BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Dalam penatalaksanaan sindrom gagal ginjal kronik (GGK) beberapa aspek yang harus diidentifikasi sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini digunakan sampel 52 orang yang terbagi menjadi 2

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENELITIAN PENGARUH HEMODIALISIS TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PASIEN DM. Elya Hartini *, Idawati Manurung **, Purwati **

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

penyakit yang merusak massa nefron ginjal.

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

Proses Peritoneal dialisis dan CAPD. Dahlia Lara Sikumalay Putri Ramadhani Tria Wulandari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

BAB I PENDAHULUAN. (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoitein menimbulkan keadaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar


BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

Afniwati, Amira Permata Sari Tarigan, Yunita Ayu Lestari Tarigan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan. Abstrak

Terapi Pengganti Ginjal. Ledy Martha Aridiana, S.Kep. Ns. M.Kes

HEMODIALYSIS PADA ANAK. Tatik Dwi Wahyuni, SKep Ns RSUP Dr Sardjito Yogyakarta

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GAGAL GINJAL Zakiah,S.Ked. Kepaniteraan Klinik Interna Program Studi Pendidikan Dokter FKK Universitas Muhammadiyah Jakarta

PERBEDAAN KADAR UREUM & CREATININ PADA KLIEN YANG MENJALANI HEMODIALISA DENGAN HOLLOW FIBER BARU DAN HOLLOW FIBER RE USE DI RSUD UNGARAN

kematian sebesar atau 2,99% dari total kematian di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan RI, 2008). Data prevalensi di atas menunjukkan bahwa PGK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

NOVIANI SABTINING KUSUMA PUTRI J

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan masalah medik, sosial dan ekonomik. yang sedang berkembang yang memiliki sumber-sumber terbatas untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Hemodialisis (HD) Adalah pengobatan dengan alat yaitu Dialyzer, tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar bagi pasien dan keluarganya, khususnya di negara-negara

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan suatu keadaan klinis

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak sekali masyarakat yang mengkonsumsi produk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

3.4 Prinsip Hemodialisa Prinsip mayor/proses hemodialisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Pustaka 1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik PERNEFRI (2003) mengungkapkan bahwa penyakit ginjal kronis adalah kerusakan ginjal setidaknya 3 bulan atau lebih, penurunan fungsi ginjal yang irreversible dengan akibat penurunan laju filtrasi glomerulus, sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan laju filtrasi glomerulus, bermanifestasi kelainan patologis dan kerusakan ginjal menyebabkan ketidakseimbangan komposisi zat dalam darah serta peningkatan hasil metabolisme tubuh yang disebut dengan toksin uremik seperti ureum, kreatinin, asam urat, fosfat, asam organik dan anorganik, beberapa enzim dan hormon, serta sisa metabolism peptide dan protein lainnya. Berdasarkan panduan National Kidney Foundation (NKF) dan kelompok kerja Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI), penyakit ginjal kronis diartikan sebagai kelainan ginjal berupa kelainan struktural atau fungsional, yang ditandai oleh kelainan patologi atau pertanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan (radiologi), dengan atau tanpa penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG) yang berlangsung lebih dari 3 bulan serta adanya penurunan LFG <60 ml/ menit per 1.73 m 2 luas permukaan tubuh (LPT) selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Gagal Ginjal Kronik adalah ketidakmampuan ginjal untuk mempertahankan keseimbangan & integritas tubuh yang muncul secara bertahap sebelum terjun ke fase penurunan faal ginjal tahap akhir. Penyakit Ginjal Kronik adalah kerusakan ginjal atau penurunan faal ginjal lebih atau sama dengan tiga bulan sebelum diagnosis ditegakkan (NKF-DOQI, 2002). Gagal Ginjal Kronis (chronic renal failure) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah niterogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialysis atau transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006). 2. Penyebab Cronic Kidney Dialisis Menurut Price dan Wilson (2006) penyebab penyakit ginjal kronis adalah : Glomerulonefritis, Nefrosklerosis Hipertensif, Penyakit kolagen (lupus sistemik), Sindrom Nefrotik, Nefrotik Toksik, Penyakit Endokrin (Diabetes) Guyton dan Hall (1997) mengatakan penyakit ginjal kronis disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang

