PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KECAMATAN TALAMAU, PASAMAN BARAT TANGGAL 26 NOVEMBER 2016

ANALISIS HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN RADAR CUACA DI JAMBI (Studi Kasus 25 Januari 2015)

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI SUMATERA BARAT MENGAKIBATKAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KOTA PADANG TANGGAL 16 JUNI 2016

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

Analisis Hujan Lebat pada tanggal 7 Mei 2016 di Pekanbaru

IDENTIFIKASI MESOSCALE CONVECTIVE SYSTEM BERDASARKAN ANALISIS CITRA RADAR DI WILAYAH SUMATERA UTARA

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN KENCANG DI PRAMBON SIDOARJO TANGGAL 02 APRIL 2018

ANALISIS CUACA EKSTRIM NTB HUJAN LEBAT TANGGAL 31 JANUARI 2018 LOMBOK BARAT, LOMBOK UTARA, DAN LOMBOK TENGAH Oleh : Joko Raharjo, dkk

ANALISA KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI MUSIM KEMARAU DI WILAYAH SIDOARJO DAN SEKITARNYA.

ANALISIS PROFIL VERTIKAL SUHU DAN ANGIN SELAMA SIKLON TROPIS BAKUNG DI BEBERAPA STASIUN METEOROLOGI INDONESIA

SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP KONDISI CUACA DI INDONESIA (19 23 Desember 2016) Disusun oleh : Kiki, M. Res Rudy Hendriadi

ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH mm) DI LOMBOK TENGAH 15 SEPTEMBER 2016

ANALISIS ANGIN KENCANG DI KOTA BIMA TANGGAL 08 NOVEMBER 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN ES DI KABUPATEN SOLOK TANGGAL 4 JULI 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISA PERGERAKAN SIKLON TROPIS STAN DAN SIKLON TROPIS YVETTE DAN DAMPAKNYA TERHADAP CURAH HUJAN DI SUMBAWA BESAR

IDENTIFIKASI KEJADIAN PUTING BELIUNG DENGAN MENGGUNAKAN RADAR CUACA DOPPLER C-BAND DI LOMBOK

ANALISIS VERTICAL WIND SHEAR DAN BUOYANCY TERHADAP PERTUMBUHAN AWAN CUMULONIMBUS DI STASIUN METEOROLOGI JUANDA SURABAYA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

ANALISIS KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT DISERTAI ANGIN KENCANG DI WILAYAH RASAU JAYA, KAB. KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT TANGGAL 10 SEPTEMBER 2017

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KECAMATAN SAPE ( TANGGAL 02 JANUARI 2017 )

IDENTIFIKASI HUJAN ES MENGGUNAKAN RADAR GEMATRONIK (Studi Kasus Surabaya, 9 Desember 2015)

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KELURAHAN WOLOMARANG, KECAMATAN ALOK, WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (7 JANUARI 2017)

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT DI KOTA BALIKPAPAN TANGGAL 29 NOVEMBER

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

LAPORAN KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 08 APRIL 2009

LAPORAN KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI WILAYAH DKI DAN TANGERANG TANGGAL 15 MARET 2009

ANALISIS KONDISI ATMOSFER TERKAIT HUJAN LEBAT DI WILAYAH PALANGKA RAYA (Studi Kasus Tanggal 11 November 2015)

PENENTUAN NILAI AMBANG BATAS AWAN KONVEKTIF PADA PRODUK SWWI MENGGUNAKAN DATA RADAR CUACA DI WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS PEMBENTUKAN AWAN CB TUNGGAL PADA KEJADIAN HUJAN EKSTREM DI KEDIRI LOMBOK (Studi Kasus Tanggal 16 Januari 2016)

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN ES DI PACET MOJOKERTO TANGGAL 19 FEBRUARI 2018

ANALISIS EKSTRIM DI KECAMATAN ASAKOTA ( TANGGAL 4 dan 5 DESEMBER 2016 )

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

ANALISIS KEJADIAN HUJAN ES DI DUSUN SORIUTU KECAMATAN MANGGALEWA KABUPATEN DOMPU ( TANGGAL 14 NOVEMBER 2016 )

KAJIAN METEOROLOGI TERKAIT HUJAN LEBAT MENGGUNAKAN SATELIT TRMM, SATELIT MT-SAT DAN DATA REANALISIS (Studi Kasus Banjir di Tanjungpandan)

Gambar 1. Peta Lintasan Siklon Tropis Dahlia ( Sumber :

