BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

MODEL AMBANG BATAS FISIK DALAM PERENCANAAN KAPASITAS AREA WISATA. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi era globalisasi. Lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 selanjutnya direvisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kawasan Pantai Samas dahulu merupakan daerah yang terkenal dan UKDW

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I PENDAHULUAN. kepariwisataan internasional. Pergeseran pariwisata dari mass tourism ke

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan

Jurnal Geografi. Media Informasi Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN. lebih pulau dan memiliki panjang garis pantai km yang merupakan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. fungsi lindung dan fungsi konservasi semakin berkurang luasnya. Saat ini

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

BAB I PENDAHULUAN. nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata- mata untuk menkmati

BAB I PENDAHULUAN. kawasan wisata primadona di Bali sudah tidak terkendali lagi hingga melebihi

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB III METODE PENELITIAN

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. yang serius dari pemerintah. Hal ini didukung dengan adanya program

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kinerja (atau hasil) yangdirasakan dibandingkan dengan harapannya. Bila kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN TAMAN HUTAN RAYA NGARGOYOSO SEBAGAI OBYEK WISATA ALAM BERDASARKAN POTENSI DAN PRIORITAS PENGEMBANGANNYA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. alam dan budayanya memiliki potensi pengembangan pariwistata yang luar biasa

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di seluruh dunia (Akhyaruddin, 2012). Banyak orang mulai

PENGEMBANGAN BUMI PERKEMAHAN PENGGARON KABUPATEN SEMARANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS DAYA DUKUNG WISATA SEBAGAI UPAYA MENDUKUNG FUNGSI KONSERVASI DAN WISATA DI KEBUN RAYA CIBODAS KABUPATEN CIANJUR

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN POTENSI DAN DAYA DUKUNG TAMAN WISATA ALAM BUKIT KELAM UNTUK STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA SIGIT PURWANTO

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. sangat menjanjikan bagi negara Indonesia karena memiliki potensi kekayaan

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

TINJAUAN PUSTAKA. bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya

I. PENDAHULUAN. perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan yang lestari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB I PENDAHULUAN. Luas daratan Indonesia hanya meliputi 1,32% dari seluruh luas daratan

BAB V PENUTUP. pada masa ini namun juga bagaimana kemanfaatannya pada masa mendatang. ekonomi sebagai tujuan utama pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. tarik sendiri bagi masing-masing kelompok wisatawan. Terlebih lagi, kegiatan wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

I. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.

DAFTAR ISI Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined. Error! Bookmark not defined.

PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR EKOWISATA. Chafid Fandeli *)

Magister Ilmu Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia 2

BAB I PENDAHULUAN. Bandung ibu kota Jawa Barat terkenal dengan banyaknya objek wisata yang dikunjungi oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Pondok Bulu merupakan hutan pendidikan dan latihan (hutan diklat) yang dikelola oleh Balai Diklat Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BDLHK) Pematangsiantar. Sebagai salah satu unit pelaksana teknis kehutanan di bidang kediklatan, BDLHK Pematangsiantar memiliki fungsi untuk mengelola hutan diklat sebagai laboratorium alam dan prasarana pendukung serta penunjang kegiatan kediklatan dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelaksanaan diklat. Kawasan hutan diklat Pondok Bulu merupakan sumber daya alam hayati dan sumber penghidupan bagi kehidupan masyarakat yang tinggal berbatasan langsung dengan kawasan. Oleh karena itu, keberadaan kawasan hutan ini harus dikelola secara lestari dalam rangka mendukung penyelenggaraan diklat dan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan maupun masyarakat secara umum. Menurut Fujimori (2001) pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management, SFM) adalah suatu upaya dalam rangka memanfaatkan fungsi hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan saat ini (present generation) melalui pemeliharaan daya dukung dan kesehatan hutan tanpa mengabaikan kemampuan dari hutan tersebut untuk memenuhi kebutuhan generasi yang akan datang (future generation) (Purwanto dan Sisfanto, 2014). Dalam perkembangannya kawasan ini juga dikelola dan dimanfaatkan untuk kegiatan wisata alam. Kondisi hutan yang alami dan potensi alam pendukungnya merupakan daya tarik tersendiri yang banyak diminati oleh pengunjung untuk datang dan menikmati alamnya. Tingginya minat pengunjung terhadap KHDTK hutan diklat pondok bulu (HDPB) dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang terus meningkat setiap tahunnya untuk melakukan berbagai kegiatan yang terkait alam seperti berkemah, tracking, piknik, kegiatan kepramukaan, olah raga, jalan santai dan lain-lain. Berdasarkan Rencana Pengelolaan HDPB tahun 2015-2019, BDLHK Pematangsiantar telah merencanakan kegiatan pengembangan ekowisata di kawasan ini, dimana rencana kegiatan ini tertuang dalam salah satu kegiatan 1