bersifat irreversibel. Pada umumnya penyakit ginjal kronis dapat terjadi akibat gangguan pembuluh darah, glomerulus, tubulus, interstisium ginjal dan traktus urinarius bagian bawah. Walaupun begitu banyak penyakit yang dapat menimbulkan penyakit ginjal kronis, namun hasilnya sama yaitu penurunan jumlah nefron fungsional. Umumnya gagal ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal intrinsik difus dan menahun. Tetapi hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Umumnya penyakit diluar ginjal, misalnya nefropati obstruktif dapat menyebabkan kelainan ginjal instrinsik dan berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis, hipertensi esensial dan pielonefritis merupakan penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60%. Gagal ginjal kronik yang berhubungan dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15-20% (Enday Sukandar, 2006). 3. Patofisiologi Penyakit ginjal kronis dapat memunculkan terjadinya sindrom uremik dengan gejala kompleks yang berkaitan dengan retensi metabolit nitrogen. Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom uremik. Pertama gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi, kelainan volume cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi ginjal. Kedua, timbul gejala yang

merupakan gabungan kelainan kardiovaskuler, neuromuskuler, saluran cerna, dan kelainan lainnya (Price & Wilson, 1995). 4. Tanda dan Gejala Menurut Mansjoer (1999), gejala klinis yang timbul pada pasien penyakit ginjal kronis yaitu ; keadaan umum menimbulkan fatique, malaise, gagal tumbuh, kulit pucat berwarna hitam kekuningan, mudah lecet. Sistem kardiovaskuler terganggu ditandai dengan hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung, penurunan libido, impotensi, infertilitas menunjukan manifestasi klinis pada sistem reproduksi. Menurut Enday Sukandar (2006), Gejala subyektif (symptoms) yaitu ; Umum : lemah badan, cepat lelah. Saluran cerna : nafsu makan turun, mual dan muntah, lidah hilang rasa, cegukan. Neuromuskular : tungkai lemah, parestesi, kram otot-otot, daya konsentrasi turun, insomnia dan gelisah. Kelamin : libido menurun (hilang), nokturia atau oliguria. Kardiovaskuler : sesak nafas, sembab, batuk, nyeri pericardial. Gejala Obyektif (signs) yaitu ; Umum : Nampak sakit, mengurus. Kulit : hiperpigmentasi, kering (eksoriasis), Kepala : sembab (puffy), anemia, retinopati. Kardiovaskuler : hipertensi, kardiomegali, sembab. Laboratorium ; Kenaikan BUN & Kreatinin serum, anemia normokrom normositer, lekopenia, trombopati / trombositopenia, hiperurikemia, hiperfospatemia, hipokalsemia, proteinuria, hematuria dan silinderuria.

5. Komplikasi Komplikasi kardiovaskuler merupakan penyebab kematian utama pada pasien penyakit ginjal kronik (Dewayani, 2007). Komplikasi yang seringkali ditemukan pada penderita penyakit ginjal kronik adalah anemia, osteodistrofi ginjal, gagal jantung, disfungsi ereksi (impoten), gangguan metabolisme kalsium dan fosfat (Alam & Hadibroto, 2007). Smeltzer & Brenda (2002) menjelaskan bebarapa komplikasi yang timbul pada hemodialisis yaitu : hipotensi, nyeri dada, pruritus, gangguan ketidakseimbangan hemodialisis, kram otot dan mual muntah. 6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada penyakit ginjal kronik dapat dilakukan dengan terapi pergantian fungsi ginjal yang terdiri dari tiga cara, yaitu hemodialisis, peritoneal dialysis, dan pencangkokan ginjal. Terapi pengganti ginjal terdiri dari terapi dialysis dan transplantasi ginjal. Terdapat dua jenis terapi dialysis yaitu hemodialisis dan peritoneal dialysis. Sampai saat ini terapi hemodialisis lebih banyak dipilih karena proses yang lebih singkat dan lebih efisien terhadap pengeluaran zat-zat dengan berat molekul rendah (Ignatavicius & Workman, 2006). Hemodialisis dilakukan untuk mencegah keracunan ureum dan komplikasi lain sebelum pencangkokan dilakukan. Pengobatan dan pendekatan gizi serta diet dilakukan untuk mengurangi

