BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

dokumen-dokumen yang mirip
Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISA DATA A. Praktek Gadai Sawah di Kelurahan Ujung Gunung Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang

murtahin dan melibatkan beberapa orang selaku saksi. Alasan

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang amat damai dan sempurna telah diketahui dan dijamin

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan

BAB IV ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI QARD} BERAGUN EMAS DI BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG (KC) SIDOARJO

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. menyatakan ijab dan yang kedua menyatakan qabul, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG PEMBIAYAAN MURABAHAH DAN UANG MUKA. Secara bahasa, murābahah berasal dari kata ar-ribhu ( الر بح ) yang

BAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. hukum Islam. Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN GADAI SAWAH DIDESA UNDAAN LOR KECAMATAN KARANGANYAR KABUPATEN DEMAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB II LADASAN TEORI. Rahn secara etimologis, berarti tsubut (tetap) dan dawam (kekal,terus

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. A. Pengertian Gadai Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn

dibanding penelitian yang disebutkan diatas, dan juga di luar Bank Umum Syariah

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB II LANDASAN TEORI. yang disepakati. Dalam Murabahah, penjual harus memberi tahu harga pokok

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

utang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut. Secara etimologis rahn Syari at Islam memerintahkan umatnya supaya tolong-menolong yang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK MURA>BAH}AH PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA SYARIAH (PUSYAR) (UMKM) dan Industri Kecil Menengah (IKM)

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Oleh

BAB IV IMPLEMENTASI FATWA DSN NO.25/DSN-MUI/III/2002 TENTANG RAHN PADA PRODUK AR-RAHN. A. Aplikasi Pelaksanaan Pembiayaan Rahn Di Pegadaian Syariah

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perekonomian, seperti perkembangan dalam sistim perbankan. Bank

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik. Dari

BAB II PEMBIAYAAN MURABAHAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB III LANDASAN TEORI. tersebut. Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak atau to

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

KAIDAH FIQH. Perubahan Sebab Kepemilikan Seperti Perubahan Sebuah Benda. حفظو هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBIAYAAN LETTER OF CREDIT PADA BANK MANDIRI SYARI AH

dasarnya berlandaskan konsep yang sesuai dengan Syariat agama Islam. perubahan nama di tahun 2014 Jamsostek menjadi BPJS (Badan

Pembiayaan Multi Jasa

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

ب س م االله الر ح من الر ح ي م

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan, baik konvensional maupun syariah, berperan dalam segi. ekonomi dan keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang Republik

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN)

AKAD RAHN DAN AKAD-AKAD JASA KEUANGAN

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Gadai Emas Syariah Pada PT Bank Syariah Mandiri

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap penelitian-penelitian sebelumnya sebagai berikut:

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS DUA AKAD (MURA>BAH}AH DAN RAHN) DALAM PEMBIAYAAN MULIA (MURA>BAH}AH EMAS LOGAM MULIA UNTUK INVESTASI ABADI) MENURUT HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

Transkripsi:

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) A. Pengertian Ar-Rahn Pengertian gadai (Ar-Rahn) secara bahasa adalah tetap, kekal dan jaminan, sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyadera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus. 1 Pengertian gadai(ar-rahn) juga dikemukakan oleh para ahli hukum Islam sebagai berikut. 2 1. Ulama Syafi iyah mendefinisikan gadai berarti menjadikan suatu barang yang bisa dijual sebagai jaminan hutang dipenuhi dari harganya, bila yang berhutang tidak sanggup membayar hutangnya; 2. Ulama Hanabilah mengungkapkan arti gadai yaitu suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu hutang, untuk dipenuhi dari harganya, bila yang berhutang tidak sanggup membayar hutangnya; 3. Ulama Malikiyah mendefinisikan gadai adalah sesuatu yang bernilai harta (mutamawwal) yang di ambil dari pemiliknya untuk di jadikan pengikat atas hutang yang tetap (mengikat); 4. Ahmad Azhar Basyir mengartikan Ar-Rahn adalah perjanjian menahan suatu barang sebagai tanggungan hutang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara sebagai tanggungan marhun bih, 2005), hlm.125. 1 Zainudin Ali. Hukum Gadai Emas Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika 2 008), hlm. 1. 2 Sasli Rais, Pegadaian Syari ah; Konsep dan Sistem Kontemporer. (Jakarta: UI Prees, 15

