BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN. A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia

dokumen-dokumen yang mirip
A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB I PENDAHULUAN. setelah dikirim barang tersebut mengalami kerusakan. Kalimat yang biasanya

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

LEMON LAW, SUATU UPAYA HUKUM BAGI PEMILIK KENDARAAN DI AMERIKA (STUDI PERBANDINGAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA)

Pedoman Klausula Baku Bagi Perlindungan Konsumen

HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB IV ANALISIS HAK KEAMANAN PENGGUNA JALAN TOL DARI KABUT ASAP KEBAKARAN LAHAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PP NO 15 TAHUN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TANGGUNG JAWAB HUKUM PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN Oleh : Sri Murtini Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta.

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN [LN 1999/42, TLN 3821]

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB OPERATOR SELULER TERHADAP PELANGGAN SELULER TERKAIT SPAM SMS DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM. 30 TAHUN 2004 TENTANG

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

ACHMAD SETIANTO X

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi sangat memerlukan tersedianya dana. Oleh karena itu, keberadaan

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

Andria Luhur Prakoso Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PERJANJIAN PADA PROGRAM INVESTASI

BAB I PENDAHULUAN. macam variasi barang maupun jasa. Banyaknya variasi barang maupun jasa

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

BAB 1 PENDAHULUAN. barang dan jasa, serta fasilitas pendukung lainnya sebagai pelengkap yang dibutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perlindungan Konsumen, Konsumen, dan Pelaku Usaha

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

PERILAKU KONSUMEN. Maya Dewi Savitri, MSi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

ASPEK HUKUM PERJANJIAN BERLANGGANAN TELKOM Flexi DI KOTA PALU I KADEK MAPRA BAWA MANDA / D

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

KETENTUAN-KETENTUAN PENTING TENTANG WANPRESTASI DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM (PMH) OLEH: Drs. H. MASRUM, M.H. (Hakim Pengadilan Tinggi Agama Banten)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Artinya, perlindungan menurut hukum dan undang-undang

BUKU SEDERHANA MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP PERLINDUNGAN KONSUMEN

KONSEP Etika PRODUKSI DAN Lingkungan HIDUP ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan analisis di atas penulis akan memberikan kesimpulan dari

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak berkembang usaha-usaha bisnis, salah satunya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK. Oleh: Elyani Staf Pengajar Fakultas Hukum UNPAB Medan ABSTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

Keputusan Menteri tentang penyelenggaraan NAP (Netwok Access Point) dan ISP (Internet Service Provider) Oleh: Yudha Febi Irawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanggung jawab dalam bahasa Inggris diterjemahkan dari kata responsibility

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

POTENSI KEJAHATAN KORPORASI OLEH LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM JUAL BELI KENDARAAN SECARA KREDIT Oleh I Nyoman Gede Remaja 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 59 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

5 Mei (Muhammad, 2010) Ini merujuk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi: Pembelajaran

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

BAB V PENUTUP. 1. Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Miskin Menurut Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Konsumen Dan Pelaku Usaha Menurut Undang undang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna jasa PT.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

loket). Biaya tersebut dialihkan secara sepihak kepada konsumen.

Regulasi Pangan di Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TANGGUNG JAWAB DAN PERJANJIAN JUAL BELI. konsumen. Kebanyakan dari kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Klausula baku yang dipergunakan dalam praktek bisnis di masyarakat,

Prodi Manajemen Industri Katering Universitas Pendidikan Indonesia PELAYANAN PRIMA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK, PERLINDUNGAN KONSUMEN, DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

vii DAFTAR WAWANCARA

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMAKAIAN JASA DARI PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II PERLINDUNGAN KONSUMEN MELALUI KONTEN LABEL PRODUK ROKOK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NO. 109 TAHUN 2012

MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 01 /PER/M. KOMINFO/01/2009 TENTANG

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KERUGIAN BAGI PENGGUNA JASA POS EXPRESS DI PT. POS INDONESIA (PERSERO) MEDAN

