HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI KOTA MAGELANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

tujuan mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai derajat kesehatan tersebut dipengaruhi oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. menular yang muncul dilingkungan masyarakat. Menanggapi hal itu, maka perawat

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang baik dan berkeadilan, sebagaimana diatur dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

Pengaruh Luas Ventilasi terhadap Kejadian TB Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013 BAB I NASKAH PUBLIKASI

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

HUBUNGAN ANTARA KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIKALA BARU KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI PUBLIKASI ILMIAH

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit menular Tuberkulosis masih menjadi

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

Diponegoro, Semarang. Diponegoro, Semarang. Abstract

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ini menular dan menyebar melalui udara, apabila tidak diobati

Pengaruh Faktor Sanitasi Rumah dan Sosial Ekonomi Terhadap Kejadian Penyakit TB Paru BTA Positif Di Kecamatan Genteng Kota Surabaya

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

HUBUNGAN PERILAKU DAN KONDISI LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI KOTA BIMA PROVINSI NTB

STUDI KOMPARASI BEBERAPA FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI DAERAH PANTAI DAN DAERAH PEGUNUNGAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SANGKRAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2016

FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING Lindy Agraini Patiro*, Wulan P.J Kaunang*, Nancy S.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

KEPADATAN HUNIAN, VENTILASI DAN PENCAHAYAAN TERHADAP KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BINANGA KABUPATEN MAMUJU SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan. kepada orang lain (Adnani & Mahastuti, 2006).

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Unnes Journal of Public Health

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia, menurut WHO 9 (sembilan) juta orang penduduk dunia setiap tahunnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh sejenis mikroba atau jasad renik. Mikroba ini

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan menurut UU No. 23 Tahun 1992 adalah keadaan sejahtera dari

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS SIMPANG KIRI KOTA SUBULUSSALAM TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

Jurnal Kesehatan Masyarakat

Kata Kunci: Merokok, Kepadatan Hunian, Ventilai, TB Paru

ABSTRAK. Hera.T.S. Batti *, dr. Budi. T Ratag, MPH *, Prof. dr. Jootje. M.L. Umboh, MS*

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIBAGOR KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGEMPLAK BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING KOTA MANADO

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit TB paru merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan

Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 10, No 2. Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. tertinggi di antara negara-negara di Asia. HIV dinyatakan sebagai epidemik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN KONDISI FISIK RUMAH PASIEN PENDERITA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TASIKMADU KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA KONDISI RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS KISMANTORO KABUPATEN WONOGIRI

FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TB PARU (di Wilayah Kerja Puskesmas Legokjawa Kecamatan Cimerak Kabupaten Ciamis)

Kegiatan Pemberantasan Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sakti Kabupaten Pidie Tahun 2010)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PENDERITA TENTANG PENULARAN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TANRUTEDONG KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

KARAKTERISTIK PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS TUMINTING MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor risiko..., Helda Suarni, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DIWILAYAH PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO TAHUN 2014 ABSTRAK

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Jurnal e-biomedik (ebm), Volume 3, Nomor 3, September-Desember 2015

Maria Jita Iba Badu¹, Tedy Candra Lesmana², Siti Aspuah³ ABSTRACT

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

Transkripsi:

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN TB PARU DI KOTA MAGELANG Erlin Fitria Dewi, Suhartono, Mateus Sakundarno Adi Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Email :erlinfitriad@gmail.com Abstract: In Magelang, the source infection of TB is still high. Previous research about TB in association with environmental risk factors showed controvercial results. The objective of this study is to analyze the association between environmental house factors with TB incidence in Magelang. A case control design with observational analytic method was applied for this study with a total of 120 respondents matched using purposive sampling. Chi square statistic and multivariate tests were applied for data analysis with significance level of p 0,05 and 95% confidence interval.multivariate analysis showed the type of wall OR=3,819 (95%CI=1,467-9,884,p=0,006), the floor type OR=4,034 (95%CI=1,217-13,367,p=0,022), the humidity level OR=2,846 (95%CI=1,124-7,204,p=0,027), the source of infection OR=2,890 (95%CI=0,872-9,580,p=0,083). It can be concluded that there is an association between wall substance, temperature and humidity with TB cases in Magelang. It is expected that the window function to be optimized so that the air circulation from outside to inside of the house can occur. Keyowords : pulmonary TB, house environment 149

