Parkir adalah suatu kondisi kendaraan yang berhenti atau tidak bergerak pada tempat tertentu yang telah ditentukan dan bersifat sementara, serta tidak digunakan untuk kepentingan menurunkan penumpang/orang dan barang. Tempat parkir harus berada di permukaan yang datar agar kendaraan tidak bergerak dari tempat asalnya. Jika tempat parkir terpaksa ditempatkan di tanah yang miring, maka harus dilakukan grading dengan sistem cut and fill. Tempat parkir dengan bangunan (tempat kegiatan) diusahakan tidak terlalu jauh. Jika cukup jauh, maka harus dibuat arah yang jelas, baik menuju area parkir dan menuju bangunan. Terdapat 3 (tiga) metode dalam memarkir kendaraan, diantaranya adalah: 1. Parkir Tegak Lurus Suatu cara parkir dengan memarkir kendaraan membentuk sudut 90 derajat. Dengan cara ini mobil diparkir tegak lurus, kendaraan satu berdampingan dengan kendaraan yang lainnya, kendaraan menghadap tegak lurus ke lorong, jalan, trotoar, atau dinding. Kendaraan jika diparkir tegak lurus lebih banyak jumlahnya daripada parkir paralel dan karena itu biasanya digunakan di pelataran parkir atau gedung parkir. 2. Parkir Paralel
Adalah suatu cara parkir kendaraan (umumnya mobil) dengan membentuk formasi berbaris dimana bumper depan mobil bertemu dengan bumper belakang mobil. Biasanya cara ini digunakan di ruas jalan yang sempit dan tidak memungkinkan untuk menggunakan cara tegak lurus. Melakukan parkir paralel merupakan keahlian yang paling sulit dalam memarkirkan kendaraan sehingga dijadikan sebagai salah satu aspek yang diujikan pada saat ujian praktek untuk mendapatkan SIM, dan juga menjadi salah satu pelajaran yang diberikan dalam sekolah mengemudikan kendaraan. 3. Parkir Serong Merupakan cara parkir kendaraan yang membentuk sudut dengan pinggir jalan atau tempat parkir. Parkir serong merupakan salah satu cara termudah dalam memarkir kendaraan. Dalam membuat parkir serong, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan: a. Parkir serong harus memiliki standar sudut 30 derajat, 45 derajat, atau 60 derajat. Tidak boleh kurang atau lebih dari sudut tersebut. Sudut parkir yang berbeda dapat diterapkan guna menyesuaikan dengan luasan yang diperuntukkan untuk pelataran parkir, demikian juga halnya dengan dimensi ruang parkir. b. Luasan area parkir juga harus dipertimbangkan, tidak boleh terlalu sempit karena menyulitkan pengemudi untuk manuver kendaraannya. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, sirkulasi dan fasilitas parkir diatur sebagaimana berikut: 1. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara sirkulasi eksternal dengan internal bangunan, serta antara individu pemakai bangunan dengan sarana transportasinya. Sirkulasi harus memberikan pencapaian yang mudah dan jelas, baik yang bersifat pelayanan publik maupun pribadi. 2. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus telah memperhatikan kepentingan bagi aksesibilitas pejalan kaki.
3. Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance) dan lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan pemadam kebakaran, dan kendaraan pelayanan lainnya. 4. Sirkulasi perlu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan, rambu-rambu, papan informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi (dapat berupa elemen perkerasan maupun tanaman), guna mendukung sistem sirkulasi yang jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika. 5. Penataan jalan tidak dapat terpisahkan dari penataan pedestrian, penghijauan, dan ruang terbuka umum. 6. Penataan ruang jalan dapat sekaligus mencakup ruang-ruang antar bangunan yang tidak hanya terbatas dalam Rumija, dan termasuk untuk penataan elemen lingkungan, penghijauan, dll. 7. Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan identitas lingkungan yang dikehendaki, dan kejelasan kontinuitas pedestrian. 8. Jalur utama pedestrian harus telah mempertimbangkan sistem pedestrian secara keseluruhan, aksesibilitas terhadap subsistem pedestrian dalam lingkungan, dan aksesibilitas dengan lingkungan sekitarnya. 9. Jalur pedestrian harus berhasil menciptakan pergerakan manusia yang tidak terganggu oleh lalu lintas kendaraan. 10. Penataan pedestrian harus mampu merangsang terciptanya ruang yang layak digunakan/manusiawi, aman, nyaman, dan memberikan pemandangan yang menarik. 11. Elemen pedestrian (street furniture) harus berorientasi pada kepentingan pejalan kaki. 12. Setiap bangunan bukan rumah hunian diwajibkan menyediakan area parkir kendaraan sesuai dengan jumlah area parkir yang proporsional dengan jumlah luas lantai bangunan. 13. Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan yang telah ditetapkan. 14. Prasarana parkir untuk suatu rumah atau bangunan tidak diperkenankan mengganggu kelancaran lalu lintas, atau mengganggu lingkungan di sekitarnya. 15. Jumlah kebutuhan parkir menurut jenis bangunan ditetapkan sesuai dengan standar teknis yang berlaku. 16. Penataan parkir harus berorientasi kepada kepentingan pejalan kaki, memudahkan aksesibilitas, dan tidak terganggu oleh sirkulasi kendaraan. 17. Luas, distribusi dan perletakan fasilitas parkir diupayakan tidak mengganggu kegiatan bangunan dan lingkungannya, serta disesuaikan dengan daya tampung lahan. 18. Penataan parkir tidak terpisahkan dengan penataan lainnya seperti untuk jalan, pedestrian dan penghijauan. Sedangkan untuk pembangunan rumah susun secara spesifik, menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umun No. 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi, sirkulasi dan fasilitas parkir diatur sebagaimana berikut: 1. Sirkulasi harus mudah dicapai, jelas arahnya, dan terintegrasi dengan sarana transportasi baik yang bersifat pelayanan publik maupun pribadi. 2. Sirkulasi harus memerhatikan kepentingan aksesibilitas bagi pejalan kaki termasuk penyandang disabilitas dan lanjut usia.
3. Sirkulasi harus menyediakan ruang gerak vertikal dan lebar jalan yang sesuai untuk keadaan darurat bagi pemadam kebakaran dan kendaraan pelayanan publik lainnya. 4. Sirkulasi harus menyediakan perlengkapan seperti unsur penanda jalan, rambu-rambu, papan informasi sirkulasi, dan elemen pengarah sirkulasi (elemen perkerasan/tanaman) yang berguna untuk mendukung sistem sirkulasi yang jelas dan efisien dan unsur estetikanya. 5. Setiap bangunan rusunami harus menyediakan lahan parkir dengan rasio 1 (satu) tempat parkir kendaraan untuk setiap 5 (lima) unit hunian yang dibangun. 6. Lahan parkir tidak diperbolehkan untuk mengurangi daerah penghijauan yang telah ditetapkan 7. Lokasi lahan parkir bangunan rusunami tidak diperbolehkan mengganggu kelancaran lalu-lintas dan/atau mengganggu lingkungan disekitarnya. Tempat parkir juga tidak lepas dari konsep universal design, yang didalamnya ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah: 1. Tempat parkir harus mudah dijangkau, mudah penggunaannya, dan memenuhi kebutuhan parkir suatu bangunan tertentu didalam suatu lingkungan yang didesain dengan baik untuk seluruh kalangan. 2. Tempat parkir harus ramah terhadap penggunanya baik itu pengguna orang tua dengan anak, orang lanjut usia, orang dengan barang bawaan yang banyak, maupun orang berkebutuhan khusus yang membawa kursi roda dengan kendaraan yang lebih besar. 3. Tempat parkir harus didukung dengan memasang marka jalan, papan petunjuk untuk menunjukkan angka, lokasi, ukuran, dan karakteristik tertentu dengan jelas. 4. Tempat parkir harus memerhatikan kebutuhan semua orang yang kemungkinan akan menggunakan fasilitas tempat parkir untuk kenyamanan dan keselamatan semua. 5. Tempat parkir untuk penyandang disabilitas dengan sistem parkir tegak lurus harus memiliki minimal 2,4m lebar x 4,8m panjang, sedangkan untuk system parkir parallel harus memiliki minimal 2,4m lebar x 6,1m panjang.
6. Tempat parkir khusus penyandang disabilitas untuk bangunan yang tidak sering dikunjungi oleh public, maka kapasitas tempat parkirnya adalah 5% dari total luas tempat parkir yang tersedia.