AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

dokumen-dokumen yang mirip
Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perikatan merupakan hubungan hukum yang tercipta karena adanya peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. ketentuan Buku III Kitab Undang Undang Hukum Perdata, dengan menyatakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan hidup terutama kebutuhan untuk tempat tinggal merupakan

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. manusia menjadi hal yang tidak terelakkan, terutama dalam memenuhi kebutuhan

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PROSEDUR PERALIHAN HAK GUNA USAHA MELALUI PERIKATAN JUAL BELI SEKALIGUS ALIH FUNGSI PENGGUNAAN TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. lain di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tentu tidak selamanya hubungan

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II KEKUATAN MENGIKAT SURAT KUASA DALAM JUAL BELI DI BIDANG PERTANAHAN

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB II LANDASAN TEORI. Koperasi secara etimologi berasal dari kata cooperation, terdiri dari kata

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

Asas asas perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

HUKUM PERJANJIAN. atau. lebih. di antaranya : pembayaran. Naturalia

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

A. Perlindungan Hukum yang dapat Diperoleh Konsumen Terhadap Cacat. Tersembunyi yang Terdapat Pada Mobil Bergaransi yang Diketahui Pada

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

Tanggung Jawab Penjual/ Pelaku Usaha Dalam Transaksi Jual Beli Terhadap Kelebihan Pembayaran Menurut Peraturan Perundang Undangan Di Indonesia.

BAB II PENGERTIAN UMUM PERJANJIAN BAKU. A. Pengertian Perjanjian dan Syarat-Syarat Sah Suatu Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB I PENDAHULUAN. kalangan individu maupun badan usaha. Dalam dunia usaha dikenal adanya

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah :

II. TINJAUAN PUSTAKA. yaitu Verbintenis untuk perikatan, dan Overeenkomst untuk perjanjian.

BAB II TANGGUNG JAWAB PARA PIHAK DALAM PELAKSANAAN KONTRAK KEAGENAN MINYAK TANAH YANG DIBUAT ANTARA PARA AGEN DENGAN PERTAMINA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan

ASAS NATURALIA DALAM PERJANJIAN BAKU

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN YURIDIS TERHADAP SYARAT SAH DAN UNSUR- UNSUR DALAM SUATU PERJANJIAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II PELANGGARAN TERHADAP HAK KONSUMEN ATAS PEMBATALAN KONSER OLEH PROMOTOR SELAKU PELAKU USAHA

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

AKIBAT HUKUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BAKU. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

PEMBATALAN PERJANJIAN MAATSCHAP YANG DIDIRIKAN TANPA JANGKA WAKTU DAN ATAS DASAR WANPRESTASI

BAB II KERANGKA HUKUM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH PERUSAHAAN DENGAN TENAGA KERJA YANG DIDAFTARKAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN

KONTRAK KERJA KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSINYASI

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri serta turut aktif dalam membina kemitraan dengan Usaha Kecil dan

BAB IV. Surabaya ini termasuk pada bab ija>rah karena merupakan akad yang objeknya. Menurut bapak A. Djohan Hidayat selaku PJS Penyelia Umum & SDM,

BAB I PENDAHULUAN. etnis,suku, agama dan golongan. Sebagai salah satu negara terbesar di dunia,

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Terhadap Perjanjian Pada Umumnya. hukum perdata adalah sama penyebutannya secara berturut-turut seperti