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI DUSUN WAYARENG DESA MULYOSARI KEC.BUMI AGUNG KAB. LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Tanggal 18 Februari 2018)

ANALISIS CUACA EKSTRIM TERKAIT KEJADIAN HUJAN LEBAT DAN BANJIR DI PULAU BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA - BELITUNG TANGGAL 11 MARET 2018

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

2017, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengamatan dan Pen

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KECAMATAN ALOK WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (16 DESEMBER 2016)

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

KEJADIAN POHON TUMBANG DI PANGKALAN BUN TANGGAL 5 APRIL 2017

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN LEBAT DAN TANAH LONGSOR DI WILAYAH PETANG BADUNG TANGGAL 30 NOPEMBER 2016

ANALISIS HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI WILAYAH AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH (7 FEBRUARY 2017)

INTERPRETASI RADAR CUACA SEBAGAI KAJIAN PUTING BELIUNG DAN ANGIN KENCANG WILAYAH JAWA TIMUR (Studi Kasus Sidoarjo, Bangkalan dan Pasuruan)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Studi Kasus Tanggal 29 Desember 2017)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR TANGGAL 26 OKTOBER 2017 DI BANDARA PONGTIKU KABUPATEN TANA TORAJA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI KECAMATAN KRUI SELATAN KABUPATEN PESISIR BARAT LAMPUNG (Studi Kasus Tanggal 11 Oktober 2017)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISIS KEJADIAN ANGIN KENCANG DAN HUJAN LEBAT DI KAB. MEMPAWAH KALIMANTAN BARAT TANGGAL 09 AGUSTUS 2017

STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG

ANALISIS CUACA EKSTREM NTB HUJAN LEBAT DI STASIUN METEOROLOGI BANDARA INTERNASIONAL LOMBOK TANGGAL 11 FEBRUARI 2017

ANALISIS CUACA EKSTREM NTB HUJAN LEBAT DI SAMBELIA LOMBOK TIMUR TANGGAL 08 FEBRUARI 2017

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI BANDAR LAMPUNG (Studi Kasus Tanggal Maret 2018)

ANALISIS CUACA EKSTREM DI KOTA JAMBI DAN KAB MUARA JAMBI TANGGAL 24 FEBRUARI 2016

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI KABUPATEN BIMA ( TANGGAL 13 FEBRUARI 2017 )

ANALISIS KEJADIAN HUJAN DISERTAI ANGIN KENCANG DI WILAYAH KOTA PONTIANAK DAN SEKITARNYA KALIMANTAN BARAT TANGGAL 04 DESEMBER 2017

KAJIAN METEOROLOGI SAAT PENYIMPANGAN HUJAN HARIAN DI AMBON PADA BULAN JULI 2014

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA

KAJIAN INDEKS STABILITAS ATMOSFER TERHADAP KEJADIAN HUJAN LEBAT DI WILAYAH MAKASSAR (STUDI KASUS BULAN DESEMBER )

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM (BANJIR) DI KEC.NGARAS KABUPATEN PESISIR BARAT (study kasus tgl 09 Nopember 2017)

LAPORAN KEJADIAN ANGIN KENCANG DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 22 APRIL 2009

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM TERKAIT HUJAN LEBAT, BANJIR DAN TANAH LONGSOR DI KOTA BALIKPAPAN DAN PENAJAM PASIR UTARA (PPU) TANGGAL 17 MARET 2018

Analisis Hujan Bulan Juni 2012 Iklim Mikro Bulan Juni 2012 Prakiraan Hujan Bulan Agustus, September dan Oktober 2012

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MUHAMMAD SALAHUDDIN BIMA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN BANJIR DI PULAU BANGKA TANGGAL 07 FEBRUARI 2016

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH BINJAI, MEDAN, DELI SERDANG SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016

Pengaruh Angin Dan Kelembapan Atmosfer Lapisan Atas Terhadap Lapisan Permukaan Di Manado

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA

STASIUN METEOROLOGI PANGKALPINANG

ANALISIS KLIMATOLOGI BANJIR BANDANG BULAN NOVEMBER DI KAB. LANGKAT, SUMATERA UTARA (Studi Kasus 26 November 2017) (Sumber : Waspada.co.

LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 04 OKTOBER 2009

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Transkripsi:

PROFIL WIND SHEAR VERTIKAL PADA KEJADIAN SQUALL LINE DI SAMUDERA HINDIA PESISIR BARAT SUMATERA VERTICAL WIND SHEAR PROFILE ON SQUALL LINE EVENT IN SUMATERA WEST COASTAL INDIAN OCEAN Herlan Widayana 1), R. Th. Agus Heru Riyanta 2) 1) Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jln. Perhubungan 1 No.5, Pondok Betung, Tangerang Selatan 2) Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Jln. Angkasa 1 No.2, Kemayoran, Jakarta Pusat E-mail: hwidayana@gmail.com 1) ABSTRAK Identifikasi profil wind shear vertikal yang menyertai pembentukan squall line diperlukan karena salah satu yang mempengaruhi struktur dan evolusi suatu sistem konveksi adalah profil wind shear vertikal. Pada penelitian ini digunakan produk radar cuaca CMAX untuk identifikasi pembentukan squall line dan mengetahui jenis squall line. Dampak cuaca yang ditimbulkan dilihat dari produk radar cuaca PAC untuk hujan, dan data pengamatan Automated Weather Observing System untuk kecepatan angin. Data angin hasil pengamatan Radiosonde diplot pada hodograph untuk mengetahui profil wind shear vertikal. Dari 5 kejadian squall line dihasilkan semakin besar nilai komponen wind shear vertikal 0-3 km yang tegak lurus orientasi awal garis squall line maka squall line bertahan lebih lama, dan menimbulkan dampak cuaca yang lebih hebat.. Kata kunci: wind shear vertikal, squall line, hodograph ABSTRACT Identification of vertical wind shear profile that accompanies the formation of squall line is necessary because one that affects the structure and evolution of a convection system is vertical wind shear profile. In this study CMAX weather radar product is used to identify formation of squall line and types of squall line. The impact of weather, views from PAC weather radar product for precipitation, and Automated Weather Observing System for wind speed. Wind data from radiosonde observation are plotted on hodograph to know the vertical wind shear profile. From 5 squall line events resulting the greater value of component 0-3 km vertical wind shear prependicular to initial line orientation associated with persist longer and more severe weather squall line. Keywords: vertical wind shear, squall line, hodograph I. PENDAHULUAN Pada tanggal 12 Juni 2014 dari citra radar cuaca Padang diidentifikasi terdapat squall line di Samudera Hindia Pesisir Barat Sumatera. Squall line yang terjadi pada tanggal tersebut menghasilkan cuaca ekstrem berupa angin kencang, tercatat dari hasil pengamatan udara permukaan Stasiun Meteorologi Tabing Padang pada tanggal 12 Juni 2014 kecepatan angin permukaan mencapai lebih dari 30 knot. Dikutip dari media online www.infosumbar.net hujan dan angin kencang yang menerjang wilayah Sumatera Barat pada tanggal 12 Juni 2014 menyebabkan lima pohon dan satu baliho tumbang, hal ini tentunya sangat merugikan masyarakat. Menurut COMET (2004), salah satu yang mempengaruhi struktur dan evolusi suatu sistem konveksi adalah profil wind shear vertikal, dimana nilai wind shear dan bentuk hodograph penting untuk mengetahui evolusi

