1 PAPER SINKRONISASI ESTRUS PADA TERNAK Untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Reproduksi Oleh : Ardan Legenda De A 135050100111093 Mirsa Ita Dewi Adiana 135050100111189 Ari Prayudha 135050100111098 Dwi Mardiko 135050100111082 Ibnu Satria A 135050100111154 Kelas G FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
2 Sinkronisasi Estrus Pada Sapi Sinkronisasi estrus merupakan teknik manipulasi siklus estrus untuk menimbulkan gejala estrus dan ovulasi pada sekelompok hewan secara bersamaan. Prinsip sinkronisasi estrus adalah pengendalian panjang siklus estrus yang dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu: memperpanjang masa luteal dan memperpendek fase luteal (Ismaya, 2014). Sinkronisasi estrus bertujuan untuk mengatur waktu IB sesuai ketersediaan waktu, tenaga, dan menginduksi terjadinya birahi, teknik sinkronisasi sangat cocok di daerah yang ketersediaan pakannya berlangsung musiman, maka teknik ini dapat membantu mengatur waktu bunting sesuai ketersediaan pakan, disamping itu dapat pula mengatur waktu produksi sesuai permintaan pasar (Kune dan Solihati, 2007). Beberapa metode sinkronisasi estrus telah dikembangkan, antara lain dengan penggunaan sediaan progesteron, Prostaglandin F2alpha (PGF2α), serta kombinasinya dengan Gonadotropin releasing hormone (GnRH) (Putro, 2013). Prostaglandin berfungsi untuk mendukung kejadian estrus atau mempersingkat masa siklus estrus sedangkan GnRH untuk mendorong ovulasi atau mendukung perkembangan folikel (Ratnawati dan Affandhy, 2008). Hormon reproduksi yang paling berpengaruh dalam siklus estrus adalah hormon estradiol dan progesteron, pada saat estrus hormon estrogen akan meningkat dan hormon progesteron akan menurun. Fungsi estradiol berperan pada sistem saraf pusat dalam menginduksi tingkah laku birahi, terutama pada sapi dan domba. Oleh karena itu hormon estrogen dan progesteron digunakan untuk mendeteksi estrus. Teknik sinkronisasi diperlukan oleh peternakan rakyat untuk perbaikan efisiensi reproduksi sapi potong dan efisiensi penggunaan inseminasi buatan. Sinkronisasi estrus yang digunakan dalam penelitian ini adalah preparat hormon PGF2α dan kombinasi PGF2α dengan GnRH. Banyak metode sinkronisasi, tetapi tidak semua metode sesuai dengan sapi
3 di peternakan rakyat, hal ini dikarenakan faktor ekonomi, waktu, dan manajemen sapi. A. Definisi Sinkronisasi Estrus Suatu cara untuk mengatasi problema sulitnya deteksi berahi yaitu dengan cara penerapan teknis sinkronisasi birahi, baik dengan menggunakan sediaan progesteron dan prostaglandin (PGF2 ). Dengan teknik ini problema deteksi berahi dapat dieliminir, sehingga pelaksanaan inseminasi buatan dapat dioptimalisasi. (Salverson, 2006). Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin (PGF2 ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2. (Huznurizal, 2008). Penggunaan teknik sinkronisasi berahi akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, serta mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi buatan, mengurangi waktu dan memudahkan observasi deteksi berahi, dapat menentukan jadwal kelahiran yang diharapkan, menurunkan usia pubertas pada sapi dara, penghematan dan efisiensi tenaga kerja inseminator karena dapat mengawinkan ternak pada suatu daerah pada saat yang bersamaan. (Siregar, 2010). Timbulnya estrus akibat pemberian PGF2 disebabkan lisisnya CL oleh kerja vasokonstriksi PGF2 sehingga aliran darah menuju CL menurun secara drastis (Toelihere, 1981; Senger, 2003). Sinkronisasi atau induksi estrus adalah tindakan menimbulkan birahi, diikuti ovulasi fertil pada sekelompok atau individu ternak dengan tujuan utama untuk menghasilkan konsepsi atau kebuntingan. Sinkronisasi estrus biasanya menjadi satu paket dengan pelaksanaan IB, baik berdasarkan pengamatan birahi maupun IB Terjadwal (timed artificial insemination). Angka konsepsi atau kebuntingan yang optimum merupakan tujuan dari aplikasi sinkronisasi estrus ini. (Martinez, 2005). Beberapa metode sinkronisasi estrus telah dikembangkan, antara lain dengan penggunaan sediaan progesteron, prostaglandin F2 (PGF2 ), serta
4 kombinasinya dengan gonadotropin releasing hormone (gnrh). Pemberian progesteron berpengaruh menghambat ovulasi, prostaglandin F2 menginduksi regresi korpus luteum, sedangkan Gnrh menambah sinergi proses ovulasi (Rabiee Et Al., 2005; Kasamanickam et al., 2006). B. Penjelasan Umum Sinkronisasi Estrus Sinkronisasi estrus merupakan teknik manipulasi siklus estrus untuk menimbulkan gejala estrus dan ovulasi pada sekolompok hewan secara bersamaan. Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon prostaglandin (PGF2 ) atau kombinasi hormon progesteron dengan PGF2. Penggunaan teknik sinkronisasi berahi akan mampu meningkatkan efisiensi produksi dan reproduksi kelompok ternak, serta mengoptimalisasi pelaksanaan inseminasi buatan, mengurangi waktu dan memudahkan observasi deteksi berahi, dapat menentukan jadwal kelahiran yang diharapkan, menurunkan usia pubertas pada sapi dara, penghematan dan efisiensi tenaga kerja inseminator karena dapat mengawinkan ternak pada suatu daerah pada saat yang bersamaan. Kesuksesan program sinkronisasi membutuhkan pengetahuan mengenai siklus berahi. Hari ke-0 dari merupakan hari pertama estrus, pada saat ini biasanya perkawinan secara alami terjadi. Hormon estrogen mencapai puncaknya pada hari ke-1 dan kemudian menurun, level progesteron rendah karena corpus luteum (CL) belum terbentuk. Ovulasi terjadi 12-16 jam setelah akhir standing estrus. CL yang menghasilkan hormon progesteron terbentuk pada tempat ovulasi dan secara cepat mengalami pertumbuhan mulai dari hari ke-4 sampai ke-7, pertumbuhan ini diikuti dengan peningkatan level progesteron. Mulai hari ke-7 sampai ke-16, CL menghasilkan progesteron dalam level tinggi. Selama periode ini, 1 atau 2 folikel mungkin menjadi besar, tetapi dalam waktu yang singkat akan mengalami regresi, kira-kira hari ke-16, prostaglandin dilepaskan dari uterus dan menyebabkan level progesteron menjadi turun. Ketika level progesteron menurun, level estrogen meningkat dan folikel baru mulai tumbuh, estrogen mencapai puncaknya pada hari ke-
5 20, diikuti tingkah laku estrus pada hari ke-21. Pada saat ini siklus estrus kembali dimulai. Proses sinkronisasi dengan menggunakan preparat prostaglandin (PGF2 ) akan menyebabkan regresi CL akibat luteolitik, secara alami prostaglandin (PGF2 ) dilepaskan oleh uterus hewan yang tidak bunting pada hari ke-16 sampai ke-18 siklus yang berfungsi untuk menghancurkan CL. Timbulnya berahi akibat pemberian PGF2 disebabkan lisisnya CL oleh kerja vasokontriksi PGF2 sehingga aliran darah menuju CL menurun secara drastis, akibatnya kadar progesteron yang dihasilkan CL dalam darah menurun, penurunan kadar progesteron ini akan merangsang hipofisa anterior melepaskan fsh dan lh, kedua hormon ini bertanggung jawab dalam proses folikulogenesis dan ovulasi, sehingga terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel. Folikel-folikel tersebut akhirnya menghasilkan hormon estrogen yang mampu memanifestasikan gejala berahi. Kerja hormon estrogen adalah untuk meningkatkan sensitivitas organ kelamin betina yang ditandai dengan perubahan pada vulva dan keluarnya lendir transparan. Prosedur sinkronisasi berahi sinkronisasi berahi pada kerbau seperti pada sapi, paling umum menggunakan prostaglandin atau senyawa analognya. Dengan tersedianya prostaglandin di pasaran memungkinkan pelaksanaan sinkronisasi berahi di lapangan beberapa senyawa prostaglandin yang tersedia antara lain 1) reprodin (luprostiol, bayer, dosis 15 mg), 2) prosolvin (luprostiol, intervet, dosis 15 mg), 3) estrumate (CLoprostenol, ici, dosis 500 μg) dan lutalyse (dinoprost, up john, dosis 25 mg). Cara standar sinkronisasi berahi meliputi 2 kali penyuntikan prostaglandin dengan selang 10-12 hari. Berahi akan terjadi dalam waktu 72-96 jam setelah penyuntikan kedua. Pelaksanaan inseminasi dilakukan 12 jam setelah kelihatan berahi, atau sekali pada 80 jam setelah penyuntikan kedua. Prosedur yang digunakan adalah: ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan PGF2 satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan. Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2 dilakukan dua kali selang waktu 11-12 hari. Setelah itu dilakukan pengamatan timbul tidaknya berahi 36-72 jam setelah peyuntikan
6 kedua. Pemberian PGF2 analog dapat menyebabkan luteolisis melalui penyempitan vena ovarica yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam ovarium. Berkurangnya aliran darah ini menyebabkan regresi sel-sel luteal. Regresi sel-sel luteal menyebabkan produksi progesteron menurun menuju kadar basal mendekati nol nmol/lt, dimana saat-saat terjadinya gejala berahi. Regresi korpus luteum menyebabkan penurunan produksi progesterone. C. Manfaat dan Keuntungan Sinkronisasi Estrus pada Ternak Sinkronisasi atau induksi estrus adalah tindakan menimbulkan birahi, diikuti ovulasi fertil pada sekelompok atau individu ternak dengan tujuan utama untuk menghasilkan konsepsi atau kebuntingan. Sinkronisasi estrus biasanya menjadi satu paket dengan pelaksanaan IB, baik berdasarkan pengamatan birahi maupun IB terjadwal (timed artificial insemination). Angka konsepsi atau kebuntingan yang optimum merupakan tujuan dari aplikasi sinkronisasi estrus ini. antara lain: Manfaat dari tindakan sinkronisasi estrus pada sapi ada beberapa, 1) Optimalisasi dan efisiensi pelaksanaan IB. Dengan teknik ini dimungkinkan pelaksanaan IB secara massal pada suatu waktu tertentu. 2) Mengatasi masalah kesulitan pengenalan birahi. Subestrus atau birahi tenang yang umum terjadi pada sapi perah dan potong di Indonesia dapat diatasi dengan teknik sinkronisasi estrus. 3) Mengatasi masalah reproduksi tertentu, misalnya anestrus post partum (anestrus pasca beranak). 4) Fasilitasi program perkawinan dini pasca beranak (early post partum breeding) pada sapi potong dan perah. Teknik ini dapat digunakan untuk mempercepat birahi kembali pasca beranak, pemendekkan days open (hari-hari kosong) dan pemendekkan jarak beranak. 5) Manajemen reproduksi resipien pada pelaksanaan transfer embrio sapi. Dalam program transfer embrio, embrio beku maupun segar (diambil dari sapi donor pada hari ke 7 setelah estrus) ditransfer ke resipien pada fase siklus estrus yang sama. Sinkronisasi estrus biasanya digunakan untuk maksud tersebut.
