IV. PENGINDERAAN JAUH

dokumen-dokumen yang mirip
ISTILAH DI NEGARA LAIN

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

JENIS CITRA

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 1 A. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH B. PENGINDERAAN JAUH FOTOGRAFIK

PERBEDAAN INTERPRETASI CITRA RADAR DENGAN CITRA FOTO UDARA

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

PENGINDERAAN JAUH. Beberapa satelit yang diluncurkan dari bumi oleh beberapa negara maju antara lain:

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

MENU STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR MATERI SOAL REFERENSI

TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH (REMOTE SENSING) Oleh : Lili Somantri

Interpretasi Citra dan Foto Udara

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

METODE SURVEI DESKRIPTIF UNTUK MENGKAJI KEMAMPUAN INTERPRETASI CITRA PADA MAHASISWA PENDIDIKAN GEOGRAFI FKIP UNIVERSITAS TADULAKO

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

Ir. Mohammad Sholichin, MT., P.hD Jurusan Teknik Pengairan, Universitas Brawijaya &

APA ITU FOTO UDARA? Felix Yanuar Endro Wicaksono

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

PENGINDERAAN JAUH D. SUGANDI NANIN T

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam geografi kita akan mempelajari segala sesuatu yang tampak di permukaan

K13 Revisi Antiremed Kelas 12 Geografi

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

Judul PENGINDERAAN JAUH. Mata Pelajaran : Geografi Kelas : I (Satu) Nomor Modul : Geo.I.04

SENSOR DAN PLATFORM. Kuliah ketiga ICD

BAHAN AJAR : DASAR-DASAR PENGINDERAAN JARAK JAUH (INDERAJA = REMOTE SENSING)

UNSUR DAN TEKNIK INTERPRETASI CITRA INDERAJA DARI GOOGLE EARTH

RYHOLIT LIMESTONE SANDSTONE P A R A F I N P A R A F I N

DASAR DASAR PENGINDERAAN JAUH

penginderaan jauh remote sensing penginderaan jauh penginderaan jauh (passive remote sensing) (active remote sensing).

PE GA TAR PE GI DERAA JAUH

TINJAUAN PUSTAKA. wilayah yang jelas, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Cara memperoleh Informasi Tidak kontak langsung dari jauh Alat pengindera atau sensor Data citra (image/imagery) a. Citra Foto Foto udara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH. ACARA 2 Mozaik Foto Udara dan Pengamatan Sterioskop. Oleh : Muhamad Nurdinansa [ ]

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud 1.2 Tujuan

Bab 5 HASIL-HASIL PENGINDERAAN JAUH. Pemahaman Peta Citra

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

TRY OUT UJIAN NASIONAL 027 GEOGRAFI SMA/MA

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*)

Penginderaan Jauh untuk Tata Guna Lahan dan Transportasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan, dan sistematika penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kekeringan

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lahan dan Penggunaan Lahan 2.2 Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang mengalami

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

LAPORAN PRAKTIKUM FOTOGRAMETRI DASAR PENGAMATAN PARALAKS FOTO UDARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

LAPORAN PRAKTIKUM DIGITAL FOTOGRAMETRI DASAR ACARA II DIGITAL

2. TINJAUAN PUSTAKA. Fotogrametri dapat didefisinikan sebagai ilmu untuk memperoleh

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

PANDUAN PRAKTIKUM MATERI 1 : PENGENALAN PETA & FOTO UDARA. Survei Tanah Dan Evaluasi Lahan

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

GEOGRAFI. Sesi PETA DAN PEMETAAN D. SIMBOL PETA. a. Berdasarkan Wujudnya

TINJAUAN PUSTAKA. Status administrasi dan wilayah secara administrasi lokasi penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

SURVEYING (CIV -104)

A. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta

BAB PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 1. Satelit Landsat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

11. TINJAUAN PUSTAKA Konse~ Dasar Linukunuan Permukiman Kota

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s)


PERAN REMOTE SENSING DALAM KEGIATAN EKSPLORASI GEOLOGI

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Transkripsi:

IV. PENGINDERAAN JAUH

1. PENGERTIAN PENGINDERAAN JAUH Sabins (1996) dalam Kerle, et al. (2004) Penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau objek.