sistem konveksi. Oleh karena itu profil wind shear vertikal dapat dimanfaatkan untuk memprediksi kejadian squall line, dan diperlukan identifikasi khusus profil wind shear vertikal yang menyertai pembentukan squall line. Komponen wind shear vertikal lapisan bawah yang tegak lurus dengan orientasi garis squall line adalah faktor sangat penting yang mengendalikan struktur dan perkembangan squall line. Gambar 1.1 dibawah adalah contoh beberapa kondisi vektor wind shear lapisan bawah terhadap orientasi dari squall line. Wind shear Daerah tropis (LFC 0,5 1,5 km) Tabel 1.1 kriteria wind shear vertikal lemah sedang kuat <5 m/s (10 kt), 5-10 m/s (10-20 kt), >10 m/s (20 kt), II. METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan tempat Penelitian dilakukan pada tanggal 12, 13, 14, 17 dan 18 Juni 2014 dengan lokasi Samudera Hindia Pesisir Barat Sumatera dimana terjadinya fenomena squall line, dan Stasiun Meteorologi Tabing Padang dengan koordinat 00 53 LS - 100 22 BT (titik merah pada gambar 3.1) sebagai tempat titik pengamatan dampak cuaca akibat squall line. Gambar 2.1 Lokasi penelitian Gambar 1.1 Contoh beberapa kondisi wind shear vertikal lapisan bawah terhadap orientasi squall line dilihat dari hodograph (COMET, 2004) Pada kondisi pertama komponen wind shear tegak lurus terhadap squall line, dan memungkinkan sekali squall line menjadi hebat, dan bertahan lama. Kondisi ketiga dimana tidak ada komponen wind shear yang tegak lurus terhadap squall line, maka hal ini akan sama dengan kondisi tidak ada wind shear menghasilkan intensitas squall line lebih lemah dan bertahan tidak lama. Kondisi kedua dimana komponen wind shear yang tegak lurus terhadap squall line tidak terlalu besar, maka intensitas squall line antara lemah hingga sedang, dan bertahan lebih lama dibanding kondisi tidak ada wind shear yang tegak lurus. 2.2 Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dengan rincian data sebagai berikut : a) Data radar cuaca gematronik Stasiun Meteorologi Tabing Padang dalam bentuk raw data, pada tanggal kejadian squall line yaitu 12, 13, 14, 17, dan 18 Juni 2014. Data radar digunakan untuk identifikasi proses pembentukan, waktu hidup squall line, dan sebaran dampak hujan akibat squall line. b) Data angin hasil pengamatan Automated Weather Observing System (AWOS) Stasiun Meteorologi Tabing Padang pada tanggal kejadian squall line, yang digunakan untuk melihat dampak kecepatan angin yang ditimbulkan oleh squall line.

c) Data hasil pengamatan udara atas Stasiun Meteorologi Tabing Padang, pada jam pengamatan sebelum terjadinya squall line yaitu pada jam 12.00 UTC untuk tanggal 12, 13, 17, dan 18 Juni 2014, dan jam 00.00 UTC untuk tanggal 14 Juni 2014. 2.3 Metode Langkah penelitian adalah sebagai berikut : a) Identifikasi squall line yang terjadi di Samudera Hindia Pesisir Barat Sumatera dengan data radar Stasiun Meteorologi Tabing Padang menggunakan software Rainbow 5 dengan fitur Display Analysis and Research Tool (DART). Produk yang digunakan adalah produk CMAX (column maximum) untuk mengetahui nilai reflektifitas maksimum dari echo pada setiap elevasi yang dihasilkan radar. b) Analisis dampak hujan yang ditimbulkan dilakukan dengan software Rainbow 5 dengan fitur DART digunakan Produk PAC (Precipitation Accumulation) untuk mengetahui akumulasi curah hujan yang dihasilkan selama terjadi squall line. Kemudian data angin hasil pengamatan Automated Weather Observing System (AWOS) Stasiun Meteorologi Tabing Padang digunakan untuk mengetahui kecepatan angin yang ditimbulkan oleh squall line. Dampak cuaca yang ditimbulkan oleh squall line berupa hujan dan angin kencang mengacu pada peraturan Kepala BMKG Nomor: KEP.009 TAHUN 2010, dimana yang dimaksud angin kencang adalah angin dengan kecepatan diatas 25 knot, dan yang dimaksud hujan lebat adalah hujan dengan intensitas paling rendah 50 mm/24 jam dan/atau 20 mm/jam. c) Data hasil pengamatan udara atas Stasiun Meteorologi Tabing Padang dalam bentuk sandi diolah dengan software RAOB 5.7 menggunakan fitur listing agar mendapat interval yang baik untuk pengeplotan angin pada hodograph yang mengacu pada Bluestein dan Jain (1985) dimana pengeplotan dilakukan dengan interval 0,4 km dari lapisan permukaan hingga ketinggian 2 km, dan interval 1 km dari ketinggian 2 km hingga ketinggian 11 km. d) Menghitung komponen wind shear vertikal lapisan 0-3 km yang tegak lurus terhadap orientasi awal garis squall line, dengan melakukan penguraian vektor bulk wind shear 0-3 km. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Citra Radar Kejadian tanggal 12 Juni 2014 squall line yang terbentuk dapat dikategorikan sebagai squall line yang panjang karena panjangnya mencapai >200 km. Durasi hidup squall line mulai dari awal pertumbuhan yang teridentifikasi pada citra radar hingga punah ketika memasuki daratan mencapai waktu 4 jam 20 menit. Jika dilihat dari proses pertumbuhan (lampiran 1) squall line ini termasuk jenis broken line Bluestein dan Jain (1985). Pada kejadian tanggal 13 Juni 2014 dari identifikasi citra radar (lampiram 2) squall line yang terbentuk termasuk jenis broken line berdasarkan klasifikasi Bluestein dan Jain (1985) karena diawali oleh pertumbuhan selsel konvektif yang terpisah-pisah membentuk garis kemudian saling bergabung. Durasi hidup mulai dari awal pertumbuhan yang teridentifikasi pada citra radar hingga punah adalah selama 2 jam 20 menit. Dari identifikasi citra radar tanggal 14 Juni 2014 (lampiran 3), sel-sel konvektif berorientasi linier yang terbentuk termasuk jenis Line Echo Wave Patterns (LEWPs), yaitu bow echoes yang terdapat pada squall line (Weisman dan Przybylinski, 1999). Durasi hidup mulai dari awal pertumbuhan yang teridentifikasi pada citra radar hingga punah adalah selama 2 jam 40 menit. Kejadian tanggal 17 Juni 2014 dari identifikasi citra radar (lampiran 4) pada awal pembentukan squall line yang terbentuk dapat dikategorikan sebagai back building karena sel konvektif baru terus tumbuh dibelakang sel konvektif yang telah lebih dulu ada (Bluestein dan Jain, 1985). Sementara itu sel konvektif linier baru yang terbentuk dikategorikan bow echoes,

