BAB III METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian (Juliansyah Noor, 2011: 108). menggunakan metode penelitian sampling. Berdasarkan keterkaitan

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR LAMPIRAN...

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Menurut Pabundu Tika (2005:4) menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah

TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuannya (Moh.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KERENTANAN LONGSOR DI KECAMATAN MUNJUNGAN KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN PARIGI KABUPATEN PARIGI MAUTONG TAHUN 2008 DAN 2013

BAB II METODE PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. A. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

BAB IV GAMBARAN UMUM DESA SUMURUP. Sebelah barat berbatasan dengan desa sengon. 60. Gambar 4.1 Batasan Wilayah Kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian adalah sebuah cara yang digunakan untuk mencapai

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Menurut Sumaatmadja yang dikutip dari The Liang Gie ( ) suatu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan Rumusan masalah serta kajian pustaka maka penulis

EVALUASI RENCANA TATA RUANG WILAYAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN MELALUI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SRAGEN

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembobotan. Tabel 5.1 Persentase Pembobotan Tingkat Bahaya

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

BAB III METODE PENELITIAN. Pabundu Tika, 2005:12). Desain penelitian bertujuan untuk memberi

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

besar dan daerahnya rutin terkena banjir setiap masuk hujan. Padahal kecamatan ini memiliki luas yang sempit.hal tersebut menjadikan kecamatan ini men

BAB IV METODE PENELITIAN. A. Konsep Penelitian

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Menurut Moh. Pabundu

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

METODOLOGI PENELITIAN. Bukit digunakan metode deskriptif, menurut Moh. Nazir (1983:63) Metode

III. METODOLOGI PENELITIAN. situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Sumadi Surya Brata, 2000: 18).

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi dan perbukitan. Kabupten

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. penelitian dengan baik dan benar, metode penelitian juga merupakan suatu cara

BAB III METODE PENELITIAN. dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai tujuannya. Desain

METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian adalah ilmu yang memperbincangkan metode-metode

LAPORAN PRAKTIKUM SIG ACARA XI PETA PREDIKSI JUMLAH PENUMPANG ANGKUTAN UMUM DI KECAMATAN GOMBONG, KABUPATEN GOMBONG, JAWA TENGAH

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksploratif,

III. METODOLOGI PENELITIAN. keadaan sebagaimana adanya dan pengungkapan fakta-fakta yang ada, walaupun

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh pengetahuan atau

III. METODE PENELITIAN

BAB III PROSEDUR PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN


Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

ANALISIS KERENTANAN BENCANA LONGSOR DI LERENG GUNUNG WILIS KABUPATEN NGANJUK

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah suatu rencana tentang cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data secara sistematis dan terarah agar penelitian dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif sesuai tujuannya (Moh. Pabundu Tika, 2005: 12). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang mengungkapkan suatu masalah atau fenomena dengan disertai angka-angka dalam penjelasannya. Penelitian deskriptif berarti penelitian yang mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis (Moh. Pabundu Tika, 2005: 4). Penelitian ini berusaha memetakan kerentanan longsor lahan yang ada di daerah penelitian termasuk persebaran daerah rawan longsor. Berdasarkan keterkaitannya dengan objek penelitian, penelitian ini menggunakan metode survei. Metode survei merupakan metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang bersamaan (Hadi Sabari Yunus, 2010 : 310). Penelitian ini menggunakan pendekatan kelingkungan. Pendekatan kelingkungan ditunjukkan oleh keterkaitan antara tingkat bahaya sebagai hasil proses alam dengan tingkat kerentanan yang melibatkan manusia 1

