Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) (26 November February 1913)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi

Semiotika, Tanda dan Makna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahun 1960-an sering dikatakan sebagai tahun berkembangnya

BAB III DATA DAN ANALISA PERANCANGAN

Ferdinand de Saussure

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. penelitian yang ditemukan oleh para peneliti terdahulu yang berhubungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERBEDAAN TEORI LINGUISTIK FERDINAND DE SAUSSURE DAN NOAM CHOMSKY. Abdullah Hasibuan 1. Abstrak

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa sebagai media komunikasi telah dijadikan instrumen untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMALSUAN TANDA SEBAGAI FENOMENA SEMIOTIKA BUDAYA

Semiotika, Tanda dan Makna

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma dalam penelitian perjalanan spiritual keimanan tokoh utama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik)

(26 November February 1913) By: Ubaidillah

Tokoh-Tokoh Linguistik Abad 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan salah satu media massa yangcukup populer di tengah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Infotainment berarti informasi-entertainment. Dimana menyuguhkan informasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Objek kajian dalam penelitian ini adalah topeng dari grup band Slipknot.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini peneliti menggunakan paradigma konstruktivis dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dalam kasus ini adalah sifat penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

BAB I PENDAHULUAN. menyalakan lampu sen bagian kanan yang berarti memberikan isyarat atau tanda

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Resume Buku SEMIOTIK DAN DINAMIKA SOSIAL BUDAYA Bab 8 Mendekonstruksi Mitos-mitos Masa Kini Karya: Prof. Dr. Benny H. Hoed

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang mendasar dari suatu kelompok saintis (Ilmuan) yang menganut suatu pandangan

Hakikat Bahasa. Definisi Bahasa. Uraian dari Definisi Bahasa 23/10/2014. Bahasa sebagai sebuah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian pada film animasi Barbie The Princess And The Popstar ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, dunia perfilman telah mengalami perkembangan

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan tema yang diangkat oleh peneliti yaitu berbicara. mengenai makna apa yang mengandung pesan dakwah anak dalam

BAB I PENDAHULUAN. bentuk atau gambar. Bentuk logo bisa berupa nama, angka, gambar ataupun

Imaji Vol. 4 - No. 2/ Februari 2009 RESENSI BUKU

BAB III METODE PENELITIAN. mengkaji label halal pada beberapa kemasan makanan.

SEMIOTIKA ALQURAN YANG MEMBEBASKAN

BAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.

BAB II LANDASAN TEORI. yang tertinggi harus diserahkan pada negara kebangsaan (Tim Dosen PKN,

BAB III METODE PENELITIAN. membahas konsep teoritik berbagai kelebihan dan kelemahannya. 19 Dan jenis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN. saat itu dalam berbagai bentuk film-film ini akhirnya memiliki bekas nyata di benak

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. untuk memahami hal-hal lain. Jadi, konsep dari penelitian ini adalah:

FASHION SEBAGAI KOMUNIKASI: ANALISIS SEMIOTIS ATAS FASHION JOKOWI PADA PEMILIHAN PRESIDEN 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian untuk memahami dunia

BAB IV ANALISIS DATA

BAB 6 PENUTUP Kesimpulan

12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipandang sebagai faktor yang menentukan proses-proses perubahan.

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif,

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan media sering terjadi pada proses komunikasi massa.

BAB II. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

ABSTRACT. Semiotics, Signifier, Signified, Denotation, Connotation. yang terlintas di dalam hati. Bloomfield (1996:3-4) mengatakan bahwa bahasa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. XVIII dan XIX. Universitas Indonesia

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah tersebut

ESTETIKA ABAD KE-20 SUSANNE K. LANGER. Oleh : Ritter Willy Putra Christina Abigail Daniz Puspita

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif adalah karena penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