karena terdapat pola rear inflow notch. Durasi hidup squall line mulai dari awal pertumbuhan hingga punah ketika memasuki daratan mencapai waktu 2 jam 40 menit, dan durasi hidup bow echoes mencapai waktu 2 jam 10 menit. Sementara itu untuk kejadian tanggal 18 Juni 2014, dari identifikasi citra radar (lampiran 5) pembentukan squall line terjadi pada area perawanan stratiform dan termasuk kategori embeded areal (Bluestein dan Jain,1985). Durasi hidup squall line mulai dari awal pembentukan hingga punah mencapai waktu 2 jam 50 menit. Identifikasi citra radar cuaca dari 5 kejadian, dihasilkan 4 kejadian yang jelas menunjukkan squall line berorientasi linier yaitu tanggal 12, 13, 17, dan 18 Juni 2014. Namun untuk kejadian tanggal 17 Juni 2014 memiliki ciri khusus dimana squall line berorientasi linier berkembang menjadi bow echoes. Kemudian untuk kejadian tanggal 14 Juni 2014 sangat berbeda dari 4 kejadian lain dimana dari awal pembentukan sudah berbentuk melengkung dan tidak berorientasi linier. 3.2 Dampak Cuaca Dampak cuaca yang ditimbulkan untuk hujan yang dilihat dari citra radar produk PAC (Lampiran 6) menunjukkan bahwa hujan yang terjadi selama waktu kejadian squall line tanggal 12 Juni 2014 adalah intensitas ringan hingga sedang. Sementara itu dari hasil pengamatan AWOS Stasiun Meteorologi Tabing Padang tercatat kecepatan angin mencapai 32 knot dan termasuk kategori ekstrem. Dampak cuaca yang ditimbulkan untuk hujan yang dilihat dari citra radar produk PAC menunjukkan bahwa hujan yang terjadi selama waktu kejadian squall line tanggal 13 Juni 2014 adalah intensitas ringan hingga sedang. Sementara itu untuk dampak angin kencang yang ditimbulkan tidak bisa diketahui karena keterbatasan titik pengamatan angin (AWOS Stasiun Meteorologi Tabing Padang) yang cukup jauh dari tempat terjadinya squall line yang berada di Kepulauan Mentawai. Dampak cuaca yang ditimbulkan untuk hujan yang dilihat dari citra radar produk PAC menunjukkan bahwa hujan yang terjadi selama waktu kejadian squall line tanggal 14 Juni 2014 adalah intensitas ringan. Sementara itu dari hasil pengamatan AWOS Stasiun Meteorologi Tabing Padang tercatat kecepatan angin tertinggi mencapai 30 knot dan termasuk kategori ekstrem Dampak cuaca yang ditimbulkan untuk hujan yang dilihat dari citra radar produk PAC menunjukkan bahwa hujan yang terjadi selama waktu kejadian squall line tanggal 17 Juni 2014 adalah intensitas ringan, dari hasil pengamatan AWOS Stasiun Meteorologi Tabing Padang tidak tercatat adanya kecepatan angin >25 knot. Sementara itu setelah squall line punah dan muncul bow echoes dampak cuaca yang ditimbulkan untuk hujan yang dilihat dari citra radar produk PAC hujan yang terjadi selama kejadian bow echoes tanggal 17 Juni 2014 berupa hujan ringan, dan untuk kecepatan angin tertinggi yang tercatat dari hasil pengamatan AWOS Stasiun Meteorologi Tabing Padang mencapai 21 knot dan tidak memenuhi kriteria ekstrem. Dampak cuaca yang ditimbulkan untuk hujan yang dilihat dari citra radar produk PAC menunjukkan bahwa hujan yang terjadi selama waktu kejadian squall line tanggal 18 Juni 2014 adalah intensitas ringan hingga sedang. Sementara itu dari hasil pengamatan AWOS Stasiun Meteorologi Tabing Padang tercatat kecepatan angin tertinggi mencapai 35 knot dan termasuk kategori ekstrem. 3.3 Kondisi Wind Shear Vertikal Tabel 4.1 menunjukkan bahwa semakin besar nilai komponen wind shear vertikal 0-3 km yang tegak lurus orientasi awal squall line maka squall line bertahan lebih lama, dan menimbulkan dampak cuaca yang lebih hebat. Untuk kategori kuat pada kejadian tanggal 12 Juni 2014 jelas terlihat perbedaan durasi hidup dan dampak cuaca yang ditimbulkan, sementara itu untuk kategori lemah dan sedang dari durasi hidup perbedaannya tidak terlalu jauh, tetapi untuk dampak yang ditimbulkan terlihat jelas berbeda. Hal ini menunjukan kriteria wind shear vertikal untuk kejadian squall line oleh COMET (2004) bersesuaian dengan 4 kejadian squall line pada penelitian ini.

