BAB I PENDAHULUAN. Pemakaian parasetamol sangat luas di dunia kedokteran karena merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai media massa (Rochmayani, 2008). Menurut World Health

1 Universitas Kristen Maranatha

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB I PENDAHULUAN. salah satu penyebab utama kematian. Ada sekitar sepertiga penduduk dunia telah

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat,

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB 5 PEMBAHASAN. Sistematika pembahasan dilakukan pada masing-masing variabel meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) (2011) telah mengeluarkan suatu. program yang disebut MPOWER, program tersebut meliputi pemantauan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Oleh : Tanti Azizah Sujono Hidayah Karuniawati Agustin Cahyaningrum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. banyak dilakukan oleh kelompok umur lansia (Supardi dan Susyanty, 2010).

I. PENDAHULAN. memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga mendetoksifikasi zat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riska Rosdiana, 2014 Fortifikasi Tahu Menggunakan Antioksidan Dari Ekstrak Kulit Pisang Kepok (Musa Bluggoe)

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sasaran utama toksikasi (Diaz, 2006). Hati merupakan organ

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Dikumpulkan oleh lebah dari pucuk daun-daun yang muda untuk kemudian

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 033 tahun 2012 tentang Bahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 8 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya dengan 80% dari

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini sebagian besar masyarakat lebih mempercayai pengobatan

EFEK NEFROPROTEKTIF EKSTRAK TAUGE (Vigna radiata (L.)) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KREATININ SERUM TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)

BAB I PENDAHULUAN. Musaceae yang berasal dari Asia Tenggara. Di Indonesia, pisang merupakan buah

BAB 1 PENDAHULUAN. parasetamol diketahui sejak sekitar tahun peningkatan radikal oksigen, pembentukan radikal peroksinitrit, pelepasan enzim

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu radiasi UV-A ( nm), radiasi UV-B ( nm), dan radiasi UV-C

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan Per Mortality Rate (PMR) 13 %. Di negara-negara maju seperti

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan nyamuk. Dampak dari kondisi tersebut adalah tingginya prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seperti informasi dan teknologi, namun juga berpengaruh pada pola hidup

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HATI TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI PARASETAMOL DOSIS TOKSIK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2007, prevalensi minum alkohol di Indonesia pada laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. untuk menyaring dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme juga zat-zat toksik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal

setelah India, China, Amerika Serikat. Tercatat pada tahun 2000 jumlah penderita Diabetes Melitus di Indonesia mencapai 8,4 juta.

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB 1. PENDAHULUAN. dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia menderita kanker dan 7,6 juta di antaranya meninggal dunia karena

I. PENDAHULUAN. Di zaman yang modern sekarang ini radikal bebas tersebar di mana mana,

BAB I PENDAHULUAN. Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara menggoreng

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian parasetamol sangat luas di dunia kedokteran karena merupakan salah satu analgesik-antipiretik yang efektif dan obat bebas yang mudah didapat dimana saja baik preparat murni parasetamol maupun terkandung dalam obat flu sehingga pemakaian oleh masyarakat pun sering tanpa pengawasan medis, namun pemakaian parasetamol yang melebihi dosis terapi dalam jangka waktu lama mampu menimbulkan kerusakan hepatosit. Masyarakat kurang tahu akan efek hepatotoksik parasetamol ini. Pemakaian parasetamol dengan dosis tunggal 200-250mg/kg berat badan pada manusia dapat menimbulkan toksisitas pada hati yang ditandai adanya perdarahan dan nekrosis hepatosit. Kerusakan hati ini terjadi karena parasetamol menganggu aktivitas sitokrom P450, metabolismenya menghasilkan radikal oksigen reaktif dan parasetamol juga menurunkan aktivitas glutation yang merupakan antioksidan utama dalam pertahanan hati melawan radikal bebas (Johnson et al, 2014; Lee, 2007). Toksisitas parasetamol adalah penyebab utama gagal hati akut di negaranegara maju seperti Eropa dan Amerika Serikat. Gagal hati akut terinduksi obat lain dan parasetamol predominan bertambah pada negara-negara maju yang sering diakibatkan karena pemakaian obat kombinasi narkotik-parasetamol, sedangkan 1