didalamnya. Konsep yang digunakan adalah konsep lokasi, jarak, keterjangkauan, morfologi dan aglomerasi. Konsep lokasi dalam penelitian ini berkaitan dengan letak Kecamatan Munjungan di Kabupaten Trenggalek, yang berbatasan dengan Kecamatan Kampak di sebelah utara, Kecamatan Watulimo di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, Kecamatan Panggul dan Kecamatan Dongko di sebelah barat. Konsep jarak berkaitan dengan jauh dekatnya suatu daerah dengan kawasan perbukitan ataupun pegunungan, dimana semakin dekat suatu daerah dengan wilayah perbukitan maka semakin besar kemungkinan potensi tingkat kerentanan terhadap bencana tanah longsor. Konsep keterjangkauan berkaitan dengan mudah atau tidaknya suatu lokasi untuk dijangkau apabila terjadi suatu bencana, baik lokasi permukiman penduduk yang terkena bencana tanah longsor maupun lokasi tempat pengungsian. Konsep morfologi berkaitan dengan bencana tanah longsor Kecamatan Munjungan yang sangat dipengaruhi oleh bentuk medan yang didominasi wilayah perbukitan atau pegunungan. Konsep aglomerasi berkaitan dengan kecenderungan penduduk yang mengelompok pada suatu daerah tertentu di Kecamatan Munjungan sehingga setiap daerah tersebut memiliki tingkat kepadatan penduduk yang berbeda-beda. B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasioanal Variabel Variabel adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi objek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002: 104). Variabel yang digunakan 2

dalam penelitian ini adalah : Variabel Kerentanan sosial, variabel kerentanan ekonomi, variabel kerentanan fisik, dan variabel kerentanan lingkungan. Definisi dari masing-masing variabel tersebut adalah : 1. Kerentanan Sosial meliputi parameter : a. Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk adalah perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah yang didiami oleh penduduk di suatu wilayah yang dinyatakan dalam satuan jiwa/km 2. Penilaian kepadatan penduduk berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). b. Rasio Kelompok Rentan 1) Rasio jenis kelamin Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29), rasio jenis kelamin merupakan perbandingan jumlah penduduk perempuan dengan jumlah total penduduk dikali 100, yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Penilaian jenis kelamin berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). 2) Rasio kelompok umur Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29), rasio kelompok umur merupakan perbandingan jumlah penduduk usia muda (0-14 tahun) dan usia tua (>64 tahun) dengan jumlah total penduduk dikali 100, yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Penilaian kelompok umur berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). 3

3) Rasio orang cacat Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29), rasio orang cacat adalah perbandingan jumlah penduduk yang disability (cacat) dengan jumlah total penduduk dikali 100, yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Orang yang termasuk dalam kategori cacat yaitu bisu/tuli (tunarungu), buta (tunanetra), cacat fisik (tunaraga), cacat mental dan lemah ingatan. Penilaian orang cacat berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). 4) Rasio kemiskinan Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29), rasio kemiskinan adalah perbandingan jumlah penduduk miskin dengan total penduduk dikali 100, yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Penilaian rasio kemiskinan berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 29). 2. Kerentanan Ekonomi meliputi parameter : a. Luas lahan produktif Luas lahan produktif adalah luas lahan yang dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan produktif seperti sawah, kebun, perkebunan, tegalan, dan tambak. Luas lahan produktif dinyatakan dalam satuan hektar (ha). Penilaian luas lahan produktif berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 34). 4

b. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan output (produk) hasil baik dari pengolahan alam, maupun non-alam, serta hasil dari aktivitas perekonomian penduduk disuatu wilayah yang bersifat lokal domestik. Besarnya PDRB dinyatakan dalam rupiah penialaian PDRB berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 34). 3. Kerentanan Fisik meliputi parameter : a. Jumlah rumah Jumlah rumah adalah banyaknya tempat tinggal penduduk pada suatu wilayah. Rumah menjadi tempat yang dapat menarik masyarakat untuk tinggal didalamnya sehingga menjadi salah satu faktor kerentanan. Jumlah rumah dinyatakan dalam satuan buah, penilaian jumlah rumah berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 35). b. Jumlah fasilitas umum Jumlah fasilitas umum adalah banyaknya fasilitas pelayanan publik yang ada di suatu wilayah. Fasilitas umum merupakan fasilitas yang diperuntukkan untuk kepentingan umum seperti : fasilitas kesehatan, pendidikan, tempat ibaddah, dan pemerintahan yang berfungsi sebagai pusat pelayanan untuk masyarakat. Jumlah fasilitas umum yang dinyatakan dalam satuan buah. Penilaian jumlah fasilitas umum berpedoman pada kriteria Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 (2012 : 35). 5