PENDAHULUAN Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakterimycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. 1,2,3 Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. 2 Sebanyak 9 juta orang terinfeksi TB Paru di tahun 2013, 1,5 juta diantaranya meninggal. 4 Dilaporkan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi di negara berkembang. Prevalensi TB di provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 106,42 per.000 penduduk. Angka penemuan kasus TB Paru BTA positif sebesar 58,45% lebih rendah dari tahun sebelumnya (59,52%), sedangkan angka kesembuhan (Cure Rate) TB Paru tahun 2011 sebesar 82,90% lebih rendah dibanding 2010 sebesar 85,15% dan belum melebihi target nasional sebesar 90%. 1 Prevalensi kasus TB Paru di kota Magelang per.000 penduduk adalah sebesar 394,18, terjadi peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya (304,70 per.000 penduduk). 5 Pada tahun 2013 dilaporkan penemuan penderita baru di Kota Magelang sebanyak penderita, dengan angka penemuan kasus (case detection rate) TB Paru BTA positif sebesar 78,05% lebih rendah dari 150 tahun sebelumnya (96,85% tahun 2012 & 91,59% tahun 2011). 5 Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, angka penemuan kasus TB Paru BTA positif merupakan proporsi jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA positif yang ada dalam suatu wilayah, angka ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator dalam pengendalian TB. 1 Adanya peningkatan prevalensi serta menurunnya angka penemuan menunjukkan masih tingginya sumber penularan Tuberkulosis di kota Magelang sehingga dikhawatirkan akan terjadi peningkatan kasus TB Paru di kota Magelang. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik dengan design study case control. Populasi dalam penelitian ini adalah suspek TB yang bertempat tinggal di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Magelang.Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Total sampel adalah 120 responden, 40 kasus dan 80 kontrol. Pada kelompok kontrol responden dibagi dalam kontrol dengan gejala TB dan kontrol tanpa gejala TB. Variabel bebas dalam penelitian terdiri dari keberadaan sumber infeksi, luas ventilasi, jenis dinding, jenis lantai, tingkat kepadatan hunian, tingkat pencahayaan, tingkat kelembaban, dan

suhu.sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian Tuberkulosis Paru.Variabel terikat terdiri dari umur, status ekonomi, riwayat imunisasi BCG, dan jenis kelamin.teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung terhadap 120 responden, serta observasi dan pengukuran terhadap rumah responden. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat signifikan p 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total 2. Tingkat pendidikan Tidak Sekolah Lulus SD Lulus SMP Lulus SMU Lulus PT Total 3. Pekerjaan IRT Buruh Karyawan Wiraswasta Pelajar Lain-lain Total Status Responden Total Kasus Kontrol N % n % N % 13 27 40 0 4 8 24 4 40 11 5 9 2 7 6 40 32,5 67,5 0 10 20 60 10 27,5 12,5 22,5 5 17,5 15 33 47 80 1 12 27 38 2 80 22 16 13 7 13 9 80 41,2 58,8 1,2 15 33,8 47,5 2,5 27,5 20 16,2 8,8 16,2 11,2 46 74 120 1 16 35 62 6 120 33 21 22 9 20 15 120 38,3 61,7 0,8 13,3 29,2 61,7 5 27,5 17,5 18,3 7,5 16,7 12,5 Gambaran Umum Responden Hasil analisis univariat diperoleh data sebagai berikut: Responden berjenis kelamin laki-laki pada kelompok kasus sebanyak 13 orang (32,5%), pada kelompok kontrol sebanyak 33 orang (41,2%), dan berjenis kelamin perempuan pada kelompok kasus sebanyak 27 orang (67,2%), pada kelompok kontrol sebanyak 47 orang (58,8%). Pada tingkat pendidikan diketahui sebagian besar responden adalah lulusan SMU yaitu 62 orang (61,7%), dan sebagian besar responden yaitu 33 orang merupakan Ibu rumah tangga (27,5%). Tabel 1.Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan responden Tabel 2. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan umur Variabel N Mean Med SD Min Max Umur Responden Kasus Kontrol 40 80 32,48 34,82 32 35,5 10,773 11,070 17 15 Rata-rata umur responden pada kelompok kasus adalah 32 tahun, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 35,5 tahun. Umur termuda responden pada kelompok kasus adalah 17 tahun, sedangkan pada kelompok kontrol adalah 15 tahun.umur tertua responden pada kelompok kasus adalah 50 tahun begitu juga pada kelompok kontrol. Uji normalitas pada umur responden pada kelompok kasus diperoleh p value = 0,013 dan pada kelompok kontrol didapatkan p value = 0,060 yang berarti data berdistribusi tidak normal. Selanjutnya pada uji Mann-Whitney diperoleh nilai p = 0,285 yang berarti tidak ada 50 50 151

