Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure Sariyati Program Studi DIII Analis Kimia Fakultas Teknik Universitas Setia Budi Surakarta Jl. Let. Jen. Sutoyo, Mojosongo Solo 57127 Telp. : 0271-852 518, Faks. : 0271-853 275 Sari_14one@yahoo.com Abstrak Kotoran ternak dan sampah sayur yang menimbulkan bau dan penyakit dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan biogas. Manfaat dari biogas yaitu dapat menjadi energi alternatif yang ramah lingkungan. Kualitas biogas berbeda-beda, tergantung dari bahan baku yang digunakan serta komposisi bahan baku tersebut. Bahan baku yang digunakan dalam penilitian ini adalah kotoran ternak dan sampah sayur yang terdapat di pasar dengan perbandingan 90:10. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi biogas dari sampah sayur kubis lebih lambat dibandingkan dengan produksi biogas dari campuran kubis dengan kotoran sapi. Biogas dari campuran kubis dengan kotoran sapi menghasilkan kondisi optimum pada hari ke-28 dengan ph 7 kadar CH 4 sebesar 66.97% dan kadar CO 2 sebesar 28.16%. Biogas dari sampah sayur kubis tidak menghasilkan CH 4 hanya menghasilkan gas CO 2 saja yaitu sebesar31.26% dengan ph 5. Kata kunci : Biogas, Sampah Sayur Kubis, Kotoran Sapi PENDAHULUAN Bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, menyebabkan sumber daya alam yang tersedia semakin berkurang, misalnya Bahan Bakar Minyak (BBM). Hal lain yang juga dikhawatirkan banyak orang yaitu jumlah cadangan minyak bumi semakin berkurang dan terancam habis. Karena itu perlu upaya untuk mencari energi alternatif guna menghemat cadangan minyak bumi yang ada saat ini. Salah satu energi alternatif tersebut yaitu biogas. Di Indonesia usaha peternakan semakin meningkat. Hasil samping dari usaha peternakan adalah limbah kotoran ternak, yang mana bisa menimbulkan bau yang tak sedap dan dapat menimbulkan pencemaran air tanah. Selain itu, sampah juga telah menjadi masalah besar terutama di kota kota besar 36 di Indonesia. Meningkatnya sampah di perkotaan sekarang ini menjadi masalah yang besar di kota ini. Permasalahannya sekarang bagaimana mengurangi resiko pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh kotoran ternak dan bagaimana cara memanfaatkan hasil dari pengolahan kotoran itu. Sebenarnya kotoran ternak dapat digunakan sebagai bahan tambahan pembuatan kompos, pupuk kandang, pembuatan bio arang dan penghasil biogas. Biogas dapat berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dan lain lain yang dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses fermentasi anaerobik. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui potensi biogas dari sampah sayur kubis dan kotoran sapi. Selain tujuan penelitian ini juga mempunyai manfaat diantaranya
yaitu membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan sampah serta kotoran yang dihasilkan dari peternakan dan menghasilkan energi alternatif yang ramah lingkungan. TINJAUAN PUSTAKA 1. Biogas Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida yaitu sekitar 55-75% dan 25-45% (Endang Yulistiawati, 2008). Secara umum, jumlah energi yang terdapat dalam biogas tergantung pada konsentrasi metana. Semakin tinggi kandungan metana, maka semakin besar kandungan energi (nilai kalori ) biogas. Sistim produksi biogas memiliki berbagai keuntungan, seperti : a)mengurangi polusi udara, b)menghasilkan pupuk, c)tidak menimbulkan bau (Sri Wahyuni, 2011). Pembuatan biogas memiliki beberapa keuntungan, seperti a) mengurangi penggunaan bahan bakar lain (minyak tanah, kayu, dsb), b) menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi sebagai hasil sampingan, c) menjadi metode pengolahan sampah yang baik dan mengurangi pembuangan sampah ke lingkungan (ali ran air/sungai), d) meningkatkan kualitas udara karena mengurangi asap danjumlah karbodioksida akibat pembakaran bahan bakar minyak/kayu bakar. 