7 Adanya Kegiatan sinkronisasi estrus ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja reproduksi sapi Madura, meningkatkan produktivitas sapi Madura, meningkatkan penghasilan peternak, meningkatkan jumlah Akseptor IB, dan membantu program pemerintah dalam swasembada daging Tahun 2014, sehingga diharapkan kegiatan ini dapat diadakan secara berkelanjutan di tahun- tahun berikutnya. D. Fungsi Sinkronisasi Estrus 1) Mengurangi waktu untuk menemukan hewan birahi 2) Memberi kemudahan bagi penggunaan inseminasi buatan, terutama pada kawanan sapi pedaging, dengan memberi perlakuan pada hewan secara berkelompok. 3) Dalam hubungan dengan prosedur saat ovulasi, agar dapat melakukan inseminasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya 4) Memungkinkan memberi makan hewan dalam kelompok yang seragam, terutama bila ini menyangkut perubahan ransum sesuai dengan fase kebuntingan. 5) Sebagai kelanjutan dari pembiakan serentak, membatasi keseluruhan periode kelahiran pada kawanan atau kelmpok ternak 6) Memungkinkan melakukan pengawasan kelahiran dengan tujuan mengurangi kematian anak baru lahir dan pengaturan pengasuhan anak pada induk lain 7) Setelah pengendalian perkawinan yang berhasil, memungkinkan untuk melakukan penyapihan, penggemukan, dan pemasaran kawanan ternak yang seragam. 8) Memudahkan pemanfaatan transfer embrio (Hunter, 2000) E. Keuntungan siklus estrus pada ternak adalah sebagai berikut (Ismaya, 1998) 1) Memudahkan dan efisiensi deteksi birahi. 2) Memudahkan dalam pelaksanaan kawin buatan. 3) Memudahkan tata laksana pemberian pakan ternak bunting. 4) Memudahkan tatalaksana kelahiran dan pemeliharaan anak. 5) Memudahkan tatalaksana penggemukan anak jantan. 6) Memudahkan tatalaksana pemibibitan.
8 F. Mekanisme Sinkronisasi Estrus pada Ternak Sikronisasi estrus pada sapi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : Menghilangkan corpus luteum atau enukleasi luteal Perusakan fisik pada CL dngan menggunakan jari melalui rektum, pada saat CL dalam keadaan berfungsi (masak). Perlu tenaga yang profesional. 50 60 % dari sekelompok sapi yang peka, empat hari kemudian akan birahi. Resiko hemorhagia dan perlekatan fimbria (Ismaya, 1998). Penyuntikan Progesteron Penyuntikan selama 18-20 hari (50 mg/hari). Menghambat fase luteal melalui umpan balik negatif. Kelemahannya yaitu injeksi memerlukan waktu dan tenaga, timbulnya birahi bervariasi kurang lebih 5 hari, fertilisasi menurun/rendah (Ismaya, 1998). 1. Pemberian progestagen aktif per oral (mulut) a. Mengatasi kesulitan kedua diatas dan lebih tepat untuk kelompok ternak yang besar dikandang dan terprogram pemberian pakannya b. Progestagen sintetik yaitu melengestrol Asetat (MGA) dan Medroxiprogesteron (MPA), namun lebih bagus MGA daripada MPA. c. Pemberian lewat pakan selama 15-18 hari dan birahi terjadi 3-5 hari kemudian setelah penghentian perlakuan. d. Fertilisasi rendah (42%) dan menjadi 82 % pada estrus berikutnya. e. Pemberian esterogen dan gonadotropin menghambat MGA, fertilisasi tetap rendah (Ismaya, 1998). 2. Implan silastik a. Implan silastik yang mengandung MGA ditanam dibawah kulit leher atau dibawah kulit luar telinga selama 22-64 hari b. 36-72 jam setelah penghentian perlakuan terjadi birahi 64 % (Ismaya, 1998). 3. Spons intravagina
