680 Pengaruh Pola Perubahan Cuaca terhadap Tingkat Kejadian Malaria di Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2013 dan 2014 Ega K Anindhita 1 ; Diana Natalia 2 ; Agus Fitriangga 3 ; 1 Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN 2 Departemen Pre Klinik Parasitologi Medik, Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN 3 Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Studi Pendidikan Dokter, FK UNTAN Abstrak Latar belakang. Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi. Diperkirakan menyebabkan 584 ribu kematian pada tahun 2013. Data rekapitulasi Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 dan 2014 di Kabupaten Kapuas Hulu merupakan angka tertinggi API di Kalimantan Barat. Metodologi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analitik. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross-sectional. Angka kejadian malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu tahun 2013 dan 2014. Hasil:. Hasil analisis tahun 2013 curah hujan r = 0,634 p = 0,027, suhu maksimum r = 0,637 p = 0,026, suhu minimum r = 0,760 p = 0,004, kelembaban maksimum r = 0,655 p = 0,021, kelembaban minimum 0,742 p = 0,006. Tahun 2014 curah hujan r = 0,604 p = 0,037, suhu maksimum r= 0,638 p = 0,025, suhu minimum r = 0,676 p = 0,016, kelembaban maksimum r = 0,607 p = 0,036, kelembaban minimum r = 0,604 p = 0,038. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang kuat curah hujan, suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban maksimum, dan kelembaban minimum periode 2013 dan 2014 terhadap tingkat kejadian malaria di Kabupaten Kapuas Hulu. Kata kunci: Curah Hujan, Suhu, Kelembaban Udara, Malaria Background. Malaria is an infectious disease caused by Plasmodium parasites that invade erythrocytes. This parasite is transmitted to humans through the bite of an infected Anopheles mosquito. It is estimated to have caused 584 thousand deaths in 2013. According to data from Health Department of West Kalimantan Province in 2013 and 2014, Kapuas Hulu is the district with the highest number of people infected by malaria in West Kalimantan. Method. This study is an analytical study using sectional study research design.result. The results of the analysis of 2013 rainfall r = 0.634 p = 0.027, the maximum temperature r = 0.637 p = 0.026, r= 0.760 minimum temperature p = 0.004, r = 0.655 maximum humidity p = 0.021, 0.742 minimum humidity p = 0.006. 2014 rainfall r = 0.604 p = 0.037, the maximum temperature r = 0.638 p = 0.025, r = 0.676 minimum temperature p =0.016, r = 0.607 maximum humidity p = 0.036, r = 0.604 minimum humidity p = 0.038. Conclusion. There is a correlation between rainfall, maximum temperature, minimum temperature, maximum humidity, minimum humidity period 2013-2014 and the incidence rate of malaria in Kapuas Hulu. Keywords: Precipitation, Temperature, Humidity, Malaria
