BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

dokumen-dokumen yang mirip
Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

Hasil dan Pembahasan

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

BAB I PENDAHULUAN. Potensi wilayah pesisir dan laut Indonesia dipandang dari segi. pembangunan adalah sebagai berikut ; pertama, sumberdaya yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Pengantar A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG LARANGAN DAN PENGAWASAN HUTAN MANGROVE DI KOTA TARAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah laut

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi - manggi,

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap kadar garam. Ekosistem mangrove

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ari Luqman, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Teknologi penanaman jenis mangrove dan tumbuhan pantai pada tapak khusus

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia, mangrove terluas

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. di sepanjang garis pantai perairan tropis dan mempunyai ciri-ciri tersendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan dan hewan untuk bahan pangan, pakaian, obat-obatan, bahan bangunan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

GUBERNUR SULAWESI BARAT

Latar Belakang (1) Ekosistem mangrove Produktivitas tinggi. Habitat berbagai organisme makrobentik. Polychaeta

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

19 Oktober Ema Umilia

BAB I PENDAHULUAN. dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

Perkembangan Hutan Mangrove di Muara Kali Porong Tahun

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE

TINJAUAN PUSTAKA. pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

Tabel 8. Frekuensi Persepsi Responden Mengenai Ekosistem Hutan Mangrove Kategori Persepsi Jumlah Responden (orang) Presentase (%)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

TINJAUAN PUSTAKA. Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting. Sub Filum: Mandibulata. Sub Ordo: Pleocyemata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Mangrove 2.1.1. Definisi. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan. Ada juga yang menyebutkan bahwa mangrove berasal dari kata mangro, yaitu nama umum untuk Rhizopora mangle di Suriname (Purnobasuki, 2005). Macnae (1968) dalam Rusila et al., (1999) menyebutkan kata mangrove merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan dalam bahasa Inggris grove. Definisi lebih lanjut tentang mangrove juga diberikan oleh beberapa ahli dengan bahasa yang berbeda tetapi merujuk pada hal yang sama. Menurut Hutchings dan Saenger (1987) mangrove merupakan formasi tumbuhan daerah litoral yang khas dan tumbuh di pantai yang terlindung di daerah tropis dan subtropis. Di lain pihak, Soerianegara (1986) menyatakan bahwa hutan mangrove ialah hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur alluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa.

2.1.2. Habitat mangrove. Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur, terutama di daerah endapan lumpur yang terakumulasi (Chapman, 1977 dalam Rusila et al., 1999). Menurut Warsono (2000) ekosistem mangrove hanya dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis serta dapat berkembang dengan baik pada lingkungan seperti pantai yang dangkal, muara sungai dan pulau yang terletak pada teluk dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut : 1. Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan yang berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang. 2. Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi ekosistem itu sendiri. 3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur. 4. Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidal lebih dari 5 C dan suhu ratarata di bulan terdingin lebih dari 20 C. 5. Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt. 6. Arus laut tidak terlalu deras dan dipengaruhi pasang surut air laut. 7. Tumbuh di tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan gempuran ombak yang kuat. 8. Topografi pantai yang datar atau landai.

Dengan memiliki habitat yang berada di wilayah pasang surut, adaptasi morfologi merupakan salah satu mekanisme penyesuaian mangrove dengan kondisi habitat seperti itu. Menurut Tomlinson (1986) dalam Arisandi (1999) sejumlah mangrove memiliki sistem perakaran yang unik. Disamping fungsinya sebagai alat pertukaran udara, sistem perakaran ini juga memungkinkan akar penyerap zat hara tumbuh cepat ke dalam lapisan endapan sehingga akar penyerap tidak kekurangan oksigen. Sistem perakaran mangrove tersebut menurut Rusila et al. (1999) adalah sebagai berikut : 1. Akar udara (Aerial root) Struktur yang menyerupai akar, keluar dari batang, menggantung di udara dan bila sampai ke tanah dapat tumbuh seperti akar biasa. Beberapa kadang-kadang menyerupai struktur akar yang dimiliki oleh famili Rhizophoraceae. 2. Akar banir/papan (Buttress) Akar berbentuk seperti papan miring yang tumbuh pada bagian bawah batang, dan berfungsi sebagai penunjang pohon seperti pada Kandelia sp. 3. Akar lutut (Knee root) Akar yang muncul dari tanah kemudian melengkung ke bawah sehingga bentuknya menyerupai lutut. Tanaman yang mempunyai tipe perakaran seperti ini adalah Bruguiera sp. 4. Akar nafas (Pneumatophore)

