BAB I PENDAHULUAN. PT Kemasan Cipta Nusantara merupakan perusahaan yang bergerak dibidang

dokumen-dokumen yang mirip
FOULING DAN PENGARUHNYA PADA FINAL SECONDARY SUPERHEATER PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya, yang dapat digunakan untuk membuat langkah-langkah yang diperlukan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

PENGOLAHAN AIR SUNGAI UNTUK BOILER

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III DASAR TEORI SISTEM PLTU

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3 KARAKTERISTIK LOKASI DAN PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN DENGAN AIR HEATER TANPA SIRIP

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI TUNGKU PEMBAKARAN MENGGUNAKAN AIR HEATER YANG DIPASANG DIDINDING BELAKANG TUNGKU

BAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PERHITUNGAN EFISIENSI BOILER

BAB VI ANALISA PENGHEMATAN BIAYA BAHAN BAKAR MINYAK DENGAN BAHAN BAKAR GAS

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

BAB III PROSES PEMBAKARAN

Efisiensi PLTU batubara

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

PROSES PRODUKSI ASAM SULFAT

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENGARUH KANDUNGAN KARBON TETAP PADA BATUBARA TERHADAP EFISIENSI KETEL UAP PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2

meningkatan kekuatan, kekerasan dan keliatan produk karet. Kata kunci : bahan pengisi; komposisi kimia; industri karet

II. TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KOMPOSISI BATUBARA MUTURENDAH TERHADAP PEMBENTUKAN SLAGGING DAN FOULING PADA BOILER

BAB II. Tinjauan Pustaka

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

BAB VII PENDINGINAN MOTOR

BAB II. KAJIAN PUSTAKA. Biomassa adalah bahan organik yang dihasilkan melalui proses fotosintetis,

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

RECOVERY ALUMINA (Al 2 O 3 ) DARI COAL FLY ASH (CFA) MENJADI POLYALUMINUM CHLORIDE (PAC)

PENCEGAHAN KERAK DAN KOROSI PADA AIR ISIAN KETEL UAP. Rusnoto. Abstrak

Lapisan Keramik Fireside meningkatkan keandalan dan kinerja boiler

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

Bab III CUT Pilot Plant

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

BAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.

1. Pengertian Perubahan Materi

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Annisa Fillaeli KIMIA INDUSTRI SEBUAH PENDAHULUAN

Sulfur dan Asam Sulfat

II. DESKRIPSI PROSES

1. Fabrikasi Struktur Baja

1. Bagian Utama Boiler

BAB II LANDASAN TEORI

1. Ciri-Ciri Reaksi Kimia

BAB II LANDASAN TEORI

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

BAB 3 INDUSTRI BESI DAN BAJA

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

Prarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 1999 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Amar Ma ruf D

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PT Kemasan Cipta Nusantara merupakan perusahaan yang bergerak dibidang usaha pembuatan atau produksi styropor, yang berlokasi di kawasan Industri Makassar. Hasil produksi dalam bentuk box dan bahan bakunya yaitu Polistyrene. Dalam produksi tersebut, digunakan uap air untuk mengembangkan polystyrene, uap air berasal dari pemanasan boiler dengan bahan bakar batubara, batubara yang di gunakan di kirim dari kalimantan dengan kualitas tertentu sesuai dengan kebutuhan dan permintaan perusahaan. Dalam pemanfaatannya, batubara harus diketahui terlebih dulu kualitasnya. Hal ini dimaksudkan agar spesifikasi mesin atau peralatan yang memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya sesuai dengan mutu batubara yang akan digunakan sehingga mesin-mesin tersebut dapat berfungsi optimal dan tahan lama. Walaupun permintaan batubara disesuaikan dengan kualitas yang cocok untuk jenis alat dan sistem pembakaran yang digunakan, namun seringkali terjadi permasalahan yang ditimbulkan dari pembakaran tersebut, yang berupa korosi pada jaringan sistem alat, suhu tidak stabil dan produk hasil pembakaran berupa abu. Untuk itu perlu ditinjau dan dianalisis kualitas batubara yang di gunakan yaitu dengan analisa ultimate dan potensi terbentuknya korosi (slagging dan fouling) dengan analisa abu produk pembakaran batubara. 1-1