681 LATAR BELAKANG Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. 1 Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi, yang disebut vektor malaria. 2 Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Infeksi ini dapat berlangsung akut ataupun kronik. 1 Menurut WHO pada tahun 2014 di seluruh dunia diperkirakan ada 3,3 miliar orang berisiko malaria, diantaranya 1,2 miliar orang berisiko tinggi. Di daerah yang berisiko tinggi, lebih dari satu kasus malaria terjadi per 1000 penduduk. Ada sekitar 198 juta kasus malaria di seluruh dunia pada tahun 2013, dan diperkirakan menyebabkan 584 ribu kematian. Pada tahun 2013, diperkirakan 437 ribu anakanak Afrika meninggal sebelum usia lima tahun karena malaria. Secara global, penyakit ini diperkirakan menyebabkan 453 ribu kematian balita pada tahun 2013. 3 Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013 Angka kesakitan malaria Annual Parasite Incidence (API) selama tahun 2005-2013 mengalami penurunan secara nasional dari 4,1 per 1000 penduduk berisiko pada tahun 2005 menjadi 1,38 per 1000 penduduk berisiko pada tahun 2013. Target rencana strategi Kementerian Kesehatan Indonesia untuk angka kesakitan malaria API tahun 2013 adalah <1,25 per 1000 penduduk berisiko. 4 Data rekapitulasi Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013 dan 2014 di Kabupaten Kapuas Hulu merupakan angka tertinggi API di Kalimantan Barat. Pada tahun 2013 API di Kabupaten Kapuas Hulu adalah 1,97 per 1000 penduduk. 5 Pada tahun 2014 API di Kabupaten Kapuas Hulu mengalami penurunan menjadi 1,28 per 1000 penduduk. Berdasarkan API menurut Kementrian Kesehatan Indonesia dilakukan stratifikasi wilayah, Kabupaten Kapuas Hulu termasuk dalam stratifikasi malaria sedang yang nilainya 1-5. 6 Kabupaten Kapuas Hulu sebagai salah satu daerah berisiko tinggi epidemi malaria dengan suhu minimum perbulan 23,3 0 C, suhu maksimum perbulan 32,6 0 C yang merupakan suhu optimum mempersingkat siklus hidup nyamuk Anopheles dan dengan curah hujan 2846,1 mm yang akan memperbesar kemungkinan
682 berkembang biaknya nyamuk Anopheles. 7 Berdasarkan penelitian Sahuleka terdapat hubungan fluktuasi endemisitas malaria dengan kenaikan suhu, kenaikan kelembaban udara, tingginya curah hujan, kecepatan angin yang rendah dan tingginya penyinaran matahari. 8 Penelitian Mardiana insiden malaria selama lima tahun di Kabupaten Bintan berkisar rata-rata suhu antara 25,1 ºC 27,9 ºC, curah hujan 4 mm 567 mm dan rata-rata kelembaban berkisar antara 75% 95%. 9 METODE Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 2016. Sampel yang diteliti pada penelitian ini adalah penderita malaria yang tercatat positif menderita malaria di Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu tahun 2013 dan 2014. Variabel yang diteliti pada penelitian ini yakni curah hujan, suhu dan kelembaban pada kejadian malaria. Teknik pengumpulan data yaitu dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari dokumen dokumen laporan kejadaian malaria bulanan di Kabupaten Kapuas Hulu. Data yang didapatkan dianalisis secara univariat dan secara bivariat dengan menggunakan uji regresi linear sederhana HASIL Kasus Positif Malaria dalam Sebulan di Kabupaten Kapuas Hulu Periode 2013 dan 2014 Kasus positif penderita malaria tertinggi pada tahun 2013 terjadi di bulan Januari 2013 sebesar 89 kasus, sedangkan kasus positif penderita malaria terendah terjadi di bulan Desember 2013 sebesar 20 kasus. kasus positif penderita malaria tertinggi pada tahun 2014 terjadi di bulan Januari 2014 sebesar 46 kasus, sedangkan kasus positif penderita malaria terendah terjadi di bulan Desember 2014 sebesar 11 kasus. Indeks Curah Hujan dalam Sebulan di Kabupaten Kapuas Hulu Periode 2013 dan 2014 Tahun 2013 memiliki rata-rata Indeks Curah Hujan sebesar 381,33 mm (Standar Devisiasi ± 160,36 mm), dengan total jumlah Indeks Curah Hujan sebesar 4574,80 mm sedangkan tahun 2014 memiliki rata-rata Indeks Curah Hujan sebesar 299,69 mm (Standar Devisiasi ± 185,82 mm), dengan total jumlah Indeks curah hujan sebesar 3596,30 mm. Indeks Curah Hujan bulanan tertinggi pada tahun 2013 terjadi di bulan Februari 2013 sebesar 623,40 mm,
