1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Banjarmasin adalah salah satu pintu gerbang kegiatan ekonomi nasional dan merupakan kota penting di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat strategis secara geografis. Kota yang cukup padat ini termasuk salah satu kota besar di Indonesia, walau luasnya yang terkecil di Kalimantan. Kota yang dijuluki kota seribu sungai ini merupakan sebuah kota delta atau kota kepulauan sebab terdiri dari sedikitnya 25 pulau kecil (delta) yang merupakan bagian-bagian kota yang dipisahkan oleh sungaisungai diantaranya pulau Tatas, pulau Kelayan, pulau Rantauan Keliling, pulau Insan dan lain-lain. Sejak zaman dulu hingga sekarang Banjarmasin masih menjadi kota niaga dan bandar pelabuhan terpenting di pulau Kalimantan. Pelabuhan Kota Banjarmasin adalah pelabuhan Trisakti yang terletak 12,5 mil dari muara sungai Barito. Pelabuhan Trisakti memiliki terminal petikemas Banjarmasin (TPKB) yang termasuk 10 besar terminal petikemas di Indonesia. 1 Kontribusi yang cukup signifikan membangun perekonomian Kota Banjarmasin, pertama sektor pengangkutan dan komunikasi memberi kontribusi 24%, nomor dua perdagangan dan jasa 21%, ketiga industri pengolahan 16%, sektor lain kontribusinya sangat kecil, sehingga Pemerintah 1 Wikipedia, Kota Banjarmasin, http://id.wikipedia.org/wiki/kota_banjarmasin, diakses pada tanggal 03 Februari 2013.
2 Kota Banjarmasin mestinya lebih fokus pada ketiga sektor tadi, yaitu pengembangan komunikasi dan pelabuhan trisakti sebagai penyumbang terbesar di sektor pengangkutan karena menjadi pintu keluar masuk barang. 2 Dampak meningkatnya pertumbuhan perekonomian di Kota Banjarmasin tentunya sangat berpengaruh pada bidang hukum, khususnya ilmu kenotariatan sebagai suatu cabang ilmu yang mengakomodir keinginan para pelaku perekonomian untuk membuat alat bukti otentik berupa akta Notaris yang menerangkan perbuatan hukum para pihak. Perbuatan hukum tersebut aktanya di buat oleh pejabat yang berwenang untuk membuat akta otentik yaitu Notaris sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya berdasarkan Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Notaris sebagai seseorang yang memangku jabatan sebagai pejabat umum dalam pelaksanaan kewajiban untuk melayani masyarakat haruslah berpedoman pada UUJN dan Kode Etik Notaris yang mengatur moralitas profesinya, sehingga orang yang menjalin hubungan dengan profesi Notaris memiliki jaminan atas keperluannya berupa jaminan pelayanan sesuai dengan lingkup profesi Notaris, dengan demikian Kode Etik Notaris memberikan jaminan dalam perolehan pelayanan profesi Notaris dan menghindarkan Notaris dari perbuatan tercela. Selain jaminan atas mutu profesi, Kode Etik 2 Radar Banjarmasin, RPJMD Tak Relevan Lagi, Tak Sejalan Dengan Program SKPD, http://www.radarbanjarmasin. co.id/berita/detail/41593/ rpjmd-tak-relevan-lagi. html, diakses pada tanggal 03 Februari 2013.