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. 1

Transkripsi:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, dalam hal ini kedudukan hukum antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang, akan tetapi perjanjian tersebut mempunyai pengertian yang luas dan umum, tanpa menyebutkan untuk tujuan apa perjanjian tersebut dibuat. Hal tersebut disebabkan pengertian perjanjian menurut konsepsi pasal 1313 KUHPerdata, hanya menyebutkan tentang pihak yang mengigatkan diri pada pihak lainya tanpa menentukan tujuan apa suatu perjanjian tersebut dibuat. Oleh karena itu suatu perjanjian akan lebih luas juga tegas artinya, jika pengertian mengenai perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling menigkatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Untuk mengkaji bagaimana Kekuatan Hukum dan Akibat Hukum Perjanjian Standar/baku bagi Kedua Belah Pihak ditinjau dari Aspek Kebebasan Berkontak, Penulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif (normativelegal research). Penelitian normatif dilakukan untuk mendapatkan bahanbahan hukum berupa teori-teori, konsepkonsep, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang ada hubungannya dengan pokok bahasan. Secara umum akibat hukum dari suatu perjanjian pada umumnya termasuk perjanjian baku, apabila telah memenuhi ketentuan tentang syarat sahnya suatu perjanjian, maka perjanjian yang disepakati dan ditanda tangani para pihak secara sah, akan berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang terikat dan membuat perjanjian tersebut. Selanjutnya apabila pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, tidak dapat melaksanakan prestasi atau salah satu pihak melakukan wansprestasi, maka terhadap pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan kepada pihak tersebut untuk melaksanakan pemenuhan prestasi. Akan tetapi jika keberatan tersebut tidak diindahkan, maka pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat melakukan gugatan Perdata Kepengadilan Negeri setempat atau pengadilan yang telah disepakati dan tercantum dalam perjanjian baku tersebut. A. Pendahuluan Sunaryati Hartono mengemukakan bahwa hukum itu bukan merupakan tujuan, akan tetapi hanya merupakan sarana dan jembatan yang harus membawa kita kepada ide yang dicita-citakan. 2 Menarik apa yang dikatakan di atas, bila menyimak tentang ide yang ingin dicita-citakan ( das sollen), artinya kita berupaya mewujudkan keinginan tersebut dengan mencari format dan pola, yang selanjutnya, bagaimana membawa kehendak, keinginan tersebut agar dituangkan kedalam isi perjanjian yang dibuat para pihak (das sein). 1 Abuyazid Bustomi, SH, MH, Fakultas Hukum Universitas Palembang. Dosen 2 C.F.G. Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, Hlm. 1. Akibat Hukum dari Perjanjian... (Abuyazid Bustomi, SH, MH.) 1071

Secara umum perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih, dalam hal ini kedudukan hukum antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang, akan tetapi perjanjian tersebut mempunyai pengertian yang luas dan umum, tanpa menyebutkan untuk tujuan apa perjanjian tersebut dibuat. Hal tersebut disebabkan pengertian perjanjian menurut konsepsi pasal 1313 KUHPerdata, hanya menyebutkan tentang pihak yang mengigatkan diri pada pihak lainya tanpa menentukan tujuan apa suatu perjanjian tersebut dibuat. Oleh karena itu suatu perjanjian akan lebih luas juga tegas artinya, jika pengertian mengenai perjanjian tersebut diartikan sebagai suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling menigkatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 3 Suatu persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, persetujuan-persetujuan tersebut tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Dan persetujuan-persetujuan itu harus dilaksanakan dengan iktikad baik. 4 Persetujuan ( overeenkomsten) merupakan suatu perbuatan hukum berupa kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan antara, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 5 Dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak yang akan mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang, yang selanjutnya dikenal dengan asas kebebasan berkontrak atau freedom of contract, Maksud asas tersebut adalah bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat perjanjian yang berisi dan macam apa pun bentuk dan isinya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Atau dengan pengertian lain asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat, untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan dalam bentuk apa pun, sepanjang tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum. Atau dengan pengertian lain asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan yang seluasluasnya kepada masyarakat, untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja dan dalam bentuk apa saja, sepanjang tidak melanggar undang-undang dan kesusilaan. 6 Sebagian besar perjanjianperjanjian bersumber dari kesepakatan kedua belah pihak, akan tetapi ada sebagian yang bersumber dari suatu perbuatan yang tak melanggar hukum dari salah satu pihak, yaitu perbuatan tertentu 3 Abdul kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, Hlm. 78. 4 Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung, 1986, Hlm. 63. 5 Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung 1981, Hlm.11. 6 Subekti, Hukum Perjanjian, Internusa, Jakarta, Cet IV, 1979, Hlm. 13. SOLUSI No. 23 Tahun VIII Mei 2012 1072

