BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian yang dilakukan oleh WHO (2013). Di Indonesia sendiri, didapatkan bahwa anemia pada balita cukup tinggi yaitu 28%.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 menjadi

BAB I. PENDAHULUAN. fisiologis namun, berbagai penelitian hanya dilakukan pada mineral yang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

bermanfaat bagi kesehatan manusia. Di dalam es krim yoghurt dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobin merupakan salah satu komponen sel darah merah yang berfungsi. pembentukan Hb yang mengakibatkan kondisi anemia.

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. usia subur. Perdarahan menstruasi adalah pemicu paling umum. kekurangan zat besi yang dialami wanita.meski keluarnya darah saat

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

bio.unsoed.ac.id I. PENDAHULUAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Kasus anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih sering

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau. rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

membutuhkan zat-zat gizi lebih besar jumlahnya (Tolentino & Friedman 2007). Remaja putri pada usia tahun, secara normal akan mengalami

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat sangat memperhatikan pentingnya pengaruh makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. Allah Subhanahu wa Ta ala menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

PENDAHULUAN. Latar Belakang Produk pangan yang memiliki kandungan gizi dan. kesehatan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan gizi sekaligus

BAB 1 : PENDAHULUAN. kurang vitamin A, Gangguan Akibat kurang Iodium (GAKI) dan kurang besi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. juta penduduk Indonesia (Siagian, 2003). Asupan yang cukup serta ketersediaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan dan merupakan masalah gizi utama di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Asam folat dapat ditemukan pada tumbuh-tumbuhan dan jaringan hewan,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kelompok yang paling rawan dalam berbagai aspek, salah satunya terhadap

I. PENDAHULUAN. Escherichia coli adalah bakteri yang merupakan bagian dari mikroflora yang

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa folat berperan sebagai koenzyme pada berbagai metabolisme asam amino

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) wanita dengan usia tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

BAB I PENDAHULUAN. protektif bagi sistem pencernaan, probiotik juga diketahui memiliki banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah gizi di Indonesia masih didominasi oleh masalah Kurang Energi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia. Anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI SMA PEDESAAN DAN PERKOTAAN DI KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. dijelaskan dalam firman-nya dalam surat al-baqarah ayat 168 sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

I. PENDAHULUAN. Diversifikasi produk olahan kelapa yang cukup potensial salah satunya adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik bali merupakan itik lokal Indonesia yang juga sering disebut itik penguin, karena

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara, dan masih menjadi masalah kesehatan utama di. dibandingkan dengan laki-laki muda karena wanita sering mengalami

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

I. PENDAHULUAN. serta mengkonsumsi produk pangan yang baik untuk pencernaan. Probiotik berkembang makin pesat sejalan dengan makin banyaknya

MAKALAH GIZI ZAT BESI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan masalah gizi yang paling tinggi kejadiannya di dunia sekitar 500 juta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan prevalensi tertinggi dialami negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berlanjut hingga dewasa bila tidak diatasi sedari dini.

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang. Berdasarkan Riskesdas (2013), dilaporkan bahwa angka

PENDAHULUAN. absorpsi produk pencernaan. Sepanjang permukaan lumen usus halus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

UJI ORGANOLEPTIK FRUITGHURT HASIL FERMENTASI LIMBAH BUAH ANGGUR (Vitis vinifera) OLEH Lactobacillus bulgaricus SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. makanan pada masa itu menjadi penyebab utama munculnya masalah gizi remaja

LAPORAN AKHIR PKM-P. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. generasi sebelumnya di negara ini. Masa remaja adalah masa peralihan usia

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktu yang lama yang ditandai dengan z-skor berat badan berada di bawah

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN. spermatozoa dan ovum kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.

BAB I PENDAHULUAN. yang relatif sangat bebas, termasuk untuk memilih jenis-jenis makanan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

I. PENDAHULUAN. Yogurt adalah bahan makanan yang terbuat dari susu yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi bahan pangan yang

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

111. KERANGKA PEMIKIRAN & HIPOTESIS

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan produk pangan menggunakan bahan baku kacang-kacangan

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN, BESI DAN VITAMIN C DENGAN KADAR HEMOGLOBIN SISWI KELAS XI SMU NEGERI I NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

PENGARUH LAMA FERMENTASI Rhizopus oligosporus TERHADAP KADAR OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas)