3 Notaris merupakan sebuah kompas yang akan memberikan pencerahan moral dalam pelayanan profesi Notaris. 3 Etika profesi Notaris adalah sikap etis sebagai bagian integral dan sikap hidup dalam menjalani kehidupan di bidang kenotariatan. Hanya Notaris sendiri yang dapat atau yang paling mengetahui tentang apakah perilakunya dalam mengemban profesi Notaris memenuhi tuntutan kode etik profesinya atau tidak. Kepatuhan pada kode etik profesi sangat bergantung pada akhlak Notaris yang bersangkutan. 4 Aturan yang termuat dalam Kode Etik Notaris terkadang tidak di indahkan oleh Notaris 5 Kota Banjarmasin yang dalam pelaksanaan jabatannya melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik yaitu : 6 1. Pelanggaran Pasal 3 ayat (8) mengenai ukuran papan nama yang tidak sesuai pilihan ukuran yang telah ditetapkan; 2. Pelanggaran Pasal 4 ayat (2) mengenai penempatan papan nama di luar lingkungan kantor; 3. Pelanggaran Pasal 4 ayat (3) huruf b mengenai Notaris yang melakukan publikasi atau promosi diri dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media cetak dan/atau karangan bunga, dalam bentuk ucapan selamat. 3 Abdul Ghopur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm 161. 4 Herlien Budiono, 2013, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm 170. 5 Abdul Ghopur Anshori, Op.cit, hlm 168. 6 Hasil wawancara dengan Sekretaris Majelis Pengawas Daerah Kota Banjarmasin Riswandi pada tanggal 13 Februari 2013.
4 Menurut Abdulkadir Muhammad dalam Abdul Ghofur Anshori terdapat empat alasan mendasar mengapa Notaris mengabaikan Kode Etik. Alasanalasan tersebut meliputi : 7 1. Pengaruh sifat kekeluargaan Salah satu ciri kekeluargaan adalah memberikan perlakuan dan penghargaan yang sama terhadap anggota keluarga dan ini dipandang adil. Perlakuan terhadap orang bukan keluarga lain lagi. Hal ini berpengaruh terhadap perilaku profesional hukum yang terkait pada kode etik profesi, yang seharusnya memberikan perlakuan yang sama terhadap klien. Seorang notaris yang profesional semestinya membedakan antara persoalan keluarga dan persoalan profesi. Hubungan kekeluargaan boleh ditanggalkan ketika berada di kantor namun hubungan kekeluargaan tetap dibina di luar kantor. 2. Pengaruh Jabatan Pengaruh jabatan juga seringkali menjadi faktor yang menyebabkan Notaris berlaku tanpa megindahkan kode etik profesi. Notaris sebagai pejabat Negara yang melayani publik semestinya memperlakukan semua masyarakat dalam kedudukan yang sama. Namun karena pengaruh jabatan yang melekat pada diri seseorang kadangkala Notaris bertindak lebih istimewa terhadap seorang klien dibandingkan dengan klien yang lain. Mungkin hal ini manusiawi namun secara tidak langsung telah membuat perbedaan antara satu manusia dengan manusia yang lain. Perlakuan ini merupakan perlakuan yang tidak adil dan karenanya Notaris sebagai profesional telah melanggar etika. 3. Pengaruh Konsumerisme Kehidupan yang serba materialistis dapat berpengaruh negatif atas tindakan seorang Notaris. Tuntutan konsumerisme yang merupakan bagian dari kehidupan materialistis dapat berasal dari diri sendiri maupun keluarga. Seorang Notaris bila telah dihinggapi oleh sifat materialistis dan konsumtif maka Notaris tersebut seringkali melakukan langkah-langkah yang melanggar Kode Etik demi memenuhi kepuasan hidupnya. Profesi dianggapnya sebagai ladang untuk mencari uang semata dan mengabaikan fungsi pelayanan yang melekat pada suatu profesi. Dapat dikemukakan di sini sekedar sebagai contoh banyaknya Notaris yang melakukan jemput bola terhadap klien demi untuk mendapatkan klien sebanyak-banyaknya atau menyarankan mengaktakan setiap perjanjian yang sejatinya tidak mesti menggunakan akta demi larisnya praktik Notaris yang digelutinya. 4. Karena lemah iman Salah satu syarat menjadi profesional itu adalah taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-larangan 7 Abdul Ghopur Anshori, Op.cit, hlm 169.