2 pokok strategis pengelolaan untuk meningkatkan dan mengembangkan program kegiatan dibidang perlindungan hutan dan konservasi alam. Kegiatan wisata dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi lingkungan wisata, baik secara ekologis, fisik, ekonomi, sosial dan budaya. Dampak negatif dapat terjadi karena pengelolaan yang tidak mempertimbangkan daya dukungnya. Salah satunya adalah dengan tidak adanya pengaturan terhadap jumlah pengunjung sehingga dapat menimbulkan kegiatan wisata yang tidak terkendali dan menyebabkan terjadinya kerusakan hutan bahkan gangguan terhadap lingkungan wisata. Rusaknya kondisi lingkungan wisata yang dapat terjadi juga dapat menurunkan tingkat kenyamanan dan kepuasan pengunjung dalam berwisata, sehingga akan menyebabkan menurunnya jumlah pengunjung wisata. Untuk mencegah timbulnya dampak negatif dari kegiatan wisata yang ada, maka pengelolaan wisata di KHDTK HDPB harus dilakukan dengan mempertimbangkan daya dukungnya, sehingga kelestarian lingkungan wisata dapat tetap terjaga. Daya dukung haruslah menjadi perhatian utama dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan, karena daya dukung merupakan konsep pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari berdasarkan ukuran kemampuannya. Menurut Setyawan dkk. (2014), konsep daya dukung dikembangkan untuk meminimalkan kerusakan atau degradasi sumberdaya alam dan lingkungan sehingga kelestarian, keberadaan, dan fungsinya dapat tetap terwujud dan pada saat yang bersamaan, masyarakat atau pengguna sumberdaya tetap dalam kondisi sejahtera dan tidak dirugikan. Selain itu adanya pengembangan ekowisata yang direncanakan oleh pengelola di kawasan ini menyebabkan pengetahuan akan daya dukung lingkungan wisata penting untuk diketahui. Penentuan daya dukung atau kemampuan kawasan dalam menampung jumlah wisatawan dalam suatu waktu juga menjadi hal yang sangat penting dalam ekowisata karena menyangkut pada keberlanjutan kelestarian lingkungan kawasan. Fandeli dan Muhammad (2009) menyatakan bahwa masalah daya dukung dalam ekowisata adalah sangat penting karena berkaitan erat dengan kerusakan lingkungan. Rosalino dan Grilo (2011) menyatakan bahwa meski