Richards and Jia (2006), Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara balon udara atau wahana lainnya. Data-data tersebut berasal dari rekaman sensor yang memiliki karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang di hasilkan.

Lillesand and Kiefer (1993), Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji.

2. MENGAPA PENGINDERAAN JAUH SEKARANG BANYAK DIGUNAKAN macam-macam alasan, antara lain : 1. Citra menggambarkan obyek, daerah, atau gejala fenomena alam di permukaan dengan : 2. meliput daerah luas, 3. Citra dapat menggambaran gambaran tiga dimensional, sangat menguntungkan, antara lain : 4. Karakteristik obyek yang tak nampak dapat diujudkan dalam bentuk citra. 5. Citra dapat dibuat secara cepat. 6. Merupakan satu-satunya cara untuk pemetaan dearah bencana. 7. Memantau (monitoring) perubahan dengan cepat

obyek yang tergambar pada citra sesuai dengan ujud dan letak di permukaan bumi. Karena sesuai dengan aslinya, maka citra merupakan alat yang baik untuk pembuatan peta, baik sebagai sumber data maupun sebagai kerangka letak. Citra akan menyajikan gambar secara lengkap, hal ini memungkinkan untuk penggunaan berbagai bidang, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama. Citra dapat digunakan secara bersama-sama untuk berbagai bidang keahlian (seperti geologi, hidrologi, geografi, biologi, kehutanan, dan pertanian dan lain-lain )

foto udara berskala 1:50.000 ukuran standar 23cm x 23cm, meliputi daerah seluas 132 km 2 foto udara berskala 1:100.000 meliputi daerah seluas 529 km 2 Satu lembar citra satelit Landsat IV yang dibuat dari ketinggian 700 km diatas permukaan bumi meliputi daerah seluas 34.000 km 2

menyajikan model medan dengan jelas, relief lebih jelas karena adanya pembesaran vertikal, memungkinkan pengukuran beda tinggi yang dapat digunakan untuk membuat peta kontur, perencanaan lintas jalan, saluran irigasi, dll

memungkinkan pengukuran volume seperti pengukuran volume tanah yang harus digali atau diurug pada perencanaan jalan, memungkinkan pengukuran lereng untuk menentukan kelas lahan, konservasi lahan, dan keperluan lain.

Obyek dapat dikendali antara lain : berdasarkan beda suhunya, dapat direkam pada citra inframerah termal. Seperti pada : Kota yang tampak pada malam hari, dengan spektrum inframerah termal dapat diujudkan dalam bentuk citra yang cukup jelas. Kebocoran pipa gas bawah tanah atau kebakaran tambang batu-bara bawah tanah mudah dikendali pada citra inframerah termal.

Meskipun terlihat langsung oleh mata, seperti : Air panas yang keluar dari indrustri tidak dapat dibedakan terhadap air lainnya. Air panas dapat dikenali dengan baik pada citra inframerah termal, termasuk jaraknya dari indruti asalnya. Hal ini penting dalam rangka menjaga kelestarian kehidupan pada ekologi perairan.

Mata manusia tidak dapat melihat tanaman yang diserang penyakit. Dengan menggunakan saluran sempit tertentu pada spektrum tampak, tanaman yang mulai diserang penyakit dapat diujudkan dalam citra sehingga ia dapat dikenali sebelum mata mengenalinya. Dengan menggunakan spektrum inframerah dekat, dapat diujudkan dalam citra dan dapat dikenali dengan baik.

Untuk pemetaan atau penelitian pada daerah rawa, hutan, dan pegunungan, akan membutuhkan waktu yang lama, serta biaya tinggi. Dalam keadaan cuaca yang memungkinkan, daerah-daerah tersebut dapat dipotret dengan cepat. Perekaman satu lembar foto udara yang meliput daerah seluas 132 km2 dilakukan dalam waktu kurang dari satu detik,

sedang perekaman catr Landsat yang meliputi daerah seluas 34.000 km2 dilakukan dalam waktu 25 detik. Interpretasi citra dapat dilaksanakan dalam ruang (laboratorium) pada siang atau malam hari, dalam keadaan hujan sekalipun.