yang meskipun bersifat sebelah atau unilateral, akan tetapi undang-undang menentukan akibat bagi pembuat dari perjanjian itu. Suatu perjanjian yang dibuat secara sah dan tidak bertentanggan dengan undang-undang adalah mengikat kudua belah pihak, dan perjanjian itu pada umumnya tidak dapat di tarik kembali, kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh undang-undang. 7 Dengan demikian jelas bahwa perjanjian merupakan suatu hubungan hukum, yang berarti bahwa yang tersangkut dalam perjanjian haknya dijamin dan dilindunggi oleh hukum atau undang-undang. Sehingga apabila haknya tidak dipenuhi secara sukarela, dia berhak menuntut melalui pengadilan supaya orang,yang bersangkutan dipaksa untuk memenuhi atau menegakkan haknya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dan semakin berkembangannya kebutuhan pelaku dunia usaha, orang perorang dan badan hukum untuk melakukan perbuatan hukum berupa perjanjian yang lebih praktis, efektif, menghemat biaya, berdaya guna dan tidak menyimpang dari ketentuan persyaratan perjanjian pada umumnya. Untuk itu penulis mencoba memfokuskan kajian penulisan ini pada kekuatan hukum perjanjian baku dalam pelaksanaannya bagi para pelaku dunia usaha orang perorang dan badan hukum. B. Permasalahan Perjanjian baku ( standart contract) merupakan kebutuhan dan menjadi dinamika temuan hukum bagi para pihak 7 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980, Hlm. 139. yang berkepentingan, baik untuk kepentingan pelaku dunia usaha orang perorang ataupun Badan hukum, dengan tidak mengenyampingkan ketentuan tentang syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dan ketentuan yang tersirat dalam asas kebebasan berkontrak. Perjanjian mana yang disepakati para pihak tersebut adakalanya telah ditentukan format dan isi dari perjanjian tersebut. Sehingga yang terjadi ada pihak yang harus menyetujui isi perjanjian tersebut tanpa ada pilihan namun tidak ada tekanan dalam kesepakatan perjanjian itu. Atas dasar hal tersebut di atas penulis akan membahas mengenai: Bagaimana kekuatan dan akibat hukum perjanjian baku ( standart contract) bagi kedua belah pihak ditinjau dari aspek ketentuan kebebasan berkontrak bagi pihak yang membuatnya? C. Metode Penelitian Jenis penelusuran dan bahan hukum dalam penulisan ini merupakan penelitian hukum normatif (normativelegal research). Penelitian normatif dilakukan untuk mendapatkan bahan-bahan hukum berupa teori-teori, konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan hukum yang ada hubungannya dengan pokok bahasan. D. Pembahasan 1. Unsur-unsur Dalam Perjanjian Asas kebebasan berkontrak, yang menjadi asas utama dalam suatu perjanjian, berpangkal pada kesamaan kedudukan para pihak, pandangan terhadap hak milik sebagai hak yang paling sempurna serta adanya prinsip bahwa setiap orang harus memikul sendiri setiap kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan suatu perjanjian. Setiap orang harus dipandang sama dan diperlakukan sebagai orang bebas dan dengan kedudukan maupun hak yang sama. Akibat Hukum dari Perjanjian... (Abuyazid Bustomi, SH, MH.) 1073