16 sehingga dengan adanya tanggungan hutang itu seluruh atau sebagian hutang dapat diterima; 5. Muhammad Syafi i Antonio mendefinisikan gadai syariah (Ar-Rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah (rahin) sebagai barang jaminan (marhun) atas hutang/pinjaman (marhun bih) yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan atau penerima gadai (murtahin) memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau atau sebagian piutangnya. Secara umum pengertian gadai didefinisikan oleh Sasli bahwa kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang, di mana sejumlah uang barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian nasabah dengan lembaga gadai. 3 B. Dasar Hukum Gadai Syariah Menurut Islam dalam Al-Qur an, Al-Hadist, dan Ijtihad boleh tidak transaksi gadai. Ketiga sumber hukum tersebut disajikan dasar hukum sebagai berikut. 1. Al-Qur an Ayat-ayat Al-Qur an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjaian gadai adalah Qs Al Baqarah ayat 282 dan 283. 3 Ibid., hlm.125.

17 Artinya Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Al- Baqarah: 283). Inti dari ayat tersebut adalah: apabila untuk memperkuat perjanjian hutang-piutang dengan tulisan yang dipersaksikan dua orang saksi laki-laki dan dua orang saksi perempuan. 4 2. Al-Hadits ع ن ع ائ ش ة ر ض ي هللا ع ن ه ا أ ن الن ب ص لى هللا و س ل م اش ت ر ى ط ع ام ا م ن ي ه ود إي ل أ ج ل و ر ه ن ه د ر ع ا م ن ح د يد Aisyah r.a. berkata bahwa Rasullullah membeli makanan dari seorang Yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi (HR Bukhari No. 1926, kitab al-buyu, dan Muslim). 4 Muhammad Syafi i Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktik Cetakan ke-12. (Jakarta : Gema Insani Press bekerja sama dengan Tazkia Cendekia,2001), hlm. 129-130. 4 Muhammad, kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islam, (Jakarta:. Salemba Empat (PT Salemba Emban Patria), 2002), hlm. 115.

18 ع ن أ ن س ر ض ي هللا ع ن ه قال : ل ه ب ل م د ي ن ة ع ن د ي ه ود ي و أ خ ذ م ن ه ش ع ي ر ا أل ه ل ه. و ل ق د ر ه ن لن ب ب ص ل ى هللا ع ل ي ه و س ل م د ر ع ا Anas r.a. berkata, Rasullullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau. (HR. Bukhari no. 1927, kitab al-buyu, Ahmad, Nasa i, dan Ibnu Majah) ع ن أ ب ه ر ي ر ة ع ن الن ب ص لى هللا ع ل ي ه و س ل م ق ا ل : ص اح ب ه ال ذ ى ر ه ن ه ل ه غ ن م ه و ع ل ي ه غ ر م ه. ال ي غ ل ق الر ه ن م ن Abu hurairah r.a. berkata bahwasanya Rasullullah saw. Bersabda, Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian (atau biaya) (HR. Syafi i dan Daruqutni) 5 3. Ijtihad Berdasarkan Al-Qur an dan Hadits diatas menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi pernah melakukannya. Namun demikian perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam dengan melakukan ijtihad. 6 Dasar hukum tersebut menjadikan pertimbangan DSN menetapkan gadai sebagai salah satu sistem perekonomian yang sah dalam Islam, dengan ketentuan bahwa pinjaman yang menggadaikan barang sebagai jaminan hutang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut. 5 Ibi.,, hlm.129 6 Ibid., hlm. 115