2. Kotoran Sapi 37 Peternakan di Indonesia merupakan salah satu usaha unggulan yang mengalami peningkatan setiap tahun.namun, berkembangnya usaha sektor peternakan menghasilkan limbah ternak yang tinggi pula. Bau yang berasal dari kotoran ternak mengakibatkan polusi udara yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Salah satu solusi untuk mengurangi dampak negatif limbah peternakan adalah mengelolanya dengan baik. Limbah peternakan seperti kotoran padat dapat dijadikan bahan baku biogas yang akan menghasilkan energi dan pupuk (Sri Wahyuni, 2011). Penerapan sistem peternakan yang menggunakan kotoran sapi sebagai bahan energi alternatif. Teknologi biogas merupakan salah satu teknologi tepat guna untuk mengolah limbah peternakan. Teknologi ini memanfaatkan mikroorganisme yang tersedia di alam untuk merombak dan mengolah berbagai limbah organik yang ditempatkan pada ruang kedap udara (anaerob). Hasil proses perombakan tersebut dapat menghasilkan pupuk organik cair dan padat yang bermutu berupa gas yang terdiri dari gas metana (CH 4 ) dan gas karbon dioksida (CO 2 ). Gas tersebut dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar gas (BBG) yang b iasa disebut dengan biogas.(adhadi Kurniawan, 2010). 3. Sampah Sayur Kubis Sampah merupakan masalah lingkungan yang sampai saat ini belum dapat ditangani dengan tepat. Kemampuan pengelolaan sampah belum seimbang dengan sampah yang dihasilkan. Padahal sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan estetika
lingkungan, menimbulkan bau tidak sedap, dapat menjadi tempat berkembangnya berbagai macam penyakit.seperti sampah sayur kubis. Sampah sayur kubis ini banyak sekali ditemukan di pasar. Sampah sayur kubis ini selain cepat membusuk juga menimbulkan bau yang tidak sedap. Sampah sayur kubis ini bisa diurai oleh mikroba sehingga dengan sifatnya yang cepat membusuk dan dapat diurai oleh mikroba, sampah sayur kubis dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk pembuatan biogas. 4. Starter Pada proses pembuatan biogas perlu ditambahkan starter untuk mempercepat proses penguraian. Starter yang digunakan dapat berupa starter alami, semi alami dan buatan. Starter alami dapat berupa Lumpur aktif organik atau cairan isi rumen. Starter semi buatan diperoleh dari instalasi pembentuk biogas yang masih dalam keadaan aktif. Sedang starter buatan berupa bakteri metana yang sengaja dibiakkan (Sri Wahyuni, 2011). 5. Proses Fermentasi Proses fermentasi dalam pembuatan biogas berlangsung dalam empat tahap sebagai berikut (Sidik, 2008 dan Sudradjat, 2006). a. Proses hydrolysis Proses hydrolysis adalah dekomposisi bahan organik polimer seperti protein, karbohidrat, dan lemak menjadi monomer yang mudah larut seperti glukosa, asam lemak, dan asam amino yang dilakukan oleh sekelompok bakteri fakultatif seperti lipolytic bacteria, cellulolytic bacteria, dan proteolytic bacteria. b. Proses acidogenesis Proses acidogenesis adalah dekomposisi monomer organik menjadi asam-asam organik dan alkohol. Pada proses ini, monomer organik diuraikan lebih lanjut oleh acidogenic bacteria menjadi asam-asam organik seperti asam format, asetat, butirat, propionat, laktat, ammonia, serta dihasilkan juga CO 2, H 2, dan etanol. c. Proses acetogenesis Proses acetogenesis adalah perubahan asam organik dan alkohol menjadi asam asetat. Pada proses ini senyawa asam organik dan etanol diuraikan acetogenic bacteria menjadi asam format, asetat, CO 2, dan H 2. d. Proses methanogenesis Proses methanogenesis adalah perubahan dari asam asetat menjadi metana. CH 4 adalah produk akhir dari degradasi anaerob. Pembentukan metana dapat terjadi melalui dua cara, yaitu: 1) Cara pertama yaitu tahap pembentukan asam, yaitu asam asetat menjadi CH 4 dan CO 2 :CH 3 COOH CH 4 + CO 2 2) Cara kedua adalah penggunaan H 2 oleh beberapa methanogen untuk mereduksi CO 2 menjadi CH 4. Reaksi yang terjadi adalah: 4H 2 + CO 2 CH 4 + 2H 2 O 6. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap produksi biogas a. ph Pada dekomposisi anaerob faktor ph sangat berperan, karena pada rentang ph yang tidak sesuai, mikroba tidak dapat tumbuh dengan maksimum dan bahkan dapat menyebabkan kematian yang pada akhirnya dapat menghambat perolehan gas metana. Berdasarkan beberapa percobaan ph optimum untuk memproduksi metana adalah rentang netral yaitu 6,2 sampai 7,6 (Saiful Rohman, 2009). 38