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia kini menjadi masalah kesehatan serius yang terjadi di hampir seluruh Negara di dunia, baik di Negara yang tergolong berkembang maupun yang tergolong ke dalam Negara maju. Menurut penelitian yang dilakukan oleh WHO (2013). Di Indonesia sendiri, prevalensi anemia masih dirasa cukup tinggi. Menurut Riskesdas (2013) proporsi penduduk umur 1 tahun dengan keadaan anemia mencapai 21.7% secara nasional. Berdasarkan pengelompokan umur, didapatkan bahwa anemia pada balita cukup tinggi yaitu 28%. Menurut definisi, anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Susilowati, 2010). Penyebab terbesar terjadinya anemia adalah keadaan defisiensi zat besi dalam tubuh, hal ini dapat diakibatkan oleh asupan zat besi yang kurang, absorbsi zat besi dalam tubuh rendah dan kebutuhan akan zat besi yang meningkat dalam masa masa tertentu. Selain itu penyebab lain terjadinya anemia adalah kehilangan darah dalam jumlah besar pada saat menstruasi, infeksi parasite dalam tubuh seperti cacing tambang, askaris dan sitosomiasis yang dapat menurunkan konsentrasi hemoglobin (Hb), infeksi akut dan kronis seperti malaria, kanker, tuberculosis (TBC), dan HIV. Rendahnya kadar zat mineral lain dalam 1

tubuh seperti vitamin A, B12, folat, riboflavin dan tembaga juga berkontribusi dalam terjadinya anemia (WHO, 2008). Menurut WHO (2013), selain berdampak pada kesehatan, anemia juga berdampak buruk pada sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, mengingat banyak dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh anemia, seperti terhambatnya perkembangan fisik dan psikis serta perilaku dan kerja. Maka harus segera dilakukan upaya dalam mengantisipasi anemia tersebut. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia gizi akibat kekurangan konsumsi besi diantaranya yaitu meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami melalui motode penyuluhan, terutama makanan sumber hewani (heme iron) yang mudah diserap seperti hati, ikan, daging dan lain lain. Kemudian fortifikasi bahan makanan yaitu: menambahkan zat besi, asam folat, vitamin A dan asam amino esensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kolompok sasaran. Selain itu bisa juga dengan suplemen zat besi-folat secara rutin selama 90 hari dengan dosis 1 tablet sehari untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat (Susilowati, 2010). Diantara beberapa upaya penanggulangan anemia tersebut, fortifikasi zat besi pada bahan pangan merupakan cara yang paling sering digunakan dalam mengatasi masalah anemia. Bukti ilmiah dari penelitian yang dilakukan di Durban Afrika Selatan, menunjukkan bahwa kelompok responden yang diberi perlakuan berupa pemberian fortifikasi zat besi mengalami peningkatan nilai Hb dan serum ferritin 2

secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol (tanpa pemberian fortifikasi zat besi) (Ballot dkk., 1987). Selain itu Negara Negara lain seperti Vietnam, Thailand, Amerika dan Afrika Selatan juga telah menerapkan fortifikasi zat besi dalam pangan seperti kecap ikan, gula dan bubuk kari sebagai upaya dalam penanganan anemia yang terjadi di Negara mereka, dan hal ini memberikan hasil yang positif dimana prevalensi anemia menjadi menurun setelah diberikannya intervensi fortifikasi zat tersebut (Ho dkk., 2005). Fortifikasi merupakan metode penambahan zat gizi mikro ke dalam suatu bahan pangan makanan yang bertujuan untuk memenuhi kecukupan zat gizi mikro tersebut dalam tubuh (Widyastuti, 2013). Di Indonesia sendiri fortifikasi merupakan upaya peningkatan konsumsi zat gizi mikro melalui penambahan zat tersebut ke dalam bahan makanan yang dikonsumsi secara luas oleh masyarakat, sehingga berdaya guna dalam menanggulangi akibat kekurangan zat gizi tersebut secara jangka panjang (Komari dan Hermana, 1993). Selain itu fortifikasi ini merupakan upaya penunjang oleh pemerintah yaitu dengan penambahan atau fortifikasi zat besi ke dalam bahan makanan yang banyak dikonsumsi penduduk rawan anemia gizi besi dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan dunia usaha (Saidin dkk., 1995). Diantara sekian banyak jenis fortifikan yang digunakan sebagai fortifikasi zat besi dalam makanan, FeSO 4 dan NaFeEDTA adalah jenis fortifikan yang paling sering digunakan. FeSO 4 sendiri merupakan jenis fortifikan yang telah dikenal luas dan umum digunakan sebagai 3

