ANALISIS KEMISKINAN DI WILAYAH BENCANA BANJIR ROB DESA TIMBULSLOKO, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK Nanang Ahmad Fauzi nanangahmad.fauzi@yahoo.com Sukamdi kamdi_cpps@yahoo.com Abstract The aim of this research is to identify characteristics of households by poverty status, and examine its relationship with the tidal flood. The research area is the village of Timbulsloko, subdistrict of Sayung which experienced regular severe tidal flooding. The method used was a survey by conducting structured interviews of 100 respondents which were chosen randomly. The result shows that there are one forth of the households in the Timbulsloko included in the category of poor. Poor households are characterized by low education, low productivity, and large household. Poor household expenditures tend to be used to meet the needs of consumer goods. Tidal floods affect to exacerbate poverty. Keywords: Poverty, Tidal Flood, Timbulsloko. Intisari Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi karakteristik rumah tangga menurut status kemiskinan, serta memeriksa hubungannya dengan banjir rob. Lokasi penelitian adalah di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, yang mengalami bencana banjir rob yang parah dan berlangsung secara rutin. Metode yang digunakan adalah survei dengan melakukan wawancara terstruktur terhadap 100 responden yang dipilih secara random. Hasilnya diperoleh bahwa terdapat seperempat rumah tangga di Desa Timbulsloko termasuk dalam kategori miskin. Rumah tangga miskin tersebut dicirikan dengan pendidikan dan produktivitas rendah, serta memiliki anggota rumah tangga yang lebih besar. Pengeluaran rumah tangga miskin cenderung digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif. Banjir rob juga berdampak terhadap semakin parahnya kemiskinan. Kata kunci: Kemiskinan, Banjir Rob, Timbulsloko.
PENDAHULUAN Kemiskinan merupakan sebuah permasalahan dengan dimensi yang kompleks. Konsep kemiskinan dapat dilihat dari berbagai definisi serta latar belakang yang berbeda-beda. Salah satunya adalah konsep kemiskinan yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasar (Khomsan dkk, 2015). Definisi tersebut yang digunakan oleh BPS untuk menghitung garis kemiskinan guna menentukan jumlah rumah tangga miskin. Adapun ukuran pemenuhan kebutuhan dasar yang dimaksud berupa pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan makanan dan bukan makanan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor. Selain faktor dari dalam orang miskin, kemiskinan juga dapat dipengaruhi oleh faktor dari luar. Salah satunya adalah faktor wilayah yang memiliki keterbatasan sumberdaya. Terdapat beberapa wilayah yang identik dengan sebagai konsentrasi penduduk miskin, salah satunya adalah wilayah pesisir. Berbeda dengan karakteristik wilayah miskin lain, pesisir pada dasarnya memiliki sumberdaya yang melimpah. Akan tetapi adanya keterbatasan seperti pembangunan yang tidak merata ataupun terjadinya bencana, mengakibatkan wilayah pesisir umumnya menjadi konsentrasi penduduk miskin. Salah satu bencana yang saat ini banyak terjadi di wilayah pesisir adalah banjir rob. Banjir rob terjadi karena kenaikan muka air laut sebagai akibat dari fenomena pemanasan global. Banjir rob menimbulkan kerugian berupa hilangnya mata pencaharian dan berkurangnya penghasilan akibat terendamnya lahan produktif (Damaywanti, 2013). Berbagai kajian menunjukkan adanya keterkaitan terjadinya bencana dengan peningkatan kemiskinan. Umumnya kemiskinan yang terjadi setelah bencana disebabkan oleh keterbatasan akses pangan (Ermawati, 2011) serta hilangnya aset dan lapangan pekerjaan (Kharisma dan Prakoso, 2012). Sebagai negara kepulauan, beberapa daerah di Indonesia juga dilanda oleh banjir rob. Salah satunya adalah Kecamatan Sayung di Kabupaten Demak yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang. Banjir rob telah melanda seluruh desa pesisir yang terdapat di Kecamatan Sayung. Berkaitan dengan kondisi kemiskinan, desa-desa pesisir di Kecamatan Sayung umumnya memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi. Terdapat 3 dari 4 desa pesisir termasuk dalam 10 desa dengan tingkat kemiskinan tertinggi