b. Bahan Baku Rasio perbandingan Karbon & Nitrogen. Biogas akan terbentuk apabila bahan bakunya berupa padatan terbentuk bubur halus atau butiran kecil. Untuk melihat kandungan padatan bahan baku digunakan pebandingan berupa nilai C N atau C N sebesar 30. Bila nilai C N tersebut lebih besar maka kecepatan perombakan akan semakin tinggi dan kandungan nitrogen hasil buangannya semakin besar pula. Sebaliknya bila nilainya semakin kecil maka akan terbentuk nitrogen yang berubah menjadi amoniak sehingga dapat meracuni bakteri (Safarilla, 2011). c. Temperatur Menurut Endang, Yulistiawati (2008) temperatur yang terbaik untuk pertumbuhan mikroba mesofilik adalah 35 O C atau ±5 o C. Bila reaktor anaerobik dioperasikan pada suhu yang lebih rendah, misalnya 20 O C, pertumbuhan mikroba pada kondisi ini sangat lambat dan sulit pada awal operasi untuk beberapa bioreaktor. Inokulasi akan lebih baik jika dimulai pada suhu 35 O C. METODE PENELITIAN 1. Sampel dan Populasi a. Sampel : Sampah sayur kubis dan kotoran sapi b. Populasi : Sampah sayur kubis di daerah Pasar Legi Surakarta dan kotoran sapi di daerah Pucang Sawit. 2. Alat dan Bahan Alat : Erlenmeyer, Neraca Analitik, Selang, Kromatografi Gas, Kertas Milimeter Blok, Muffle Furnace, Penjepit, Indikator Universal, Pipa T, Desikator, Oven, Krus Porselin, Almari es. Bahan : Sampah sayur kubis, Kotoran sapi, Air, Starter 3. Prosedur Penelitian a. Persiapan Bahan Baku Sampah sayur kubis yang diperoleh kemudian diblender hingga halus. Kotoran sapi dan sampah tersebut disimpan dalam ruang dingin bersuhu ± 4 0 C disediakan dalam jumlah yang cukup. b. Pembuatan Biogas Sampah sayur kubis dan kotoran sapi di campur pada komposisi tertentu. Kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan starter, lalu ditambah dengan air sampai dengan volume tertentu, kemudian diukur ph awalnya. Lalu erlenmeyer tersebut ditutup rapat rapat. Dibuat juga blanko yaitu starter ditambah dengan air. Pada proses pembentukan biogas diukur ph dan produksi biogas setiap harinya, kemudian di analisis Volatile Solid, kadar gas metana dan CO 2 setiap 7 hari sekali. Dilakukan juga pembuatan biogas dengan bahan baku sampah sayur. Komposisi bahan baku dapat dilihat tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Komposisi Bahan Baku Biogas Bahan Biogas campuran antara kubis Biogas dari kubis dengan kotoran sapi Kubis (%) 5 50 Kotoran Sapi (%) 45 0 Air (%) 30 30 Starter (%) 20 20 39
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kandungan Ratio C/N Hasil analisis kandungan ratio karbon dan nitrogen adalah sebagai berikut: Tabel 2. Karakteristik Bahan Baku Bahan Carbon (%) Bahan Organik (%) Nitrogen (%) C/N Kubis 3.00 5.17 0.21 14.29 Kotoran Sapi 9.21 15.88 0.56 16.45 Analisa kadar C dan N bertujuan untuk mengetahui kandungan carbon dan nitrogen dalam bahan sehingga dapat menjadi dasar acuan akan kebutuhan kedua unsur tersebut yang tersedia. Kedua unsur tersebut yang nantinya akan dimanfaatkan bakteri metana untuk menghasilkan gas metana. Setiap bahan organik mempunyai kandungan C/N yang berbeda. Pada penelitian ini kandungan C/N pada kubis yaitu14.29 dan pada kotoran sapi sebesar 16.45. Dilihat dari hasil yang diperoleh kandungan C/N rendah karena menurut Safarilla (2011) kandungan C/N sebesar 30. Bila nilai C/N tersebut lebih besar maka kecepatan perombakan akan semakin tinggi dan kandungan nitrogen hasil buangannya semakin besar pula. Sebaliknya bila nilainya semakin kecil maka akan terbentuk nitrogen yang berubah menjadi amoniak sehingga dapat meracuni bakteri. 2. Volatile Solid Gambar 1. Grafik Hubungan Antara % Volatile Solid dengan Waktu Fermentasi Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa volatile solid yang dihasilkan turun semua. Baik biogas dari kubis maupun dari campuran antara kubis dan kotoran sapi. Hal ini dikarenakan 40 bahan organik yang terkandung didalamnya sudah menguap dengan bantuan bakteri methanogenik. Bahan bahan organik yang terdapat didalamnya