19 1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua hutang rahn (yang menyerahkan barang) dilunasi; 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahn. Pada prinsipnya, marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya; 3. Pemeliharaan dan penyimpanannya marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin; 4. Besar biaya pemelihaaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman; 5. Penjualan marhun. a. Apabila jatuh tempo, mutahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi hutangnya; b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka marhun dijual paksa/ dieksekusi melalui lelang sesuai syariah; c. Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan;

20 d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin. 7 C. Rukun dan Syarat Gadai Setiap akad harus memenuhi syarat sah dan rukun yang telah ditetapkan oleh para ulama fiqih. Walaupun terdapat perbedaan mengenai hal ini, namun secara umum syarat sah dan rukun dalam menjalankan produk gadai sebagai berikut. 1. Rukun Gadai a. Shigat adalah ucapan berupa ijab dan qabul; b. Orang yang berakad, yaitu orang yang menggadaikan (rahin) dan orang yang menerima gadai (murtahin); c. Harta/barang yang dijadikan jaminan (marhun); d. Utang (marhun bih). 2. Syarat Sah Gadai a. Shigat Syarat shigat adalah shigat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan dengan masa yang akan datang. Misalnya, rahin mensyaratkan apabila tenggang waktu marhun bih habis dan marhun bih belum terbayar, maka rahn dapat diperpanjang satu bulan. Kecuali jika syarat tersebut mendukung kelancaran akad maka diperbolehkan seperti pihak murtahin minta agar akad disaksikan oleh dua orang. 7 Muhammad Firdaus NH, et al,. Fatwa-fatwa Ekonomi Syariah Kontemporer, (Jakarta: Renaisan Anggota IKAPI 2005), hlm 70-71

21 b. Orang yang berakad Rahin maupun marhun harus cakap dalam melakukan tindakan hukum, baligh dan berakal sehat, serta mampu melakukan akad. Bahkan menurut ulama Hanafiyyah, anak kecil yang mumayyiz dapat melakukan akad, karena ia dapat membedakan yang baik dan yang buruk. c. Marhun bih 1. Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin;. 2. Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat dimanfaatkan, maka tidak sah; 3. Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya. d. Marhun 1. Harus berupa harta yang dapat dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih; 2. Marhun harus mempunyai nilai dan dapat dimanfaatkan; 3. harus jelas dan spesifik; 4. Marhun itu secara sah dimiliki oleh rahin; 5. Merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat. 8 D. Status Barang Gadai Status barang gadai terbentuk saat terjadinya akad atau kontrak hutang-piutang yang dibarengi dengan penyerahan jaminan. Misalnya, ketika 8 Op. cit., hlm 24-25.

22 seorang penjual meminta pembeli menyerahkan jaminan seharga tertentu untuk pembelian suatu barang dengan kredit. Para ulama menilai hal ini sah karena hutang tetap(lazim), memang menuntut pengembalian jaminan, karena dibolehkan mengambil jaminan. Tetapi gadai juga bisa terbentuk( terjadi dan sah) sebelum muncul hutang. Misalnya, seseorang berkata saya gadaikan barang ini dengan uang pinjaman dari anda sebesar 10 juta rupiah. Maka gadai tersebut sah, setidaknya demikian pendapat mazhab Maliki dan Hanafi, karena barang tersebut merupakan jaminan bagi hak tertentu. Mayoritas ulama berpendapat bahwa gadai itu berkaitan dengan keseluruhan hak barang yang digadaikan dan bagian lainnya. Ini berarti jika seseorang menggadaikan sejumlah barang tertentu, kemudian ia melunasi sebagiannya, maka keseluruhan barang gadai masih tetap berada ditangan penerima gadai sampai orang yang menggadaikan (rahin) melunasi seluruh hutangnya. Fuqaha berpendapat sebagian bahwa barang yang masih tetap berada ditangan peneima gadai(murtahin) hanya sebagiannya saja, yaitu sebesar hak yang belum dilunasi. 9 E. Pemanfaatan Barang Gadai Konsep operasionalnya dari lembaga keuangan gadai syariah mempunyai fungsi sosial yang sangat besar. Karena pada umumnya, mayoritas nasabah yang datang ke lembaga keuangan gadai syariah adalah 9 Muhammad Firdaus NH, et al., Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah, (Jakarta: Renaisan Anggota IKAPI, 2005), hlm.94-95.

