BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Trombosit merupakan salah satu komponen sel darah yang tidak berinti dalam jumlah normal 150-450x10 9 sel/l. Ukuran sel ini bervariasi dengan rerata diameter 8-10 fl dalam suspensi isotonik dan pada pengecatan apusan darah tepi dengan cat Wright tampak sebagai serpihan sel yang bergranula di antara eritrosit. Fungsi utama sel ini adalah memicu hemostasis primer saat terpapar subendotelial dan prokoagulan dalam plasma pada kondisi kerusakan pembuluh darah (Tkachuk et al., 2007) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa sedikitnya 9 juta pasien dari 90 negara di dunia membutuhkan donor darah setiap tahunnya (WHO, 2013). Di Amerika Serikat, sekitar 2 juta dosis Thrombocyte Concentrate (TC) ditransfusikan kepada pasien dan angka ini meningkat setiap tahunnya (Sahler et al., 2011). Hal serupa juga terjadi Indonesia, khususnya Unit Pelayanan Transfusi Darah di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta mencatat 2.500 lebih kantong darah ditransfusikan setiap bulan dan khusus produk TC terdapat kenaikan permintaan dari 29,52% pada tahun 2011 menjadi 37,2% pada tahun 2012 (UPTD, 2011-2012). 1
2 Transfusi trombosit merupakan prosedur terapeutik bagi pasien trombositopenia, namun demikian tetap memiliki efek samping bagi resipien transfusi. Sama halnya dengan transfusi komponen darah lainnya, transfusi trombosit meningkatkan risiko transmisi penyakit akibat virus dan bakteri, selain itu prosedur ini berisiko menimbulkan demam dan reaksi anafilaktik. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab hal tersebut adalah adanya kontaminasi lekosit pada produk TC yang disimpan dalam jangka waktu tertentu (Sahler et al., 2011). Transfusi komponen seluler dari darah dan faktor kogulasi merupakan sesuatu yang diharapkan dari prosedur transfusi, namun demikian mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap timbulnya reaksi transfusi juga ikut ditransfusikan. Plasma darah mengandung banyak sistem kaskade inflamasi dan substansi aktif secara biologis yang dapat aktif selama proses produksi komponen donor dan selama masa simpan. Beberapa substansi tersebut adalah sitokin, komplemen, lipid dan histamin. Substansi tersebut disekresikan oleh lekosit yang merupakan komponen kontaminan pada semua produk darah termasuk TC (Kiefl, 2008). Terdapat storage lesion selama penyimpanan TC yang ditunjukkan dengan beberapa peningkatan penanda yaitu ekspresi P-selectin and plateletderived soluble mediators histamine, Cluster of Differentiation/CD-40 ligand (CD40L), chemokine ligand/ccl-5, platelet factor 4 (PF4), transforming growth factor-β (TGF- β) dan interleukin-8 (IL-8) (Sahler et al., 2011). Penelitian
3 Horvath et al. (2009) menunjukkan bahwa mulai terdapat penurunan fungsi trombosit yang bermakna setelah 72 jam pasca penyimpanan, terutama pada fungsi agregrasinya. Mieloperoksidase (MPO) merupakan salah satu enzim yang mengandung heme dan merupakan mediator hasil pelepasan granula intraseluler netrofil dan monosit yang aktif selama penyimpanan komponen darah. Enzim ini dapat berfungsi sebagai sinyal dengan cara mengikatkan diri pada membran sel, salah satunya trombosit, dan menimbulkan aktivasi pada sel tersebut (Gorudko et al., 2009). Pada proses pembuatan TC selalu ada sisa lekosit sebagai hasil ketidaksempurnaan dalam pemisahan komponen darah dengan TC. Edvardsen et al., (1998) menyebutkan bahwa terdapat akumulasi substansi akibat disintegrasi lekosit kontaminan yang berhubungan dengan waktu simpan salah satunya adalah MPO. Menurut Gorudko et al. (2013), MPO dapat meningkatkan meningkatkan konsentrasi ion kalsium dalam sitoplasma melalui mekanisme seluler sehingga membuat trombosit menjadi aktif dan memicu agregasi trombosit secara in vitro. Trombosit yang teraktivasi memiliki efektivitas yang berkurang dalam memperbaiki fungsi hemostasis. Selama proses penyimpanan, selain kondisi lingkungan ekstrasel yang berubah, trombosit sendiri juga akan berubah secara otomatis yang akan mempengaruhi fungsionalnya. Peningkatan jumlah trombosit yang aktif akan berbeda dengan yang terjadi secara in vivo. Trombosit aktif dan yang telah digunakan akan dihancurkan oleh limpa dan hati. Namun demikian,
4 pada kondisi in vitro, trombosit yang aktif selama penyimpanan akan tetap ada dan menganggu aktivitas trombosit lain yang tersisa melalui pelepasan mediator maupun interaksi langsung antar sel (Sahler et al., 2011). Saat ini, terdapat metode lekodeplesi yang berkembang di banyak Bank Darah dengan menggunakan filter pada produk darah sebelum disimpan yang bertujuan untuk menurunkan jumlah lekosit dalam produk tersebut. Penurunan jumlah lekosit diharapkan dapat menurunkan kadar sitokin yang dilepaskan oleh lekosit selama proses penyimpanan produk darah sehingga dapat menurunkan insidensi reaksi paska transfusi (Hyllner, 2012). Lama simpan TC menjadi hal yang penting dalam prosedur transfusi TC terkait platelet storage lesion. Mieloperoksidase yang disekresi lekosit kontaminan dalam TC selama penyimpanan menjadi salah satu substansi penyebab aktivasi trombosit yang mengakibatkan penurunan efikasi transfusi trombosit. Lekodeplesi menjadi metode yang dapat menurunkan jumlah lekosit kontaminan dalam produk darah. Perbedaan kadar mieloperoksidase pada produk TC lekodeplesi dan non-lekodeplesi dengan lama simpan tertentu belum dapat dibuktikan secara jelas.