menguap menghasilkan gas-gas seperti CH 4 dan CO 2. 3. Kadar CO 2 Pada campuran antara kubis dengan kotoran sapi volume CO 2 terbesar dihasilkan pada hari ke-7 yaitu 28.16%. Setelah hari ke-7 volume CO 2 yang dihasilkan mengalami penurunan hal ini dapat disebabkan pada campuran antara kubis dengan kotoran sapi cenderung lebih besar menghasilkan gas CH 4 karena hal ini didukung dengan ph pada campuran ini yaitu sekitar 6-8. Berbeda dengan volume CO 2 pada kubis saja. Volume CO 2 terbesar dihasilkan pada hari ke-14 yaitu sebesar 31.26%. Volume CO 2 pada kubis saja lebih besar dibandingkan dengan volume CO 2 pada campuran antara kubis dengan kotoran sapi. Karena biogas pada kubis saja proses methanogenesis tidak dapat berjalan maksimal terbukti pada biogas dari kubis saja phnya hanya sekitar 5. Sehingga biogas dari kubis ini lebih banyak menghasilkan CO 2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini. Gambar 2. Grafik Hubungan Antara % CO 2 dengan Waktu Fermentasi 4. Kadar CH 4 pada campuran antara kubis dengan kotoran sapi CH 4 yang dihasilkan cukup besar. Pada hari ke-0 CH 4 yang dihasilkan hanya 3.31% saja. Hal ini dapat disebabkan karena pada proses hydrolysis berjalan maksimal. Dimana proses hydrolysis ini adalah dekomposisi bahan organik polimer seperti protein, karbohidrat, dan lemak menjadi monomer yang mudah larut seperti glukosa, asam lemak, dan asam amino yang dilakukan oleh sekelompok bakteri fakultatif seperti lipolytic bacteria, cellulolytic bacteria, dan proteolytic bacteria. Kemudian pada hari ke-7 CH 4 yang dihasilkan sudah mengalami kenaikan yaitu sekitar 22,39%, hal ini dapat disebabkan karena proses yang kedua dan proses yang ketiga yaitu Proses acidogenesis dan Proses acetogenesis. Proses acidogenesis adalah dekomposisi monomer organik menjadi asamasam organik dan alkohol. Pada 41
proses ini, monomer organik diuraikan lebih lanjut oleh acidogenic bacteria menjadi asam-asam organik seperti asam format, asetat, butirat, propionat, laktat, ammonia, serta dihasilkan juga CO 2, H 2, dan etanol. Proses acetogenesis adalah perubahan asam organik dan alkohol menjadi asam asetat. Pada proses ini senyawa asam organik dan etanol diuraikan acetogenic bacteria menjadi asam format, asetat, CO 2, dan H 2. Pada kubis CH 4 terbesar dihasilkan pada hari ke-28 yaitu mencapai 66.97%. Hal ini disebabkan karena proses yang keempat yaitu Proses methanogenesis. Proses methanogenesis adalah perubahan dari asam asetat menjadi metana. CH 4 adalah produk akhir dari degradasi anaerob. Karena bakteri metana mampu mendegradasi CH 4 pada ph 6,2-7,6 sehingga ph biogas pada campuran antara kubis dan kotoran sapi dapat memenuhi karena ph pada biogas ini sekitar 6-8. Berbeda dengan biogas dari kubis saja. Pada biogas ini tidak dihasilkan CH 4 sekali. Karena pada biogas ini proses methanogenesis tidak dapat bekerja. Hal ini dikarenakan pada biogas ini phnya hanya 5 sehingga bakteri metana tidak dapat bekerja karena kondisi pada biogas ini asam. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Grafik Hubungan Antara % CH 4 dengan Waktu Fermentasi 42
5. Kecepatan Produksi Biogas Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Kecepatan Produksi Biogas dengan Waktu Fermentasi Pada gambar 4 metanogenesis. Sehingga menunjukkan perbedaan volume dengan proses fermentasi ini biogas antara biogas yang volume biogas akan bertambah terbuat dari kubis dengan biogas setiap harinya selama bakteri yang terbuat dari campuran pengurai masih terus tumbuh dan antara kubis dan kotoran sapi. Volume biogas yang dihasilkan beraktivitas. Pada gambar diatas dapat dari campuran kubis dan kotoran dilihat bahwa volume setiap sapi lebih tinggi dibandingkan volume yang dihasilkan dari kubis bahan berbeda beda. Produksi biogas dari kubis berjalan lebih saja. Proses fermentasi lambat dibandingkan dengan anaerobik berlangsung melalui 4 produksi biogas dari campuran tahap yaitu proses hydrolysis, antara kubis dan kotoran sapi. acidogenesis, acetogenesis dan 6. Volume Akumulasi Biogas Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Volume Akumulasi Biogas dengan Waktu Fermentasi 43