4. Kerentanan Lingkungan (jenis penggunaan lahan) Jenis penggunaan lahan adalah variasi bentuk perwujudan yang dilakukan oleh manusia terhadap lahan. Setiap penggunaan lahan memiliki respon yang berbeda terhadap suatu bencana. Jenis-jenis penggunaan lahan dapat mempercepat maupun memperlambat laju gerakan massa tanah. C. Populasi Penelitian Menurut Hadi Sabari Yunus (2010 : 260), populasi adalah kumpulan dari satuan-satuan elementer yang mempunyai karakteristik dasar yang sama atau yang dianggap sama. Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan (Margono, 2005:118). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lahan yang berada di Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek dengan luas wilayah 23.238,57 ha. Semua anggota populasi dijadikan sebagai subjek penelitian, sehingga penelitian ini termasuk jenis penelitian populasi. Hal ini dikarenakan setiap anggota populasi yang ada di seluruh lahan di wilayah Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek merupakan faktorfaktor yang dijadikan sebagai parameter dalam menentukan tingkat kerentanan tanah longsor. D. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Munjungan Kabupaten Trenggalek. Waktu pelaksanaan penelitian mulai bulan November 2016 sampai bulan Agustus 2017. 6

E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian (Juliansyah Noor, 2011 ; 138). Penelitian ini memiliki dua jenis data yaitu primer dan sekunder, dan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: observasi, dan dokumentasi. 1. Observasi Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek (Pambudu Tika, 2005: 44). Observasi dilakukan dengan pengambilan data primer. Instrument yang dilakukan dalam observasi adalah catatan pengamatan dan check list. Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Penggunaan lahan: dengan mengamati penggunaan lahan yang ada di lapangan. 2) Ketersedian fasilitas umum: mengamati jumlah fasilitas umum yang ada di tempat penelitian, tingkat kelayakan fasilitas umum yang ada di wilayah penelitian. 3) Keterdapatan longsor: diperoleh dengan cara mengamati keterdapatan longsor dilapangan. 2. Dokumentasi Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data-data sekunder dari berbagai sumber. Dokumen yang dikumpulkan dalam penelitian ini 7

terdiri dari data jumlah penduduk, luas lahan produktif, PDRB per sektor, jumlah rumah, jumlah fasilitas umum dan peta (administrasi, penggunaan lahan). Data yang berupa data jumlah penduduk, luas lahan produktif, PDRB per sektor, jumlah rumah dan fasilitas umum dapat diperoleh dari Kantor Kecamatan Munjungan, kantor desa dan BPS Kabupaten Trenggalek. Peta mengenai penggunaan lahan dapat diperoleh dari website resmi Kabupaten Trenggalek, untuk peta administrasi kecamatan dapat disalin dari peta Rupa Bumi Indonesia. F. Metode Analisis Data Teknik analisis data adalah cara-cara yang dugunakan untuk memberikan makna pada data-data yang diperoleh. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik : 1. Analisis Pengharkatan (scoring) Pengharkatan dilakukan pada masing-masing variabel kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan. Analisis pengharkatan dilakukan dengan batuan softwere ArcGIS 10.1. analisis pengharkatan dilakukan berdasarkan Pedoman Umum Pengkajian Bencana yang termuat dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 02 Tahun 2012. Berikut ini pengharkatan yang dilakukan: 8

a. Kerentanan Sosial meliputi parameter : 1) Kepadatan Penduduk Tabel 4. Kepadatan Penduduk No Kepadatan (jiwa/km 2 ) Kelas Skor 1. >1000 Tinggi 30 2. 500-1000 Sedang 20 3. <500 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi Tingkat kepadatan penduduk diperoleh dari jumlah penduduk dibagi luas wilayah per desa. Semakin tinggi tingkat kepadatan penduduk akan semakin tinggi pula tingkat kerentanan sosial yang ditimbulkan. 2) Rasio Kelompok Rentan a) Rasio Jenis Kelamin Tabel 5. Rasio Jenis Kelamin No Rasio jenis kelamin (%) Kelas Skor 1. Jumlah penduduk perempuan >40 Tinggi 30 2. Jumlah penduduk perempuan 20-40 Sedang 20 3. Jumlah penduduk perempuan <20 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi Penduduk perempuan memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk laki-laki ketika terjadi bencana tanah longsor. Semakin tinggi persentase perbandingan jumlah penduduk perempuan terhadap total seluruh penduduk setiap desa maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi. 9