SEJARAH ALIRAN LINGUISTIK

MITOLOGI CANTIK DALAM IKLAN MEDIA CETAK SKRIPSI

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya dapat menjangkau seluruh segmen sosial masyarakat. Film tidak

dikomunikasikan dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dikatakan

METODE PENELITIAN. penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor

TUGAS MATA KULIAH FILSAFAT ILMU (SIMBOL DAN BAHASA)

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai alat komunikator yang efektif. Film dengan kemampuan daya

Antropologi Budaya. Oleh: Chabib Musthofa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. gerakan antara dua atau lebih pembicaraan yang tidak dapat menggunakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. Interaksi pendidikan berfungsi membantu pengembangan seluruh potensi, kecakapan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Sudut pandang teori materialisme historis dalam filsafat sejarah

BAB II KAJIAN TEORI. Penelitian mengenai makna simbol dalam sastra lisan telah banyak

Teori-teori Umum (LittleJohn) Drs. Alex Sobur, M.Si. Tine A. Wulandari, S.I.Kom.

Transkripsi:

Strukturalisme (Ferdinand de Saussure) (26 November 1857 22 February 1913)

Strukturalisme suatu gerakan pemikiran filsafat yg mempunyai pokok pikiran bhw semua masy & kebudayaan mempunyai suatu struktur yg sama & tetap.

Strukturalisme cara berpikir yg mendasari semua pemikiran abad modern, dan linguistik mrp salah satu ilmu yg paling sistematis dlm bidang humaniora. Kedua kegiatan itu dasar2nya diletakkan oleh sarjana Swiss, Ferdinand de Saussure, pada awal abad XX dlm kuliah2nya yg berjudul Cours de Linguistique Generale.

Strukturalisme termasuk dalam teori kebudayaan yg idealistik krn strukturalisme mengkaji pikiran2 yg terjadi dalam diri manusia. Strukturalisme menganalisa proses berfikir manusia dari mulai konsep hingga munculnya simbol-simbol atau tandatanda (termasuk didalmnya upacaraupacara, tanda-tanda kemiliteran dan sebagainya) sehingga membentuk sistem bahasa.

Bahasa yang diungkapkan dalam percakapan sehari-hari juga mengenai proses kehidupan yang ada dalam kehidupan manusia, dianalisa berdasarkan strukturnya melalui petanda dan penanda, langue dan parole, sintagmatik dan paradikmatik serta diakronis dan sinkronis. Semua relaitas sosial dapat dianalisa berdasarkan analisa struktural yang tidak terlepas dari kebahasaan.

Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifatsifat instrinsiknya yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat) (Bagus, 1996: 1040)

Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam memajukan studi interdisipliner tentang gejala-gejala budaya, dan dalam mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi metode struktural dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis. (Bagus, 1996: 1040)

Saussure memahami bahasa bukan sebagai substansi, melainkan sebagai bentuk, sebagai sebuah sistem tanda yang diorganisasikan berdasarkan aturan-dalam (intern).

Ia yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara menganalisa bahasa, yang juga dapat dipergunakan untuk menganalisa sistem tanda atau simbol dalam kehidupan masyarakat, dengan menggunakan analisis struktural.

linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya, yaitu bahasa, juga bersifat otonom. Bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap. Menurutnya ada kemiskinan dalam sistem tanda lainnya, sehingga untuk masuk ke dalam analisis semiotik, sering digunakan pola ilmu bahasa.

De Saussure mengatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan, dengan demikian dapat dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu tuli, upacara simbolik, bentuk sopan santun, tanda-tanda kemiliteran dan lain sebagainya.

Bahasa hanyalah yang paling penting dari sistem-sistem ini. Jadi kita dapat menanamkan benih suatu ilmu yang mempelajari tanda-tanda di tengahtengah kehidupan kemasyarakatan; ia akan menjadi bagian dari psikologi umum, yang nantinya dinamakan oleh de saussure sebagai semiologi.

Ilmu ini akan mengajarkan kepada kita, terdiri dari apa saja tanda-tanda itu, kaidah mana yang mengaturnya. Karena ilmu ini belum ada, maka kita belum dapat mengatakan bagaimana ilmu ini, tetapi ia berhak hadir, tempatnya telah ditentukan lebih dahulu.