sedangkan Indeks Curah Hujan terendah terjadi di bulan Juni 2013 sebesar 82,00 mm. Indeks Curah Hujan bulanan tertinggi pada tahun 2014 terjadi di bulan November 2014 sebesar 764,70 mm, sedangkan Indeks Curah Hujan terendah terjadi di bulan Juli sebesar 65,30 mm. Suhu Udara di Kabupaten Kapuas Hulu periode 2013 dan 2014 Suhu udara bulanan tertinggi pada tahun 2013 terjadi di bulan April 2013 sebesar 35,70 0 C, sedangkan suhu udara bulanan terendah terjadi di bulan Juli 2013 sebesar 21,50 0 C. Suhu udara bulanan tertinggi pada tahun 2014 terjadi di bulan Mei 2014 sebesar 35,60 0 C, sedangkan suhu udara terendah terjadi di bulan November 2014 sebesar 21,00 0 C. Kelembaban Udara di Kabupaten Kapuas Hulu periode 2013 dan 2014 Kelembaban bulanan tertinggi pada tahun 2013 terjadi hampir di setiap bulan kecuali Maret, Mei, Oktober 2013 sebesar 99%, sedangkan Kelembaban bulanan terendah terjadi di bulan Juni 2013 sebesar 51%. Kelembaban bulanan tertinggi pada tahun 2014 terjadi hampir di setiap bulan kecuali Februari dan Juli 2014 sebesar 98%, sedangkan Kelembaban udara terendah terjadi di bulan Juli 2014 sebesar 51%. 683 Hubungan Curah Hujan, Suhu Maksimum, Suhu Minimum, Kelembaban Maksimum, dan Kelembaban Minimum Tahun 2013 curah hujan r = 0,634 p = 0,027, suhu maksimum r = 0,637 p = 0,026, suhu minimum r = 0,760 p = 0,004, kelembaban maksimum r = 0,655 p = 0,021, kelembaban minimum 0,742 p = 0,006. Kriteria pengujiannya, terima Ho jika nilai peluang hasil perhitungan (sig (p) > α = 0,05 sebaliknya, Ho ditolak jika nilai peluang hasil perhitungan (sig (p) < α = 0,05).. Jadi, Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat kontribusi Curah Hujan, Suhu Maksimum, Suhu Minimum, Kelembaban Maksimum, dan Kelembaban Minimum Periode 2013 terhadap tingkat kejadian malaria di Kabupaten Kapuas Hulu. Tahun 2014 curah hujan r = 0,604 p = 0,037, suhu maksimum r= 0,638 p = 0,025, suhu minimum r = 0,676 p = 0,016, kelembaban maksimum r = 0,607 p = 0,036, kelembaban minimum r = 0,604 p = 0,038. Kriteria pengujiannya, terima Ho jika nilai peluang hasil perhitungan (sig (p) > α = 0,05 sebaliknya, Ho ditolak jika nilai peluang hasil perhitungan (sig (p) < α = 0,05). Jadi, Ho ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
684 terdapat kontribusi Curah Hujan, Suhu Maksimum, Suhu Minimum, Kelembaban Maksimum, dan Kelembaban Minimum Periode 2014 terhadap tingkat kejadian malaria di Kabupaten Kapuas Hulu. PEMBAHASAN Selama kurun waktu Januari 2013 - Desember 2013 didapatkan positif penderita malaria adalah sebanyak 551 pasien dan Januari 2014 - Desember 2014 didapatkan positif penderita malaria adalah sebanyak 336 pasien. Pada tahun 2013 API di Kabupaten Kapuas Hulu adalah 2,3 per 1000 penduduk. Pada tahun 2014 API di Kabupaten Kapuas Hulu mengalami penurunan menjadi 1,4 per 1000 penduduk. 10,11 Berdasarkan API menurut Kementrian Kesehatan Indonesia dilakukan stratifikasi wilayah, Kabupaten Kapuas Hulu termasuk dalam stratifikasi malaria sedang yang nilainya 1-5. 