Tidak ada cara lain yang mampu memetakan daerah bencana secara cepat pada saat terjadi bencana, Misalnya pemetaan pada daerah yang terkena bencana : banjir, gempa bumi, angin ribut, serangan gelombang sunami, letusan gunung berapi, seperti letusan gunung Galunggung pada tahun 1982 yang terekam pada citra satelit cuaca GMS dan NOAA. dll

untuk mematau (monitoring) perubahan seperti pada pembukaan daerah hutan, pemekaran kota, perubahan kualitas lingkungan, perluasan lahan garapan dll, citra sering dibuat dengan peride ulang yang pendek, misalnya : 16 hari bagi Landsat, 4 dan 2 kali tiap hari bagi citra NOAA.

3. PROSES PENGINDERAAN JAUH

(Purwadhi, 2001). Pengumpulan data penginderaan jauh dapat dilakukan dalam berbagai bentuk sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang digunakan dapat berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang bunyi atau distribusi energi elektromagnetik

Analisa data penginderaan jauh memerlukan data rujukan seperti : peta tematik, data statistik data lapangan. Hasil analisa dapat berupa informasi mengenai : bentang lahan, jenis penutup lahan, kondisi lokasi kondisi sumberdaya lokasi. dll

Informasi tersebut bagi para pengguna dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan dalam mengembangkan daerah tersebut. Keseluruhan proses mulai dari pengambilan data, analisis data hingga penggunaan data tersebut disebut Sistem Penginderaan Jauh

Kerle, et al., 2004 Penginderaan jauh sangat tergantung dari energi gelombang elektromagnetik. Gelombang elektromagnetik dapat berasal dari banyak hal, yang terpenting pada penginderaan jauh adalah sinar matahari. Banyak sensor menggunakan energi pantulan sinar matahari sebagai sumber gelombang elektromagnetik, Beberapa sensor penginderaan jauh yang menggunakan energi yang dipancarkan oleh bumi dan yang dipancarkan oleh sensor itu sendiri.

Sensor yang memanfaatkan : energi dari pantulan cahaya matahari atau energi bumi dinamakan sensor pasif, energi dari sensor itu sendiri dinamakan sensor aktif

Fotogrametri /Pemotretan Udara adalah suatu seni, ilmu dan teknik untuk memperoleh data-data tentang objek fisik dan keadaan di permukaan bumi melalui proses perekaman, pengukuran, dan penafsiran citra fotografik. Citra fotografik adalah foto udara yang diperoleh dari pemotretan dari udara yang menggunakan pesawat terbang atau wahana terbang lainnya. Hasil dari proses fotogrametri berupa : peta foto peta garis..

Peta ini umumnya dipergunakan untuk berbagai kegiatan perencanaan dan desain seperti : jalan raya, jalan kereta api, jembatan, jalur pipa, tanggul, jaringan listrik, jaringan telepon, bendungan, pelabuhan, pembangunan perkotaan, dsb.

4. Sistim Penginderaan Jauh Sistem penginderaan jauh ialah : serangkaian komponen-komponen yang digunakan untuk penginderaan jauh, yang saling berkaitan satu dengan lainnya dan bekerja sama secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan tertentu.

SISTIM PENGINDERAAB JAUH

Konponen-komponen Sistim Penginderaan Jauh : 1. Sumber tenaga 2. Interaksi antara tenaga dan obyek 3. Sensor 4. Data 5. Analisis data

1. Sumber tenaga Dalam penginderaan jauh harus ada komponen sumber tenaga, baik berupa sumber tenaga alamiah maupun buatan. Sumber tenaga yang mencapai obyek di permukaan bumi akan dipantulkan ke sensor atau tenaga dari obyek yang akan dipancarkan ke sensor. Jumlah tenaga yang mencapai bumi dipengaruhi oleh waktu, lokasi, cuaca Misal, jumlah tenaga yang diterima pada siang hari lebih banyak bila dibandingkan dengan pagi atau sore hari

2. Interaksi antara tenaga dan obyek Tenaga yang sampai di obyek sama dengan jumlah tenaga yang di pantulkan dan di serap oleh obyek. Tiap obyek mempunyai karakteristik tertentu dalam memantulkan dan memancarkan tenaga ke sensor. Obyek yang banyak memantulkan / memancarkan sinar akan terlihat lebih cerah pada citra, sedangkan obyek yang pantulannya / pancarannya sedikit akan terlihat gelap pada citra. Misal : air di laut dalam, menyerap tenaga banyak dan menantulkan sedikit tenaga sehingga akan tampak gelap pada citra, Batuan kapur, banyak memantulkan tenaga dan sedikit penyerap tenaga sehingga akan tampak cerah pada citra.