23 mereka yang secara ekonomi sangat kekurangan, biasanya pinjaman yang dibutuhkan adalah pinjaman yang bersifat konsumtif dan sifatanya mendesak. Dalam implementasinya lembaga keuangan syariah merupakan kombinasi komersil-produktif. Dan banyak manfaat lain yang bisa diperoleh manfaat lain yang bisa diperoleh dari lembaga keuangan gadai syariah adalah. 10 1. Proses cepat, nasabah dapat memperoleh pinjaman yang diperlukan dalam waktu relatif cepat, baik proses administrasi maupun penaksiran barang gadai; 2. Prosedurnya cukup mudah, yakni hanya membawa barang gadai (marhun) beserta bukti kepemilikan barang tersebut; 3. Jaminan keamanan atas barang gadai diserahkan dengan standar keamanan yang telah diuji dan diasuransikan. Rahn pada dasarnya bertujuan meminta kepercayaan dan menjamin hutang. Hal ini untuk menjaga jika penggadai (rahin) tidak mampu atau tidak menempati janjinya, bukan untuk mencari keuntungan. Ulama sepakat mengatakan bahwa barang yang digadaikan tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa menghasilkan sama sekali, karena tindakan itu termasuk menyia-nyiakan harta. Beberapa perbedaan pendapat diantara para ulama. Pertama, ulama Hanafiyah dan Syafi iyah berpendapat bahwa murtahin tidak berhak memanfaatkan barang gadaian. Menurut mereka tidak boleh bagi yang menerima gadai (murtahin) untuk mengambil manfaat dari 10 Muhammad Firdaus NH, et al., Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah, (Jakarta : Renaisan, 2005), hlm. 14.

24 barang gadaian. Oleh karena itu, tidak boleh ia mempergunakan binatang gadaian, menyewakan rumah gadaian, memakai kain gadaian, dan tidak boleh memberi pinjaman selama barang itu masih dalam gadaian, kecuali atas izin orang yang menggadaikan (rahin). Karena itu, segala manfaat dari hasil-hasil yang diperoleh dari barang gadaian semuanya menjadi hak rahin (orang yang menggadaikan). Ulama Syafi iyah penggadai (rahin) berhak mendapat keuntungan dari barang tanggungannya, karena ia adalah pemiliknya. Barang gadaian tersebut tetap dipegang oleh pemegang gadai kecuali barang itu dipakai oleh penggadai. Dalil yang dikemukakan adalah hadis Nabi SAW yang secara jelas melarang pemanfaatan barang gadaian oleh pemegang gadai, diantaranya. Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw. Bersabda, Barang yang digadaikan tidak boleh tertutup dari pemiliknya yang menggadaikan barang itu, sehingga mungkin dia mendapat keuntungan dan menanggung kerugiannya. (HR Daruquthni dan al-hakim) Kedua, menurut ulama Malikiyah, manfaat atau nilai tambah yang lahir dari barang gadai adalah milik rahin (penggadai) dan bukannya untuk murtahin (penerima gadai). Tidak boleh mensyaratkan pengambilan manfaat dari gadai, karena larangan tersebut hanya berlaku pada qardl (hutang piutang). Adapun pada akad gadai mereka memberikan toleransi (keleluasaan) kepada penerima gadai untuk memanfaatkan barang gadai selama hal itu tidak dijadikan syarat dalam transaksi (akad). Hal ini berdasarkan pertanyaan ulama mazhab yang menyatakan, hasil dari barang gadaian ataupun manfaatnya adalah hak bagi pemberi gadai, selama penerima gadai tidak mensyaratkan pemanfaatannya.