Linguistik hanyalah sebahagian dari ilmu umum itu, kaidah-kaidah yang digunakan dalam semiologi akan dapat digunakan dalam linguistik dan dengan demikian linguistik akan terikat pada suatu bidang tertentu dalam keseluruhan fakta manusia.

Gagasan mendasar de Saussure Diakronis dan sinkronis: penelitian suatu bidang ilmu tidak hanya dapat dilakukan secara diakronis (menurut perkembangannya) melainkan juga secara sinkronis (penelitian dilakukan terhadap unsur-unsur struktur yang sezaman)

Langue dan parole Langue dan parole: langue adalah penelitian bahasa yang mengandung kaidah-kaidah, telah menjadi milik masyarakat, dan telah menjadi konvensi. Sementara parole adalah penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara individual.

Sintagmatik dan Paradikmatik Sintagmatik : sintagmatik adalah hubungan antara unsur yang berurutan (struktur) dan Paradikmatik (asosiatif): hubungan antara unsur yang hadir dan yang tidak hadir, dan dapat saling menggantikan, bersifat asosiatif (sistem).

Penanda dan Petanda Penanda dan Petanda: Saussure menampilkan tiga istilah dalam teori ini, yaitu tanda bahasa (sign), penanda (signifier) dan petanda (signified). Menurutnya setiap tanda bahasa mempunyai dua sisi yang tidak terpisahkan yaitu penanda (imaji bunyi) dan petanda (konsep). Sebagai contoh kalau kita mendengan kata rumah langsung tergambar dalam pikiran kita konsep rumah.

de Saussure merumuskan 3 prinsip dasar dalam memahami kebudayaan Tanda (dalam bahasa) terdiri atas yang menandai (signifiant, signifier,penanda) dan yang ditandai (signifié, signified, petanda). Penanda adalah citra bunyi sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep. Hal ini menunjukkan bahwa setidaknya konsep bunyi terdiri atas tiga komponen (1) artikulasi kedua bibir, (2) pelepasan udara yang keluar secara mendadak, dan (3) pita suara yang tidak bergetar.

Gagasan penting yang berhubungan dengan tanda menurut Saussure adalah tidak adanya acuan ke realitas obyektif. Tanda tidak mempunyainomenclature. Untuk memahami makna maka terdapat dua cara, yaitu, pertama, makna tanda ditentukan oleh pertalian antara satu tanda dengan semua tanda lainnya yang digunakan dan cara kedua karena merupakan unsur dari batin manusia, atau terekam sebagai kode dalam ingatan manusia, menentukan bagaimana unsur-unsur realitas obyektif diberikan signifikasi atau kebermaknaan sesuai dengan konsep yang terekam.

Permasalahan yang selalu kembali dalam mengkaji masyarakat dan kebudayaan adalah hubungan antara individu dan masyarakat. Untuk bahasa, menurut Saussure ada langue dan parole (bahasa dan tuturan).langue adalah pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif, yang dihayati bersama oleh semua warga masyarakat; parole adalah perwujudan langue pada individu. Melalui individu direalisasi tuturan yang mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku secara kolektif, karena kalau tidak, komunikasi tidak akan berlangsung secara lancar.

Saussure memperkenalkan sebuah rangkaian pembedaan pembedaan fundamental yang juga mendefinisikan wilayah wilayah kerja penelitian linguistik. Dia membedakan bahasa langue dari parole. Omongan (parole) manusia yang menarik sebuah akses analitik melalui pluralitas dan heterogenitasnya menjadi bisa dianalisa ketika bahasa dikeluarkan sebagai sebuah obyek sosial murni yang bisa didefinisikan sebagai sebuah sistem beragam tanda dan sebagai keseluruhan sistematis konvensi konvensi yang perlu bagi komunikasi.