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Pada penggunaan batubara di perusahaan, standar kualitas yang digunakan telah disesuaikan dengan jenis alat dan sistem pembakaran yang sesuai, tetapi pada kenyataan di lapangan masih terdapat permasalahan yang terjadi dan yang paling menonjol yaitu terjadi penurunan suhu diserti dengan sisa pembakaran (abu) yang tinggi dan terbentuknya terak (slag). Pada analisis proksimat kandungan abu sudah relatif rendah akan tetapi yang menyebabkan terjadinya slagging adalah unsur-unsur kimia asam dan basa yang terkandung didalam abu. Berdasarkan standar, bahwa harga slagging index antara 0.5 1.5 tidak akan menimbulkan masalah pembentukan terak (slag), tetapi lebih besar dari harga tersebut akan terbentuk terak (slag) yang akan menimbulkan permasalahan baik saat pembakaran maupun pada sistem jaringan alat yaitu korosi, untuk itu maka dianggap perlu untuk meninjau nilai slagging index dari analisais abu dasar yang sisa. 1.2.2 Permasalahan - Pengaruh kandungan abu batubara terhadap pembakaran yang dimana menentukan kualitas batubara yang terkandung, yaitu jumlah banyaknya unsur carbon dan volatile matter. - Kadar slagging index yang melewati ambang batas yaitu 0.5 1.5 yang akan mengakibatkan pembentukan terak (slag) yang berdampak pada kualitas 1-2

pembakaran yang diinginkan serta korosi yang akan terjadi pada sistem jaringan alat. 1.2.3 Batasan Masalah Pada penelitian ini, sesuai dengan judul pembahasan dibatasi pada aspek pengaruh abu dalam pembakaran dan aspek pengotoran abu dasar (bottom ash) terhadap potensi pembentukan terak (slagging). 1.2.4. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui : Pengaruh kandungan abu terhadap pembakaran dan peralatan yang digunakan. Cara menentukan slagging index dan menganalisis potensi terbentuknya korosi (slag) dan cara penanggulangannya. 1.3 Metode Penelitian Dalam melakukan pendekatan masalah, maka metode yang digunakan terdiri atas beberapa tahap, yaitu : a. Studi literatur Dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian yang berasal dari materi kuliah, buku referensi dan hasil penelitian sebelumnya. Data ini antara lain berupa : jenis batubara, sifat-sifat batubara dan kualitas batubara. b. Studi lapangan 1-3

Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui dan mengambil data-data yang digunakan dalam penyusunan laporan. c. Pengolahan Data Dilakukan dengan menghitung slagging Index, dan membandingkan dengan standar untuk mengetahui potensi terjadinya korosi (slagging). BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah PT Kemasan Cipta Nusantara 1-4

PT Kemasan Cipta Nusantara adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan atau produksi styropor, yang berlokasi di Kawasan Industri Makassar (KIMA). Hasil produksi perusahaan berupa box dan balok yang bahan bakunya yaitu polystyrene dengan merek arbepor dan polipor yang di pesan dari perusahaan yang berbeda. PT Kemasan Cipta Nusantara merupakan kelompok dari PT Kemasan Ciptatama Sempurna yang berpusat di Surabaya, Jawa Timur. Untuk mensuplai kebutuhan styropor bagi konsumen di Makassar, maka didirikanlah PT Kemasan Cipta Nusantara, perusahaan ini didirikan pada tanggal 18 oktober 1997 dengan demikian diharapkan dapat mempermudah masyarakat Makassar dan sekitarnya dalam memasarkan bahan-bahan mentah. Bentuk badan hukum PT Kemasan Cipta Nusantara, berdasarkan Keppres No. 1272/12/IA/VI/97 perihal izin usaha industri PT. Kemasan Cipta Nusantara tertanggal 28 maret 1997. PT Kemasan Cipta Nusantara sejak berdirinya dianggap telah mampu memenuhi kebutuhan local dan sampai sekarang masih bekerjasama dengan pihak PT Garuda Indonesia sebagai sarana transportasi komoditi marine (hasil laut) untuk pengadaan styropor baik dalam bentuk box, balok, maupun pelampung dengan kapasitas produksi 1000 box per hari. 2.2 Proses Pembuatan Styropor Styropor adalah bahan sintetik, terbuat dari bahan mentah, sebuah cairan yang terbuang dari minyak, dari cairan ini kemudian ditemukan polystyrene atau EPS atau bisa juga disebut styropor temp. Dengan cara menyuntikkan uap maka polystyrene 1-5