3. Sensor Tenaga yang datang dari obyek di permukaan bumi akan diterima dan direkam oleh sensor. Tiap sensor mempunyai kepekaan berbeda dalam merekam obyek. Berdasarkan proses perekaman, sensor dibedakan : sensor fotografik, sensor elektronik

Sensor fotografik, Proses perekamannya dengan cara kimia. Tenaga elektromagnetik diterima dan direkam pada film yang bila dipeoses dengan cara kimiawi akan menghasilkan foto. Apabila pemotretan dilakukan di atas pesawat terbang atau wahana lain, maka hasil fotonya disebut foto udara ( visual)

Sensor elektronik Kelebihan sistem sensor elektronik yaitu : dalam hal penggunaan spektrum elektromagnetik lebih lebih luas, kemampuannya lebih besar dan lebih pasti dalam membedakan karakteristik spektral obyek, dan proses analisisnya lebih cepat karena menggunakan komputer.

Kemampuan dalam mengenalani obyek dengan membedakan karakteristik spektral obyek bersangkutan, interpretasi elektronik lebih besar dan pasti dibanding dengan interpretasi secara visual, karena keterbatasan dan kekurangmampuan manusia dalam membedakan karakteristik spektral obyek dalam mengevaluasi pola spasial. kedua cara ini sebaiknya digunakan dengan saling mengisi dan sebaiknya cara mana yang dipilih, kesemuanya harus disesuaikan terhadap tujuan aplikasi pengindraan jauhnya.

4. Data Di dalam penginderaan jauh sensor merekam tenaga yang dipantulkan atau dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi. Rekaman diproses menjadi data penginderaan jauh, kemudian dianalisia Data penginderaan jauh dapat berupa : digital, numerik atau visual.

Data visual dibedakan menjadi : data citra berupa gambaran yang mirip dengan gambar aslinya atau lebih dikenal dengan citra foto (photographic imaage) atau foto udara. Data non-citra (non-photographic image). berupa garis atau grafik contoh : grafik yang menggambarkan beda suhu

Perbedaan pokok antara keduanya, sebagai berikut Jenis citra Citra foto Citra non-foto Variabel perbedaan Sensor Kamera Non kamera, Kamera dengan detekteornya bukan film. Detektor Film Pita magnetik, foto konduktif, dsb. Proses perekaman Fotografi Elektronik Mekanisme perekaman Serentak Parsial

CITRA FOTO Citra foto dibedakan berdasarkan atas : a). Spektrum elektromagnetik, b). Sumbu kamera. c). Sudut liputan kamera, d). Jenis kamera, e). Warna yang digunakan, f). Sistem wahana dan penginderaan

Berdasarkan Spektrum elektromagnetik yang digunakan, citra dapat dibedakan menjadi : Foto ultraviolet, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum ultraviolet Foto ortokromatik, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum tampak dari saluran biru sampai sebagian hijau Foto pankromatik, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan seluruh spektrum tampak atau sinar.foto inframerah asli, yaitu foto yang dibuat dengan menggunakan spektrum inframerah dekat. Foto inframerah modifikasi, yaitu foto yang dibuat dengan spektrum inframerah dekat dan sebagian spektrum tampak pada saluran merah dan sebagian saluran hijau. Dari jenis-jenis foto tersebut diatas, yang paling banyak digunakan untuk penginderaan jauh saat ini adalah foto pankromatik ( karena harganya murah, dikembangkan paling lama sehingga orang terbiasa dengan jenis foto tersebut).

Berdasarkan Sumbu kamera, Citra dapat dibedakan berdasarkan arah sumbu kamera ke permukaan bumi : Foto vertikal, yaitu foto yang dibuat dengan sumbu kamera tegak lurus permukaan bumi, Foto condong dan foto sangat condong, yaitu foto yang dibuat dengan sumbu kamera menyudut permukaan bumi. Sudutnya lebih besar dari 10 0 Foto vertikal Foto agak condong Foto condong

Berdasarkan Sudut liputan kamera, Paine (1981) sebagai : Jenis kamera Panjang fokus (mm) Sudut liputan Jenis foto Sudut kecil 304.8 < 60 o Sudut kecil Sudut normal 209.5 60 o 75 o Sudut normal/ Sudut standar Sudut lebar 152.4 75 o 100 o Sudut lebar

Berdasarkan Jenis kamera yang digunakan, citra dapat dibedakan menjadi : Foto tunggal, yaitu foto yang dibuat dengan kamera tunggal. Tiap daerah liputan foto hanya tergambar oleh satu lembar foto. Foto jamak, yaitu beberapa foto dibuat pada saat yang sama dengan penggambaran daerah liputan yang sama.