Untuk terjadinya suatu perjanjian yang ideal menurut Abdul Kadir Muhammad, unsur-unsur suatu perjanjian, adalah sebagai berikut : a. Adanya pihak-pihak, artinya para pihak tersebut bertindak sebagai subyek perjanjian hukum harus telah dewasa dan cakap untuk melakukan hubungan hukum. b. Persetujuan antara pihak artinya sebelum perjanjian dibuat dan ditanda tangani harus diberikan kebebasan untuk mengadakan bergaining atau tawar menawar diantara keduanya atau berdasarkan asas konsensualitas tanpa unsur paksaan dari pihak lain. c. Adanya tujuan yang akan dicapai, dimana tujuan tersebut merupakan keinginan dari kedua belah pihak, asal tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. d. Adanya prestasi yang dilaksanakan artinya para pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu satu dengan yang lainnya saling berlawanan. e. Adanya bentuk tertentu, artinya suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertulis, dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis dan dibuat dalam suatu akta, maka akta tersebut secara tertulis dan dibuat dalam suatu akta disebut akta outhentyk maupun akta underhands. 2. Syarat Sah Terjadi Perjanjian Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan perjanjian itu akan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang ( legally concluded contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Hak ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan bahwa Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat : a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; c. Suatu pokok persoalan tertentu; d. Suatu sebab yang tidak dilarang. Kesepakatan bagi mereka yang mengikatkan diri, artinya setuju dan seia sekata atas hal-hal yang diperjanjikan, dengan tanpa ada paksaan atau dwang, kekeliruan atau dwaling dan penipuan atau berdog, Untuk menentukan kata sepakat terhadap suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Selanjutnya Teori Kepercayaan ( vetrouwenstheorie) menyatakan bahwa kesepakatan terjadi bilamana ada pernyataan yang secara objektif dapat dipercaya. 8 Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian dan melakukan perbuatan hubungan hukum adalah mereka yang bisa dikatagorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban berupa orang perorang dan atau badan hukum. Akan tetapi tidak semua orang dapat melakukan perbuatan hukum, hal ini sebagaimana ditentukan dalam pasal 1330 KUH Perdata yang menyatakan bahwa yang tak cakap membuat persetujuaan adalah : a. Orang-orang (anak) yang belum dewasa; b. Orang atau mereka yang ditaruh dibawah pengampuan; c. Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang, ditentukan undangundang dan pada umumnya semua 8 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1977, Hlm. 58. SOLUSI No. 23 Tahun VIII Mei 2012 1074

orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan itu. Hal tertentu dalam suatu perjanjian harus telah ditentukan dan disepakati, dalam arti isi suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurangkurangnya ditentukan jenisnya, walaupun barang itu tak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. Dengan kata lain bahwa hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi objek pokok dari persetujuan. Menurut undang-undang, sebab yang halal dalam suatu perjanjian adalah jika tidak dilarang oleh undangundang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, ketentuan ini disebutkan dalam pasal 1337 KUHPerdata yang intinya menyatakan suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentanggan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Secara umum apabila dalam suatu perjanjian yang telah dibuat didapati ada ketentuan tentang syarat subjektif tersebut tidak terpenuhi, maka salah satu pihak yang mengadakan perjanjian mempunyai hak untuk memohon kepada hakim untuk membatalkan perjanjian tersebut. Dan setelah adanya permohonan pembatalan perjanjian tersebut dan diputuskan oleh hakim, kemudian putusan te`rsebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap, barulah perjanjian tersebut bisa dinyatakan batal. Dengan kata lain selama perjanjian tersebut tidak dinyatakan batal oleh putusan hakim Perdata, maka perjanjian tersebut tidak bisa dikatakan batal demi hukum dan masih tetap mengikat bagi mereka yang membuatnya. 9 Terhadap ketentuan tentang tidak terpebuhinya persyaratan obyektif dari suatu perjanjian, maka perjanjian tersebut adalah batal demi hukum, karena tujuan para pihak untuk membuat suatu pejanjian menjadi batal, hal ini dikarenakan objek yang diperjanjikan tersebut batal, maka perjanjian tersebut scara otomatis batal demi hukum. 10 3. Akibat Hukum Perjanjian Baku (Standart) Menurut ketentuan asas yang tercantum dalam pasal 1338 KUHPerdata bahwa setiap persetujuan yang dibauat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya setiap persetujuan yang dibuat hanya berlaku dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuatnya persetujuan harus mentaati hukum, sesuai dengan persyaratan sahnya suatu perjanjian 1320 KUHPerdata. 11 Kebebasan berkontrak, berpangkal dari kesamaan kedudukan para pihak, pandangan terhadap hak milik sebagai hak yang paling sempurna serta adanya prinsip bahwa setiap orang harus memikul sendiri setiap kerugian yang ditimbulkan akibat perbatan suatunperjanjian. Serta setiap orang harus dipandang sama dan diperlakukan sebagai orang bebas dan 9 Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Raja Grafindo Persad, Jakarta, 1995, Hlm. 16. 10 Ibid, Hlm, 17. 11 Setiawan, Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1977, Hlm. 64. Akibat Hukum dari Perjanjian... (Abuyazid Bustomi, SH, MH.) 1075