b) Rasio Kelompok Umur Tabel 6. Rasio Kelompok Umur No Rasio kelompok umur (%) Kelas Skor 1. Jumlah penduduk usia anak-anak dan tua >40 Tinggi 30 2. Jumlah penduduk usia anak-anak dan tua 20-40 Sedang 20 3. Jumlah penduduk usia anak-anak dan tua <20 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi. Penduduk usia anak-anak dan tua memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap bencana tanah longsor dibandingkan dengan penduduk produktif, sehingga semakin tinggi persentase perbandingan jumlah penduduk usia anak-anak dan tua terhadap total seluruh penduduk setiap desa maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi. c) Rasio Orang Cacat Tabel 7. Rasio Orang Cacat No Rasio orang cacat (%) Kelas Skor 1. Jumlah penduduk cacat >40 Tinggi 30 2. Jumlah penduduk cacat 20-40 Sedang 20 3. Jumlah penduduk cacat <20 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi. Penduduk yang disability (cacat) memiliki kerencanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk normal ketika bencana tanah longsor terjadi dikarenakan orang cacat mempunyai keterbatasan mental maupun gerak (mobilitas) apabila terjadi bencana. Semakin tinggi persentase perbandingan jumlah penduduk cacat terhadap total seluruh penduduk setiap desa maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi. 10

d) Rasio Kemiskinan Tabel 8. Rasio Kemiskinan No Rasio kemiskinan (%) Kelas Skor 1. Jumlah penduduk miskin >40 Tinggi 30 2. Jumlah penduduk miskin 20-40 Sedang 20 3. Jumlah penduduk miskin <20 Rendah 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi Penduduk miskin memiliki kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan penduduk menengah hingga kaya dikarenakan kemampuan ekonomi akan berpengaruh terhadap pengurangan risiko terhadap bencana (tanah longsor) baik dari segi fisik berupa bangunan rumah maupun sosial berupa kesehatan ataupun tingkat pendidikan. Semakin tinggi persentase perbandingan jumlah penduduk miskin terhadap total seluruh penduduk setiap desa, maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi. Kerentanan sosial dipengaruhi oleh parameter kepadatan penduduk dan rasio rentan yang meliputi rasio jenis kelamin, rasio kelompok umur, rasio orang cacat, dan rasio kemiskinan. Setiap variabel memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkat kerentanan sosial, sehingga perlu dilakukan pembobotan sebagai berikut : Tabel 9. Pengharkatan Kerentanan Sosial No Variabel Bobot 1. Tingkat kepadatan penduduk 60% 2. Rasio kelompok rentan Rasio jenis kelamin 10% Rasio kelompok umur 10% Rasio orang cacat 10% Rasio kemiskinan 10% Total 100% Sumber: Peraturan Kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi. 11

Pemberian nilai dengan pembobotan dilakukan dengan cara mengkalikan nilai masing-masing parameter kerentanan sosial dengan bobot, selanjutnya dijumlahkan untuk memperoleh skor total. Skor total kerentanan sosial = [(Skor tingkat kepadatan penduduk x 60%) + (Skor rasio jenis kelamin x 10%) + (Skor rasio kelompok umur x 10%) + (Skor rasio orang cacat x 10%) + (Skor rasio kemiskinan x 10%)] Hasil dari skor total kemudian diklasifikasikan menjadi lima kelas. Sebelum mengklasifikasikan ke dalam kelas-kelas terlebih dahulu ditentukan interval untuk setiap kelas dengan cara sebagai berikut : Maka intervalnya adalah: Interval = ( ) ( ) = Jumlah skor tetinggi merupakan hasil penjumlahan skor tertinggi parameter kerentanan sosial yang telah dibobot, sedangkan skor terendah merupakan hasil penjumlahan skor terendah parameter kerentanan sosial yang telah dibobot, sedangkan jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan sosial di Kecamatan Munjungan adalah sebagai berikut : 12