25 Ketiga, pendapat ulama Hanabilah mengatakan barang gadaian bisa berupa hewan yang dapat ditunggangi atau dapat diperah susunya, atau bukan berupa hewan, apabila berupa hewan tunggangan atau perahan, maka penerima gadai boleh memanfaatkan dengan menunggangi atau memerah susunya tanpa seizin pemiliknya, sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan penerima gadai. Dan penerima gadai supaya memanfaatkan barang gadaian dengan adil sesuai dengan biaya yang dikeluarkan. F. Penjualan Barang Gadai setelah Jatuh Tempo Gadai adalah sebagai jaminan atas hutang dan jika jatuh tempo sedangkan penggadai tidak bisa melunasi hutangnya, maka pelunasan hutang bisa diambilkan dari barang gadaian tersebut. Dan pelunasannya melalui penjualan barang gadai haruslah sesuai dengan besarnya tanggungan yang harus dipikul oleh penggadai (rahin). Artinya jika setelah barang tersebut terjual ternyata harganya melebihi tanggungan penggadai, maka selebihnya adalah menjadi hak penggadai. G. Rusaknya Barang Gadai Masalah ini terdapat perbedaan pendapat. Menurut sebagian ulama barang gadai adalah amanah dari orang yang menggadaikan. Pemegang gadai sebagai pemegang amanah tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan tanggungan, selama tidak sengaja merusaknya atau lalai. Pendapat lain mengatakan bahwa kerusakan yang terjadi dalam barang gadai ditanggung oleh penerima gadai (murtahin), karena barang

26 gadai adalah jaminan atas hutang sehingga jika barang rusak, maka kewajiban melunasi hutang juga hilang. H. Akhir Akad Gadai Akad gadai berakhir dengan hal-hal berikut. 1. Barang telah diserahkan kembali kepada pemiliknya (rahin); 2. Rahin telah membayar hutangnya; 3. Pembebasan hutang dengan cara apapun; 4. Pembatalan oleh murtahin, meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin; 5. Rusaknya barang gadai bukan karena tindakan murtahin; 6. Dijual dengan perintah hakim atas permintaan rahin; 7. Memanfaatkan barang gadai dengan cara menyewakan, hibah, atau hadiah; baik dari pihak rahin maupun murtahin. 11 I. Mekanisme Akad Perjanjian Transaksi Rahn (Gadai) Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan syara yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya. Ijab adalah pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, sedangkan qabul itu diadakan dengan maksud untuk menunjukkan adanya sukarela timbal balik terhadap perikatan yang dilakukan oleh dua belah pihak yang bersangkutan. Pengertian akad menurut operasional unit layanan gadai syariah dimana akad adalah perjanjian yaitu pertalian ijab dan qabul menurut cara- 11 Muhammad Firdaus NH, et al., Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah,( Jakarta: Renaisan 2005), hlm. 94-98.

27 cara yang disyariatkan yang berpengaruh terhadap objek yang diadakan dan yang menimbulkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang melaksanakan akad. Kedua pengertian tersebut, maka akad terjadi antara dua pihak dengan sukarela dan menimbulkan kewajiban atas masing-masing secara timbal balik. Berjalannnya perjanjian gadai sangat ditentukan oleh banyak hal. Diantara hal tersebut adalah subjek dan objek perjanjian gadai. Dimana subjek perjanjian gadai adalah rahin (yang menggadaikan barang). Objeknya ialah marhun (barang gadai) dan utang yang diterima rahin. 12 Mekanisme aktivitas perjanjian dalam dalam dalam transaksi gadai dapat menggunakan akad perjanjian, antara lain. 13 1. Akad Qard hasan Akad Al qardhul hasan dilakukan untuk nasabah yang menginginkan menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif. Dengan demikian rahin akan memberikan biaya atau fee (upah) kepada murtahin (penggadai) karena telah menjaga dan merawat barang gadaian (marhun). Sebenarnya, dalam akad qardhul hasan tidak diperbolehkan memungut biaya kecuali biaya administrasi. Namun demikin, ketentuan untuk biaya administrasi pada pinjaman dengan cara. 12 Muhammad, Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam,( Jakarta : Salemba Empat, 2002), hlm.116. 13 Muhammad Firdaus, et al., Mengatasi Masalah dengan Pegadaian Syariah, ( Jakarta : Renaisan, 2005), hlm. 28-31.

