Berpikir kritis dan Bersikap Demokratis
Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (QS. Ali- Imran: 190-191).
Asbabun Nuzul At-Tabari dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abas r.a.,bahwa orang-orang Quraisy mendatangi kaum Yahudi dan bertanya, Bukti-bukti kebenaran apakah yang dibawa Musa kepadamu? Dijawab, Tongkatnya dan tangannya yang putih bersinar bagi yang memandangnya. Kemudian mereka mendatangi kaum Nasrani dan menanyakan, Bagaimana halnya dengan Isa? Dijawab, Isa menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan penyakit sopak serta menghidupkan orang yang sudah mati. Selanjutnya mereka mendatangi Rasulullah saw. dan berkata, Mintalah dari Tuhanmu agar bukit safa itu jadi emas untuk kami. Maka Nabi berdoa, dan turunlah ayat ini (Q.S. Ali 'Imran/3:190-191), mengajak mereka memikirkan langit dan bumi tentang kejadiannya, hal-hal yang menakjubkan di dalamnya, seperti bintang-bintang, bulan,dan matahari serta peredarannya, laut, gunung-gunung, pohon-pohon, buah-buahan, binatang-binatang, dan sebagainya.
Isi Kandungan
Kandungan yang terdapat di surat ali imron ayat 191 Di dalam ayat yng ke 191, diterangkan kareteristik uli hibab (orang-orang yang berfikir) yaitu melakukan aktivitas dzikir dan berfikir sebagai metode memahami alam, baik yang ghaib maupun yang nyata. Dzikir sesara bahasa bersal dari kata dzakara, tadzakara yang berarti menyebut, menjaga, mengingat-ingat. Secara istilah dzikir berarti tidak pernah melepaskan Allah dari ingatan ketika beraktifitas, baik ketika duduk, berdiri, maupun berbaring. Ketika hal itu mewakili aktifitas manusia dalam kehidupannya. Dzikir merupakan aktifitas yang harus dilakukan selalu dalam kehidupan. Dzikir dapat dilakukan dengan hati, lisan, maupun dengan perbuatan. Dzikir dengan hatu artinya kalbu manusia harus selalu bertaubat kepada Allah, yang dikarenakan adanya cinta, takut, dan harap kepadanya yang berhimpun di hati. Dzikir dengan lisan berarti menyebut nama Allah dengan lisan, misalnya ketika mendapatkan nikmat mengucapkan hamdalah, ketika memulai suatu pekerjaan mengucapkan basmalah, ketika takjub mengucapkan tasbih. Dzikir dengan perbuatan berarti memfungsikan seluruh anggota badan dalam kegiatan yang sesuai dengan aturan Allah. Dan dengan berdzikir manusia akan memahami secara jelas petunjuk ilahiyah yang tersirat maupun yang tersurat di dalam Al Qur an maupun as sunnah sebagai mainhajul hayah (pedoman hidup).
QS Al imran ayat 159 Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-nya
Asbabun Nuzul Sebab turunnya ayat ke 159 surat Ali Imran adalah seusai terjadi Perang Uhud, dimana pasukan musyrik Quraisy yang memutar jalan berhasil memukul pasukan panah Islam yang turun dari bukit Uhud untuk mengambil harta ghanimah (rampasan perang). Pasukan Islam mengira bahwa pasukan Quraisy telah kalah dan peperangan telah benar-benar usai. Akibat kekeliruan ini banyak sahabat yang gugur, termasuk Hamzah paman Nabi SAW. Melihat kekeliruan yang dilakukan para sahabat, tidak membuat Nabi SAW marah dan kesal. Karena Allah SWT telah melembutkan hatinya sebagaimana dengan firman-nya: Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.. (QS. Ali Imran: 159). Sifat lembut hati merupakan salah satu akhlak mulia dari Nabi S AW seperti yang dikatakan Abdullah bin Umar: Sesungguhnya, saya menemukan sifat Rasulullah SAW dalam kitab-kitab terdahulu itu demikian : Sesungguhnya tutur katanya tidak kasar, hatinya tidak keras, tidak suka berteriak-teriak dipasar-pasar, dan tidak suka membalas kejahatan orang dengan kejahatan lagi, namun dia memaafkan dan mengampuninya. (Tafsir Ibnu Katsir II, hl.608)
Isi Kandungan