Tabel 3.1 Perbandingan durasi hidup, dampak cuaca, serta komponen tegak lurus tiap kejadian No. Tanggal Jenis squall line Durasi hidup (jam) Dampak cuaca Komponen tegak lurus 0-3 km (knot) 1 12 Juni 2014 broken line 4,33 2 13 Juni 2014 3 17 Juni 2014 broken line 2,33 hujan ringansedang, kecepatan angin 32 knot hujan ringansedang 21,78 (kuat) 3,44 (lemah) back building 2,66 hujan ringan 4,16 (lemah) 4 18 Juni 2014 embeded areal 2,83 hujan ringansedang, angin 35 knot 14,56 (sedang) IV. KESIMPULAN Semakin besar nilai komponen wind shear vertikal 0-3 km yang tegak lurus orientasi awal garis squall line maka squall line bertahan lebih lama, dan menimbulkan dampak cuaca yang lebih hebat. V. DAFTAR PUSTAKA Bluestein, Howard B., dan Jain, Michael H., 1985, Formation of Mesoscale Lines of Precipitation: Severe Squall Lines in Oklahoma during the Spring, Journal of the Atmospheric Sciences, Vol. 42, pp 1711-1732, American Meteorological Society. COMET Program, 2004, Severe Convection II : Mesoscale Convection System, http://www.meted.ucar.edu/mesoprim/sever e2/, diakses tanggal 28 Desember 2015. Wulandari, Eka Suci P., 2015, Kajian Kondisi Penyimpangan Atmosfer Saat Kejadian Asap di Padang Tahun 2014, Skripsi, Diploma IV Meteorologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Tangerang Selatan.

LAMPIRAN Lampiran 1 citra radar cuaca produk CMAX tanggal 12 Juni 2014

Lampiran 2 citra radar cuaca produk CMAX tanggal 13 Juni 2014

Lampiran 3 citra radar cuaca produk CMAX tanggal 14 Juni 2014

Lampiran 4 citra radar cuaca produk CMAX tanggal 17 Juni 2014

Lampiran 5 citra radar cuaca produk CMAX tanggal 18 Juni 2014

Lampiran 6 citra radar cuaca produk PAC

Lampiran 7 perhitungan komponen tegak lurus wind shear vertikal 0-3 km tanggal 12 Juni 2014

Lampiran 8 perhitungan komponen tegak lurus wind shear vertikal 0-3 km tanggal 13 Juni 2014 Lampiran 9 perhitungan komponen tegak lurus wind shear vertikal 0-3 km tanggal 14 Juni 2014

Lampiran 10 perhitungan komponen tegak lurus wind shear vertikal 0-3 km tanggal 17 Juni 2014 Lampiran 11 perhitungan komponen tegak lurus wind shear vertikal 0-3 km tanggal 18 Juni 2014