2 hepatitis virus banyak di Asia dan negara-negara berkembang (Bernal and Wendon, 2013). Insiden gagal hati akut akibat pemakaian parasetamol di Amerika pada januari tahun 2013 sebanyak 916 kasus dari keseluruhan 2000 pasien gagal hati akut yang tercatat dalam register pasien nasional. Parasetamol menduduki peringkat pertama sebagai penyebab gagal hati akut, memberikan kontribusi sekitar 46% dari seluruh kasus gagal hati akut (Pauls and Senior, 2013). Data jumlah pasien gagal hati akut dan etiologinya di Indonesia belum tercatat dengan baik, namun dari sebuah kepustakaan angka kejadian kasus hepatotoksik akibat obat di rumah sakit umum pusat dokter Sardjito Yogyakarta sekitar 3,4% dari seluruh pasien yang berobat. Obat penyebab hepatotoksik yang terbanyak adalah isoniazid, diikuti oleh parasetamol. Kasus hepatotoksik akibat isoniasid yang tinggi tersebut dikarenakan kejadian tuberkulosis yang tinggi di Indonesia, namun parasetamol sebagai agen penyebab hepatotoksik perlu diperhitungkan karena menduduki urutan kedua (Febrinasari, 2010). Nekrosis masif hepatosit adalah gambaran predominan cedera hati akut terinduksi parasetamol. Regenerasi hati merupakan proses vital dalam survival setelah paparan bahan toksik, proses ini terjadi relatif terlambat setelah fase cedera. N-acetylcysteine (NAC), suatu prekursor glutation, hingga saat ini dipakai sebagai antidot overdosis parasetamol. Hasil penelitian Yang et al. (2009) N-acetylcysteine (NAC) hanya efektif untuk pasien dengan overdosis akut yang baru terjadi beberapa jam dan kurang efektif pada pasien yang terpapar parasetamol dengan jangka waktu yang lebih

3 lama. Efektivitas NAC mulai menurun 8 jam setelah paparan parasetamol dan semakin menurun apabila diberikan lebih dari 24 jam setelah paparan parasetamol. Penelitian tersebut membuktikan 72 jam setelah paparan parasetamol, dibandingkan dengan kontrol yang diberikan larutan garam fisiologis, perlakuan dengan NAC secara signifikan meningkatkan serum transaminase (alanin transaminase / aspartat aminotransferase), menginduksi terjadinya vakuolisasi hepatosit pada daerah periportal dan pada pemeriksaan histopatologi tampak memperlambat regenerasi sel hati. Efek merugikan ini dikaitkan dengan berkurangnya faktor inti hati terikat DNA (hepatic nuclear factor (NF)-ҠB DNA binding) dan berkurangnya ekspresi protein siklus sel cyclin D1, yang keduanya merupakan faktor penting dalam regenerasi hati. Pengobatan jangka panjang NAC disimpulkan menghambat regenerasi pada cedera hati akut diinduksi parasetamol (Yang et al., 2009). Organ yang sangat penting dalam detoksifikasi bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh adalah hati. Salah satu cara detoksifikasi bahan kimia dalam hati ialah dengan mengandalkan pertahanan antioksidan alami seperti glutation yang diproduksi sendiri oleh tubuh. Cedera hepatosit akibat paparan parasetamol dosis toksik terutama menimbulkan nekrosis pada zona 3, setelah beberapa hari akan diikuti proses regenerasi dari sel-sel hepatosit yang masih viabel di luar zona nekrosis. Proses regenerasi ini sangat membutuhkan mediator-mediator proses proliferasi dan aktivator siklus sel. Mediator regenerasi tersebut yang paling penting peranannya adalah hepatocyte growth factor (HGF), nuclear factor κ-

4 binding (NF-κB), dan cyclin D1 (Bienvenu, 2010; Kumar et al.,2010; Yang et al., 2009). Banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas regenerasi sel melalui siklus sel. Faktor yang menginduksi peningkatan siklus sel antara lain: tumor necrozing factor alpha (TNF-α), interleukin 6 (IL6), HGF, telomerase, P44/P42, gen rat sarcoma (RAS), dan gen retinoblastoma (Rb). Keputusan apakah sel melanjutkan progresi terletak pada fase G2, saat RAS seluler menginduksi peningkatan kadar cyclin D1. Cyclin dependent kinase 4 (CDK4) membentuk kompleks dengan siklin D memfosforilasi protein RB, memfasilitasi perkembangan siklus sel melalui titik restriksi G1. Kadar cyclin D1 tersebut perlu dipertahankan selama fase G1 untuk inisiasi fase S, dimana saat tersebut kadar cyclin D1 secara otomatis dikurangi hingga berkadar rendah. Penurunan kadar cyclin D1 selama fase S diperlukan untuk sintesis DNA, dan memaksa sel untuk menginduksi peningkatan kadar cyclin D1 sekali lagi saat memasuki fase G2 (Du, et al., 2013; Bienvenu et al., 2010; Kumar et al., 2010). Sel-sel quiescent (stabil) seperti hepatosit yang diam pada fase G0 setelah distimulasi sinyal mitogenik, terjadi aktivasi CDK4 dan CDK6 yang bekerja bersama siklin D (terutama siklin D1) yang kemudian dapat masuk fase G1 dan memulai siklus sel (Carrassa, 2013). Cyclin D1 diusulkan sebagai tombol aktif dan regulasi kunci dalam pengaturan progresi siklus sel berkelanjutan (Du, et al., 2013). Induksi cyclin D1 adalah petanda yang paling dapat dipercaya untuk menilai tahapan perkembangan siklus sel (fase G1) pada hepatosit (Yang et al., 2009).