Obyek ilmu bahasa bukan omongan manusia yang menampilkan sebuah aksi individual dari pilihan dan aktualisasi aturan aturan bahasawi, melainkan bahasa dengan aturan aturan umumnya yang ada secara bebas dari individu. Bahasa (langue) adalah sebuah produk sosial dengan aturan aturannya sendiri dan sebuah sistem yang diletakkan secara tertentu yang mengatur hubungan antara masing masing elemen.

Setiap wicara adalah sebuah operasi yang berdasarkan aturan yang dilakukan oleh sang pewicara tanpa merefleksikan aturan aturan yang mendasarinya yang namun bisa dianalisa dalam aturan aturan fungsinya. Linguistik berupaya menunjukkan aturan aturan umum tak sadar yang mendasari komunikasi bahasawi.

Menurut Saussure tanda tanda bahasawi muncul dari sebuah perkaitan sebuah citra suara (signifant) dan sebuah citra gagasan atau konsep (signifiér). Hubungan antara signifant dan signifiér adalah semena mena (arbitrer) dan hanya diatur oleh konvensi sosial dan karenanya bukan alami dan tidak bebas dari masing masing pewicara.

Hanya dalam sebuah aturan yang ada dan berkenaan dengan tanda tanda lain, masing masing tanda bahasawi bisa memiliki sebuah makna. Bukan konsep dan juga bukan suara yang mendahului bahasa sebagai entitas entitas pembangun makna positif. Masing masing tanda juga tidak mendefinisikan diri melalui sebuah kaitan dengan sebuah obyek ekstern. Melainkan melalui posisi relatifnya dalam sistem bahasa.

Dalam sistem tertutup masing masing elemen memperoleh makna yang bisa diidentifikasi dengan membedakan dari tanda tanda yang lain. Definisi Saussure bahwa dalam bahasa hanya terdapat diferensi diferensi, memformulasikan prinsip yang mengonstitusikan makna dari sistem sistem komunikasi. Juga menjadi jelas bahwa organisasi formal sistem tanda adalah persyaratan semua definisi isi dan makna.

Obyek analisa strukturalistik karenanya adalah hubungan hubungan formal masing masing elemen di dalam sebuah sistem tertutup yang digambarkan di bawah sebuah sudut pandang tertentu.

Tujuannya adalah mendefinisikan struktur sebuah sistem yang baru memproduksi makna dan arti masing masing elemen, artinya sebuah model relasi relasi diantara elemen dari sebuah obyek yang kompleks.

Pembedaan Saussure antara kondisi sebuah sistem bahasa (sinkroni) dan perkembangan historis bahasa (diakroni) berupaya melaksanakan klaim sistematis ini juga secara metodis. Pemikiran sistem strukturalisme berangkat dari sebuah subordinasi diakroni dan sinkroni dan individualitas di bawah aturan aturan umum.

Dalam strukturalisme fenomena fenomena bahasawi individual dikembalikan kepada struktur struktur umum dan masing masing ekspesi kepada hubungannya dengan ekspresi ekspresi lainnya. Terdapat suara kritik yang menyatakan bahwa strukturalisme tidak memperhatikan individu atau masing masing fenomena, juga tidak menilai secara fair makna perkembangan sosial, melainkan mengembangkan model model abstrak dimana seperti dalam sebuah jeruji dari kristal setiap elemen memiliki sebuah posisi yang ditempatkan secara tepat.

Namun strukturalisme memahami sistem sistem tanda bukan sebagai bayangan sebuah realitas luar dan juga tidak bisa mengembalikan masing masing ekspresi bahasawi kepada maksud subyektif atau ekspresi seorang pribadi. Pada pusat peneletian strukturalistik terdapat regularitas regularitas, aturan aturan dan legalitas legalitas di dalam sistem sistem tanda. Sejarah dibayangkan sebagai sebuah sejarah bentuk bentuk.

