanan kesehatan juga merupakan indikator untuk mengukur tercapainya efektifitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan. Menurut Ansel (1989), obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati dan mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Menurut Tjay dan Rahardja (2003), obat merupakan semua zat kimiawi, hewani maupun nabati dalam dosis yang layak menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya. Dari segi farmakologi obat didefinisikan sebagai substansi yang digunakan untuk pencegahan dan pengobatan baik pada manusia maupun pada hewan. Obat merupakan faktor penunjang dalam komponen yang sangat strategis dalam pelayanan kesehatan. Upaya pengobatan di puskesmas merupakan segala bentuk kegiatan pelayanan pengobatan yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk menghilangkan penyakit dan gejalanya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan cara yang khusus untuk keperluan tersebut (Anonim, 1992). Menurut Anief (2003), obat dibedakan atas 7 golongan yaitu: 1. Obat tradisional yaitu obat yang berasal dari bahan-bahan tumbuh-tumbuhan, mineral dan sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang usaha pengobatannya berdasarkan pengalaman. 2. Obat jadi yaitu obat dalam kemasan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan F.I (Farmakope Indonesia) atau buku lain.

3. Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya. 4. Obat baru yaitu obat yang terdiri dari zat yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut serta pembantu atau komponen lain yang belum dikenal sehingga khasiat dan keamanannya. 5. Obat esensial yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang meliputi diagnosa, prifilaksi terapi dan rehabilitasi. 6. Obat generik berlogo yaitu obat yang tercantum dalam DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional) dan mutunya terjamin karena produksi sesuai dengan persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan diuji ulang oleh Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan. 7. Obat wajib apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek. B. Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan. Puskesmas adalah salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang pada dasarnya adalah organisasi jasa pelayanan umum. Oleh karenanya, puskesmas sebagai pelayanan masyarakat perlu memiliki karakter mutu pelayanan prima yang sesuai dengan harapan pasien, selain diharapkan memberikan pelayanan medis yang bermutu. Ada enam jenis pelayanan tingkat dasar yang harus dilaksanakan oleh puskesmas yakni, promosi kesehatan, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan pengobatan dasar. Pelayanan pengobatan dasar di puskesmas, harus ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan atau penerimaan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, sarana, prasarana dan metode tata laksana yang sesuai

dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Ketersediaan dan kualitas obat harus selalu terjaga sebagai salah satu jaminan terhadap kualitas layanan pengobatan yang diberikan. Untuk menjaga ketersediaan dankualitas obat di puskesmas maka perencanaan dan pengadaan harus dikelola dengan baik. Perencanaan kebutuhan obat merupakan suatu proses memilih jenis dan menetapkan jumlah perkiraan kebutuhan obat dimana perencanaan merupakan faktor yang sangat menentukan ketersediaan obat-obatan. Sedangkan pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan. Kegiatan perencanaan obat di puskesmas meliputi pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah kebutuhan obat dan peningkatan efisiensi dana. Sementara itu kegiatan dari proses pengadaa obat di puskesmas meliputi menyusun daftar permintaan obatobatan yang sesuai dengan kebutuhan, pengajuan permintaan kebutuhan obat kepada Dinas Kesehatan Dati II/Gudang Obat dengan menggunakan formulir Daftar Permintaan/Penyerahan Obat, serta penerimaan dan pengecekan jenis dan jumlah obat. Walaupun regulasi tentang pengadaan obat di puskesmas telah disusun, namun masih ditemukan kejadian kekosongan obat di puskesmas. Suatu penelitian tentang mutu pelayanan farmasi di kota Padang menemukan bahwa kurang lebih 80% puskesmas melakukan perencanaan kebutuhan obat belum sesuai denga kebutuhan sesungguhnya, sehingga terdapat stok obat yang berlebih tapi di lain pihak terdapat stok obat yang kosong. Selain itu, perencanaan belum mempertimbangkan waktu tunggu, sisa stok, waktu kekosongan obat serta Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan pola penyakit. Pengelola obat di puskesmas melakukan permintaan obat dengan hanya memperhitungkan jumlah pemakaian obat pada periode sebelumnya ditambah dengan 10-30 %, artinya pengelola obat melakukan permintaan obat tidak pernah menghitung stok optimum yang menjadi dasar permintaan obat ke gudang farmasi, sehingga kesinambungan ketersediaan jumlah dan jenis obat di puskesmas tidak terjamin. C. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas

Adanya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan belum diikuti dengan pembentukan peraturan perundang-undangan pelaksana namun dalam ketentuan peralihan disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini. Menteri Kesehatan telah menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan, dan untuk mengatur penunjukan atau penugasan tersebut Pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007. Dari kedua peraturan tersebut maka dapat dijelaskan tahapan kegiatan pengadaan alat kesehatan dan obatobatan dalam tahap perencanaan dan tahap pengadaan. I. Tahap Perencanaan Obat Perencanaan dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat danperbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanankesehatan dasar. Dalam merencanakan pengadaan obat diawali dengan kompilasi data yang disampaikan Puskesmas kemudian oleh instalasi farmasi kabupaten/kota diolah menjadi rencana kebutuhan obat denganmenggunakan teknik-teknik tertentu. Tahaptahap yang dilalui dalam proses perencanaan obat adalah : a. Tahap pemilihan obat, dimana pemilihan obat didasarkan pada Obat Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN), dengan harga berpedoman pada penetapan Menteri. b. Tahap kompilasi pemakaian obat, untuk memperoleh informasi : 1) Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan kesehatan/puskesmas pertahun. 2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas. 3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/Kota secara periodik. c. Tahap perhitungan kebutuhan obat, dilakukan dengan :

1) Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengumpulan dan pengolahan data5, analisa data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan obat6 dan penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana. 2) Metode Morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas adalah : a) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umurpenyakit. b) Menyiapkan data populasi penduduk. c) Menyediakan data masing-masing penyakit/ tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada. d) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit/ tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada. e) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada. f) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran yang akan datang. d. Tahap proyeksi kebutuhan obat, dengan kegiatan-kegiatan : 1) Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang, dengan mengalikan waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan ditambah stok pengaman. 2) Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang akan datang. 3) Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan melakukan analisis ABC-VEN, menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia. 4) Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan melakukan kegiatan : menetapkan kebutuhan anggaran untuk masingmasing obat berdasarkan sumber anggaran; menghitung persentase anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dan semua sumber. 5) Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat.

e. Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat Dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan, untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara : 1) Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu : a) Kelompok A : kelompok obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. b) Kelompok B : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%. c) Kelompok C : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat keseluruhan. 2) Analisa VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu : a) Kelompok V : kelompok obat yang vital antara lain : obat penyelamat, obat untuk pelayanaan kesehatan pokok, obat untuk mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar. b) Kelompok E : kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. c) Kelompok N : kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan. II. Tahap Pengadaan Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan Atas Pengadaan dan Penyaluran Bahan

Obat, Obat Spesifik dan Alat Kesehatan yang Berfungsi Sebagai Obat, Menteri Kesehatan melakukan pengendalian dan pengawasan dengan : a. Menunjuk BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Milik Swasta atau b. Menugaskan BUMN yang bergerak di bidang farmasi Penunjukan atau penugasan ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007. Dalam ketentuan ini dikenal adanya metoda pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yaitu : metoda pelelangan umum; metoda pelelangan terbatas; metoda pemilihan langsung; dan metoda penunjukan langsung. Dan pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat merupakan salah satu jenis kegiatan pengadaan barang/jasa khusus sehingga memenuhi kriteria untuk dilaksanakan dengan menggunakan metoda penunjukan langsung. Selain pengaturan menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat dan perbekalan kesehatan sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar yaitu : a. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan meliputi kriteria umum dan persyaratan umum. Kriteria umumnya yaitu obat termasuk dalam daftar obat pelayanan kesehatan dasar (PKD), obat program kesehatan, obat generic yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang masih berlaku, telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari Depkes/Badan POM, batas kadaluwarsa pada saat diterima oleh panitia penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan kecuali untuk vaksin dan preparat biologis yang memiliki ketentuan kadaluwarsa tersendiri, memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan Nomor Batch masing-masing produk, serta diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang dibutuhkan. Sementara untuk mutu harus sesuai dengan persyaratan mutu yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan

persyaratan lain sesuai peraturan yang berlaku serta adanya pemeriksaan mutu (Quality Control) oleh industri farmasi selaku penanggung jawab mutu obat hasil produksinya. b. Persyaratan pemasok, yaitu : 1) Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku. 2) Harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) bagi masing-masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan. 3) Harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat. 4) Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian. 5) Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa kontrak. c. Penilaian dokumen data teknis meliputi : kebenaran dan keabsahan Surat Ijin Edar (Nomor Registrasi) tiap produk yang ditawarkan, terdapat fotokopi sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dari Industri Farmasi, terdapat Surat Dukungan dari Industri Farmasi untuk obat yang diproduksi dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Industri Farmasi (asli), terdapat Surat Dukungan dari sole agentuntuk obat yang tidak diproduksi di dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari sole agent (asli), terdapat Surat Pernyataan bersedia menyediakan obat dengan masa kadaluarsa minimal 24 (dua puluh empat) bulan sejak diterima oleh panitia penerimaan, serta Surat Keterangan (referensi) pekerjaan dari Instansi Pemerintah/swasta untuk pengadaan obat. d. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat dan perbekalan kesehatan ditetapkan berdasarkan hasil analisa dari data sisa stok dengan memperhatikan tingkat kecukupan obat dan perbekalan kesehatan, jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran, kapasitas sarana penyimpanan, dan waktu tunggu.

e. Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan system VEN dengan memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan, obat yang sudah dan belum diterima. f. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh panitia penerima yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi. Pemeriksaan ini dilakukan secara organoleptik, dan khusus untuk pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap tanggal kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch terhadap obat yang diterima.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Obat merupakan komponen utama dalam intervensi mengatasi masalah kesehatan, maka pengadaan obat dalam pelayanan kesehatan juga merupakan indikator untuk mengukur tercapainya efektifitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Perencanaan dan pengadaan obat dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar. B. Saran Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jika terdapat kesalahan pada makalah ini mohon dimaklumi dan kami sangat mengharapkan saran atau kritikan demi perbaikan makalah kami ke depannya. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA Anonim.. Pengadaaan Alat Kesehatan dan Obat-Obatan. Sie Infokum Ditama Binbangkum. (Diambil pada tanggal 23 Juni 2013). Athijah, Umi, dkk. 2010. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas Surabaya Timur dan Selatan. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1 Januari 2010: 15-23. (Diambil pada tanggal 23 Juni 2013). Ridwan. 2007. Http://Ridwanamiruddin.Com/2007/04/26/Strategi-Perencanaan- Kesehatan/ (Diambil pada tanggal 23 Juni 2013). Suparno. Makalah Perencanaan Obat di Puskesmas Pauh. http://blogcarimakalah. blogspot.com/2013/01/makalah-perencanaan-obat-di-puskesmas.html(diambil pada tanggal 23 Juni 2013).