perbedaan rata-rata umur pada kelompok kasus dan kontrol. Analisis Bivariat Terdapat 9 responden pada kelompok kasus yang di dalam rumahnya terdapat sumber infeksi (22,5%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 7 responden terdapat sumber infeksi di dalam rumahnya (8,8%). Uji statistik didapat p value = 0,071, odds-ratio = 3,028 dan 95% CI = 1,035-8,857. yang menunjukkan tidak ada hubungan antara keberadaan sumber infeksi dengan kejadian TB Paru..Pada kelompok kontrol dengan gejala TB sebanyak 4 responden memiliki sumber infeksi di dalam rumahnya (10%), sedangkan pada kelompok kontrol tanpa gejala TB terdapat 3 responden memiliki sumber infeksi di dalam rumah (7,5%). Uji statistik didapatkan p value = 0,225, OR = 2,613, 95% CI 0,732-9,322 pada kelompok kontrol dengan gejala TB, dan p = 0,117,OR = 3,581 dan 95% CI = 0,891-14,391 pada kelompok kontrol tanpa gejala TB, menunjukkan tidak ada hubungan antara keberadaan sumber infeksi pada kedua kelompok kontrol dengan kejadian TB Paru. Terdapat 16 responden pada kelompok kasus memiliki jenis dinding rumah yang tidak memenuhi syarat (40%), sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 12 responden memiliki rumah dengan jenis dinding rumah yang tidak memenuhi syarat (15%). Uji statistik didapat p value = 0,005 yang menunjukkan 152 ada hubungan antara jenis dinding rumah dengan kejadian TB Paru. Nilai odds-ratio = 3,778 dan 95% CI = 1,565-9,120. Nilai tersebut menunjukkan jenis dinding yang tidak memenuhi syarat meningkatkan risiko terjadinya TB Paru sebesar 3,7 kali dibandingkan dengan jenis dinding yang memenuhi syarat.pada kelompok kontrol dengan gejala TB sebanyak 7 responden memiliki jenis dinding rumah tidak memenuhi syarat (17,5%), sedangkan pada kelompok kontrol tanpa gejala TB Paru terdapat 5 responden memiliki jenis dinding rumah tidak memenuhi syarat (12,5%). Uji statistik didapatkan p value = 0,048 pada kelompok kontrol dengan gejala TB dan p = 0,011 pada kelompok kontrol tanpa gejala TB, menunjukkan ada hubungan antara jenis dinding rumah pada kedua kelompok kontrol dengan kejadian TB Paru. Nilai odds-ratio pada kelompok kontrol dengan gejala TB didapat sebesar 3,143 dengan 95% CI 1,120-8,822, menunjukkan bahwa jenis dinding rumah yang tidak memenuhi syarat meningkatkan risiko terjadinya TB Paru sebesar 3,1 kali dibandingkan jenis dinding rumah yang memenuhi syarat pada kelompok kontrol dengan gejala TB. Pada kelompok kontrol tanpa gejala TB didapat OR = 4,667 dan 95% CI = 1,507-14,455. Hasil tersebut menunjukkan jenis dinding rumah yang tidak memenuhi syarat meningkatkan risiko terjadinya TB Paru sebesar 4,6 kali