Demikian teori Saussure telah memiliki pengaruh besar pada berbagai aliran linguistik dan strukturalisme, meski kemudian kebanyakan dari kedua aliran tersebut mengembangkan teorinya bebas satu dari yang lainnya. Misalnya, Lévi-Strauss mengambil alih teori linguistik Saussure dalam penelitian antropologis, kemudian dikenal sebagai strukturalisme antropologis. Dia mengembalikan bahasa dan kultur kepada aturan kolektif yang bisa dipahami sebagai aktifitas jiwa manusia pada tahap pemikiran tak-sadar dan memiliki keberlakuan lintas waktu. Sebagai metode penelitian, strukturalisme banyak digunakan di Prancis dalam banyak bidang ilmu pengetahuan bukan hanya dalam linguistik, melainkan juga seperti dalam ilmu sejarah, filsafat atau etnologi.

Selanjutnya teori tanda Saussure menjadi penting bagi penelitian semiotik. Menurut Saussure semiologi mestinya sudah memiliki sebuah ilmu pengetahuan komprehensif tentang tanda. Pemikiran teoritik tanda Saussure dalam Linguistik Umum, terutama dalam linguistik, dikembangkan dan dipikirkan lebih lanjut oleh teoritisi semiotika perancis, Roland Barthes misalnya. Semua sistem tanda adalah hanya, demikian tesanya, bisa dipahami melalui sebuah mediasi bahasawi dan semiologi karenanya adalah sebuah bidang bagian linguistik yang jelas menjadi sebuah ilmu pengetahuan dasar.

Namun para teoritisi semiotika sistem tanda menganalisa tanda melalui model model umum tanda dan menguji kebebasan dari linguistik. Klasifikasi dan diferensiasi mereka tentang tanda dan proses proses komunikasi menyiapkan sebuah instrumen konseptual yang mengijinkan untuk memahami dan menganalisa, misalnya film dan fotografi, iklan dan sistem prilaku. Artinya beragam sistem tanda sebagai fenomena sosial. Bidang penerapan semiotik sebagai teori umum tanda dengan begitu juga mencakup bidang bidang semacam kedokteran (simptom), musik, komunikasi visual dan komunikasi massa, pendeknya keseluruhan kultur.

Ketika hukum komunikasi adalah hukum kultur, sebuah analisa kultur dalam sudut pandang komunikasi bisa menunjukkan karakter sistematis proses proses kultural dalam kerangka sistem tanda. Analisa tanda sebagai hasil proses proses sosial menuju kepada sebuah pembongkaran struktur struktur dalam yang mengemudikan setiap komunikasi.

Bila bahasa dan komunikasi bisa dipahami sebagai bentuk bentuk organisasi sosial. Disamping itu, beragam sistem tanda dikemudikan melalui pola stereotip tertentu, semiologi adalah sebuah bentuk pencerahan. Karena ia berupaya menganalisa produksi dan fungsi stereotip stereotip yang didefiniskan sebagai bentuk bentuk ekspresi kekuasaan sosial.

lingiustik struktural melakukan empat perubahan dasar. Pertama, linguistik struktural bergeser dari kajian fenomena linguistik sadar ke kajian infratuktur tak sadarnya. Kedua, linguistik struktural tidak melihat pengertian sebagai entitas independen, dan menempatkan hubungan antar pengertian sebagai landasan analisisnya. Ketiga, linguistik struktural memperkenalkan konsep sistem. Keempat,berusaha menemukan sistem hukum umum.

Kritik atas Saussure Salah satunya adalah Derrida yang secara tegas mengkritik landasan filosofis strukturalisme Saussure. Pertama, ia meragukan kemungkinan hukum umum.kedua, ia mempertanyakan oposisi antara subjek dan objek, yang menjadi dasar diskripsi yang objektif. Menurut Derrida, diskripsi objek tidak dapat dilepaskan dari pola hasrat subjek. Ketiga, ia mempertanyakan struktur oposisi biner. Ia mengajak kita untuk memahami oposisi bukan dalam pengertian lain, tetapi harus didasarkan pada pemahaman yang holistik mengenai persamaan yang seimbang, sehingga tidak terjadi pertentangan gagasan yang hanya akan melahirkan kejumudan dalam ranah filsafat.