5 Nya. Ketaqwaan adalah dasar moral manusia. Jika manusia mempertebal iman dengan taqwa maka di dalam diri akan tertanam nilai moral yang menjadi rem untuk berbuat buruk. Dengan taqwa manusia makin sadar bahwa kebaikan akan di balas dengan kebaikan, sebaliknya keburukan akan di balas dengan keburukan. Sesungguhnya Tuhan itu maha adil. Dengan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, profesional memiliki benteng moral yang kuat, tidak mudah tergoda dan tergiur dengan beragam macam bentuk materi disekitarnya. Dengan iman yang kuat kebutuhan akan terpenuhi secara wajar dan itulah kebahagiaan 1). Menurut Philipus M. Hadjon dalam Habib Adjie, sanksi selalu ada pada aturan-aturan hukum yang dikualifikasikan sebagai aturan hukum yang memaksa, ketidaktaatan atau pelanggaran terhadap suatu kewajiban yang tercantum dalam aturan hukum mengakibatkan terjadinya ketidakteraturan yang sebenarnya tidak di inginkan oleh aturan hukum. Hal ini sesuai dengan fungsi sanksi yang di pakai dalam penegakkan hukum terhadap ketentuanketentuan yang biasanya berisi suatu larangan atau yang mewajibkan. 8 Pasal 6 ayat (1) Kode Etik Notaris (INI) mengatur bahwa ketika Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik, maka Notaris tersebut dikenakan sanksi berupa : a. Teguran; b. Peringatan; c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan; d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan; e. Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan. Teguran merupakan urutan pertama pemberian sanksi, dilakukan apabila ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik, 8 Habib Adjie, 2011, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung, hlm 200.
6 baik dugaan tersebut berasal dari pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri maupun karena laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan Kehormatan Daerah. Apabila sanksi berupa teguran ini tidak di indahkan, maka diberikan sanksi berupa peringatan kepada Notaris yang melakukan dugaan pelanggaran Kode Etik agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. 9 Berdasarkan Pasal 13 dan Pasal 14 Kode Etik Notaris (INI) yaitu terhadap seorang anggota perkumpulan yang telah melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan yang bersangkutan dinyatakan bersalah, serta di pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dikenakan sanksi pemecatan sementara (schorsing) demikian juga sanksi (onzetting) maupun pemberhentian dengan tidak hormat sebagai anggota perkumpulan. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang dilakukan. Bagi Notaris yang melakukan pelanggaran Kode Etik, Dewan Kehormatan berwenang melakukan pemeriksaan atas pelanggaran tersebut dan dapat menjatuhkan sanksi. Terhadap sanksi pemberhentian sementara (schorsing) atau pemecatan (onzetting) dari keanggotaan perkumpulan diputuskan, Dewan Kehormatan 9 Megya Lidra Mufti, Tinjauan Kode Etik Notaris Dan Penegakkannya Di Kota Padang, Tesis, Program Studi Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2011, hlm 93.