Transkripsi:

BAB III TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARAAN JASA MULTIMEDIA TERHADAP KONSUMEN A. Tinjauan Umum Penyelenggaraan Jasa Multimedia Penyelenggaraan jasa multimedia adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi termasuk di dalamnya antara lain penyelenggaraan jasa internet teleponi, jasa akses internet dan jasa televisi berbayar 36. Penyelenggaraan jasa multimedia sebagaimana dimaksud terdiri atas 37 : jasa televisi berbayar; jasa akses internet (internet service provider); jasa interkoneksi internet (NAP); jasa internet teleponi untuk keperluan publik; jasa wireless access protocol (WAP); jasa portal; 36 Departemen Perhubungan, Keputusan Menteri Perhubungan Tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, Kepmen Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2001, ps.3 huruf c. 37 Ibid., pasal 46.

jasa small office home office (SOHO); jasa transaksi on-line; jasa aplikasi packet-switched selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, e,f,g dan huruf h; Penyelenggaraan jasa multimedia yang dilakukan sejak didirikan pada tahun 1999 dengan nama 1rstwap Mobile Internet Services GmbH di Austria dan PT Firstwap di Indonesia menjadi perusahaan telekomunikasi yang membangun layanan mobile messaging secara global berbasis pada SMS, WAP, Web, MMS, teknologi mobile dan internet. Pada saat ini memiliki lebih dari 2 juta pelanggan di layanan mobile messagingnya. Untuk pasar di Indonesia, PT Firstwap memiliki 2 situs jasa multimedia yaitu wapindonesia dan gsmclub yang memiliki penambahan 28.500 pemanfaat jasa multimedia perbulan, dan dalam memberikan layanan dengan beberapa ketentuan dan persyaratan yang dituangkan dalam ketentuan layanan berbentuk klausula baku. B. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Antara konsumen pemanfaat jasa multimedia dengan penyelenggaraan jasa multimedia yang dilakukan pelaku usaha terdapat hubungan hukum didasarkan pada hukum perlindungan konsumen, karena penyelenggaraan jasa multimedia yang 39

dilakukan termasuk kategori yang melakukan kegiatan usaha sebagaimana perumusan pelaku usaha menurut pasal 1 angka 3 UUPK dan pemanfaat jasa multimedia termasuk kategori konsumen menurut permumusan pasal 1 angka 2 UUPK. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. 38 Perlindungan terhadap konsumen pemanfaat jasa multimedia menurut UUPK adalah sama dengan perlindungan terhadap konsumen lainnya. Hak dari konsumen pemanfaat jasa multimedia, adalah sebagai berikut 39 : hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsurnsi barang dan/atau jasa; hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa; hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang digunakan; 38 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, UU No.8 Tahun 1999, LN No.42 tahun 1999, pasal 1 angka 1. 39 Ibid.,pasal 4. 40

hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan komnpensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban penyelenggaraan jasa multimedia yang dilakukan pelaku usaha sebagai berikut 40 : beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan pcnggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 40 Ibid., pasal 7. 41

menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang di persyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan 41. Hal ini berarti, penyelenggaraan jasa multimedia harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh peraturan perundangundangan. Penyelenggara jasa multimedia wajib memenuhi 41 Ibid., pasal 8 angka 1 huruf a. 42

kualitas standar pelayanan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Departemen Pos dan Telekomunikasi 42. Mengenai masalah standar dan standarisasi, UUPK tidak mencantumkan definisi kedua hal tersebut. Yang dimaksud dengan standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan consensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan dating untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Sedangkan pengertian standarisasi adalah proses merumuskan, merevisi, menetapkan dan menerapkan standar, dilaksanakan secara tertib dan kerjasama dengan semua pihak 43. Penyelenggaraan jasa multimedia juga dilarang memperdagangkan jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan jasa tersebut. 44 Contoh yang pernah dirasakan konsumen pemanfaat jasa multimedia yang dilakukan PT Firstwap adalah pelaku usaha selalu menggunakan 42 Departemen Perhubungan, op. cit., pasal 48. 43 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Standardisasi Nasional Indonesia, PP No.102 Tahun 2000, pasal 1 angka 2. 44 Indonesia, op. cit., pasal 8 angka 1 huruf f. 43