Akar yang tumbuhnya tegak, muncul dari dalam tanah, pada kulitnya terdapat celah-celah kecil yang berguna untuk pernafasan. Tanaman yang mempunyai tipe perakaran seperti ini adalah Avicennia sp. dan Sonneratia sp. 5. Akar tunjang (Stilt-root) Akar yang tumbuh dari batang di atas permukaan dan kemudian memasuki tanah, biasanya berfungsi untuk penunjang mekanis seperti pada famili Rhizophoraceae. Gambar 2.1. Sistem perakaram mangrove (Rusila et al., 1999) 2.1.3. Formasi dan zonasi. Berdasarkan berbagai faktor, mangrove dikelompokkan oleh para ahli dengan beberapa kriteria. Tomlinson (1986) membagi mangrove menjadi tiga kelompok, yaitu : 1. Mangrove mayor (sejati) Mangrove jenis ini hanya tumbuh di wilayah hutan mangrove dan tidak dijumpai di daratan, memiliki peran utama dalam struktur komunitas dan mampu membentuk tegakan murni. Memiliki mekanisme fisiologis dan adaptasi morfologi khusus seperti sistem perakaran udara sehingga dapat

tumbuh di lingkungan dengan kadar garam tinggi. Mangrove jenis ini terpisah secara taksonomi dari mangrove atau tumbuhan darat pada umumnya. Jenis-jenis mangrove ini antara lain famili Avicenniaceae, Rhizophoraceae, dan Sonneratiaceae. 2. Mangrove minor Kelompok ini menempati habitat tepi dan bukan bagian utama dalam komunitas. Kelompok ini jarang dijumpai sebagai tegakan murni. Jenisjenis mangrove yang termasuk kelompok ini adalah Excoecaria, Xylocarpus. 3. Mangrove asosiasi Mangrove jenis ini tumbuh di daerah yang jauh dari pantai atau di daerah peralihan serta tidak pernah dijumpai di habitat mangrove mayor. Beberapa contoh jenis ini adalah Acanthus sp. dan Acrosthicum aureum. Berdasarkan jenis pohon penyusun mangrove dari arah laut ke daratan, zonasi mangrove dibedakan menjadi empat, yaitu (Anonimous, 1995 dalam Arisandi, 1999). 1. Zona api-api-perepat (Avicennia-Sonneratia)

Terletak paling luar atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak lembek (dangkal), sedikit bahan organik, dan kadar garam agak tinggi. Zona ini didominasi oleh jenis Avicennia spp. dan Sonneratia spp. 2. Zona bakau (Rhizophora) Terletak di belakang zona api-api dan perepat, keadaan tanah berlumpur lunak (dalam). Umumnya didominasi oleh Rhizophora spp dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti Bruguiera spp, serta Heritiera spp. 3. Zona tanjang (Bruguiera) Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan. Keadaan tanah berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai. Umumnya ditumbuhi oleh Bruguiera spp. Dan di beberapa tempat berasosiasi dengan jenis lain seperti Ceriops spp. dan Lumnitzera., Bruguiera gymnorrhiza merupakan jenis pohon penyusun terakhir formasi mangrove. 4. Zona nipah (Nypa) Terletak paling dekat dengan daratan, salinitas airnya sangat rendah, dan tanahnya keras, kurang dipengaruhi oleh pasang surut. Umumnya ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan Derris spp. Selain itu, menurut Purnobasuki (2005) mangrove juga dikelompokkan menjadi 3 tipe formasi berdasarkan lokasi pertumbuhan serta pengaruh air laut dan air sungai. 1. Mangrove pantai