7 Daerah wajib berkonsultasi terlebih dahulu dengan Pengurus Daerahnya. Putusan yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Daerah, Dewan Kehormatan Wilayah maupun yang ditetapkan oleh Dewan Kehormatan Pusat dilaksanakan oleh Pengurus Daerah. Berdasarkan permasalahan sebagaimana diuraikan tersebut, penulis tertarik membahas dan melakukan penelitian tentang Implementasi Kode Etik Profesi Notaris di Kota Banjarmasin serta Kepatuhan Notaris Setelah Penegakkan Kode Etik dan menuangkannya ke dalam bentuk tesis dengan judul PERANAN KODE ETIK PROFESI NOTARIS DALAM MENJUNJUNG TINGGI JABATAN NOTARIS DI KOTA BANJARMASIN. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas yang telah disampaikan pada latar belakang dan supaya dapat memberikan arahan yang lebih fokus dalam penelitian tesis ini, maka permasalahan yang di angkat adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Implementasi Kode Etik Profesi Notaris di Kota Banjarmasin? 2. Bagaimana Kepatuhan Notaris Setelah Penegakkan Kode Etik? C. Keaslian Penelitian Sepanjang penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan, materi pokok penelitian yang dituangkan dalam usulan penelitian ini, yaitu tentang Implementasi Kode Etik Profesi Notaris di Kota Banjarmasin dan Kepatuhan Notaris Setelah Penegakkan Kode Etik, diketahui ada beberapa penelitian yang terkait dengan Kode Etik Notaris, yakni penelitian yang dilakukan oleh Nerma
8 Novianti pada tahun 2011 dalam rangka penyusunan tesis di Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang berjudul Pelaksanaan Kode Etik Jabatan Notaris Ditinjau Dari Profei Notaris Di Kota Yogyakarta, dengan rumusan masalah : 1. Bagaimanakah Pelaksanaan Kode Etik Jabatan Notaris Di Kota Yogyakarta? 2. Sanksi Apakah Yang Diberikan Kepada Notaris Yang Melakukan Pelanggaran Terhadap Kode Etik Notaris Di Kota Yogyakarta? 10 Fokus penelitian yang dilakukan oleh Nerma Novianti adalah pada Pelaksanaan Kode Etik Jabatan Notaris dan Sanksi Yang Diberikan Kepada Notaris Yang Melakukan Pelanggaran Kode Etik. Penelitian yang terkait dengan Kode Etik Notaris adalah penelitian yang dilakukan oleh Megya Lidra Mufti pada tahun 2011 dalam rangka penyusunan tesis di Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, yang berjudul Tinjauan Kode Etik Notaris Dan Penegakkannya Di Kota Padang, dengan rumusan masalah : 1. Bagaimanakah pelaksanaan Kode Etik Notaris di Kota Padang? 2. Bagaimanakah penegakkan Kode Etik Notaris oleh Dewan Kehormatan di Kota Padang? 10 Nerma Novianti, 2011, Pelaksanaan kode etik jabatan notaris ditinjau dari profei notaris di kota Yogyakarta, Tesis, Program Studi Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, hlm 9.
9 3. Apa saja sanksi yang diberikan terhadap Notaris yang melanggar Kode Etik Notaris di Kota Padang? 11 Fokus penelitian yang dilakukan oleh Megya Lidra Mufti adalah pada Pelaksanaan Kode Etik Notaris, Penegakkan Kode Etik Notaris oleh Dewan Kehormatan dan Sanksi yang diberikan terhadap Notaris yang melanggar Kode Etik Notaris. Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan 2 (dua) penelitian sebelumnya adalah tentang obyek yang di teliti, yakni tentang Pelaksanaan Kode Etik Notaris. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh penulis fokus pada Kepatuhan Notaris Setelah Penegakkan Kode Etik, sedangkan ke 2 (dua) peneliti terdahulu fokus membahas mengenai Sanksi Terhadap Notaris Yang Melanggar Kode Etik. Dengan demikian, penulis menegaskan bahwa penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, bersifat asli dan mandiri. D. Faedah Penelitian Penelitian dan penulisan tesis ini diharapkan dapat memberikan kegunaan atau faedah, terutama bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya. 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran yang berarti bagi pengembangan substansi ilmu hukum di bidang hukum kenotariatan 11 Megya Lidra Mufti, Op.cit, hlm 12.
10 khususnya mengenai Peranan Kode Etik Profesi Notaris Dalam Menjunjung Tinggi Jabatan Notaris. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta pemikiran yang berarti bagi Majelis Pengawas Notaris, Organisasi INI serta Notaris yang menjalankan jabatan Notaris sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang hendak di capai dalam penelitian hukum ini adalah : 1. Untuk mengetahui implementasi kode etik profesi Notaris di Kota Banjarmasin. 2. Untuk mengetahui kepatuhan Notaris setelah penegakkan Kode Etik.