7 Topografi wilayah Kalimantan Barat memiliki daerah pegunungan, daerah berlembah, serta memiliki banyak pantai dan hutan tropis, merupakan fitur lokal yang menambah beragamnya kondisi iklim di wilayah Kalimantan Barat, baik menurut ruang (wilayah) maupun waktu. Secara klimatologis wilayah Kalimantan Barat terdapat 10 pola iklim, dimana satu pola merupakan Zona Musim (ZOM) yaitu mempunyai perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau (umumnya pola Monsun), sedangkan sembilan pola lainnya adalah Non Zona Musim (Non ZOM). Daerah Non ZOM pada umumnya memiliki ciri mempunyai dua kali puncak hujan dalam setahun (pola ekuatorial) dan daerah sepanjang tahun curah hujannya tinggi. 12 Kabupaten Kapuas Hulu merupakan bagian daerah Non ZOM yang memiliki curah hujan tinggi sepanjang tahun. Berdasarkan klasifikasi sistem iklim Schmidt- Ferguson Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 2013 memiliki 11 bulan basah jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan > 100 mm dan 1 bulan lembab jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan 60 100 mm dan pada tahun 2014 memiliki 10 bulan basah dan 2 bulan lembab. 13 Suhu udara bulanan tertinggi pada tahun 2013 sebesar 35,7 0 C, sedangkan suhu udara bulanan terendah sebesar
685 21,5 0 C. Suhu udara bulanan tertinggi pada tahun 2014 sebesar 35,6 0 C, sedangkan suhu udara terendah terjadi sebesar 21 0 C. Kelembaban bulanan tertinggi pada tahun 2013 terjadi hampir di setiap bulan sebesar 100%, sedangkan kelembaban bulanan terendah sebesar 51%. Kelembaban bulanan tertinggi pada tahun 2014 terjadi hampir di setiap bulan sebesar 100%, sedangkan Kelembaban udara terendah terjadi sebesar 51%. 14 Menurut sistem Koppen yang berdasarkan suhu dan kelembaban udara, iklim di Kapuas Hulu dikelompokan sebagai Iklim A (Iklim Hujan Tropis) temperatur bulan terdingin tidak kurang dari 18 0 C, curah hujan tahunan tinggi, kelembaban udara terkering lebih dari 60%, dan Amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil, sedangkan amplitudo hariannya lebih besar. 15 Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemik malaria. Besar kecilnya tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis nyamuk dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk anopheles. 16 Banyak proses antara timbulnya hujan dan kasus malaria. Setelah hujan lebat, ada kemungkinan untuk air surut sehingga menyediakan tempat perkembangbiakan baru. Selanjutnya, waktu yang diperlukan untuk larva menetas, kepompong, menjadi nyamuk dewasa dan kemudian nyamuk dewasa menemukan hospes yang terinfeksi dan untuk penyelesaian siklus sporogonik parasit malaria dalam vektor. 17 Tanpa hujan atau terkumpulnya air yang cukup nyamuk tidak bias berkembangbiak dan menginfeksi manusia. Meskipun kasus malaria biasanya terjadi setelah periode hujan deras, curah hujan yang berlebihan tidak selalu memicu epidemi dapat terjadi karena situasi dan kondisi geografis suatu wilayah. 18 Dalam penelitian ini didapatkan hubungan bermakna secara statitik antara curah hujan terhadap kejadian malaria pada tahun 2013 dan 2014 dengan nilai 0,634 dan 0,604. Hal ini sesuai dengan penelitian Srinivasulu 19 tentang pengaruh perubahan Iklim terhadap insidens malaria di Mahaboobnagar, India bahwa terdapat pengaruh curah hujan terhadap kejadian malaria.