dibandingkan dengan jenis dinding rumah yang memenuhi syarat pada kelompok kontrol tanpa gejala TB. Terdapat 10 responden pada kelompok kasus memiliki jenis lantai rumah yang tidak memenuhi syarat (25%), pada kelompok kontrol sebanyak 8 responden memiliki jenis lantai rumah yang tidak memenuhi syarat (10%). Uji statistik didapat p value = 0,058 menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian TB Paru. Nilai odds-ratio = 3,000 dan 95% CI = 1,079-8,341. menunjukkan bahwa jenis lantai yang tidak memenuhi syarat bukan merupakan faktor risiko terjadinya TB Paru.Pada kelompok kontrol dengan gejala TB sebanyak 3 responden memiliki jenis lantai rumah yang tidak memenuhi syarat (7,5%), pada kelompok kontrol tanpa gejala TB terdapat 5 responden memiliki jenis lantai rumah yang tidak memenuhi syarat (12,5%). Uji statistik didapatkan pada kelompok kontrol dengan gejala TB p value = 0,069,OR 4,111, 95% CI 1,037-16,295 menunjukkan jenis lantai rumah yang tidak memenuhi syarat meningkatkan risiko terjadinya TB Paru sebesar 4,1 kali dibandingkan dengan jenis lantai rumah yang memenuhi syarat pada kelompok kontrol dengan gejala TB. Pada kelompok kontrol tanpa gejala TB didapat p = 0,252, OR = 2,333 dan 95% CI = 0,718-7,587. Hasil tersebut menunjukkan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat tidak berhubungan dengan kejadian TB 153 dan bukan merupakan faktor risiko terjadinya TB Paru pada kelompok kontrol tanpa gejala TB. Terdapat 11 responden pada kelompok kasus memiliki luas ventilasi rumah tidak memenuhi syarat (27,5%), pada kelompok kontrol sebanyak 13 responden memiliki luas ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat (16,2%). Uji statistik didapat p value = 0,226,odds-ratio = 1,955 dan 95% CI = 0,784-4,874 menunjukkan tidak ada hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian TB Paru.Pada kelompok kontrol dengan gejala TB sebanyak 7 responden memiliki luas ventilasi rumah tidak memenuhi syarat (17,5%), pada kelompok kontrol tanpa gejala TB terdapat 6 responden memiliki luas ventilasi rumah tidak memenuhi syarat (15%). Uji statistik didapatkan p value = 0,422,OR=1,788, 95% CI 0,613-5,218 pada kelompok kontrol dengan gejala TB dan pada kelompok kontrol tanpa gejala TB p = 0,274, OR = 2,149 dan 95% CI = 0,707-6,530, menunjukkan tidak ada hubungan antara luas ventilasi rumah pada kedua kelompok kontrol dengan kejadian TB Paru.

Tabel 1. Hasil rekapitulasi analisis faktor lingkungan dengan kejadian TB Paru Variabel Sumber Infeksi Jenis Dinding Jenis Lantai Luas Ventilasi Tingkat Pencahaya an Kepadatan Hunian Tingkat Kelembaba n Kontrol 1 Kontrol 2 Kontrol OR CI OR CI OR CI 2,613 3,143 0,732-9,322 1,120-8,822 4,111 1,037-16,295 1,788 1,495 1,909 1,758 Suhu 2,250 0,613-5,218 0,619-3,613 0,512-7,119 0,687-4,495 0,619-8,184 3,581 4,667 2,333 0,891-14,391 1,507-14,455 0,718-7,587 2,149 0,707-6,530 2,053 2,616 0,836-5,041 0,625-10,950 6,000 1,787-20,147 3,083 0,754-12,613 3,028 3,778 3,000 1,955 1,747 2,212 Terdapat 7 responden pada kelompok kasus memiliki tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat (17,5%), pada kelompok kontrol sebanyak 7 responden memiliki tangkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat (8,8%). Uji statistik didapat p value = 0,226, OR=2,212 dan 95% CI = 0,718-6,817 yang menunjukkan tidak ada hubungan antara luas ventilasi rumah dengan kejadian TB Paru. Pada kelompok kontrol dengan gejala TB sebanyak 4 responden memiliki tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat (10%), pada kelompok kontrol tanpa gejala TB terdapat 3 responden tingkat kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat (7,5%). Uji statistik pada kelompok kontrol dengan gejala 1,035-8,857 1,565-9,120 1,079-8,341 0,784-4,874 0,812-3,760 0,718-6,817 2,889 1,240-6,731 2,607 0,871-7,802 TB didapatkan p= 0,516, OR=1,909 dengan 95% CI 0,512-7,119 dan pada kelompok kontrol tanpa gejala TB p = 0,310, OR = 2,216 dan 95% CI = 0,625-10,950 menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat kepadatan hunian di dalam rumah kedua kelompok kontrol dengan kejadian TB Paru. Terdapat 21 responden pada kelompok kasus memiliki tingkat pencahayaan di dalam rumah tidak memenuhi syarat (52,5%), pada kelompok kontrol sebanyak 31 responden memiliki tingkat pencahayaan di dalam rumah yang tidak memenuhi syarat (38,8%). Uji statistik didapat p= 0,216, OR= 1,747 dan 95% CI = 0,812-3,760 yang menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pencahayaan di dalam rumah dengan kejadian TB Paru. Pada kelompok kontrol dengan gejala TB sebanyak 17 responden memiliki tingkat pencahayaan di dalam rumah tidak memenuhi syarat (42,5%), pada kelompok kontrol tanpa gejala TB terdapat 14 responden memiliki tingkat pencahayaan di dalam rumah tidak memenuhi syarat (35%). Uji statistik pada kelompok kontrol dengan gejala TB didapatkan p value = 0,502, OR = 1,495 dengan 95% CI 0,619-3,613, dan pada kelompok kontrol tanpa gejala TB p = 0,176, OR = 2,053 dan 95% CI = 0,836-5,041 menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pencahayaan di dalam rumah pada kedua kelompok kontrol dengan kejadian TB Paru. 154