di Kecamatan Sayung (BPS Kabupaten Demak, 2015). Desa Timbulsloko merupakan salah satu desa pesisir yang terdapat di Kecamatan Sayung. Desa Timbulsloko menjadi salah satu desa yang mengalami dampak terparah akibat banjir rob. Banjir rob telah menggenangi hampir seluruh wilayah desa yang sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan tambak. Aktivitas penduduk yang banyak bergantung pada usaha tambak ini menarik untuk dilihat pengaruhnya terhadap munculnya fenomena kemiskinan akibat terjadinya bencana. Utamanya mengingat penduduk miskin METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di Desa Timbulsloko sebagai salah satu desa yang ada di Kecamatan Sayung (Gambar 1). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposif dengan pertimbangan tingkat kemiskinan yang terdapat di desa serta keparahan mengalami bencana banjir rob. Desa Timbulsloko sendiri berada di urutan keenam sebagai desa dengan penerima bantuan penduduk tidak mampu di Kecamatan Sayung. Sedangkan bencana banjir rob yang terjadi mengakibatkan erosi dan menggenangi hampir seluruh wilayah desa. yang umumnya paling rentan dan parah terkena dampak dari suatu bencana. Sehingga menarik untuk dilihat keterkaitan kemiskinan dan bencana. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Mengidentifikasi besar penghasilan dan alokasi pengeluaran rumah tangga menurut status kemiskinan. 2. Mengindentifikasi karakteristik rumah tangga menurut status kemiskinan. 3. Mengidentifikasi pengaruh banjir rob terhadap kemiskinan. Gambar 1 Peta Lokasi Kajian Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survey. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus slovin: NN nn = 1 + NN. ee 2
Keterangan: n = Jumlah sampel N = Jumlah total populasi e = Batas toleransi eror (10%) Hasilnya diperoleh 92 responden yang dibulatkan menjadi 100 responden. Pemilihan sampel dilakukan secara random untuk kemudian dilakukan wawancara secara terstruktur. Pelaksanaan wawancara dilakukan secara merata ke seluruh wilayah desa yang terbagi dalam empat dusun. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penghasilan dan Pengeluaran Rumah Tangga Berdasarkan indikator pengeluaran konsumsi rumah tangga, diperoleh bahwa terdapat 24 rumah tangga yang termasuk sebagai rumah tangga miskin (Tabel 1). Berdasarkan status kemiskinan, 11 dari 24 rumah tangga miskin tersebut termasuk sebagai rumah tangga sangat miskin. Sedangkan 14 dari 76 rumah tangga tidak miskin termasuk sebagai rumah tangga hampir miskin. Sehingga secara keseluruhan terdapat sekitar 40 persen rumah tangga di Desa Timbulsloko memiliki permasalahan kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Desa Timbulsloko relatif besar, khususnya jika dibandingkan tingkat kemiskinan yang terdapat di Kabupaten Demak maupun Provinsi Jawa Tengah yang berada pada kisaran 10-15 persen. Tabel 1 Status Kemiskinan Rumah Tangga Status RT Status Kemiskinan Jumlah Tidak Tidak 62 Hampir 14 13 Sangat 11 Dari segi pengeluaran, rumah tangga miskin cenderung memiliki pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Tabel 2 yang menunjukkan bahwa alokasi pengeluaran konsumsi makanan rumah tangga berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan. Artinya semakin miskin rumah tangga memiliki alokasi pengeluaran makanan yang lebih besar. Tabel 2 Persentase Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga menurut Status Kemiskinan (dalam persen) Status Kemiskinan Pengeluaran Konsumsi Makanan Bukan Makanan Tidak 64,10 35,90 Hampir 67,30 32,70 75,70 24,30 Sangat 78,62 21,38 Keseluruhan 67,65 32,35 Adapun berdasarkan komoditasnya, padi-padian memiliki alokasi terbesar