Tabel 10. Kelas Kerentanan Sosial Bencana Tanah Longsor Interval Kriteria Kelas Skor 26 30 Tingkat kerentanan sosial sangat tinggi I 50 22 25 Tingkat kerentanan sosial tinggi II 40 18 21 Tingkat kerentanan sosial sedang III 30 14 17 Tingkat kerentanan sosial rendah IV 20 10-13 Tingkat kerentanan sosial sangat rendah V 10 Sumber: Analisis Data (2016) Tingkat kerentanan sosial di Kecamatan Munjungan dibagi menjadi lima tingkat yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah dengan rentang skor 10 sampai 50. Semakin tinggi tingkat kerentanan sosial di suatu wilayah, maka skor yang dimiliki akan semakin tinggi. b. Kerentanana Ekonomi meliputi parameter : Kerentanan ekonomi bencana tanah longsor dipengaruhi oleh parameter luas lahan produktif dan PDRB. 1) Luas Lahan Produktif Tabel 11. Luas Lahan Produktif S No Luas Lahan (ha) Kelas Skor 1. >200 Tinggi 30 2. 100-200 Sedang 20 3. <100 Rendah 10 umber: Peraturan Kepala BNPB No. 02 (2012) dengan modifikasi Luas lahan produktif merupakan luas lahan yang dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan yang bersifat produktif berupa sawah, perkebunan, tegalan, kebun campuran, dan tambak. Lahan produktif merupakan salah satu sumber penghidupan utama masyarakat desa yang 13

terdampak langsung ketika tanah longsor terjadi. Semakin luas jumlah lahan produktif maka semakin besar juga tingkat kerentanan yang ada. 2) PDRB Tabel 12. PDRB No Kriteria (Juta) Kelas Skor 1. PDRB >300 Tinggi 30 2. PDRB 100-300 Sedang 20 3. PDRB <100 Rendah 10 Sumber: Peraturan kepala BNPB No 02 (2012) dengan modifikasi PDRB merupakan output (produk) hasil dari pengolahan alam, maupun non-alam, serta hasil dari aktivitas perekonomian penduduk di suatu wilayah. Semakin besar nilai PDRB, maka tingkat kerentanannya semakin tinggi. Kerentanan ekonomi dipengaruhi oleh parameter luas lahan produktif dan PDRB. Setiap variabel memiliki pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kerentanan ekonomi sehingga perlu dilakukan pembobotan sebagai berikut: Tabel 13. Pembobotan Krentanan Ekonomi No Kriteria (ha) Bobot (%) 1. Luas lahan produktif 60 2. PDRB 40 Total 100 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No. 02 (2012) dengan modifikasi Penilaian kerentanan ekonomi dengan pembobotan dilakukan dengan cara mengkalikan nilai masing-masing parameter kerentanan ekonomi dengan bobot selanjutnya dijumlahkan untuk memporeh skor total. 14

skor total kerentanan ekonomi = [(Skor luas lahan produktif x 60%) + (Skor PDRB x 40%)] Hasil dari skor total kemudian diklasifikasikan menjadi lima kelas. Sebelum mengklasifikasikan kedalam kelas-kelas terlebih dahulu ditentukan interval untuk setiap kelas dengan cara sebagai berikut. Interval = Maka intervalnya adalah: Interval = ( ) ( ) Jumlah skor tertinggi merupakan hasil penjumlahan skor tertinggi parameter kerentanan ekonomi yang telah dibobot, sedangkan skor terendah merupakan penjumlahan skor terendah parameter kerentanan ekonomi yang telah dibobot, sedangkan jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan ekonomi di Kecamataan Munjungan adalah sebagai berikut: Tabel 14. Kelas Kerentanan Ekonomi Bencana Tanah Longsor Interval Kriteria Kelas Skor 30> Tingkat kerentanan ekonomi sangat tinggi I 50 25-29 Tingkat kerentanan ekonomi tinggi II 40 20-24 Tingkat kerentanan ekonomi sedang III 30 15-19 Tingkat kerentanan ekonomi rendah IV 20 10-14 Tingkat kerentanan ekonomi sangat rendah V 10 Sumber: Analisis Data (2015) 15