dapat mengembang dan merekat yang kemudian disebut styropor. Secara khusus warna dan berat styropor selalu putih dan hampir tak berbobot. Styropor dapat digunakan sebagai bahan perekat dan juga sebagai bahan pengemas, dilain pihak styropor juga berperan sebagai bahan penyerap air pada lantai. Styropor adalah sebuah polystyrene yang sudah mengembang dan saling merekat. Menurut strukturnya adalah sebuah rantai hidrokarbon panjang dengan sebuah grup phenyl berikatan pada setiap atom karbon lain. Polystyrene diproduksi oleh free radical vinylpolymerzation dari monomer styrene. Proses pembuatan styropor dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu penguapan polystyrene sehingga berbentuk bahan setengah jadi dan injecting steam sekaligus sebagai tempat pencetak. Mekanisme Penguapan Polystyrene Bahan baku setelah ditimbang, masuk kedalam conveyor dengan perbandingan yang telah diset sesuai analisis kerja, setelah bahan baku berada di conveyor lalu dialirkan ke selinder uap yang sudah dalam kondisi pemanasan dengan alat yang disebut ED Motor Control, di selinder uap bahan baku di aduk dengan spindle selama proses pengolahan sampai menjadi bahan setengah jadi. Steam yang digunakan berasal dari boiler yang masuk ke mesin lewat instalasi pipa steam dan dikontrol dengan alat steam valve, sedang untuk mengetahui besar kecil steam yang digunakan maka dapat dilihat pada pressure gauge. 2.3 Proses transfer batubara ke dalam ruang pembakaran pada PT. Kemasan Cipta Nusantara. 1-6

Batubara diangkut dari tempat penampungan (stock pile) masuk ke dalam crusher, batubara dihancurkan hingga ukuran maximal 5 mm, selanjutnya masuk ke silo dan ditransfer ke hammer, di dalam hammer batubara di haluskan hingga ukuran -200 mesh (-74µm), batubara yang sudah halus selanjutnya di hembuskan ke burner dengan menggunakan blower (gambar 2.1). kecepatan batubara yang masuk ke dalam dapur pembakaran dicontrol, demikian halnya dengan udara yang masuk harus dicontrol karena apabila terlalu besar atau terlalu kecil akan menimbulkan masalah. Apabila udara terlalu besar mengakibatkan : a. Suhu ruang bakar menurun b. Kerugian kalor pada gas bekas keluar c. Timbul asap berlebihan d. Banyak bahan bakar yang belum terbakar sempurna ikut terbuang keluar e. Lebih banyak daya yang dibutuhkan untuk mengatasi udara lebih dan gas gas asap (di kipas tekan dan Hisap Paksa ). Udara yang terlalu kecil mengakibatkan : Pembakaran tidak sempurna 1-7

Sumber : PT Kemasan Cipta Nusantara Gambar 2.1. Sketsa Aliran batubara kedalam ruang pembakaran 2.4 Sistem Pembakaran Batubara pada PT Kemasan Cipta Nusantara Sistem pembakaran batubara pada PT Kemasan Cipta Nusantara yaitu system pembakaran pulverisasi, dimana partikel batubara harus cukup halus agar bisa dimasukkan oleh tekanan udara pembakaran. Ukuran batubara pada system ini adalah -200 mesh (-74µm). Pada gambara 2.2. batubara diumpankan bersama sebagian udara pembakaran, udara yang dimasukkan dibagi dua yaitu udara primer dan udara sekunder, udara primer dimasukkan bersama-sama dengan batubara, sementara udara sekunder dimasukkan secara terpisah dari udara primer melewati dua pipa konsentrik ke dalam boiler. Udara primer bersama batubara di masukkan lewat pipa di tengah, sementara udara sekunder di masukkan dari bawah. 1-8

Gambar 2.2 Sistem Pembakaran batubara Pulverized BAB III SLAGGING DAN FOULING Terbentuknya slagging dan fouling adalah dua hal yang saling berkaitan, sebab terjadinya slagging dan fouling berawal dari reaksi saat pembakaran batubara. Pada setiap pembakaran batubara selalu menghasilkan abu, baik abu dasar (bottom ash) maupun abu terbang (fly ash), bottom ash membentuk slagging sedangkan fly ash membentuk fouling. 3.1 Reaksi Pembakaran batubara 1-9