Berdasarkan Warna yang digunakan, citra dapat dibedakan menjadi: Foto berwarna semu atau foto ultramerah warna obyek tidak sama dengan warna foto. Misalnya obyek vegetasi yang berwarna hijau dan banyak memantulkan spektrum inframerah, tampak merah pada foto. Foto berwarna asli, yaitu foto pankromatik berwarna.

Berdasarkan Sistem wahana dan penginderaannya yang digunakan, citra dapat dibedakan menjadi : Foto udara : yaitu foto hasil penginderaan dari pesawat udara, balon udara. Foto satelit, yaitu foto hasil penginderaan dari satelit

5. Analisis data Interpretasi citra adalah mengenali obyek yang tergambar pada citra. Tanpa mengenali identitas dan jenis obyek pada citra tidak mungkin melakukan analisis. Untuk mengenali obyek pada citra diperlukan unsur-unsur interpretasi citra yang terdiri dari sembilan unsur, yaitu :

UNSUR - UNSUR INTERPRETASI CITRA rona atau warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, banyangan, situs dan Asosiasi

Unsur Dasar Susunan Keruangan rona Rona Tingkat Kerumitam Primer Ukuran Bentuk Tekstur Pola Tinggi Bayangan Sekunder Situs Asosiasi CONTOH

RONA / WARNA Rona /wana ialah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra. Rona pada foto pancromatik merupakan obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektur tampak yang sering disebut sinar putih. Jadi rona merupakan tingkat dari hitam ke putih atau sebaliknya. misalkan obyek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan warna hijau dan merah, sehingga obyak akan tampak dengan warna kuning.

Rona pada foto hitam putih : warna menunjukan tingkat kegelapan yang lebih beranaka ragam. Ada tingkat kegelapan didalam warna biru, hijau dan sebagainya.oleh karena itu, membedaan obyek pada foto berwarna lebih mudah dibanding pada foto hitam putih. Obyek pertama kali tampak pada citra berdasarkan pada unsur rona dan warnanya. Setelah rona dan warna yang sama dikelompokan dan diberitanda, kemudian barulah tampak bentuk, tekstur, pola, ukuran dan banyangan.

BENTUK Bentuk merupakan atribut yang jelas untuk mengenali suatu obyek pada citra, sehingga banyak obyek yang yang dikenali berdasarkan pada unsur bentuknya saja Bentuk, ukuran dan tekstur dikelompakkan sebagai susunan ruang sekunder dalam hal tingkat kerumitan menginterpretasikan citra. contoh : Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf U, L, I atau berbentuk empat persegi panjang. Tajuk pohon palma berbentuk bintang, tajuk pohon pinus berbentuk kerucut, tajuk pohon bambu berbentuk bulu-bul, dan lain sebagainya. Gunung berapi berbentuk kerucut,

UKURAN Unsur ukuran merupakan atribut obyek yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Karena ukuran obyek pada cirta merupakan fungsi skala, maka di dalam memenfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu dingat skalanya. Contoh : Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor atau industri. Rumah mukim pada umumnya lebih kecil bila dibandingkan dengan kantor atau industri. Lapangan olah raga, disamping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan oleh ukuran sekitar 80m x 100m bagi lapangan sepak bola dan 8m x 15m bagi lapangan tenis,

TEKSTUR Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tektsur sering dinyatakan dengan kasar, sedang dan halus atau belang-belang. Contoh : Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertektur halus Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur halus Permukaan air yang tenang bertestur halus.

POLA Pola, tinggi, dan banyangan dikelompokan pada tingkat kerumitan tersier. Tingkat kerumitan nya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran, dan tekstur sebagai unsur interpretasi citra. Pola atau susunan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan beberapa obyek alamiah. Contoh : Pemukiman trasmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu rumah yang ukuran dan jaraknya seragam dan masing-masing menghadap jalan. Kebun karet, kebun kelapa, kebut kopi dan lain sebagainya mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan pola yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya.