konsumsi makanan baik pada semua status kemiskinan rumah tangga. Hal yang menarik adalah alokasi pada komoditas tembakau dan sirih yang menunjukkan angka relatif tinggi. Pengeluaran konsumsi bukan makanan pada rumah tangga yang lebih miskin menunjukkan semakin besar pada komoditas rekening listrik dan telepon serta gas dan minyak tanah. Hal ini berbeda dengan rumah tangga yang lebih tidak miskin yang memiliki alokasi relatif merata pada semua komoditas, dengan alokasi tertinggi pada biaya pendidikan. Tabel 3 Kontribusi Penghasilan Kepala Rumah Tangga Terhadap Penghasilan Total Rumah Tangga menurut Status Kemiskinan Status Kemiskinan Persentase Tidak 66,99 Hampir 50,81 32,81 Sangat 59,79 Dari segi penghasilan, secara per kapita, rumah tangga yang lebih miskin memiliki penghasilan yang lebih rendah. Adapun besar kontribusi kepala rumah tangga terhadap penghasilan total rumah tangga menunjukkan kecenderungan yang semakin besar pada rumah tangga tidak miskin (Tabel 3). Artinya penghasilan kepala rumah tangga tidak miskin semakin besar kontribusinya terhadap penghasilan total rumah tangga. Pengecualian terdapat pada rumah tangga sangat miskin yang memiliki kontribusi penghasilan kepala rumah tangga yang cukup tinggi. B. Karakteristik Rumah Tangga Terdapat perbedaan karakteristik rumah tangga menurut status kemiskinan. Perbedaan pertama yang dapat dilihat adalah perbedaan rata-rata anggota rumah tangga. Terdapat kecenderungn bahwa semakin miskin rumah tangga, memiliki rata-rata anggota rumah tangga yang lebih kecil (Tabel 4). Hal ini tentunya berbeda dengan kondisi yang secara umum menunjukkan bahwa rumah tangga miskin memiliki rata-rata anggota rumah tangga yang lebih besar. Meskipun rumah tangga tidak miskin memiliki rata-rata anggota rumah tangga paling kecil. Adapun secara keseluruhan, rata-rata anggota rumah tangga di Desa Timbulsloko adalah 4,11. Tabel 4 Rata-rata Anggota Rumah Tangga menurut Status Kemiskinan Status Rata-rata Anggota Kemiskinan Rumah Tangga Tidak 3,94 Hampir 4,64 4,31 Sangat 4,18 Keseluruhan 4,11 (Sumber: Olah data primer, 2017)
Perbedaan berikutnya khususnya dapat dilihat dari tingkat pendidikan dan produktivitas. Dari segi tingkat pendidikan, dapat dilihat bahwa secara umum tingkat pendidikan kepala rumah tangga di Desa Timbulsloko rendah. Sebagian besar hanya memiliki pendidikan pada tingkat SD/MI (Tabel 5). Berdasarkan status kemiskinan, semakin miskin rumah tangga memiliki kepala rumah tangga dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Setidaknya hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya kepala rumah tangga yang memiliki pendidikan SD/MI. Tabel 5 Pendidikan Kepala dan Anggota Rumah Tangga menurut Status Kemiskinan (dalam persen) Status Tingkat Pendidikan Kemiskinan SD SMP SMA Kepala Rumah Tangga Tidak 64,52 19,35 16,13 Hampir 71,43 28,57 0,00 69,24 15,38 15,38 Sangat 90,91 9,09 0,00 Anggota Rumah Tangga Tidak 65,17 18,85 15,98 Hampir 76,92 18,46 4,62 69,64 12,50 17,85 Sangat 67,39 17,39 15,22 Tabel 5 juga menunjukkan bahwa anggota rumah tangga memiliki tingkat pendidikan yang tidak jauh berbeda dibandingkan kepala rumah tangga. Sebagian besar juga memiliki pendidikan SD/MI. Adapun perbedaan tingkat pendidikan hanya terdapat pada rumah tangga sangat miskin. Terdapat lebih sedikit anggota rumah tangga yang memiliki pendidikan SD/MI dan disertai dengan semakin banyaknya anggota rumah tangga yang dapat melanjutkan sampai pada pendidikan SMP/MTs dan SMA/MA. Hal ini dapat mengindikasikan rumah tangga sangat miskin mengalami peningkatan kualitas pendidikan paling tinggi dibandingkan rumah tangga yang lain. Tabel 6 Status Kerja Kepala Rumah Tangga menurut Status Kemiskinan (dalam persen) Status Kemiskinan Status Kerja Bekerja Tidak Bekerja Tidak 93,55 6,45 Hampir 78,57 21,43 69,23 30,77 Sangat 54,55 45,45 Dari segi produktivitas, dapat dilihat berdasarkan status kerja kepala. Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa semakin miskin rumah tangga memiliki kepala rumah tangga tidak bekerja yang semakin banyak. Hal ini menunjukkan produktivitas kepala rumah tangga yang lebih rendah pada rumah tangga yang lebih miskin. Selain itu, hal ini juga sesuai dengan kontribusi penghasilan kepala rumah tangga terhadap