9 a. Progesteron juga dapat dimasukan ke vagina dengan memakai spons, diharapkan dapat menghasilkan estrus yang baik. b. Pemasangan spons selama 18-21 hari dan birahi akan tampak 24-72 jam setelah pengambilan spons dari vagina. c. Kelemahan: spons sering berubah tempat, kerusakan mukosa vagina dan serviks. d. Progesteron releasing intra vagina device (PRID) adalah alat intravagina pelepas progesteron dengan speculum pada bagian vagina anterior (Ismaya, 1998). e. Dengan penyuntikan PMSG (750-2000 IU) sebelum dan sesudah pengeluaran spons dapat meningkatkan birahi dan fertilisasi (Ismaya, 1998). 4. Progestagen dalam waktu singkat a. Untuk meningkatkan fertilisasi prostagen diberikan 9-12 hari saja. b. Sebelumnya disuntikan 5-7,5 mg EB dan 50-250 mg progesteron dan setelah penghentian perlakuan, maka 56 jam kemudian birahi dan dapat di IB (Ismaya, 1998). 5. Injeksi prostaglandin PGF 2alfa a. Publikasi pertama mengenai terapi prostalglandin baru muncul tahun 1970 dan terus berkembang sejalan ditemukannya analog prostaglandin. b. Lebih sederhana dan mencegah menurunya fertilisasi. c. Penyuntikan intra muskular tunggal untuk fase luteal dan ganda (10-12 hari) untuk yang heterogen fasenya, IB dilakukan 58-72 jam atau 72 dan 96 jam (IB Ganda) G. Metode Sinkronisasi Pada Ternak Pada Babi Bahan yang digunakan adalah bahan kimia bukan steroid yang diberikan melalui ransum selama 20 hari. Setelah itu pemberian dihentikan dan 5 hari setelah penghentian akan terjadi estrus secara serentak. Selain itu bisa juga digunakan PGF2 alpha melalui suntikan intra muskuler dengan dosis 8 mg/ekor,ini dilakukan pada hari ke 12 dari siklus berahi maka berahi akan muncul 1-3 hari kemudian.
10 Pada Domba Sinkronisasi pada domba dapat dilakukan dengan dua cara: a. Pemberian progesterone dengan suntikan intra muskuler,intra vena, dan intra vagina. Melalui intra vagina adalah dengan jalan mencelupkan spons yang telah berisi larutan progesterone dan dimasuk kan kedalam saluran reproduksi betina yang tidak bunting selama 14-19 hari. Spons ini berbentuk bulat panjang sebesar ibu jari dengan panjang nya sekitar 4 cm dan dibelakangnya diikat dengan tali nilon 2 hari setelah penarikan spons yang berisi progesterone dan diserap oleh vagina sehingga masuk keperedaran darah dan menekan kejadian berahi, berahi akan terjadi 1-3 hari kemudain. Secara fisologis,setelah penarikan spons maka suplay progesterone akan terhenti ini menyebabkan ransangan pada hipofisa untuk mengeluarkan FSH dan LH,selanjutnya folikel akan tumbuh pata taraf yang matang sehingga terjadilah estrus. b. Pemberian PGF2 alpha secara umum dilakukan dengan suntikan intra muskuler dengan dosis 6-8 mg/ekor.berahi akan muncul 1-3 hari kemudian. Pada Sapi Pada sapi sering digunakan PGF2 alpha yang berfungsi menghancurkan korpus leteum yang sedang berfungsi dan tidak efektif pada korpus luteum yang sedang tumbuh. Pada dasarnya korpus luteum tumbuh pada 0-5 hari setelah estrus dan pada hari 6-16 korpus luteum berfungsi. Cara penyuntikan PGF2 alpha. a. Penyuntikan satu kali Pada cara ini sebua betina yang tidak bunting disuntik dengan PGF2 alpha,estrus akan terjadi 1-3 hari kemudian. Secara teori kebrhasilan cara ini sekitar 75% kerena diperkirakan 25% ny masih berada pada kondisi estrus sampai 5 hari setelah estrus.untuk mendapatkan hasil 100% maka diperlukan penyuntikan kedua. b. Penyuntikan dua kali