BAYANGAN Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah banyangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun demikian, banyangan sering menjadi kunci pengenal yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya. Contoh : Cerobong asap, menara, tangki minyak dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari banyangannya. Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya banyangan.

SITUS Bersama-sama dengan asosiasi, situs dikelompokan kedalam kerumitan yang lebih tinggi. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan berkaitan dengan lingkungan sekitarnya. Contoh : Situs pohon kopi terletak di tanah yang miring, hal ini disebabkan tanaman kopi memerlukan pengaturan air yang baik.

ASOSIASI Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Karena ada keterkaitannya ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering menjadi petunjuk bagi adanya obyek lain. Contoh : Stasiun kereta api, yang berasosiasi dengan jalan kereta api lebih dari satu jalur atau bercabangcabang. Didalam mengenali obyek pada foto udara atau pada citra yang lainnya, dianjurkan untuk tidak hanya menggunakan satu unsur interpretasi citra, semakin banyak unsur interpretasi yang digunakan semakin menciut lingkupnya kearah titik simpul.

Contoh : pada foto udara terlihat tetumbuhan yang bertajuk berbentuk bintang. Pohon tersebut jelas berupa pohon palma, akan tetapi kemungkinannya masih cukup luas, mungkin palma tersebut berupa pohon kelapa, kelapa sawit, nipah, enau, atau sagu. Bila ditambah satu unsur interpretasi citra lagi misalnya unsur pola, maka kemungkinannya akan menciut. misalnya tetumbuhan tersebut mempunyai pola yang tidak teratur, maka tumbuhan tersebut kemungkinanya berupa pohon sagu atau enau, dan nipah. Bila ditambah satu unsur interpretasi lagi misalnya unsur ukuran, misalnya pohon tersebut tumbuh dengan tinggi > 10 m, maka kemungkinanya pohon enau atau sagu. Bila ditambah satu unsur lagi, yaitu unsur situs, misalnya pohon tersebut tumbuh didaerah yang becek dan berair, maka kemungkinan besar pohon tersebut adalah pohon sagu.

BENTUK POLA UKURAN SITUS Tajuk berbentuk bintang Tidak teratur Tinggi >10 m Air payau POHON KELAPA POHON KELAPA SAWIT POHON POHON NIPAH POHON ENAU POHON ENAU POHON SAGU POHON SAGU NIPAH POHON ENAU POHON SAGU SAGU

ALAT ALAT INTERPRETASI CITRA 1. Alat pengamat 2. Alat ukur 3. Alat pemindahan data hasil interpretasi 4. Alat analisis digital

ALAT PENGAMAT Memungkinkan menafsir/mengkaji citra secara visual, dengan pembesaran ( skala ) tertentu. 1. alat pengamat nonstereoskopik dapat digunakan untuk pengamatan dua dimensional alat ini paling sederhana seperti : lensa pembesar dan Meja sinar 2. stereoskopik dapat digunakan untuk pengamatan tiga dimensional dari citra yang bertampalan. terdiri dari : Lensa, cermin dan prisma.

Macam macam alat stereoskopik : Stereoskop lensa, Stereoskop cermin dan Stereoskop mikroskopik

Alat pengukur obyek pada Citra 1. alat Pengukur arah 2. alat pengukur jarak 3. alat pengukur luas 4. alat pengukur tinggi 5. alat pengukur lereng

1. Alat Pengukur Arah Alat pengukur arah berupa busur derajat Pengukuran bearing maupun asimut, pada foto dilakukan dari salah satu arah sebagai pangkalnya ( arah 0 0 -nya ). Arah pangkal ini ditentukan di medan dengan cara : 1. arah kompas 2. arah utara peta 3. arah suatu perwujutan yang telah diketahui, misalnya masjid mengarah ke Barat, maka utaranya diambil 90 0 searah jarum jam.

Alat pengukur Jarak Alat pengukur jarak tanpa pembesaran adalah penggaris dengan skala milimeter dan metal microruler alat pengukur jarak dengan pembesara adalah berupa lensa pembesar yang diberi skala mikrometer didalamnya.