Tingkat kerentanan ekonomi di Kecamatan Munjungan dibagi menjadi lima tingkat yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah dengan rentang skor 10 sampai 50, semakin tinggi tingkat kerentanan ekonomi di suatu wilayah, maka skor yang dimiliki akan semakin tinggi. c. Kerentanan Fisik meliputi parameter : 1) Jumlah Rumah Tabel 15. Jumlah Rumah No Jumlah Kelas Skor 1. >1000 buah Tinggi 30 2. 500-1000 Sedang 20 3. <500 Rendah 10sor Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.02 (2012) dengan modifikasi Jumlah rumah yang ada di setiap desa mempengarui tingginya tingkat kerentanan fisik, semakin banyak jumlah rumah maka tingkat kerentanannya juga semakin tinggi karena tanah longsor terjadi maka, semakin banyak juga jumlah rumah yang rusak. 2) Jumlah Fasilitas Umum Tabel 16. Jumlah Fasilitas Umur No Jumlah Kelas Skor 1. >30 Tinggi 30 2. 10-30 Sedang 20 3. <10 Rending 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.02 (2012) dengan modifikasi Jumlah fasilitas umum merupakan banyaknya tempat atau bangunan yang dimanfaatkan guna pelayanan bublik atau umum di suatu wilayah, 16

baik barupa fasilitas kesehatan, ekonomi, pendidikan, maupun tempat ibadah. Kerentanan fisik dipengaruhi oleh variabel jumlah rumah dan fasilitas umum. Masing-masing variabel tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kerentanan fisik, sehingga perlu dilakukan penskoran atau pembobotan sebagai berikut: Tabel 17. Pembobotan Kerentanan Fisik No Variabel Bobot (%) 1. Jumlah rumah 70 2. Jumlah fasilitas umum 30 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.02 (2012) dengan modifikasi Penilaian kerentanan fisik dengan pembobotan dilakukan dengan cara mengalikan nilai dari masing-masing parameter kerentanan fisik dengan bobot, selanjutnya dijumlahkan untuk memperoleh skor total. Skor total kerentanan fisik = [(Skor jumlah rumah x 70%) + (Skor jumlah fasilitas umum x 30%)] Hasil dari skor total kemudian diklasifikasi menjadi lima kelas. Sebelum diklasifikasikan kedalam kelas-kelas terlebih dahulu ditentukan interval untuk setiap kelas dengan cara sebagai berikut: Interval = Maka intervalnya adalah = Interval = ( ) ( ) Jumlah skor tertinggi merupakan hasil penjumlahan skor tertinggi parameter kerentanan fisik yang telah dibobot, sedangkan skor terendah 17

merupakan hasil penjumlahan skor terendah parameter kerentanan fisik yang telah dibobot, sedangkan jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor tingkat kerentanan fisik di Kecamatan Munjungan adalah sebagai berikut: Tabel 18. Kelas Kerentanan Fisik Bencana Tanah Longsor Interval Kriteria Kelas Skor 26-30 Tingkat kerentanan fisik sangat tinggi I 50 22-25 Tingkat kerentanan fisik tinggi II 40 18-21 Tingkat kerentanan fisik sedang III 30 14-17 Tingkat kerentanan fisik rendah IV 20 10-13 Tingkat kerentanan fisik sangat rendah V 10 Sumber: Analisis Data (2015) Tingkat kerentanan fisik di Kecamatan Munjungan dibagi menjadi lima tingkat yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah dengan rentang skor 10 sampai 50. Semakin tinggi tingkat kerentanan fisik di suatu wilayah, maka skor yang dimiliki akan semakin tinggi. d. Kerentanan Lingkungan (Penggunaan Lahan) Tabel 19. Jenis Penggunaan Lahan No Jenis penggunaan lahan Kelas Skor 1. Permukiman Sangat tinggi 50 2. Sawah Tinggi 40 3. Ladang, tegalan, dan kebun Sedang 30 4. Semak belukar dan alang-alang Rendah 20 5. Hutan Sangat rendah 10 Sumber: Paimin, dkk (2009) dengan modifikasi Jenis penggunaan lahan adalah variasi pemanfaatan lahan oleh manusia. Lahan yang banyak ditanami vegetasi akan sulit mengalirkan air limpasan karena tertahan oleh akar dan batang pohon, sehingga kemungkinan tanah longsor lebih kecil dibandingkan daerah yang tidak 18

