MODUL PERKULIAHAN Struktur Baja 1 Batang Tarik #1 Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Program Studi Teknik Sipil Tatap Kode MK Disusun Oleh Muka 03 MK11052 Abstract Modul ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar mengenai perencanaan batang tarik pada struktur baja Kompetensi Mahasiswa/i mampu menentukan dan menghitung kapasitas rencana dari batang tarik
Batang Tarik ( Tension Member) 1. Pendahuluan Batang tarik merupakan elemen struktur yang dihubungkan dengan gaya gaya tarik aksial. Elemen struktur ini dapat kita jumpai seperti pada struktur rangka jembatan, rangka atap, menara/tower transmisi dan lainnya. Batang ini dapat terdiri dari profil tunggal ataupun profilprofil tersusun, dimana hal yang paling menentukan adalah kondisi dari penampang atau cross-section dari batang tersebut. Contoh dari penampang (section) batang tarik adalah profil bulat, pelat, siku, siku ganda, siku bintang, kanal, WF, dan lain-lain. Gambar profil berikut menunjukkan beberapa penampang dari batang tarik yang umum digunakan. 2
Gbr1. Elemen dari jembatan baja (Truss Bridge) Gbr2. Gusset plate (plat sambung) pada batang tarik dengan sambungan baut Desain dan analisis dari elemen struktur umumnya adalah pemilihan dari ukuran penampang yang mampu menahan beban. 2. Tahanan Nominal (Kapasitas Tarik) Dalam menentukan kapasitas tarik dari suatu elemen struktur, terdaapt tiga kondisi yang harus diperiksa, dimana hal ini dipegaruhi oleh kondisi batas atau kegagalan dari material elemen tersebut. Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 10.1 dinyatakan bahwa semua komponen struktur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor sebesar T u, maka harus memenuhi: 3
T n adalah tahanan nominal dari penampang yang ditentukan berdasarkan tiga macam kondisi keruntuhan batang tarik : a. Kondisi leleh dari luas penampang kotor, didaerah yang jauh dari sambungan. Bila kondisi leleh yang menentukan, maka tahanan nominal, T n dari batang tarik : b. Kondisi fraktur dari luas penampang bersih (netto) pada daerah sambungan. Pada batang tarik yang mempunyai lubang, misalnya untuk penempatan baut, maka luas penampangnya tereduksi, yang dinamakan luas netto (A n ). Lubang pada batang menimbulkan konsentrasi tegangan akibat beban kerja. Pada teori elastisitas menunjukkan bahwa tegangan tarik di sekitar lubang baut tersebut adalah sekitar 3 kali tegangan rerata pada penampang netto. Ketika serat bagian dalam material mencapai regangan leleh E y = fy/e s, tegangan menjadi konstan sebesar fy, dengan deformasi yang masih berlanjut sehingga semua serat dalam material mencapai E y atau lebih. Tegangan yang terkonsentrasi di sekitar lubang akan menimbulkan fraktur pada sambungan. Jika kondisi ini yang menentukan pada sambungan, maka tahanan nominal T n tersebut :
Kondisi LRFD : pada Load and Resistance Factor Design, beban terfaktor akan dibandingkan dengan kekuatan elemen struktur. Kekuatan tahanan nominal batang tarik: Pu = kombinasi dari beban terfaktor = faktor reduksi kekuatan nominal elemen Nilai faktor reduksi kekuatan nominal : For yielding, t = 0.90 For fracture, t = 0.75 Dengan demikian, ada dua (2) kondisi batas yang harus terpenuhi : P u 0.90 F y.a g P u 0.75 F u.a e The smaller of these is the design strength of the member. Kondisi ASD : Pada Allowable Strength Design, total dari beban service/layan (tidak terfaktor) akan dibandingkan dengan kekuatan ijin bahan elemen struktur P a = beban service/ijin yang diaplikasi = kekuatan/tahanan ijin elemen struktur Untuk leleh/yielding dari gross section, the safety factor Ω t is 1.67, maka : Untuk kondisi fraktur, SF (Safety Factor) = 2, maka : Contoh 1a.: 5
Note: Jenis baja A37 identik dengan BJ37 1 inch = 25. mm ; 1 inch 2 = 65.16 mm 2 1 kip =.8 kn 1kN = 100 kg 6
3. Luas Netto Lubang yang dibuat pada sambungan untuk menempatkan alat pengencang seperti baut ataupun paku keling dapat mengurangi luas penampang, sehingga akan mengurangi tahanan penampang tersebut. Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 17.3.5 mengenai pelubangan untuk baut, dinyatakan bahwa suatu lubang bulat untuk baut harus dipotong dengan mesin pemotong dengan api, atau dibor ukuran penuh, atau dipons 3 mm lebih kecil dan kemudian diperbesar, atau dipons penuh. Selain itu, dinyatakan pula bahwa suatu lubang yang dipons hanya diijinkan pada material dengan tegangan leleh (f y ) tidak lebih dari 360 MPa dan ketebalannya tidak melebihi 5600/f y mm. Selanjutnya pada pasal 17.3.6 diatur mengenai ukuran lubang suatu baut, yang dinyatakan bahwa diameter nominal dari suatu lubang yang sudah jadi, harus 2 mm lebih besar dari diameter nominal baut untuk suatu baut yang diameternya tidak lebih dari 2 mm. Untuk baut yang diameternya lebih dari 2 mm, maka ukuran lubang harus diambil 3 mm lebih besar. Luas netto penampang batang tarik tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas bruttonva, A n 0,85 A g. Contoh 2a : Hitunglah luas netto dari suatu batang tarik yang menggunakan baut dengan diameter 19 mm. Lubang dibuat dengan metoda punching. 7
Contoh 2b.: pelat dengan ukuran 210 x 8 mm. Kondisi/efek dari staggered holes (lubang berselang-seling) Lubang baut dapat diletakkan berselang-seling seperti dalam Gambar berikut. Dalam SNI 03-1729-2002 pasal 10.2.1 diatur mengenai cara perhirungan luas netto penampang dengan lubang yang diletakkan berselang-seling, dinyatakan bahwa luas netto harus dihitung berdasarkan luas minimum antara potongan 1 dan potongan 2. 8
Contoh 3 : Penyelesaian : 9
Sambungan diletakkan berselang-seling (staggered) pada sebuah profil siku, kanal atau WF, maka penentuan nilai U sebagai berikut : 10
Contoh : Hitung A n minimum dari batang tarik berikut, yang terbuat dari profil siku L 100.150.10. Dengan diameter lubang = 25 mm. Luas kotor Ag = 220 mm 2 ( tabel profil baja ) Lebar Lubang = 25 mm Potongan AC = An = 220 2(25)(10) = 1880 mm 2 Potongan ABC = An = 220 3(25)(10) + 75 2 x10/x60 + 75 2 x10/x105 = 2038.30 mm 2 Periksa terhadap syarat An = 0,85. Ag. Jadi An minimum adalah 1880 mm 2 0,85 Ag = 0,85 (220) = 2057 mm 2 11
Daftar Pustaka 1. Salmon, C.G. & Jojnson, J.E, Steel Structure, Design and Behavior th Edition. 2. SNI 03-1729-2002 Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung 3. SNI 03 1726 2002 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung. Joseph E Bowles, Structural Steel Design, The Harper and Row Publisher, New York, USA 5. Segui, W.T., Steel Design Cengage Learning 6. Setiawan A., Perencanaan Struktur Baja Metode LRFD Erlangga 2008 7. Aghayere A., Vigil J., Structural Steel Design Pearson Prentice-Hall 2009 12