Pada tipe ini pengaruh air laut lebih dominan dari sungai. Struktur horizontal formasi ini dari arah laut ke darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Sonneratia alba), diikuti oleh komunitas campuran S. Alba, Avicennia spp., Rhizophora apiculata, selanjutanya komunitas murni Rhizophora spp. dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora- Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fruticans di belakang komunitas campuran yang terakhir. 2. Mangrove muara Pada tipe ini air laut sama kuat dengan pengaruh air sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora spp. Di tepian alur, diikuti komunitas campuran Rhizophora-Bruguiera dan diakhiri komunitas murni Nypa spp. 3. Mangrove sungai Pada tipe ini pengaruh air sungai lebih dominan daripada air laut, dan berkembang pada tepian sungai yang relatif jauh dari muara. Mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas tumbuhan daratan. 2.1.4. Fungsi dan manfaat mangrove. Sebagai salah satu bagian dari wilayah pesisir yang sangat penting perananya, keberadaan hutan mangrove memiliki banyak fungsi dan manfaat. Menurut Sumarhani (1994) hutan mangrove mempunyai banyak fungsi diantaranya fungsi fisik, ekonomi dan biologi. Sebagai fungsi fisik, hutan mangrove dapat menjaga garis pantai agar tetap stabil, melindungi pantai dari erosi laut (abrasi), menjadi penyangga terhadap rembesan air laut (intrusi) dan

mengolah limbah. Fungsi ekonomis,sebagai sumber bahan bangunan, bahan bakar (kayu bakar dan arang), pertanian, perikanan dan sumber bahan baku industri chips, pulp dan kertas. Adapun fungsi biologis yaitu sebagai tempat pembenihan udang, ikan, kerang dan jenis ikan lainya, tempat bersarang burungburung dan sebagai sumber plasma nutfah. 2.2. Status Mangrove di Indonesia. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dengan garis pantai mencapai 81.000 km, namun sebagian besar hutan mangrove saat ini dalam kondisi rusak. Gambar 2.3 merupakan Dari hasil inventarisasi dan identifikasi lahan kritis mangrove Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (Ditjen RLPS) dibawah naungan Departemen Kehutanan pada tahun 2000, diidentifikasi bahwa luas potensial hutan mangrove Indonesia adalah 9.204.840,32 ha. Berdasarkan kondisinya 2.548.209.42 ha (27%) dalam kondisi baik, 4.510.456,61 ha (48%) dalam kondisi rusak sedang dan 2.146.174,29 ha (23%) dalam kondisi rusak (Djajadilaga et al., 2008). Gambar 2.2. Kondisi mangrove di Indonesia (Djajadilaga et al., 2008) 2.3. Sempadan Sungai dan Pantai Ketentuan ataupun peraturan mengenai kawasan lindung, terutama kawasan lindung mangrove serta sempadan pantai dan sungai terdapat dalam

beberapa peraturan perundang-undangan, baik dalam keputusan presiden, ketetapan menteri maupun peraturan daerah. Beberapa peraturan perundangundangan tersebut antara lain Peraturan Presiden RI Nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, Ketetapan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201 tahun 2004 tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove dan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 201 tahun 2004 pasal 1 ayat 5 dan 6 yang merujuk pada Peraturan Presiden RI Nomor 3 tahun 1990, dijelaskan bahwa sempadan sungai mangrove adalah kawasan tertentu sepanjang sungai yang mempunyai (ditumbuhi) mangrove yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai, sedangkan sempadan pantai mangrove merupakan kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai (ditumbuhi) mangrove yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Penjelasan yang sama tentang kawasan ini juga terdapat dalam Perda Kota Surabaya Nomor 3 tahun 2007 dengan penambahan keterangan bahwa sempadan pantai berfungsi untuk mencegah terjadinya abrasi pantai dan melindungi pantai dari kegiatan yang dapat mengganggu dan atau merusak kondisi fisik dan kelestarian kawasan pantai sedangkan sempadan sungai berfungsi untuk melindungi sungai dari kegiatan yang dapat mengganggu atau merusak bantaran/tanggul sungai, kualitas air sungai, dasar sungai, mengamankan aliran sungai dan mencegah terjadinya bahaya banjir.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 3 tahun 1990 tersebut juga dijelaskan bahwa kriteria kawasan sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat sedangkan kriteria untuk kawasan sempadan sungai adalah daerah sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman. Kawasan pantai berhutan bakau juga terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 1990 dengan penjelasan bahwa kawasan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan dan ditetapkan dengan kriteria minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat. Ekosistem Muara Kali Lamong, menurut beberapa peraturan perundangundangan diatas serta berdasarkan keberadaan sempadan sungai dan pantai serta kawasan pantai berhutan bakau (mangrove) yang terdapat di dalam kawasan ini, merupakan kawasan perlindungan setempat sekaligus kawasan suaka alam yang termasuk dalam kawasan lindung. Kawasan lindung, juga berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 1990, adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan.