686 Suhu udara merupakan karakteristik tempat perindukan yang mempengaruhi metabolisme, perkembangan, pertumbuhan, adaptasi dan sebaran geografi larva nyamuk. Peningkatan suhu 1 C dapat meningkatkan kecepatan angka metabolisme dengan rata-rata konsumsi O2 dan CO2 sebesar 10%. Pengaruh suhu pada siklus penularan nyamuk pembawa parasit malaria P. falciparum banyak pengaruhnya, namun pengaruh spesifik yang paling penting adalah pada sporogonik dan kelangsungan hidup nyamuk. 16 Pada suhu yang meningkat, aktifitas pencarian darah nyamuk juga meningkat, pada gilirannya akan mempercepat perkembangan ovarium, telur dan mempersingkat siklus gonotropik, dan frekuensi menggigit pada manusia (hospes), dengan demikian, kemungkinan meningkatkan transmisi atau penyebaran penyakit. 20 Dalam penelitian ini terdapat hubungan bermakna secara statitik antara suhu udara minimum dan maksimum terhadap kejadian malaria dengan suhu minimum merupakan hubungan terkuat terhadap kejadian malaria pada tahun 2013 dan 2014 dengan nilai 0,760 dan 0,676. Hal ini sesuai dengan penelitian Hui et al dan Xiao et al 21,22 dengan menggunakan distribusi spatio temporal malaria di provinsi Yunnan dan Hainan menggunakan data dari 1995-2000, variabel iklim yang menunjukkan korelasi tertinggi dengan kejadian malaria adalah rata-rata suhu minimum perbulan dan pada penelitian Tian et al 23 menggambarkan bahwa antara suhu maksimum berhubungan positif dengan kejadian malaria. Rata-rata suhu minimum dan maksimum dalam untuk daerah studi yang berkisar dari 21,5 0 C ke 34,5 0 C yang paling cocok untuk pertumbuhan vektor dan mudah penyebaran malaria. Ini menyediakan lingkungan yang sesuai bagi P. vivax dan P. falciparum nyamuk untuk perkembangbiakan mereka. 24 Kondisi optimal untuk transmisi malaria terjadi ketika kelembaban relatif rata-rata minimal 60%. suhu air mengatur durasi siklus pembiakan vektor nyamuk di air dan kelembaban relatif yang tinggi meningkatkan umur panjang nyamuk. 16 Kelembaban yang relatif tinggi menyebabkan hospes manusia dapat lebih banyak menghasilkan keringat atau odoran. 25
687 Sistem penghidu memungkinkan nyamuk untuk mencari hospes darah manusia, sehingga memudahkan penularan malaria. Terdapat reseptor yang merespon dengan kuat terhadap odoran dan mungkin menjadi pusat proses dimana nyamuk mengidentifikasi hospes manusia. beberapa reseptor disesuaikan merespon odoran manusia dan sangat sensitif terhadap odoran tertentu. Reseptor menunjukkan peran sebagai saluran transmisi tertentu dalam membimbing perilaku nyamuk. 26 Dalam penelitian ini didapatkan hubungan bermakna secara statitik antara kelembaban udara terhadap kejadian malaria pada tahun 2013 dan 2014 dengan kelembaban maksmimal sebagai nilai tertinggi 0,607 pada 2013 dan Kelembaban minimal 0,742 pada tahun 2014. Hal ini sesuai dengan penelitian Kumar 27 tentang memperkirakan kasus malaria menggunakan faktor iklim di Delhi, India bahwa penularan kejadian malaria bergantung pada kelembaban udara. Studi epidemi malaria telah menunjukkan hubungan malaria dengan kondisi iklim seperti pola curah hujan, suhu, dan kelembaban. Di banyak tempat, transmisi bersifat musiman, dengan puncak selama dan setelah musim hujan. Infeksi malaria seringkali lebih umum terjadi selama musim hujan karena peningkatan dari jumlah tempat berkembang biak nyamuk Anopheles. KESIMPULAN Terdapat hubungan yang kuat antara curah hujan, suhu maksimum, suhu minimum, kelembaban maksimum, dan kelembaban minimum periode 2013 dan 2014 terhadap tingkat kejadian malaria di Kabupaten Kapuas Hulu DAFTAR PUSTAKA 1. Sudoyo, AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. 2. Prevention C-C for DC and. CDC - Malaria - About Malaria - Biology. [Internet]. 2012 [cited 2015 Jul 27]. Availablefromhttp://www.cdc.gov/mal aria/a bout/biology/ 3. WHO Factsheet on the World Malaria Report 2014. [Internet] 2014. WHO. [cited 2015 Jul 27]. Available from: http://www.who.int/malaria/media/wor ld_malaria_report_2014/en 4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2013. 5. Dinas Kesehatan Prov Kalbar. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat 2013. Pontianak : Dinas Kesehatan Prov Kalbar; 2013. 6. Dinas Kesehatan Prov Kalbar. Profil Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat 2014. Pontianak : Dinas Kesehatan Prov Kalbar; 2014. 7. Sahuleka, I. Pengaruh Suhu, Kelembaban, Curah Hujan, Kecepatan Angin dan Tingkat Penyinaran Matahari Terhadap