penghasilan total rumah tangga yang cenderung semakin kecil pada rumah tangga yang semakin miskin. Tabel 7 Sektor Pekerjaan Kepala dan Anggota Rumah Tangga menurut Status Kemiskinan (dalam persen) Status Sektor Pekerjaan Kemiskinan 1 2 3 4 Kepala Rumah Tangga Tidak 22,58 53,23 17,74 6,45 Hampir 0,00 50,00 28,57 21,43 7,69 30,77 30,77 30,77 Sangat 18,18 36,36 0,00 45,46 Anggota Rumah Tangga Tidak 4,00 68,00 28,00 Hampir 0,00 88,24 11,76 5,88 76,47 17,65 Sangat 6,67 80,00 13,33 Keterangan: 1: Pertanian, 2: Manufaktur, 3: Jasa, 4: Tidak Bekerja. Menurut sektor pekerjaan, mayoritas kepala rumah tangga bekerja di sektor manufaktur sebagai buruh pabrik dan bangunan (Tabel 7). Hal ini terdapat pada semua rumah tangga menurut status kemiskinan. Banyaknya kepala rumah tangga yang bekerja di sektor manufaktur mungkin berkaitan dengan keberadaan pabrik di sepanjang jalur pantura dan jarak dengan Kota Semarang yang masih terjangkau. Hal yang sama juga terjadi pada sektor pekerjaan anggota rumah tangga usia produktif yang bekerja. Terdapat kecenderungan bahwa anggota rumah tangga memilih pekerjaan yang sesuai dengan pekerjaan kepala rumah tangga. C. Pengaruh Banjir Rob terhadap Kemiskinan Penggunaan lahan di Desa Timbulsloko didominasi oleh lahan tambak. Hal ini menunjukkan bahwa meskpirun saat ini tidak lagi produktif, tambak merupakan sumberdaya lahan yang tersedia di dalam desa. Kepemilikan lahan dapat menjadi aset penting terutama bagi rumah tangga yang memiliki sumber utama perekonomian pada sektor pertanian. Terdapat cukup banyak rumah tangga di Desa Timbulsloko yang memiliki lahan tambak. Tabel 8 menunjukkan bahwa hampir setengah rumah tangga di Desa Timbulsloko memiliki lahan. Berdasarkan status kemiskinan, kepemilikan lahan terbanyak terdapat pada rumah tangga tidak miskin dan sangat miskin. Hal ini menarik karena menunjukkan kedua status rumah tangga tersebut memiliki modal yang sama dalam hal kepemilikan sumberdaya lahan.
Tabel 8 Kepemilikan Lahan menurut Status Kemiskinan (dalam persen) Status Kepemilikan Lahan Kemiskinan Ya Tidak Tidak 45,16 54,84 Hampir 21,43 78,57 38,46 61,54 Sangat 45,45 54,56 Dari segi jenisnya, lahan yang dimiliki hampir seluruhnya berupa lahan tambak. Kepemilikan lahan dapat berperan penting bagi rumah tangga karena produktivitas yang dihasilkan oleh lahan tersebut dapat menjadi sumber penghasilan utama atau tambahan. Dari segi luas kepemilikan lahan, terdapat perbedaan luas kepemilikan lahan pada masing-masing status kemiskinan rumah tangga. Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata luas kepemilikan lahan terbesar terdapat pada rumah tangga tidak miskin, dan terkecil pada rumah tangga hampir miskin. Adapun komoditas yang dibudidayakan umumnya adalah bandeng dan udang. Tabel 9 Rata-rata Luas Kepemilikan Lahan menurut Status Kemiskinan Status Rata-rata Luas Kemiskinan Lahan (ha) Tidak 1,39 Hampir 0,50 1,30 Sangat 0,95 Keseluruhan 1,27 Lahan-lahan yang terdapat di Desa Timbulsloko memiliki produktivitas yang tinggi. Rata-rata produktivitas lahan tambak untuk budidaya bandeng di Desa Timbulsloko adalah sebesar 2,63 kw/ha/panen yang umumnya dilakukan dalam kurun waktu 4 bulan sekali. Sedangkan rata-rata produktivitas lahan tambak untuk budidaya udang adalah sebesar 3 kg/ha/panen yang umumnya dilakukan setiap hari. Nilai jual dari masing-masing komoditas tersebut adalah sekitar Rp. 25.000,00/kg untuk bandeng, dan Rp. 35.000,00/kg untuk udang. Sehingga dapat diperoleh estimasi hasil untuk setiap kali panen bandeng sebesar Rp. 6.575.000,00/ha dan untuk setiap kali panen udang sebesar Rp 105.000,00/ha. Adapun saat ini lahan tambak umumnya tidak dapat optimal bahkan tidak dapat dilakukan budidaya. Sehingga dapat diestimasikan kerugian penghasilan yang hilang adalah sebesar estimasi hasil panen tambak tersebut. Dari segi pekerjaan, banjir rob juga berpengaruh terhadap perubahan pekerjaan, khususnya pekerjaan kepala rumah tangga. Tabel 10 menunjukkan terdapat hampir setengah dari keseluruhan kepala rumah tangga di Desa Timbulsloko pernah ganti pekerjaan. Tahun ganti pekerjaan kepala rumah