2.4. Muara Kali lamong dan Pulau Galang Sungai Lamong merupakan salah satu bagian dari Sungai Bengawan Solo yang bermuara di Pantai Utara Surabaya. Menurut Sulistyaningsih (2009) sungai ini merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai Bengawan Solo yang pengelolaanya dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo. Secara Administratif DAS Sungai Lamong berada di wilayah kabupaten Gresik, Lamongan, Mojokerto dan Kota Surabaya. Bagian hulu Sungai Lamong terletak di daerah Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Mojokerto yang berawal dari Pegunungan Kendeng, sedangkan bagian hilir berada di perbatasan antara Kotamadya Surabaya dan Kabupaten Gresik, serta bermuara di Selat Madura. A Gambar 2.3. A = Muara Kali Lamong dan Pulau Galang (Anonimous, 2011) Luas daerah aliran sungai (DAS) Sungai Lamong ± 720 km² dengan panjang alur sungai ± 103 km serta memiliki tujuh anak sungai. Muara Sungai Lamong berada pada jarak ± 15 km dari jembatan perbatasan antara Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya. Muara Sungai Lamong merupakan daerah pasang

surut (tidal flat), dimana pada saat pasang daerah ini terendam air laut dan menjadi daratan saat surut (Sulistyaningsih, 2009). Di bagian muara aliran Sungai Lamong terbagi manjadi dua aliran dan terdapat Pulau Galang di bagian percabangan sungai tersebut. Dalam data Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya tahun 2009, Pulau ini disebutkan sebagai salah satu bagian dari wilayah Kota Surabaya, tetapi menurut Wahyudianto (2011) Pulau Galang tersebut merupakan bagian dari wilayah Desa Karang Kering Kecamatan Kebomas Gresik. Sampai saat ini, setelah melewati persengketaan wilayah antara Pemerintah Kota Surabaya dengan Pemerintah Kabupaten Gresik, wilayah ini secara resmi termasuk bagian dari wilayah Kabupaten Gresik setelah dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat tanah atas wilayah ini oleh salah seorang warga di wilayah Gresik. Terdapat beberapa pendapat tentang terbentuknya Pulau Galang di Muara Kali Lamong, menurut Lenakoly (2011) pulau ini merupakan tanah timbul sebagai akibat dari proses sedimentasi di Delta Kali Lamong. Di lain pihak, menurut Abbas (2011) dalam Wahyudianto (2011) Pulau Galang merupakan bagian daratan yang dulu menyatu dengan wilayah Desa Karang Kering Kecamatan Kebomas dan terpisah dari wilayah tersebut oleh proses abrasi. Potensi keanekaragama hayati yang terdapat di Pulau Galang terancam keberadaanya akibat berbagai kegiatan antropogenik, industri dan pengembangan kawasan. Melalui pengamatan visual dengan google earth, kondisi saat ini di Pulau galang sudah terdapat lahan yang sudah dibuka diantara hutan mangrove yang menutupi hampir semua bagian di pulau ini. Selain itu, wilayah perairan di

sekitar pulau ini akan direklamasi untuk pembangunan kawasan wisata air waterfront city dan pembangunan pelabuhan multipurpose Lamong Bay yang berskala internasional.