3 bermanfaat bagi manusia, di sisi lain aktivitas ekowisata dapat berdampak secara ekologi pada ekosistem hutan (Purwanto dan Sisfanto, 2014). Untuk itu sebelum perkembangan ekowisata berdampak negatif terhadap alam dan budaya setempat, maka sejak awal mulai proses perencanaan, penerapan, dan pengelolaannya harus mempertimbangkan daya dukungnya. Sehingga apabila dalam pengembangan suatu objek wisata yang tidak melalui perencanaan dengan baik, maka jumlah pengunjung yang datang ke areal objek wisata dapat melampaui daya dukung lingkungannya. Area wisata tertentu mempunyai kemampuan tertentu dalam menampung wisatawan (Douglass, 1978 dalam Hakim, 2004). Menurut Soemarwoto (2004) daya dukung lingkungan objek wisata alam merupakan kemampuan suatu daerah untuk menerima wisatawan yang dinyatakan dalam jumlah wisatawan per satuan luas per satuan waktu. Sedangkan pengertian daya dukung wisata merupakan batas dimana kehadiran wisatawan dan fasilitas pendukungnya tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan fisik atau kehidupan masyarakat (Purnomo, 2013). Namun World Tourism Organisation (WTO) mendefinisikan daya dukung wisata sebagai jumlah maksimum orang (pengunjung) yang boleh mengunjungi suatu kawasan objek wisata pada saat bersamaan tanpa menyebabkan kerusakan fisik, ekonomi, sosial budaya dan penurunan kualitas yang dapat merugikan kepuasan wisatawan (Livina, 2009). Daya dukung menjadi hal yang sangat penting dalam kepariwisataan, karena kepariwisataan sangat tergantung dari kualitas atraksi wisata. Atraksi wisata alam berupa macam, jenis, keadaan dan proses alam dari suatu ekosistem merupakan objek yang sangat rentan, sehingga kondisi objek dan daya tarik wisata alam ini menentukan kualitas wisata. Kualitas wisata merupakan tingkat yang normal dari suatu areal wisata agar wisatawan dapat merasakan kenyamanan dari aspek psikologis dan kesegaran dari aspek fisik jasmani, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas suatu wisata alam mempengaruhi kepuasan pengunjung (Douglas, 1975 dalam Fandeli dan Muhammad, 2009). Selain itu, jumlah wisatawan juga dapat menentukan tingkat kualitas kepuasan dan kenyamanan pengunjung dalam menikmati aktivitas wisata di area wisata yang dikunjungi, karena daya dukung

4 lingkungan wisata berkaitan erat dengan jumlah wisatawan yang datang mengunjungi suatu objek wisata sehingga apabila daya dukung lingkungan obyek wisata terlampaui maka dapat mengurangi tingkat kenyamanan dan kepuasan wisatawan dalam berwisata karena banyaknya jumlah wisatawan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan bahwa kegiatan wisata yang ada di KHDTK HDPB saat ini perlu untuk diketahui nilai daya dukungnya sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan wisata dan dapat mendukung pengelolaan wisata yang lestari. Daya dukung dapat dijadikan sebagai kontrol bagi pengelola, salah satunya adalah dalam hal mengatur batas jumlah pengunjung yang boleh berwisata sehingga kehadiran pengunjung tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan fisik dan sekaligus dapat mencegah dampak negatif aktivitas wisatawan terhadap kehidupan sosial masyarakat di sekitar kawasan. Daya dukung sosial masyarakat setempat menjadi salah satu komponen penting yang juga harus diketahui dalam merencanakan pengelolaan wisata maupun pengembangan ekowisata, sehingga kelestarian dan tujuan pengelolaan wisata dapat terlaksana. Selain itu, dengan memelihara daya dukung dalam pengelolaan wisata juga dapat meningkatkan kualitas kepuasan dan kenyamanan pengunjung dalam menikmati aktivitas wisata dengan demikian keberlanjutan wisata dapat tetap terjaga. Berdasarkan perumusan masalah tersebut, beberapa pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1) Berapakah daya dukung ekologis wisata di KHDTK HDPB? 2) Berapakah nilai daya dukung fisik lingkungan wisata di KHDTK HDPB? 3) Bagaimanakah daya dukung sosial-psikologis masyarakat setempat dan pengunjung wisata di KHDTK HDPB? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui daya dukung ekologis wisata di KHDTK HDPB