Proses pembakaran batubara akan berlangsung dengan baik jika tersedia udara dalam jumlah yang cukup. Proses pembakaran batubara merupakan ilmu kompleks karena adanya variasi kondisi fisika maupun kimia batubara, tetapi biasanya reaksi pembakaran batubara digambarkan dengan reaksi oksidasi karbon menghasilkan karbon mono-oksida atau karbon dioksida: 2C + O 2 2CO 2 atau C + O 2 = CO 2 Gas CO yang terbentuk dapat bereaksi dengan oksigen membentuk gas CO 2 sesuai reaksi : 2CO + O 2 2CO 2 Gas CO 2 yang terbentuk dapat pula bereaksi dengan karbon membentuk gas CO CO 2 + C 2CO Dan reaksi pembentukan uap air : 2H + ½ O 2 H 2 O Diikuti dengan reaksi C + H 2 O CO + H 2 Setelah ada nyala api, pembakaran batubara dimulai dari penguapan air, diikuti penyalaan zat terbang. Selain unsur hydrogen dan karbon unsur-unsur lain yang terdapat di dalam batubara juga mengalami oksidasi, misalnya unsur sulfur (S) dan Nitrogen. S + O 2 SO 2(g) Diikuti dengan reaksi 2SO 2(g) + ½ O 2 2SO 3(g). 1-10

2 N + O 2 2NO (g) diikuti dengan reaksi 2NO + O 2 2NO 2(g) Adanya uap air di udara terbuka akan bereaksi dengan gas-gas hasil pembakaran membentuk asam sulfat atau asam nitrat yang merupakan sumber terjadinya korosi dan hujan asam. Reaksi-reaksi yang mungkin terlibat dalam pembentukan asam ini adalah : 2SO 2(g) + H 2 O H 2 SO 3 dan SO 3(g) + H 2 O H 2 SO 4 (asam Sulfat) Atau 2SO 2(g) + O 2 + 2H 2 O 2 H 2 SO 4 NO 2 + NO + H 2 O + O 2 2HNO 3 Atau 2 NO + 3/2O 2 + H 2 O 2HNO 3. Atau dengan reaksi : Fe + H 2 SO 4 FeSO 4 + H 2 Dan akan sangat mungkin ferro sulfat teroksidasi membentuk ferri sulfat : 4FeSO 2 + 2H 2 SO 4 + O 2 2Fe 2 (SO 4 ) 3 + 2H 2 O Sesuai persamaan reaksi di atas, maka terlihat bahwa terdapat gas SO 3 yang sangat mudah bereaksi dengan H 2 O membentuk H 2 SO 4 (asam sulfat), pada jaringan alat yang terdiri dari Fe (besi) akan bereaksi dengan H 2 SO 4 membentuk FeSO 4, FeSO 4 ini bereaksi dengan uap (O 2 ) yang menghasilkan 2Fe 2 (SO 4 ) 3 yang dapat menempel di 1-11

dinding, kemudian abu akan lengket sangat kuat oleh adanya Fe 2 (SO 4 ) 3 pada dinding atau pipa-pipa sebagai korosi yang diawali oleh slagging atau fouling. 3.2. Pengukuran Index slagging dan Fouling Slagging adalah keadaan dimana abu batubara meleleh di zone pembakaran akibat dari suhu operasi yang melebihi titik leleh abu (spherical temperature). Untuk abu batubara yang sifatnya light slagging dan moderate slagging dapat dicegah dengan cara soot-blower, tetapi untuk heavy slagging ash mengharuskan operasi boiler di hentikan. Fouling terutama disebabkan oleh adanya interasksi antara uap natrium dan kalium dengan oksida belerang, membentuk garam dengan titik leleh rendah (± 400 0 C) yang kemudian membentuk semi-fluida, yang lengket di dalam boiler. Partikel abu dan batubara dapat mengendap di permukaan semi-fluida ini yang lama-kelamaan bisa menebal, mengganggu aliran gas dan menimbulkan korosi. Tabel 3.1. Parameter empirik untuk perkiraan sifat abu Parameter Nilai silika Nisbah basa/asam Total basa Total asam Nisbah silika/alumina Nisbah feri/lime Rumus kimia SiO 2 x 100/(SiO 2 + Fe 2 O 3 + CaO +MgO) Total basah/total asam Fe 2 O 3 + CaO +MgO + K 2 O + Na 2 O SiO 2 + Al 2 O 3 + TiO 2 SiO 2 / Al 2 O 3 Fe 2 O 3 /CaO 1-12