Pada gambar 5 menunjukkan volume akumulasi biogas yang dihasilkan dari kubis dengan biogas yang dihasilkan dari campuran kubis dengan kotoran sapi. Perbedaan volume akumulasi ini sangat terlihat mencolok. Akumulasi volume biogas dari kubis dan kotoran sapi mencapai 627 ml/hari. Hal ini dapat disebabkan karena bakteri pengurai masih aktif dan dapat beraktivitas maksimal. Berbeda dengan biogas dari kubis saja, akumulasi volume paling besar pada hari ke-43 yaitu sekitar 41 ml/hari. Ini disebabkan karena bakteri pengurai tidak dapat beraktivitas maksimal. 7. ph Gambar 6. Grafik Hubungan Antara ph dengan Waktu Fermentasi Proses acidogenesis dimana dekomposisi monomer organik menjadi asam-asam organik dan alkohol. Pada proses ini, monomer organik diuraikan lebih lanjut oleh acidogenic bacteria menjadi asam-asam organik seperti Gambar 6 menunjukkan kondisi ph yang dapat menunjukkan kondisi bakteri pengurai. Pada hari ke-0 adalah hari pengisian bahan baku. Pada hari pertama menunjukkan adanya penurunan ph. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi anaerobik sedang berlangsung. Dimulai dari tahap proses hydrolisis dimana dekomposisi bahan organik polimer seperti protein, karbohidrat, dan lemak menjadi monomer yang mudah larut seperti glukosa, asam lemak, dan asam amino yang dilakukan oleh sekelompok bakteri fakultatif seperti lipolytic bacteria, cellulolytic bacteria, dan proteolytic bacteria. 44 asam format, asetat, butirat, propionat, laktat, ammonia, serta dihasilkan juga CO 2, H 2, dan etanol. Acidogenesis ini memerlukan ph berkisar antara 4,5 7. Proses acetogenesis dimana perubahan asam organik dan alkohol menjadi asam asetat. Pada proses ini senyawa asam organik dan etanol diuraikan acetogenic bacteria menjadi asam format, asetat, CO 2, dan H 2.
Proses metanogenesis yaitu perubahan dari asam asetat menjadi metana. Methanogenic bacteria bekerja pada kisaran ph antara 6,2-7,6. Namun pada percobaan ini methanogenic bacteria bekerja optimal pada ph 7 untuk biogas yang dihasilkan dari campuran antara kubis dan kotoran sapi. Sedangkan untuk biogas yang dihasilkan dari kubis saja mathanogenic bakteria bekerja optimal pada ph 7 pada hari ke- 12. Kemudian pada hari selanjutnya biogas dari kubis mengalami penurunan ph. Hal ini disebabkan karena pada proses hydrolisis terjadi dekomposisi protein menjadi asam lemak dan asam amino. Kesimpulan 1. Produksi biogas dari sampah sayur kubis lebih lambat dibandingkan dengan produksi biogas dari campuran kubis dengan kotoran sapi. 2. Biogas dari campuran kubis dengan kotoran sapi menghasilkan kondisi optimum pada hari ke-28 dengan ph 7 kadar CH 4 sebesar 66.97% dan kadar CO 2 sebesar 28.16%. 3. Biogas dari sampah sayur kubis tidak menghasilkan CH 4 hanya menghasilkan gas CO 2 saja yaitu sebesar31.26% dengan ph 5. DAFTAR PUSTAKA Kurniawan, Adhadi. 2011. Biogas Kotoran Sapi Sebagai Energi Alternatif, (http://www.biogas Kotoran Sapi Sebagai Alternatif.htm. Rohman, Saiful., 2009. Biogas, Krisis Energi dan Pemanasan Global, (http://www.biogas, Krisis Energi, dan Pemanasan Global - Majari Magazine.htm. Safarilla. 2011. Pembuatan dan Pengelolaan Biogas, (http://www.pembuatan-dan- Pengelolaan-Biogas.html. Sudradjat, R. 2006. Mengelola Sampah Kota, Bogor. Wahyuni, Sri., 2011. Menghasilkan Biogas dari Aneka Limbah. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka. Yulistiawati, Endang., 2008, Pengaruh Suhu dan C/N Ratio TerhadapProduksi Biogas Berbahan Baku Sampah Organik Sayuran, Skripsi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 45