28 a. Harus dinyatakan dengan nominal, bukan prosentase; b. Sifatnya harus jelas, nyata dan pasti serta terbatas pada hal-hal yang mutlak diperlukan dalam kontrak. 2. Akad mudharabah Adalah akad yang dilakukan oleh nasabah yang menggadaikan jaminan untuk menambah modal usaha atau pembiayaan yang bersifat produktif. Keuntungan yang didapat nasabah (rahin) akan memberikan bagi hasil berdasarkan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam dilunasi. 3. Ketentuan akad mudharabah a) Jenis barang gadai asalkan bisa dimanfaatkan, baik berupa barang bergerak maupun tidak bergerak. Seperti kendaraan bermotor, barang elektronik, tanah, rumah, bangunan, dan lain sebagainya; b) Keuntungan yang dibagikan kepada pemilik barang gadai adalah keuntungan setelah dikurangi biaya pengelolaan. Adapun ketentuan prosentase nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. 4. Akad ba i muqayyadah Akad ba i muqayyadah adalah akad yang dilakukan apabila nasabah (rahin) ingin menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif. Seperti pembelian peralatan untuk modal kerja. Untuk memperoleh pinjaman, nasabah harus menyerahkan barang sebagai jaminan berupa barang-barang yang dapat dimanfaatkan, baik oleh rahin maupun murtahin. Dalam hal ini, nasabah dapat memberi keuntungan berupa mark-up atas barang yang dibelikan oleh

29 murtahin. Atau dengan kata lain, murtahin (pihak bank) dapat memberikan barang yang dibutuhkan oleh nasabah dengan akad jual beli, sehingga murtahin dapat mengambil keuntungan berupa margin dari penjualan barang tersebut sesuai dengan kesepakatan keduanya. 5. Akad ijarah Akad ijarah adalah akad yang objeknya adalah penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan imbalan, sama dengan menjual manfaat. Dalam kontrak ini ada kebolehan untuk menggunakan manfaat atau jasa dengan ganti berupa kompensasi. Disini, penerima gadai (murtahin) dapat menyewakan tempat penyimpan barang (deposit box) kepada nasabahnya. Barang titipan dapat berupa barang yang menghasilkan manfaaat dan sesuatu dapat diambil manfaaatnya disebut major, sedangkan kompensasi atau balas jasa disebut ajran atau ujroh. 14 J. Manfaat ar-rahn dan Risiko ar-rahn a. Manfaat ar-rahn Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip ar-rahn adalah sebagai berikut. a. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan bank; b. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam 14 Muhammad, Firdaus et al.,, Mengatasi Masalah Dengan Pegadaian Syariah, (Jakarta : Renaisan), 2005 hlm. 14.

30 ingkar janji karena ada suatu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh bank; c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama di daerah-daerah. Manfaat langsung yang akan didapat bank adalah biaya-biaya konkret yang harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut. Jika penahanan aset berdasarkan fidusia (penahanan barang bergerak sebagai jaminan pembayaran), nasabah juga harus membayar biaya asuransi yang besarnya sesuai dengan yang berlaku secara umum. b. Risiko ar-rahn Adapun risiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah. a. Risiko tak terbayarnya utang nasabah (wanprestasi); b. Risiko penurunan aset yang ditahan atau rusak. 15 K. Peningkatan Laba Laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan yang direalisasikan yang timbul dari transaksi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut. Sedangkan pengertian laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha dan dari semua 15 Ibid, hlm 130.

31 transaksi atau kejadian lain yang mempengaruhi badan usaha selama satu periode kecuali yang timbul dari pendapatan atau investasi oleh pemilik. 16 16 Zaki Baridwan, Intermidiate Accounting, (Yogyakarta : BPFE, 2000), hlm. 29.