ketentuan layanan yang berbentuk klausula baku untuk menjawab semua keluhan konsumen. Dengan melihat kenyataan bahwa kedudukan konsumen pada prakteknya jauh di bawah pelaku usaha, maka UUPK merasakan perlu pengaturan mengenai ketentuan perjanjian baku dan/atau pencantuman klausula baku dalam setiap dokumen atau perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha. UUPK merumuskan klausula baku sebagai : setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. 45 Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila 46 : a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; 45 Ibid., pasal 1 angka 10. 46 Ibid., pasal 18 angka 1. 44

d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran. Selanjutnya pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya 45

sulit dimengerti 47. Sebagai konsekuensi atas pelanggaran menyatakan batal demi hukum setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memuat ketentuan yang dilarang dalam pasal 18 ayat (1) maupun perjanjian baku atau klausula baku yang memiliki format sebagaimana dimaksud pada pasal 18 ayat (2). Atas kebatalan demi hukum dari klausula baku sebagaimana disebutkan dalam pasal 18 ayat (3), pasal 18 aayt (4) UUPK selanjutnya mewajibkan para pelaku usaha untuk menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan UUPK ini. Jadi apabila kasus mengenai klausula baku dimajukan ke sidang pengadilan, pada sidang pertama hakim harus menyatakan bahwa perjanjian atau klausula itu batal demi hukum. 48 C. Ganti Rugi Dalam Hukum Perlindungan Konsumen Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan 47 Ibid., pasal 18 ayat 2. 48 Dony Lanazura, Ketentuan Hukum (Baru) yang Diatur dalam UU Perlindungan Konsumen dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa, (Makalah disampaikan pada Program Pembekalan PPDN, diadakan Yayasan Patra Cendekia, jakarta, 4 Nopember 2000), hal.3. 46

atau diperdagangkan 49. Jika konsumen pemanfaat jasa multimedia dirugikan akibat mengkonsumsi jasa yang diperdagangkan oleh penyelenggaraan jasa multimedia, konsumen dapat meminta ganti rugi atas kerugian yang dideritanya tersebut. Ganti rugi dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku 50. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi dan pemberian ganti rugi tersebut tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Jika pelaku usaha menolak dan/atau tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka pelaku usaha tersebut dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau diajukan ke badan pengadilan di tempat kedudukan konsumen. Pembuktian 49 Indonesia, op. cit., pasal 19 angka 1. 50 Ibid., pasal 18 angka 2. 47

terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha 51. D. Ganti Rugi Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Konsumen pemanfaat jasa multimedia yang merasa dirugikan dapat menggugat berdasarkan perbuatan melawan hukum diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata yang isinya : Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut dengan membuktikan unsur-unsur yang terdapat pada pasal 1365 KUHPerdata tersebut, yaitu: 1. Ada perbuatan 2. Perbuatan tersebut melawan hukum 3. Ada kesalahan 4. Ada kerugian 5. Ada hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian Yang dimaksudkan sebagai perbuatan dalam hal ini adalah baik berbuat sesuatu (dalam arti aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal mempunyai kewajiban hukum untuk membuatnya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku 52. 51 Ibid., pasal 28. 48