gejala dan beban kerja ginjal jika penyakit ginjal kronik belum masuk stadium akhir. Tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah agar penyakit ginjal kronik tidak berjalan secara progresif (Hartono, 2008) B. Hemodialisis 1. Pengertian Hemodialisis Menurut Price & Wilson (1995) hemodialisis didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membrane semipermeabel (dialyzer) ke dalam dialisat. Dialiser juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini melalui proses ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membrane. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulasi dan produksi dialiser yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa talah menjadi metode yang dominan dalam mengobati gagal ginjal akut dan kronis di Amerika Serikat (Tisher & Wilcox, 1997). Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI, 2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 15 ml/menit, LFG kurang dari 10 ml/menit dengan gejala uremia/malnutrisi, dan LFG kurang dari 5 ml/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialysis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila

terdapat komplikasi akut seperti oedema paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropati diabetik. Tisher & Wilcox (1997) menyebutkan bahwa hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 ml/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8 10 mg/dl. Pasien yang terdapat gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan menjalani hemodialisis. Menurut Tisher & Wilcox juga menyebutkan bahwa indikasi relative dari hemodialisis adalah azotemia simtomatis berupa enselopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretic (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi. Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD ; end-stage renal diasease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semi permeable menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu. Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu

mengimbangi hilangnya aktifitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Hemodialisis adalah suatu teknik untuk memindahkan atau membersihkan solut dengan berat molekul kecil dari darah secara difusi melalui membrane semipermeabel (Noer, 2006). adalah: Menurut (Noer, 2006), indikasi untuk memulai Hemodialisis a. Timbulnya sindroma uremia berupa latergi, anoreksia, atau muntah yang mengganggu aktifitas sehari-hari. b. Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam jiwa, misalnya hiperkalemi yang tidak respon terhadap pengobatan konservatif. c. Gejala kelebihan cairan yang tidak dapat diatasi dengan terapi diuretik. d. Terjadi gagal tumbuh yang menetap meskipun telah dilakukan terapi konservatif yang adekuat. Menurut Tisher & Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisis adalah hipotensi yang tidak responsive terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) adalah tidak mungkin didapatkan akses

vaskuler pada hemodialisis, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi yang lain adalah penyakit Alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan enselpoati dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003). 2. Tujuan Tindakan Hemodialisis Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisis antara lain : a. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolism dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolism yang lain. b. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat. c. Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. d. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain. 3. Prinsip dalam Tindakan Hemodialisis Suatu mesin hemodialsis yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membrane semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit

darah corporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membrane dalam alat dialisat, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 1997). Menurut Corwin (2000) hemodialisis adalah dialisa yang dilakukan diluar tubuh. Selama hemodialisis darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk kedalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membrane semipermeabel (dialiser) yeng terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dialiser darah dikembalikan kedalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu system dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastic (jalur arteri/blood line), melalui dialisse hollow fiber dan kembali kepasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan kedalam dialiser, dimana cairan akan

mengalir diluar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodialiser melalui proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan memainkan pengatur tekanan negative. Perbedaan tekanan hidrostatik diantara membrane dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solute. Sirkuit darah pada system dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkuit penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporal (diluar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan Quick Blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus menerus dimasukan pada jalur arteri melalui infuse lambat untuk mencegah pembekuan darah, proses ini yang disebut heparin kontinyu. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodialiser modern

dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Watson, 1995). C. Pengertian Lamanya Hemodialisis Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. NKF (2001) menyebutkan hemodialisa idealnya dilakukan 10 15 jam/minggu dengan QB 200 300 ml/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisis memerlukan waktu 3 5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2 3 hari diantara hemodialisis, keseimbangan garam, air, dan ph sudah tidak normal lagi. Hemodialisis ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa. Durasi (td) hemodialisis berdasarkan konsep urea kinetic Kt/V tidak dapat menjamin dialisis adekuat, diputuskan consensus (pusat dialisis di Eropah) durasi hemodialisis 12-15 jam perminggu (terbagi 3 sesi dengan 4-5 jam setiap sesi) dianggap sebagai Gold Standard dengan kondisi untuk menjamin hemodialisis adekuat (Enday Sukandar, 2006). Lama sesi dialisis adalah satu-satunya faktor terpenting yang menentukan Klirens suatu zat terlarut. Perubahan pada parameter lain hampir selalu menyebabkan pengurangan waktu dialisis pasien. Klirens dari zat terlarut dengan BM kecil pada short dialisis dapat diprtahankan dengan menggunakan membrane high flux, aliran darah yang tinggi dll,

hasil jangka panjangnya belum jelas, terutama bila control volume ekstraseluler tidak adekuat (hipertensi yang persisten) dan klirens molekul dengan BM besar tidak dipertahankan. D. Adekuasi Hemodialisis NKF-DOQI (2006) menyarankan bahwa dosis hemodialisis adalah 3 kali per minggu dengan waktu hemodialisis 5 jam. Pengukuran kecukupan dosis hemodialisis dapat diukur dengan Urea Reduction Ratio (URR). Target URR adalah 70 % atau target URR minimal adalah 65 %. PERNEFRI (2003) menjelaskan setiap pasien hemodialisis harus diresepkan dan direncanakan dosis tindakan hemodialisis. Dosis hemodialisis adalah 10 15 jam/minggu atau disesuikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4 5 jam dengan frekuensi 2 kali per minggu. Tujuan penentuan frekuensi hemodialisis adalah untuk mencapai adekuasi hemodialisis. Pengukuran frekuensi adekuasi hemodialisis dilakukan sekali dalam sebulan atau minimal sekali dalam enam bulan. Kriteria klinik dialisis adekuat menurut Enday Sukandar (2006) adalah: Keadaan umum dan status nutrisi baik, normotensi, Tanpa presentasi klinik terkait anemia, Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa masih normal, Metabolisme fosfat dan kalsium terkontrol tanpa osteodistrofi, Rehabilitasi optimal yang berhubungan dengan aspek kehidupan pribadi, keluarga dan profesi, dan Kualitas hidup normal.

Suhardi (2005) menyampaikan tanda tanda hemodialisis yang adekuat adalah tercapai berat badan kering, pasien terlihat baik, bebas sindrom uremia, nafsu makan baik, tekanan darah terkendali baik, dan hemoglobin > 10 gr%. E. Kerangka Teori Kerangka teori menggambarkan hubungan varibel-variabel yang akan diteliti. Kerangka teori dalam penelitian ini adalah : Skema: 2.1. Kerangka Teori Cronic Kidney Disease berdasar Model Adaptasi Roy " Penyakit ginjal kronik Hemodialisa Ureum Kreatin Menurun Hemodialisa Adekuat - QD - QB - Waktu - Membran dializer - Keadaan umum dan nutrisi baik - Tanpa presentasi klinik terkait anemia - Keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa masih normal - Metabolisme fosfat dan kalsium terkontrol tanpa osteodistrofi - Rehabilitasi optimal - Kualitas hidup optimal Sumber : Enday Sukandar, 2006

F. Kerangka Konsep Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Skema 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Waktu Dialisis Penurunan kadar Ureum Kreatin Karakteristik Pasien : - Umur - Pekerjaan - Jenis Kelamin - Berat Badan G. Hipotesis Terdapat dua hipotesis, yaitu hipotesis nihil atau hipotesis statistic (Ho) dan hipotesis kerja yang disebut juga hipotesis alternative atau hipotesis riset (Ha). Hipotesis (Ha) dalam penelitian ini adalah ada perbedaan waktu hemodialisis terhadap ureum kreatin pasien hemodialisa di RSUD Banyumas.