Terdapat 8 responden pada kelompok kasus memiliki suhu di dalam rumah tidak memenuhi syarat (20%), dan pada kelompok kontrol sebanyak 7 responden (8,8%). Uji statistik didapat p = 0,143, OR = 2,607 dan 95% CI = 0,871-7,802 yang menunjukkan tidak ada hubungan antara suhu di dalam rumah dengan kejadian TB Paru.Pada kelompok kontrol dengan gejala TB sebanyak 4 responden memiliki suhu di dalam rumah tidak memenuhi syarat (10%) dan pada kelompok kontrol tanpa gejala TB terdapat 3 responden memiliki suhu di dalam rumah tidak memenuhi syarat (7,5%). Uji statistik pada kelompok kontrol dengan gejala TB didapatkan p value = 0,348, OR = 2,250 dengan 95% CI = 0,619-8,184 dan pada kelompok kontrol tanpa gejala TB p = 0,194,OR = 3,083 dan 95% CI = 0,754-12,613 menunjukkan tidak ada hubungan antara suhu di dalam rumah pada kedua kelompok kontrol dengan kejadian TB Paru. Terdapat 16 responden pada kelompok kasus memiliki tingkat kelembaban di dalam rumah tidak memenuhi syarat (15%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 15 responden memiliki tingkat kelembaban di dalam rumah yang tidak memenuhi syarat (18,8%). Uji statistik didapat p = 0,022,OR = 2,889 dan 95% CI = 1,240-6,731 yang menunjukkan ada hubungan antara tingkat kelembaban di dalam rumah dengan kejadian TB Paru. Namun, nilai OR tersebut menunjukkan tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat meningkatkan 155 risiko terjadinya TB Paru sebesar 2,8 kali daripada tingkat kelembaban yang memenuhi syarat.pada kelompok kontrol dengan gejala TB sebanyak 11 responden memiliki tingkat kelembaban di dalam rumah tidak memenuhi syarat (27,5%), dan pada kelompok kontrol tanpa gejala TB terdapat 4 responden (10%). Uji statistik didapatkan p value = 0,344 pada kelompok kontrol dengan gejala TB menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat kelembaban dengan kejadian TB Paru pada kelompok kontrol dengan gejala TB. Nilai p value = 0,005 pada kelompok kontrol tanpa gejala TB, menunjukkan ada hubungan antara tingkat kelembaban di dalam rumah pada kelompok kontrol tanpa gejala TB dengan kejadian TB Paru.Nilai odds-ratio pada kelompok kontrol dengan gejala TB didapat sebesar 1,758 dengan 95% CI = 0,687-4,495. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat kelembaban di dalam rumah yang tidak memenuhi syarat bukan merupakan faktor risiko bagi responden pada kelompok kontrol dengan gejala TB.Pada kelompok kontrol tanpa gejala TB didapat OR = 6,000 dan 95% CI = 1,787-20,147. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat meningkatkan risiko terjadinya TB Paru sebesar 6 kali pada responden tanpa gejala TB dibandingkan tingkat kelembaban yang memenuhi syarat.