dengan kedudukan maupun hak yang sama. Suatu perjanjian tidak saja mengikat pada apa yang dicantumkan semata-mata dalam perjanjian, tetapi juga pada apa yang menurut sifatnya perjajian dihendaki oleh keadilan, kebiasaan atau undang-undang, selanjutnya bahwa hak-hak atau kewajiban-keajiban yang sudah lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian, meskipun pada pada kenyataannya tidak dimasukkan kedalam surat perjanjian, harus juga dianggap telah tercantum dalam perjanjian. 12 Suatu perjanjian yang disepakati harus dinyatakan secara bebas tidak ada tekanan dari pihak lain sebagimana pasal 1321 KUH Perdata bahwa suatu kesepakatan perjanjian itu sah dan mengikat apabila diberikan tidak karena kehilapan, atau tidak dengan paksaan, ataupun tidak karena penipuan. Dengan kata lain, suatu kesepakatan harus diberikan bebas dari kehilapan, paksan, ataupun penipuan. 13 Secara umum akibat hukum dari perjanjian baku apabila telah memenuhi ketentuan tentang syarat sahnya suatu perjanjian sebgaimana yang teraurat dalam pasal 1320 KUH Perdata dan didasarkan kehendak dari pihak membuatnya tanpa adanya unsur kebebasan, kehilapan, paksaan ataupun penipuan, maka perjanjian tersebut berlaku mengikat dan sebagai undangundang bagi pihak yang membuatnya tanpa terkecuali. Apabila dalam perjanjian baku yang telah disepakati para pihak, didapati ada pihak yang tidak melakukan prestasi atau melaksanakan tapi tidak sebagaimana mestinya, maka pihak yang merasa dirugikan dapat meminta pemenuhan isi dari perjanjian baku kepada pihak tersebut. Dan jika hal itu tidak diindahkan oleh pihak yang melakukan wanprestasi, pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan upaya paksa secara hukum dengan melakukan gugatan perdata kepada yang bersangkutan melalui pengadilan negeri setempat atau pengadilan yang telah disepakati dalam perjanjian baku tersebut. E. Kesimpulan Bahwa secara umum akibat hukum dari suatu perjanjian pada umumnya termasuk perjanjian baku, apabila telah memenuhi ketentuan tentang syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana ketentuan yang tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata dengan berdasarkan asas yang terkandung dalam pasal 1338 KUH Perdata, maka perjanjian yang disepakati dan ditanda tangani para pihak secara sah, akan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang terikat dan membuat perjanjian tersebut. Bahwa apabila didapati pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut, tidak dapat melaksakan prestasi atau salah satu pihak melakukan wansprestasi, maka terhadap pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan kepada pihak tersebut untuk melaksanakan pemenuhan prestasi. Akan tetapi jika ternyata keberatan tersebut tidak diindahkan, maka pihak yang merasa dirugikan tersebut dapat dilakukan pemaksaan secara hukum melalui gugatan kepengadilan negeri setempat atau pengadilan yang telah disepakati dan tercantum dalam perjanjian baku tersebut. 12 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Bandung, 1980, Hlm. 140. 13 Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak, Megapoin, Bekasi, 2004, Hlm,47. SOLUSI No. 23 Tahun VIII Mei 2012 1076

DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982. Djunaidi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995. C.F.G, Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, Cet.IV, 1979. ---------, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980. Setiawan, Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1977. Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung, 1986. Rai Wijaya, Merancang Suatu Kontrak, Megapoin, Bekasi, 2004. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, Jakarta, 1981. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Akibat Hukum dari Perjanjian... (Abuyazid Bustomi, SH, MH.) 1077