11 Semua betina yang tidak bunting disuntik dengan PGF 2 alpha, kemudian penyuntikan diulangi lagi pada hari kesebelas (11). Berahi terjadi secara serentak 1-3 hari kemudian dan 100% berahi. Dosis PGF 2 alpha adalah 5 35 mg/ekor. F. Perbedaan Angka Kebuntingan yang Birahi Alami dan Birahi Sinkronisasi Fertilitas yang dihasilkan dari estrus hasil sinkronisasi menurut laporan laporan dari negara maju dan berdasarkan pengalaman pribadi penulis dapat dikatakan sama dengan hasil dari estrus alami. Inseminasi buatan berdasarkan deteksi birahi alami mempunyai angka konsepsi normal 60 75%, sedangkan sinkronisasi estrus dengan inseminasi terjadwal juga menghasilkan angka yang sama. Pada aplikasi sinkronisasi estrus dengan inseminasi buatan terjadwal pelaksanaannya akan lebih efisien, karena tanpa diperlukan lagi deteksi birahi. Hasil konsepsi dari sinkronisasi estrus dan inseminasi buatan memang tidak dapat dibandingkan dengan hasil kawin alami dengan pejantan langsung. Pejantan sapi sesungguhnya merupakan detektor birahi terbaik bagi sapi betina, dalam aplikasi IB peran deteksi itu digantikan oleh manusia yaitu peternak dan inseminator dengan hanya mengandalkan visualisasi gejala estrus. Perkawinan alam pada sapi secara bebas tanpa diatur manusia (natural mating) normal dapat mencapai hasil 90% atau lebih, bahkan kalau sapi Bali yang dipelihara ekstensif dapat mendekati 100%. Hasil konsepsi aplikasi teknologi sinkronisasi estrus baku diharapkan tidak kurang dari 60% hasil konsepsinya apabila persyaratan minimum sapi betina akseptor sinkronisasi dipenuhi.
12 DAFTAR PUSTAKA Dinas Peternakan. 2014. Kegiatan Sinkronisasi Estrus pada Sapi Madura.http://disnak.pamekasankab.go.id/index.php/berita/151- kegiatan-sinkronisasi-estrus-pada-sapi-madura (online). Diakses pada 28 Februari 2016. Hastono. 2012. Upaya Peningkatan Efisiensi Reproduksi Ternak Domba Di Tingkat Petani-Ternak. Lokakarya Nasional Domba dan Kambing. Balai penelitian ternak : 236-240 Husnurrizal. 2008. Sinkronisasi Birahi Dengan Preparat Hormon Prostaglandin (PGF2a). Lab. Reproduksi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Kasimanickam, R., Collins, J. C., Wuenschell, J., Currin, J. C., Hall, J. B. and Whittier, D. W. (2006).Effect Of Timing Of Prostaglandin Administration, Controlled Internal Drug Release Removal And Gonadotropin Releasing Hormone Administration On Pregnancy Rate In Fixed-Time AI Protocols In Crossbred Angus Cows. Theriogenology 65: 1-14. Martinez, M. F., Kastelic, J. P., Bo, G. A., Caccia, M. and Mapletoft, R. J. (2005) Effect Of Oestradiol And Some Of Its Esters On Gonadotrophin Release And Ovarian Follicular Dynamics In CIDR Treated Beef Cattle. J. Anim. Sci. 86: 37-52. Putro, Prabowo Purwono.2013. Dinamika Folikel Ovulasi Setelah Perlakuan Sinkronisasi Estrus dengan Implan Progesteron Intravagina pada Sapi Perah. Jurnal sain veteriner. Vol 31(2) : 128-137. Ratnawati, Dian dan L. Affandhy. 2008. Implementasi Sinkronisasi Ovulasi Menggunakan Gonadotrophin Releasing Hormone (Gnrh) Dan Prostaglandin (Pgf2α) Pada Induk Sapi Bali. Seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner : 72-76 Salverson, R.( 2006).Manipulation Of The Oestrus Cycle In Cow. South Dakota State University- Cooperative Extension Service-USDA, USA. Senger, P.L. 2003. Pathways To Pregnancy And Parturition. Washington State University Research & Technology Park. 2nd ed.. Current
Conception Inc., Washington. Siregar, T.N., T. Armansyah, A. Sayuti dan Syafruddin. 2010. Tampilan Reproduksi Kambing Betina Lokal Yang Diinduksi Berahinya Dilakukan Dengan System Sinkronisasi Cepat. Jurnal Veteriner11(1):30-35. Toelihere, M.R. 1981. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa, Bandung. Toelihere, M. R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung. 13