ditanami oleh vegetasi, sehingga tingkat kerentanan lingkungannya semakin tinggi. Kerentanan bencana longsor dipengaruhi oleh beberapa variabel yaitu kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan. Setiap variabel memiliki pengaruh yang berbeda terhadap tingkat kerentanan tanah longsor di Kecamatan Munjungan, sehingga perlu dilakukan pembobotan pada masing-masing variabel berikut: Tabel 20. Kerentanan Bencana No Variabel Bobot (%) 1. Kerentanan social 40 2. Kerentanan ekonomi 25 3. Kerentanan fisik 25 4. Kerentanan lingkungan 10 Sumber: Peraturan Kepala BNPB No.02 (2012) Penilaian kerentanan tanah longsor di Kecamatan Munjungan dengan pembobotan dilakukan dengan cara mengkalikan nilai masingmasing parameter kerentanan yaitu: kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan dengan bobot, selanjutnya dijumlahkan untuk memperoleh nilai kerentanan tanah longsor. Skor total kerentanan longsor = [(Skor kerentanan sosial x 40%) + (skor kerentanan ekonomi x 25%) + (Skor kerentanan fisik x 25%) + (skor kerentanan lingkungan x 10%)] Hasil dari skor total kemudian diklasifikasikan menjadi lima kelas kerentanan tanah longsor. Sebelum mengklasifikasikan kedalam kelas- 19

kelas, terlebih dahulu menentukan interval untuk setiap kelas kerentanan tanah longsor dengan cara sebagai berikut: Interval = Maka intervalnya adalah: Interval = ( ) ( ) = Jumlah skor tertinggi merupakan hasil penjumlahan skor tertinggi parameter yang ada pada kerentanan sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan yang telah dibobot, skor terendah merupakan hasil penjumlahan skor terendah parameter yang ada pada kerentanan sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan yang telah dibobot, sedangkan jumlah kelas ditentukan oleh peneliti. Kriteria dan interval skor atau pembobotan tingkat kerentanan bencana tanah longsor di Kecamatan Munjungan adalah sebagai berikut: Tabel 21. Kelas Kerentanan Bencana Tanah Longsor Interval Kriteria Kelas Skor 42-50 Tingkat kerentanan sangat tinggi I 50 34-41 Tingkat kerentanan tinggi II 40 26-33 Tingkat kerentanan sedang III 30 18-25 Tingkat kerentanan rendah IV 20 10-17 Tingkat kerentanan sangat rendah V 10 Sumber: Analisis Data (2015) Tingkat kelas kerentanan tanah longsor dibagi menjadi lima kelas yaitu tingkat kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat 20

rendah dengan rentang nilai 10 sampai 50. Semakin tinggi tingkat kerentanan suatu wilayah maka skor yang dimiliki akan semakin tinggi. 2. Analisis Tumpang Sususn Peta (overlay) dalam Sistem Informasi Geografi (SIG). Teknik analisis overlay dilakukan dengan menggunakan softwer ArcGIS 10.1. Analisis overlay digunakan untuk membuat peta masingmasing variabel kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan. Peta yang sudah diberi skor pada masingmasing variabel kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, kerentanan fisik, dan kerentanan lingkungan di overlay sehingga menghasilkan peta tematik baru yaitu peta tingkat kerentanan tanah longsor di Kecamatan Munjungan. 21