tangga juga relatif sesuai dengan waktu terjadinya banjir rob yang semakin parah dalam kurun 10 tahun terakhir. Adapun berdasarkan status kemiskinan, rumah tangga hampir miskin memiliki kepala rumah tangga paling banyak ganti pekerjaan. Hal ini berbanding terbalik dengan rumah tangga miskin yang paling sedikit memiliki kepala rumah tangga ganti pekerjaan. Tabel 10 Kepala Rumah Tangga Pernah Ganti Pekerjaan menurut Status Kemiskinan (dalam persen) Status Ganti Pekerjaan Kemiskinan Ya Tidak Tidak 45,16 54,84 Hampir 50,00 50,00 30,77 69,23 Sangat 45,45 54,55 Keseluruhan 44,00 56,00 Tabel 11 menunjukkan perubahan pekerjaan yang dialami oleh kepala rumah tangga. Perubahan pekerjaan tersebut menunjukkan adanya transformasi sektor pekerjaan kepala rumah tangga dari sektor pertanian kepada sektor manufaktur. Terjadi penurunan jumlah kepala rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian dan dibarengi dengan bertambahnya jumlah kepala rumah tangga yang bekerja di sektor manufaktur dan jasa. Berdasarkan status kemiskinan rumah tangga, semua kepala rumah tangga miskin dan sangat miskin sebelumnya bekerja di sektor pertanian. Hal ini berbeda dengan kepala rumah tangga hampir miskin yang sebelumnya memiliki pekerjaan di sektor pertanian dan manufaktur, serta kepala rumah tangga tidak miskin yang sebelumnya terdapat pada ketiga sektor pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga miskin dan sangat miskin merupakan rumah tangga yang sebelumnya bergantung pada aktivitas pertanian. Tabel 11 Sektor Pekerjaan Kepala Rumah Tangga yang Pernah Ganti Pekerjaan Sektor Pekerjaan Sekarang Sebelumnya Pertanian 11 23 Manufaktur 18 14 Jasa 10 7 Tidak bekerja 5 0 Total 44 44 Perubahan pekerjaan kepala rumah tangga berkonsekuensi terhadap penghasilan yang diperoleh. Tabel 12 menunjukkan lebih dari separuh kepala rumah tangga yang harus mengalami penurunan penghasilan. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pekerjaan baru yang dimiliki kepala rumah tangga tidak lebih baik dari segi penghasilan. Berdasarkan status kemiskinan rumah tangga, semua kepala rumah tangga miskin dan sangat miskin mengalami
penurunan penghasilan setelah ganti pekerjaan. Sehingga mengindikasikan bahwa perubahan pekerjaan justru berpengaruh terhadap semakin parahnya kemiskinan yang dialami oleh rumah tangga. Tabel 12 Perbandingan Penghasilan Kepala Rumah Tangga yang Pernah Ganti Pekerjaan Perbandingan Penghasilan Jumlah Turun 25 Naik 6 Sama saja 11 Tidak tahu/tidak menjawab 2 Total 44 KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa seperempat dari seluruh jumlah rumah tangga di Desa Timbulsloko tergolong miskin. Dari segi pengeluaran, rumah tangga miskin cenderung memiliki pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat konsumtif. Rumah tangga miskin memiliki karakteristik produktivitas dan pendidikan yang rendah. Di sisi lain, banjir rob juga mengakibatkan semakin parahnya kemiskinan yang terjadi di Desa Timbulsloko. Hal ini dapat dilihat dari segi kerugian akibat hilangnya lahan tambak serta perubahan pekerjaan yang disertai dengan turunnya penghasilan kepala rumah tangga. DAFTAR PUSTAKA BPS Kabupaten Demak. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Sayung Tahun 2015. Demak: BPS Kabupaten Demak. Damaywanti, K. 2013. Dampak Abrasi Pantai terhadap Lingkungan Sosial. Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (hal. 363-367). Semarang: Magister Ilmu Lingkungann UNDIP. Ermawati, R. O. 2011. Analisis Ketahanan Pangan Rumah Tangga pada Daerah Rawan Banjir di Kecamatan Jebres Kota Surakarta. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Kharisma, L. O., dan Prakoso, E. 2012. Dampak Bencana Lahar Dingin pada Perubahan Strategi Penghidupan Masyarakat Desa Sirahan, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang. Bumi Indonesia, 1(2). Khomsan, A., Dharmawan, A. H., Saharuddin, Alfiasari, Syarief, H., dan Sukandar, D. 2015. Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.