Dolomite (CaO+MgO) x 100/total basa Nisbah feri/dolomite Fe 2 O 3 /(CaO+MgO) Sumber : Pengantar dan Preparasi Batubara (Arief S. Sudarsono) Penentuan indeks slagging suatu abu batubara dimaksudkan untuk memperkirakan derajat pembentukan endapan lelehan terak di dinding tungku suatu boiler. Nilai indeks slagging tergantung pada jenis batubaranya, dan dapat dihitung dari kandungan oksida asam, oksida basa, dan kadar sulfurnya. Indeks slagging dihitung dari persamaan: Indeks slagging (R) = Nisbah basa/asam x kadar sulfur. Indeks slagging dan tipe slagging untuk batubara bituminous dan batubara lignit dapat dihitung dan kemudian dikelompokkan atas tipe low, medium,high dan severe (tabel 3.2) Indeks Slagging R s-bituminous Tabel 3.2. Indeks slagging dan tipe slagging Tipe Slagging Indeks Slagging R s-lignitik Tipe Slagging Indeks Slagging R viskositas Tipe Slagging <0.6 Low >1340 Low >1340 Low 0.6 2.0 Medium 1230 1340 Medium 1230 1340 Medium 2.0 2.6 High 1150 1230 High 1150 1230 High >2.6 Severe <1150 Severe <1150 Severe Sumber : Pengantar dan Preparasi Batubara (Arief S. Sudarsono) Index Fouling. Fouling adalah endapan yang terjadi disuperheater atau reheater. Endapan ini sulit dibersihkan dari susunan pipa yang rapat. Fouling ini merupakan sumber terjadinya korosi dan menghambat aliran gas. Endapan fouling biasanya bersifat lengket, sehingga dengan terbentuknya endapan alkali, partikel abu terbang 1-13

akan muda melekat di permukaannya. Selain itu endapan alkali ini juga bersifat dapat pengabsorb gas sulfur oksida dari aliran gas, akibatnya dinding pipa akan muda terkorosi. Nilai indeks fouling memberikan gambaran kecenderungan abu batubara untuk mengakibatkan terjadinya fouling dan korosi di permukaan konveksi. Seperti halnya indeks slagging, indeks fouling juga dapat dihitung dari data komposisi abunya. Indeks Fouling (Rf ) = Nisbah basa/asam x kadar alkali total (Na 2 O) batubara Indeks fouling dan tipe fouling untuk batubara bituminous dan batubara lignit dapat dihitung dan kemudian dikelompokkan atas tipe low, medium,high dan severe Indeks fouling R f-bituminous Tabel 3.3. Indeks fouling dan tipe fouling Tipe fouling Indeks fouling R f-lignitik Tipe fouling <0.2 Low <0.30 Low 0.2 0.5 Medium 0.30 0.45 Medium 0.5 1.0 High 0.45 0.60 High >1.0 Severe >0.60 Severe Sumber : Pengantar dan Preparasi Batubara (Arief S. Sudarsono) Peristiwa fouling terjadi terutama karena tingginya kadar alkali di dalam abu batubara. Garam-garam natrium dan kalium, akan tervolatisasi selama pembakaran, kemudian terkondensasi pada partikel abu terbang dan boiler membentuk lapisan yang lengket. Benturan partikel-partikel tersebut dapat membentuk endapan pada dinding dan selanjutnya membentuk sinter. Akhirnya menjadi keras dan menempel 1-14

dengan sangat kuat. Harga fouling index sampai 0,5 masih dalam toleransi yang dibolehkan. Pada dasarnya, semakin rendah kadar alkali didalam abu batubara, semakin rendah pula kecenderungan untuk terjadinya fouling. Kandungan alkali pada abu batubara biasanya dinyatakan sebagai Na 2 O. Abu batubara dengan alkali lebih rendah dari 0.1% dianggap sebagai non fouling, bila kandungan alkalinya antara 0.1 0.4% biasanya dapat menimbulkan tumbuhnya fouling tetapi masih bisa dikendalikan dengan soot-blowing secara berkala, abu batubara dengan kandungan alkali di atas 0.5% cenderung membentuk fouling dan menghasilkan sinter sehingga sulit dihilangkan. 3.3. Usaha Penanganan Slagging Dan Fouling Fenomena Slagging dan Fouling adalah fenomena terjadinya penumpukan kerak akibat pembakaran batubara, pada permukaan heat exchanger. Fenomena ini sangat merugikan bagi proses pembakaran di boiler, karena akan mengurangi efisiensi pertukaran panas. Penyebab terjadinya fenomena ini adalah karena kualitas batubara, terutama pada parameter AFT (Ash Fusion Temperature) memiliki nilai yang relatif rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan peningkatan kualitas batubara untuk meningkatkan nilai AFT. Metode yang bisa dilakukan untuk meningkatkan parameter tersebut adalah dengan Coal Blending (Pencampuran batubara) dan mengurangi kadar sulfur pada batubara yang digunakan. Kemudian meminimalkan terbentuknya slagging dan fouling dapat dilakukan dengan sootblowing secara berkala. 1-15

1-16