Yang dimaksudkan dengan melawan hukum diartikan seluas luanya meliputi hal hal sebagai berikut 53 : Perbuatan yang melanggar undang undang yang berlaku; Yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum. Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan; Perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain. Kesalahan merupakan unsur yang penting dalam perbuatan melawan hukum karena dengan terbuktinya kesalahan membuktikan terjadinya perbuatan melawan hukum. Suatu kesalahan apabila memenuhi unsur unsur sebagai berikut 54 1. Ada unsur kesengajaan,atau; 2. Ada unsur kelalaian, dan; 3. Tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf Kerugian dapat bersifat materiil (harta kekayaan) dan dapat pula bersifat idiil. Dengan demikian kerugian harus 52 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, cet.1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hal.11. 53 Ibid. 54 Ibid., hal 12. 49

diambil dalam arti yang luas, tidak hanya mengenai kekayaan harta benda seseorang, melainkan juga mengenai kepentingankepentingan lain dari seorang manusia, yaitu tubuh, jiwa dan kehormatan seseorang. Dalam terjadinya perbuatan melawan hukum harus terdapat hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian. Ada dua macam teori mengenai hubungan kausal antara kesalahan dengan kerugian, yaitu : 1. Teori Conditio Sine Qua Non Oleh Von Buri, yang mengemukakan suatu hal adalah sebab dari suatu akibat dan akibat tidak akan terjadi jika sebab itu tidak ada. 2. Teori Adequate Veroorzaking Oleh Von Kries, yang menyatakan bahwa suatu hal baru dapat dikatakan sebab dari suatu akibat jika menurut pengalaman manusia dapat diperkirakan terlebih dahulu bahwa sebab itu akan diikuti oleh akibat. Selain itu terdapat ajaran relativitas (schutnorm theorie) yang berasal dari Jerman. Teori schutnorm ini mengajarkan bahwa agar seseorang dapat dimintakan tanggung jawabnya karena melakukan perbuatan melawan hukum, maka tidak cukup hanya menunjukkan adanya hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang timbul. Akan 50

tetapi, perlu ditunjukkan bahwa norma atau peraturan yang dilanggar tersebut dibuat memang untuk melindungi terhadap kepentingan korban yang dilanggar. Penerapan teori ini membeda bedakan perlakuan terhadap korban dari perbuatan melawan hukum, dalam hal ini, jika seseorang melakukan suatu perbuatan dapat merupakan perbuatan mealwan hukum bagi korban x, tetapi mungkin bukan merupakan perbuatan melawan hukum bagi korban y 55. Ada beberapa kemungkinan penuntutan yang dapat didasarkan pada pasal 1365 KUHPerdata, yaitu 56 : a. Ganti rugi atas kerugian dalam bentuk uang; b. Ganti rugi atas kerugian dalam bentuk natura atau dikembalikan dalam keadaan semula; c. Pernyataan bahwa perbuatan adalah melawan hukum; d. Larangan dilakukannya perbuatan tertentu; e. Meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum; f. Pengumuman keputusan dari sistem yang telah diperbaiki. Konsumen juga dapat menggugat berdasarkan pasal 1366 KUHperdata, yaitu apabila penyelenggaraan jasa multimedia 55 Ibid., hal 15. 56 M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, cet.2, (Jakarta : Pradnya Paramita : 1982), hal 102. 51

lalai atau kurang berhati-hati dalam memperdagangkan jasanya sehingga menyebabkan konsumen mengalami kerugian. Penyelenggaraan jasa multimedia yang berbentuk Perseroan Terbatas dapat digugat melakukan perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata. Jika yang melakukan perbuatan melawan hukum adalah bawahan atau pegawai dari Perseroan Terbatas maka Perseroan Terbatas tersebut tetap dapat dituntut untuk bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang yang menjadi tanggungannya berdasarkan pasal 1367 ayat (3) KUHPerdata, apabila semua unsure pasal 1365 KUHperdata dipenuhi oleh bawahan atau pegawai yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Namun demikian beban pembuktian tetap berpedoman pada orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau, guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut 57. 57 Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijke Wetboek) diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjotrosudibio, cet. 30 Jakarta: Pradnya Paramita, 1999, Pasal 1865. 52

53