5 Kesadaran masyarakat kembali pada alam (back to nature) hampir di semua aspek kehidupan termasuk untuk memelihara dan menjaga kesehatan, mendorong dikembangkannya penelitian bahan bahan alami yang berpotensi digunakan dalam pengobatan. Salah satu potensi bahan alami yang perlu dikembangkan ialah efeknya sebagai antioksidan (Hernani, 2005). Masalah yang timbul dalam pemakaian antioksidan dari luar ialah penerimaan sel terhadap antioksidan sintetik rendah. Antioksidan sintetik juga mudah membentuk ikatan sangat kuat sehingga sulit lepas, padahal antioksidan bentuk tak terikat yang mampu memberikan efek. Hal ini yang mendasari pentingnya tambahan pasokan antioksidan alamiah dalam diet kita sehari hari. Pasokan antioksidan dalam diet dapat diperoleh dari makanan misalnya sayur dan buah atau suplemen. Tanaman kaya akan antioksidan sebagai kompensasi terhadap paparan sinar ultra violet. Salah satu tanaman obat yang sangat berpotensi digunakan sebagai antioksidan dalam bentuk suplemen adalah mimba (Sukrasno, 2003; Biswas et al., 2002). Mimba telah banyak diteliti bahkan ada produk jadi dari mimba yang sudah dipatenkan, terutama di negara asalnya India. Mimba berdasarkan hasil penelitian memiliki efek farmakologi sebagai antioksidan, terutama daun dan kulit batangnya (Biswas et al., 2002). Daun dan kulit batang mimba mengandung senyawa utama flavonoid, dengan kuersetin sebagai komponen utamanya. Flavonoid lain yang terkandung dalam mimba antara lain: asam galat, (+)galokatekin, (-)epikatekin, (+)katekin, dan epigalokatekin (Biswas et al., 2002). Senyawa flavonoid telah lama diketahui memiliki efek sebagai antioksidan. Efek flavonoid sebagai antioksidan memiliki sinergisme dengan

6 glutation dan tokoferol. Flavonoid golongan katekin dari hasil penelitian memiliki efek antioksidan lebih kuat daripada butil hidroksi-anisol (BHA) dan alfatokoferol (vitamin E). Efek antioksidan golongan katekin bahkan setara dengan efek antioksidan butil hidroksi-toluen (BHT) yang merupakan salah satu antioksidan sintetik untuk senyawa lipid terkuat. Sebuah penelitian menguji efek hepatoprotektor campuran lima ekstrak tanaman obat yang salah satunya mimba (2 g/100 ml formula dan 3 g/100 ml formula) melawan efek hepatotoksik parasetamol dengan dosis 2000 mg/kgbb tikus selama 5 hari. Parasetamol dosis 2000 mg/kgbb diberikan 1 kali secara peroral memperlihatkan efek hepatotoksik setelah 48 jam, dengan bukti adanya perubahan parameter biokimiawi dan histopatologi. Terdapat peningkatan signifikan kadar SGOT, SGPT, SALP, bilirubin serum dan secara signifikan menurunkan kadar total protein. Formulasi F1 (mengandung 3 g ekstrak daun mimba/100g formula) dan F2 (mengandung 2 g/100 g formula) secara signifikan menurunkan kadar SGOT, SGPT, SALP, bilirubin serum dan secara signifikan meningkatkan kadar total protein yang diinduksi parasetamol. Kadar bilirubin (total dan direct) menurun secara bermakna dengan pemakaian formula F2 dan standar, tetapi penurunan tersebut ditemukan lebih sedikit secara bermakna dengan formula F1. Hasil pemeriksaan histopatologi memberikan bukti yang mendukung analisis biokimia. Histologi dari irisan hati dari kelompok perlakuan memperlihatkan aktivitas hepatoprotektif formula standar Liv52, F1 dan F2 bila dibandingkan kelompok normal dan kontrol toksik (Sirisha et al., 2013).

7 Latar belakang yang telah dikemukakan di atas tersebut mendasari penelitian ini yang ingin membuktikan pemberian ekstrak daun mimba dapat meningkatkan ekspresi cyclin D1 sel hepatosit tikus Wistar yang terpapar parasetamol dosis hepatotoksik. Ekspresi cyclin D1 yang meningkat tersebut secara teoretis sebanding dengan peningkatan regenerasi sel hepatosit. 1.2 Rumusan Masalah Apakah pemberian ekstrak daun mimba oral meningkatkan ekspresi cyclin D1 sel hepatosit tikus putih galur Wistar dipapar parasetamol dosis hepatotoksik? 1.3 Tujuan Untuk membuktikan bahwa pemberian ekstrak daun mimba oral meningkatkan ekspresi cyclin D1 sel hepatosit tikus putih galur Wistar dipapar parasetamol dosis hepatotoksik. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademik a. Memberikan informasi mengenai efektivitas ekstrak daun mimba sebagai pengobatan alternatif untuk menurunkan efek hepatotoksik parasetamol melalui peningkatan regenerasi hepatosit lewat jalur cyclin D1. b. Hasil penelitian dapat dipakai sebagai acuan penelitian lebih lanjut efektivitas ekstrak mimba dalam melawan efek hepatotoksik parasetamol. 1.4.2 Manfaat praktis

8 Memberikan informasi pada masyarakat manfaat ekstrak daun mimba setelah lolos uji klinis, sebagai obat alternatif untuk menurunkan efek hepatotoksik parasetamol.