Analisis multivariat dilakukan pada variabel yang pada analisis bivariat memiliki p value < 0,025. Tabel 2.Analisis multivariat regresi logistik faktor risiko lingkungan rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang. Variabel Koefisien p value OR (95% CI) Jenis dinding Suhu Tingkat kelembaban Keberadaan Sumber Infeksi 1,340 1,395 1,046 1,061 0,006 0,022 0,027 0,083 Pada variabel jenis dinding didapatkan p value = 0,006 dan nilai OR 3,819 (95% CI = 1,467 9,884) menunjukkan bahwa responden yang tinggal dirumah dengan jenis dinding yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko sebesar 3,8 kali untuk menderita TB paru dibandingkan responden yang tinggal dirumah dengan jenis dinding yang memenuhi syarat. Pada variabel bebas suhu didapatkan p value = 0,022 dan nilai OR 4,034 (95% CI = 1,217 13,367) menunjukkan bahwa responden dengan suhu di dalam rumah yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko sebesar 4 kali untuk menderita TB paru dibandingkan responden yang tinggal di rumah dengan suhu di dalam rumah yang memenuhi syarat. 3,819 (1,467 9,884) 4,034 (1,217 13,367) 2,846 (1,124 7,204) 2,890 (0,872 9,580) Pada variabel bebas tingkat kelembaban didapatkan p value = 0,027 dan nilai OR 2,846 (95% CI = 1,124 7,204) menunjukkan bahwa responden dengan tingkat kelembaban di dalam rumah yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko sebesar 2,8 kali untuk menderita TB paru dibandingkan responden yang tinggal di rumah dengan tingkat kelembaban di dalam rumah yang memenuhi syarat. PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kelembaban, jenis dinding, dan suhu di dalam rumah dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang. Kelembaban yang tidak memenuhi syarat dipengaruhi oleh adanya konstruksi rumah yang buruk seperti suhu yang tidak memenuhi syarat kesehatan, dan jenis dinding yang tidak kedap air. 6 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada kelompok kasus tinggal di rumah dengan suhu yang tidak memenuhi syarat. Suhu yang rendah di dalam rumah menyebabkan kelembaban di dalam rumah yang tinggi.lingkungan dengan kelembaban yang tidak memenuhi syarat merupakan media yang baik bagi pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis. 6 Bakteri ini dapat hidup di lingkungan dengan kelembaban yang tinggi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Selain itu, Bakteri ini tahan terhadap suhu rendah, dapat bertahan dalam jangka waktu lama di suhu 4 o C sampai -70 o C, di dalam dahak akan mati pada suhu 30 o c 37 o C dalam waktu ± 1 minggu. 2,3,7 156

Komponen yang harus dimiliki oleh rumah sehat salah satunya adalah dinding rumah yang kedap air yang berfungsi untuk menyangga dan menahan atap, menahan air dan air hujan, melindungi panas dan debu dari luar, serta menjaga kerahasiaan penghuninya. 8 Jenis dinding rumah kedap air dapat mencegah tingginya kelembaban udara di dalam rumah sehingga menciptakan suasana yang nyaman di dalam rumah. Ditinjau dari segi struktur dan konstruksi, dinding ada yang berupa dinding partisi atau pengisi (tidak menahan beban) dan ada yang berupa dinding struktural (bearing wall).dinding terdiri dari dinding batu buatan (bata & batako), dinding batu alam atau batu kali, yang termasuk dalam bahan kedap air dan dinding kayu (kayu log/batang, papan, dan sirap), bambu (gedhek) yang termasuk dalam bahan tidak kedap air. 9 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggie Mareta yang menyatakan bahwa orang yang tinggal di dalam rumah dengan tingkat kelembaban yang tidak memenuhi syarat memiliki risiko 4,033 kali lebih besar untuk menjadi sakit TB. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa orang yang tinggal di dalam rumah dengan jenis dinding yang tidak permanen memiliki resiko 5,333 kali lebih besar untuk menjadi sakit TB. 10 Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Fatimah yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kelembaban (p = 157 0,024 OR = 2,571, 95% CI = 1,194 5,540), suhu (p = 0,029 OR = 2,674 95% CI = 1,176 6,083), dan jenis dinding di dalam rumah (p = 0,009, OR = 2,692, 95% CI = 1,332 5,442) dengan kejadian TB Paru. 11 Penelitian lain yang dilakukan oleh Hera T.S menyatakan bahwa tingkat kelembaban (p = 0,009, OR = 2,93, 95% CI = 1,29 6,64) dan suhu (p = 0,000, OR = 9,117, 95% CI = 3,66 22,65) memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian Tuberkulosis Paru. 12 Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Rusnoto menyatakan bahwa ada hubungan antara kelembaban (p = 0,002, OR = 9,229, 95% CI = 2,286 37,835) dan jenis dinding (p = 0,001, OR = 7,095, 95% CI = 2,930 17,179) dengan kejadian Tuberkulosis Paru. 13 Penelitian lain yang dilakukan oleh Melya Farika dan Wahyu Nur Firdiansyah menyatakan terdapat hubungan antara tingkat kelembaban dengan kejadian TB Paru. 16,50 Penelitian yang dilakukan oleh Dhilah Harfadhilah menyatakan terdapat hubungan bermakna antara jenis dinding (OR = 6,217, 95% CI = 2,952 13,295). 14 Penellitian yang dilakukan oleh Greis Dawile menyatakan ada hubungan signifikan antara suhu (p = 0,001, OR = 7,500) dengan kejadian Tuberkulosis Paru. 15 Pada hasil analisis bivariat didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara suhu dengan kejadian TB Paru di Kota Magelang.Sedangkan pada hasil analisis