5 2) Mengetahui daya dukung fisik lingkungan (PCC/Physical Carrying Capacity, RCC/Real Carrying Capacity dan ECC/Efective Carrying Capacity/ECC) wisata di KHDTK HDPB 3) Mengetahui daya dukung sosial-psikologis masyarakat setempat dan pengunjung wisata di KHDTK HDPB 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dalam hal memahami peranan daya dukung terhadap pengelolaan lingkungan wisata yang lestari, dan juga dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi bagi pengelolaan wisata yang lestari di KHDTK HDPB, terutama dalam hal daya dukungnya. 1.5 Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian ini, maka beberapa penelitian sebelumnya akan di uraikan pada tabel berikut: Tabel 1. Ringkasan penelitian terdahulu No. Nama dan Tahun Judul 1. Siswantoro, Kajian Daya Dukung 2012 Lingkungan Wisata Alam di Taman Wisata Alam Grojogan Sewu Kabupaten Karanganyar Tujuan 1. Mengetahui nilai daya dukung efektif (Effective Carrying Capacity/ECC) areal wisata TWA Grojogan Sewu; 2. Mengkaji persepsi dan aspirasi dari pengunjung, pedagang kaki lima. 3. Merumuskan strategi kebijakan pengelolaan TWA Grojogan Sewu. 2. Lucyanti, 2014 3. Santoso, 2014 Strategi Pengembangan Objek Wisata Alam Buper Palutungan di Taman Nasional Gunung Ciremai dengan pendekatan daya dukung lingkungan Strategi Pengembangan Ekowisata Berdasarkan Daya Dukung lingkungan Di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Propinsi Riau 1. Mengetahui kondisi lingkungan melalui daya dukungnya 2. Strategi pengembangan objek wisata Buper Patulungan di Taman Nasional Gunung Ciremai 1. Mengetahui nilai daya dukung efektif wisata (Effective Carrying Capacity/ECC) kawasan objek ekowisata di TNBT.

6 lanjutan tabel 1. No. Nama dan Tahun Judul Tujuan 2. Mengkaji persepsi para pelaku wisata yaitu pengunjung, masyarakat dan pengelola terhadap objek ekowisata TNBT. 3. Merumuskan strategi pengembangan ekowisata yang berkelanjutan di kawasan objek ekowisata TNBT 4. Purwanto, 2014 Kajian Potensi Dan Daya Dukung Taman Wisata Alam Bukit Kelam Untuk Strategi Pengembangan Ekowisata 1. Mengidentifikasi dan menganalisis potensi ODTWA di TWABK. 2. Menganalisis daya dukung TWABK untuk pengembangan ekowisata. 3. Menganalisis tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholder terhadap pengembangan ekowisata TWABK. 4. Merumuskan strategi pengembangan ekowisata TWABK Dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (tabel 1), penelitian ini tidak merumuskan strategi pengelolaan ataupun strategi pengembangan wisata atau ekowisata. Akan tetapi, penghitungan daya dukung tidak terbatas pada lingkungan fisik saja namun juga dilakukan penghitungan terhadap daya dukung ekologis dan daya dukung sosial-psikologis masyarakat dan pengunjung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi daya dukung lingkungan wisata yang ada di KHDTK HDPB melalui penghitungan daya dukung ekologis, daya dukung fisik lingkungan (PCC, RCC dan ECC) dan daya dukung sosial-psikologis masyarakat setempat dan pengunjung wisata, yang kemudian dibahas dengan kondisi riil yang ada sehingga dapat memberikan gambaran rencana pengelolaan yang seharusnya dilakukan dalam pengelolaan dan pengembangan wisata yang lestari.

7 1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 berikut. BDLHK Pematangsiantar Kawasan Hutan Diklat Pondok Buluh Kegiatan Wisata dan Rencana Pengembangan Ekowisata Daya Dukung Ekologis Daya Dukung fisik, riil dan efektif Daya Dukung sosialpsikologis masyarakat dan wisatawan Analisis Daya Dukung Ekologis Analisis Daya Dukung (Fisik, Riil dan Efektif) Analisis Deskriptif Pengelolaan wisata yang Lestari Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Keterangan : = Fokus penelitian