fortifikan besi pada bahan makanan seperti roti, pasta, tepung, saus ikan, saus kedelai, produk sereal dan lain-lain. Sedangkan NaFeEDTA adalah salah satu jenis fortifikan yang banyak memiliki keunggulan di beberapa hal. Besi dari NaFeEDTA memiliki tingkat absorbsi 2 hingga 3 kali lebih baik dibandingkan ferrous sulfate (FeSO4) dengan keberadaan asam fitat. Selain itu besi dari NaFeEDTA tidak menyebabkan pengendapan dari peptida saat ditambahkan pada kecap ikan dan kecap kedelai. Fortifikasi zat dalam makanan sudah banyak dilakukan di Indonesia diantaranya pada tepung terigu, mie instan, susu dan biskuit. Mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia penderita kurang gizi terutama penderita anemia memiliki daya beli yang rendah, maka hal ini dapat mengakibatkan akses terhadap bahan-bahan makanan tersebut menjadi menurun dan menyababkan program fortifikasi zat menjadi sia-sia. Oleh sebab itu diperlukan bahan makanan yang lebih terjangkau dari segi ekonomi dan sering dikonsumsi oleh masyarakat. Salah satunya adalah tempe. Tempe merupakan produk fermentasi dari kedelai yang banyak dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, juga di berbagai negara lain seperti di Malaysia, Singapura, Belanda, Canada, dan beberapa daerah di Amerika. Pada tempe juga terkandung zat gizi yang baik, mudah dicerna dan diabsorbsi yaitu vitamin B12, asam folat dan enzim fitase yang berperan dalam degradasi asam fitat. Asam fitat sendiri merupakan inhibitor Fe dan Zn, sehingga tempe dapat mecegah anemia (Kurnia dkk., 2010). 4

Namun ternyata fortifikasi zat besi dalam makanan ini juga memiliki efek negatif. Menurut Zimmermann dkk. (2010), dalam studinya menyatakan bahwa pemberian fortifikasi zat besi dapat menyebabkan peningkatan pada Enterobacter patogen dan penurunan Lactobacilli. Substansi besi merupakan salah satu sumber nutrisi untuk pertumbuhan bakteri patogen. Bakteri patogen juga akan mengambil substansi besi yang berada pada lingkungan dimana mereka hidup. Bakteri patogen sendiri memiliki kemampuan untuk memperoleh besi dari ikatan protein-besi di dalam tubuh. Sebagian besar bakteri gram negatif seperti Salmonella, Shigella dan beberapa strain dari Escherichia coli tergolong ke dalam bakteri patogen (Helmyati dkk., 2014). Selain itu menurut sebuah sistematik review yang menunjukkan bahwa suplementasi zat besi dapat meningkatkan kejadian diare (Gera & Sachdev, 2002). Sehingga diperlukan sebuah upaya untuk mengantisipasi hal tersebut agar fortifikasi zat besi tetap aman diberikan mengingat pemberian fortifikasi zat besi ini masih dirasa sangat penting dalam penanggulangan anemia. Pemberian sinbiotik memiliki efek positif terhadap keseimbangan mikroflora usus dalam tubuh dan menekan pertumbuhan bakteri patogen. Sinbiotik merupakan kombinasi dari prebiotik dan probiotik yang berperan dalam peningkatan kesehatan tubuh (Senditya dkk., 2014). Menurut Ashara dkk. (2001), Sinbiotik mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen, seperti Salmonella enterica serovar typhimurium yang mematikan. Prebiotik sendiri mengandung fruktosa seperti inulin dan fruktooligosakarida yang diketahui mampu 5

mengubah komposisi mikroflora dalam sistem pencernaan ke arah dominasi Bifidobacterium. Hal inilah yang sering disebut efek bifidogenik. Beberapa efek positif dari bifidogenik diantaranya yaitu penghambatan Escherichia coli, Clostridia dan berbagai bakteri patogen, serta penurunan terjadinya kasus diare (Purwijantiningsih, 2011). Sedangkan probiotik juga memiliki peran tersendiri terhadap penekanan pertumbuhan bakteri patogen, pada penelitian Suseno dkk. (2000), minuman probiotik dapat dibuat dari nira siwalan (legen), minuman probiotik ini memiliki fungsi yaitu dapat menghambat beberapa bakteri patogen yakni S. typhii, S. aureus dan E. coli. Selain itu menurut Purwijantinigsih (2011), Bakteri probiotik bersifat antagonis terhadap bakteri patogen karena selama fermentasi dapat menghasilkan bakteriosin dan asam-asam organik, yang menghambat pertumbuhan mikroba patogen maupun pembusuk. Dengan ditambahkannnya bakteri sinbiotik pada susu sari tempe yang difortifikasi zat besi diharapkan dapat mengantisipasi efek negatif yang ditimbulkan oleh zat besi itu sendiri yaitu menyebabkan peningkatan bakteri patogen dalam usus. Dalam penelitian ini peneliti ingin menguji apakah susu tempe sinbiotik yang diberi fortifikasi zat besi berupa NaFeEDTA dan FeSO 4 dapat berpengaruh terhadap perubahan jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter pada feses tikus wistar. Selain itu peneliti juga ingin mengetahui apakah ada pengaruh dari perbedaan fortifikan senyawa besi yang diberikan pada susu tempe sinbiotik terhadap perbedaan 6

jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter yang terdapat pada feses tikus wistar. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan penelitian yang dapat dirumuskan adalah 1. Apakah ada perubahan jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter pada feses tikus wistar yang diberi susu tempe sinbiotik yang difortifikasi NaFeEDTA? 2. Apakah ada perubahan jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter pada feses tikus wistar yang diberi susu tempe sinbiotik yang difortifikasi FeSO 4? 3. Bagaimana pengaruh pemberian fortifikan senyawa zat besi yang berbeda pada susu tempe sinbiotik terhadap perbedaan jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter pada feses tikus wistar? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh fortifikasi zat besi NaFeEDTA dan FeSO 4 pada susu tempe sinbiotik terhadap jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter pada feses tikus wistar 7

2. Tujuan khusus a. Mengetahui perubahan jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter pada feses tikus wistar yang diberi susu tempe sinbiotik yang difortifikasi NaFeEDTA b. Mengetahui perubahan jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter pada feses tikus wistar yang diberi susu tempe sinbiotik yang difortifikasi FeSO 4 c. Mengetahui pengaruh pemberian fortifikan senyawa zat besi yang berbeda pada susu tempe sinbiotik terhadap perbedaan jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter pada feses tikus wistar D. Manfaat Penelitian 1. Mengetahui pengaruh fortifikasi zat besi NaFeEDTA dan FeSO 4 pada susu sari tempe sinbiotik terhadap jumlah populasi bakteri E. coli dan Enterobacter pada feses tikus wistar 2. Sebagai salah satu upaya peningkatan nilai fungsional tempe sebagai pangan lokal untuk menanggulangi masalah defisiensi gizi mikro. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian oleh Widyastuti (2013) dengan judul Perbedaan Fortifikasi Besi (FeSO4 - NaFeEDTA) Terhadap Kadar Besi, ph dan Tingkat Kesukaan pada Susu Fermentasi Sinbiotik (L. plantarum Dad. 13 - FOS). Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis 8

pengaruh fortifikasi besi pada susu fermentasi sinbiotik lokal (L. plantarum Dad. 13) dan prebiotik FOS terhadap kadar besi, ph dan tingkat kesukaan. Persamaan pada penelitian yang dilakukan adalah sama sama menganalisis pengaruh fortifikasi zat besi pada suatu bahan pangan. Selain itu bahan pangan yang difortifikasi juga sama sama diberi bakteri sinbiotik. Sedangkan perbedaanya terdapat media yang difortifikasi, pada penelitian ini menggunakan susu fermentasi, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan susu sari tempe. Selain itu pada penelitian ini bertujuan ingin mengetahui pengaruh fortifikasi zat besi pada susu fermentasi sinbiotik terhadap kadar besi, ph dan tingkat kesukaan, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan bertujuan ingin melihat pengaruh fortifikasi pada susu tempe sinbiotik terhadap kadar bakteri patogen. 2. Penelitian oleh Purwijantiningsih (2011) dengan judul Uji Antibakteri Yoghurt Sinbiotik Terhadap Beberapa Bakteri Patogen Enterik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis prebiotik terhadap aktivitas antibakteri dari yoghurt sinbiotik. Persamaan pada penelitian yang dilakukan adalah sama sama menganalisis pengaruh pemberian zat besi yang dapat berpengaruh terhadap perkembangan bakteri patogen. Sedangkan perbedaanya terdapat metode yang digunakan mengetahui perkembagan bakteri patogen, pada penelitian ini menggunakan uji antibakteri dengan metode difusi sumuran, sedangkan pada 9

penelitian yang akan dilakukan menggunakan analisis pada feses tikus wistar dengan menggunakan teknik kultur. 3. Penelitian oleh Kusumaningrum (2004) dengan judul Pembuatan Minuman Soygurt dari Sari Tempe dengan Menggunakan Bakteri Lactobacillus plantarum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat soygurt yang mengandung isoflavon faktor-2 dengan menggunakan bakteri Lactobacillus plantarum dengan inokulum tunggal yaitu Rhizopus oligosporus dan inokulum campuran yaitu Rhizopus oryzae, R. oligosporus, Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrhizus. Persamaan pada penelitian yang dilakukan adalah sama sama menggunakan sari tempe dalam penelitian yang dilakukan. Sedangkan perbedaanya terdapat pada tujuan, variabel dan metode yang digunakan dalam penelitian. 10