multivariat, didapatkan bahwa suhu memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian TB Paru dan merupakan faktor risiko. Dari hasil analisis bivariat didapatkan nilai OR dan CI pada kelompok kontrol tanpa gejala TB lebih mendekati angka 1 dibandingkan pada kelompok kontrol gejala dengan gejala TB. Adanya jumlah sampel yang lebih besar menyebabkan proporsi yang lebih besar pada hasil analisis.hal inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan antara hasil analisis bivariat dengan multivariat pada variabel suhu. Hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara suhu dengan tingkat kelembaban dapat membuktikan adanya hubungan temporality. Hal ini dapat disebabkan pengukuran variabel tersebut dilakukan pada waktu dan kondisi yang sama pada setiap wawancara terhadap responden yakni dilakukan di dalam rumah responden pada saat pukul 8:00 sampai 16:00 WIB dengan kondisi lampu di dalam rumah dimatikan. Selain itu, dipastikan kondisi fisik rumah responden tidak pernah berubah setelah terjadinya penyakit yaitu dibuktikan dengan rumah responden yang tidak pernah dilakukan renovasi selama dua tahun terakhir. KESIMPULAN 1. Tidak ada hubungan antara keberadaan sumber infeksi dengan kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang 158 2. Ada hubungan antara jenis dinding dengan kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang 3. Tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang 4. Tidak hubungan antara tingkat pencahayaan dengan kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang 5. Ada hubungan antara suhu dengan kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang 6. Ada hubungan antara tingkat kelembaban dengan kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang 7. Tidak ada hubungan antara tingkat tingkat kepadatan hunian dengan kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang 8. Tidak ada hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian Tuberkulosis Paru di Kota Magelang DAFTAR PUSTAKA 1. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. Buku Profil Kesehat Provinsi Jawa Teng Tahun 2012. 2012;3511351(24):1 118. 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional PenanggulanganTuberkulosis. 2006;31 63. 3. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman

Nasional Penanggulan TB. Jakarta: Kemenkes RI; 2007. 4. Central Disease Control. Central TB Facts, CDC, 2015. Tuberculosis (tb) basic tb facts. 2015. 5. Dinas Kesehatan Kota Magelang. Profil Kesehatan Magelang 2013. Magelang: Dinkes Magelang; 2014. 6. Kementrian Kesehatan RI. Permenkes 1077 Tahun 2011. 2011;1:1689 99 7. Kementrian Kesehatan RI Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis Nasional. Jakarta: Kemenkes RI; 2014. 8. Keman S. Kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman. Jurnal Kesehatan Perumahan UNAIR; 2005;2(1):29 43. 9. M SS. Inspirasi Desain Rumah Tinggal. Jakarta: Elex Media Computindo; 2008. 10. Rosiana AM.Hubungan antara kondisi fis rumah dengan kejadian tuberkulosis paru. Unnes Journal of Public Health: 2013;2(3):1 9. 11. Fatimah S. Faktor kesehatan lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian tb paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu, Bantarsari) Tahun 2008. Univ Diponegoro Semarang. 2008; 12. Batti HT., Ratog BT, Umboh JM. Tuberculosis disease in territory work health center Northern Wara- Palopo. 2012 13. Rusnoto. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian tb paru pada usia dewasa (Studi kasus di Balai Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit Paru Pati). Tuberculosis. 2007;1 10. 14. Harfadhilah D. Analisa faktor risiko lingkungan terhadap kejadian tuberkulosis paru. 2012;7 13. 15. Dawile G, Sondakh RC, Maramis FRR. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Tobelo Kabupaten Halmahera Utara.Universitas Sam Ratulangi. 2013;1 8 159