5 2. Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu : 1. Kebutuhan transfusi TC semakin meningkat dalam memperbaiki kondisi trombositopenia yang paling sering disebabkan oleh gangguan pada sumsum tulang dan efek kemoterapi anti neoplastik. 2. Penyimpanan TC dalam jangka waktu lama (>72 jam) dapat mengubah morfologi trombosit dan menurunkan fungsi trombosit terutama pada fungsi agregasi, kondisi ini disebut dengan platelet strorage lesion. 3. Lekosit kontaminan yang terdapat dalam TC selama proses penyimpanan melepaskan berbagai sitokin yang diduga menjadi salah satu penyebab platelet storage lesion yang berakibat penurunan efikasi transfusi TC. 4. Mieloperoksidase adalah salah satu sitokin berupa enzim yang dilepaskan oleh lekosit kontaminan selama penyimpanan TC, berfungsi sebagai sinyal dengan cara mengikatkan diri pada membran sel, salah satunya trombosit, dan menimbulkan aktivasi pada sel tersebut. Trombosit yang teraktivasi memiliki efikasi yang lebih rendah dalam memperbaiki fungsi hemostasis. 5. Belum banyak penelitian yang menjelaskan hubungan kadar mieloperoksidase sebagai salah satu penanda tidak langsung aktivasi trombosit dengan lama waktu penyimpanan TC. 6. Metode lekodeplesi dalam berbagai penelitian dapat menurunkan jumlah lekosit kontaminan sehingga diharapkan akumulasi MPO dapat menurun,
6 namun demikian belum ada bukti penurunan MPO yang diproduksi selama penyimpanan TC. 3. Pertanyaan Penelitian Dari berbagai masalah yang dikemukakan sebelumnya, terdapat pertanyaan penelitian, sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan kadar MPO pada TC dengan dan tanpa lekodeplesi? 2. Apakah terdapat perbedaan kadar MPO pada TC yang disimpan dan > 72 jam? 4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui perbedaan kadar MPO pada TC yang dengan dan tanpa lekodeplesi. 2. Mengetahui perbedaan kadar MPO pada TC yang disimpan dan > 72 jam. 5. Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat diharapkan memberikan beberapa manfaat, yaitu : 1. Bagi Klinis Dapat memberikan gambaran bahwa lama penyimpanan TC dapat mempengaruhi efikasi transfusi TC melalui storage lesion yang dapat
7 dilihat secara tidak langsung melalui kadar MPO yang ada dalam produk TC. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai kemanfaatan metode lekodeplesi dalam meningkatkan efikasi TC untuk menurunkan jumlah lekosit kontaminan sebagai salah satu faktor penyebab storage lesion. 2. Bagi pasien Dapat memberikan pengertian bahwa lama penyimpanan dapat mempengaruhi efikasi transfusi sehingga diharapkan tidak lagi transfusi berulang karena efikasi transfusi TC yang berkurang akibat storage lesion. 3. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Dapat memberikan pertimbangan dalam membuat kebijakan penyimpanan produk TC dalam UPTD/Bank Darah. 4. Bagi Ilmu Pengetahuan Menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai MPO yang disekresikan oleh lekosit kontaminan selama penyimpanan TC dan pengaruhnya terhadap kualitas trombosit akibat storage lesion. Selain itu, menambah khasanah pengetahuan mengenai kemanfaatan upaya menurunkan lekosit kontaminan melalui metode lekodeplesi sebagai salah satu penyebab storage lesion.
8 6. Keaslian Penelitian Sampai saat ini, belum banyak penelitian yang menyebutkan kadar MPO pada TC yang telah disimpan pada jangka waktu tertentu. Negara-negara barat pada umumnya sudah menerapkan metode lekodeplesi pada bank-bank darah sejak puluhan tahun yang lalu. Hal ini membuat tidak banyak studi-studi baru mengenai MPO maupun substansi lain yang berhubungan dengan lekosit kontaminan karena mereka sudah dapat mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh lekosit kontaminan dengan metode lekodeplesi. Penelitian secara cohort yang dilakukan Edvardsen et al. (1998) menyebutkan adanya peningkatan kadar MPO, histamin, dan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) yang bermakna secara statistik pada TC yang disimpan pada hari ke 0, 5, dan 7 namun menggunakan platelet additive solution (PAS) yang berbeda. Pada penelitian tersebut didapatkan peningkatan kadar MPO yang bermakna pada hari 0, 5, dan 7. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan kadar MPO dengan titik potong waktu yang lebih singkat yaitu 72 jam dan tidak dilakukan penambahan PAS.