688 Fluktuasi Endemisitas Malaria di Kota Ternate. Tesis Magister pada S2 Ilmu Kedokteran Tropis UGM. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada; 2011. 8. Mardiana dan Musadad, A. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Insiden Malaria di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau dan Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2012 ; 11 (1) : 52 62. 9. Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu. Profil Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu 2013. Kapuas Hulu : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2014. 10. Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu. Laporan Bulanan Malaria Tahun 2013. Kabupaten Kapuas Hulu: Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu; 2013. 11. Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu. Laporan Bulanan Malaria Tahun 2014. Kabupaten Kapuas Hulu: Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas Hulu; 2014. 12. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Buku Prakiraan Musim Hujan 2015/2016 di Kalimantan Barat. Pontianak: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika; 2015 13. Schmidt FH, Ferguson JH. Rainfall Types Based on Wet and Dry Period for Indonesian With Wester New Guinea. Jakarta: Kementrian Perhubungan Djawatan Meteorologi and Geofisika;1951: : 42 14. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Laporan Prakiraan Cuaca tahun 2013/2014 di Kabupaten Kapuas Hulu. Kabupaten Kapuas Hulu: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika; 2015 15. Peel MC, Finlayson BL, McMahon TA. Updated World Map of The Koppen-Geiger Climate Classification. Australia: Hydrology and Earth System Sciences; 2007; (11): 1633 1644. 16. Arsunan A. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar: Masagena Press; 2012. 17. Prakash A, Bhattacharyya DR, Mohapatra PK, Mahanta J. Seasonal prevalence of Anopheles dirus and malaria transmission in a forest fringed village of Assam. India : Indian. J.Malaria; 1997 : 34: 117 18. Hay SI, Cox J, Rogers DJ, Randolph SE, Stern DI, Shanks MF, et al. Climate change and the resurgence of malaria in the East African highlands. Nature; 2002 ; 415: 905-9 19. Srinivasulu N, Gujju GB, Reddya N, Sambashiva. Daravath Influence of Climate Change on Malaria Incidence in Mahaboobnagar District of Andhra Pradesh. India: Int.J.Curr.Microbiol.App.Sci; 2013 ; 2(5): 256-266 20. Paaijmans KP, Blanford S, Bell AS. Influence of climate on malaria transmission depends on daily temperature variation. Proceedings of the National Academy of Sciences; (2010): 15135-15139. 21. Xiao D, Long Y, Wang S. Spatiotemporal distribution of malaria and the association between its epidemic and climate factors in Hainan, China. J. Malaria; 2010 (9): 185-195. 22. Hui FM, Xu B, Chen ZW. Spatiotemporal distribution of malaria in Yunnan Province, China. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene; 2009 : 503-509. 23. Tian L, Bi Y, Ho SC. One-year delayed effect of fog on malaria transmission: A time-series analysis in the rain forest area of Mengla County, south-west China. J.Malaria; 2008. 24. Babu MSU. Socio-economic Implications of Climate Change: A Study on Vector Borne Diseases (Malaria) at Micro Level. India : Gulbarga University; 2007. 25. Brebner DF, Kerslake DM, Waddell JL. The effect of atmospheric humidity on the skin temperatures and sweat rates of resting men at two ambient temperatures. J. Physiol; I958 : (I44), 299-306. 26. Carey A, Wang G, Ying SC, Zwiebel LJ, John RC. Odourant reception in the malaria mosquito Anopheles gambiae. Nature; 2010; (464) : 66 71. 27. Kumar V, Mangal A, Panesar S. Forecasting Malaria Cases Using Climatic Factors in Delhi, India: A Time Series Analysis. Malaria Research and Treatment; 2014