BAB I PENDAHULUAN. masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free

dokumen-dokumen yang mirip
2015 GAMBARAN PENGETAHUAN SISWA SISWI KELAS XI TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL DI SMA NEGERI 24 BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. Veneral Disease ini adalah Sifilis, Gonore, Ulkus Mole, Limfogranuloma Venerum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan modal awal seseorang untuk dapat beraktifitas dan

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang HIV/AIDS Terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. macam pekerjaan rumah tangga. Sedangkan HIV (Human Immuno Virus)

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang utuh bukan hanya bebas penyakit atau kelemahan dalam segala aspek

BAB I PENDAHULUAN. tinggal dalam darah atau cairan tubuh, bisa merupakan virus, mikoplasma, bakteri,

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi inilah akan mudah terkena infeksi jamur. Keputihan yang terjadi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja atau young people adalah anak yang berusia tahun (World

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan suatu virus yang

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN. sosial secara utuh yang tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan,

PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hubungan seksual (Manuaba,2010 : 553). Infeksi menular

BAB 1 PENDAHULUAN. resiko penularan HIV melalui hubungan seksual (The United Nations High

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Upaya

I. PENDAHULUAN. pasangan yang sudah tertular, maupun mereka yang sering berganti-ganti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. bisa sembuh, menimbulkan kecacatan dan juga bisa mengakibatkan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut dengan masa pubertas. Masa

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja

1. Pendahuluan FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GONORE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS IBRAHIM ADJIE KOTA BANDUNG

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. Seks bebas adalah hubungan seksual terhadap lawan jenis maupun

BAB I PENDAHULUAN. uterus. Pada organ reproduksi wanita, kelenjar serviks bertugas sebagai

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan gejala (asimtomatik) terutama pada wanita, sehingga. mempersulit pemberantasan dan pengendalian penyakit ini 1

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) merupakan. masalah global. Menurut data WHO (World Health Organization) (2014),

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA PUTRI DI SMA 1 PUNDONG BANTUL YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu mulai berkembang dan pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN REMAJA TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL (PMS) DENGAN JENIS KELAMIN DAN SUMBER INFORMASI DI SMAN 3 BANDA ACEH TAHUN 2012

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memiliki jumlah remaja sebesar 43,5 juta jiwa (usia 10-

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. kekebalan tubuh manusia, sedangkan Acquired Immunodeficiency Syndrom. penularan terjadi melalui hubungan seksual (Noviana, 2013).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

Hubungan Personal Hygiene Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan pada Remaja Siswi Smk N 1 Sumber Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus golongan

BAB I PENDAHULUAN. yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. commit to user. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menarche sampai menopause. Permasalahan dalam kesehatan reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

BAB 1 PENDAHULUAN. pencegahan IMS yang dilaksanakan di banyak negara, nampaknya belum

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

PENGETAHUAN SISWA TENTANG HIV/AIDS SEBELUM DAN SESUDAH PENYULUHAN

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL BERISIKO PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah harapan suatu bangsa, karena masa depan bangsa

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. terdapat orang terinfeksi HIV baru dan orang meninggal akibat AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. Human Papilloma Virus (HPV). HPV ini ditularkan melalui hubungan

BAB I PENDAHULUAN. serviks dan rata-rata meninggal tiap tahunnya (Depkes RI, 2008).

Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: X

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB I PENDAHULUAN. lagi dan diubah menjadi PMS (penyakit menular seksual) karena seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa remaja umumnya anak telah mulai menemukan nilai-nilai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pola penyakit yang masih banyak diderita oleh masyarakat adalah penyakit

HUBUNGAN ANTARA USIA, PEKERJAAN, PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit menular seksual adalah bagian dari infeksi saluran reproduksi (ISR) yang disebabkan oleh kuman seperti jamur, virus, dan parasit yang masuk dan berkembang biak di dalam tubuh yang ditularkan melalui free sex (Kumalasari dan Andhyantoro, 2012). infeksi menular seksual (IMS) terdapat 2 macam gejala salah satunya ditandai dengan keluarnya cairan berupa nanah dari alat kelamin, yaitu gonore, uretritis atau sevisitis atau non spesifik, kandidiasis dan trikomonas dan IMS yang berikutnya ditandai dengan adanya luka atau koreng dialat kelamin yaitu sifilis, ulkus molle, limpogranuloma venerium, granuloma inguinale dan herpes genetalis (Depkes RI 2007). Kasus penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) terus mengalami peningkatan, fenomena peningkatan dan penyebaran kasus infeksi menular seksual yang terjadi pada kelompok resiko tinggi demikian cepat, salah satu kelompok berisiko adalah remaja, karena remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa yang lebih matang remaja akan menjadi lebih ingin tahu tentang segala hal termasuk tentang seksual. Remaja bisa melakukan pergulan bebas karena ketidak efektifan dalam menggunakan media elektronik seperti smartphone, dan juga kurang pengawasan dari orang tua tentang penggunaan smartphone sehinga anak bebas untuk menggunakannya tanpa ada pengawasan dari orang tua. Masalah lain bahwa penyakit infeksi menular seksual sebagai 1

akibat dari seksualitas menyimpang melalui hubungan seksual, yang sekarang menjadi perhatian dan komitmen global dalam pencegahan dan penanganannya (Daili, 2009). WHO (World Health Organization) pada tahun 2001 memperkirakan penderita IMS diseluruh dunia sebanyak 340 juta orang. Sebagian besar penderita berada di Asia Selatan dan Asia Tenggara yaitu sebanyak 151 juta, diikuti Afrika sekitar 70 juta, dan yang terendah adalah Australia dan Selandia Baru sebanyak satu juta penderita. Semakin lama jumlah penderita IMS semakin meningkat dan penyebarannya semakin merata diseluruh dunia. WHO memperkirakan morbiditas IMS di dunia sebesar kurang lebih 250 juta orang setiap tahunnya. Pengetahuan seksual remaja (faktor predisposing) akan menimbulkan implikasi perilaku negatif seperti kehamilan tidak dikehendaki, infeksi menular seksual dan lainnya. Sebagai langkah awal pencegahan, peningkatan pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi harus ditunjang dengan materi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang tegas tentang penyebab dan konsekuensi perilaku seksual. Selain itu, perlu diinformasikan tentang yang seharusnya dilakukan dan dilengkapi dengan informasi mengenai sarana pelayanan yang tersedia saat ini informasi tentang kesehatan reproduksi yang ada (faktor enabling) disebarluaskan dengan pesan-pesan yang kurang jelas dan tidak fokus, terutama bila mengarah pada perilaku seksual (Depkes, 2005). Usia remaja dimulai dari umur 16-19 tahun. Bagi anak laki-laki perubahan itu ditandai oleh perkembangan pada organ seksual, mulai 2

tumbuhnya rambut kemaluan, perubahan suara dan juga ejakulasi pertama melalui wet dream atau mimpi basah, pada remaja putri pubertas ditandai dengan manarce (haid pertama), perubahan pada dada (mamae), tumbuhnya rambut kemaluan dan juga pembesaran panggul (Notoatmodjo,2007). Dampak Infeksi Menular Seksual bagi remaja perempuan dan laki-laki yaitu infeksi alat reproduksi akan menurunkan kualitas ovulasi sehingga akan mengganggu siklus dan banyaknya haid serta menurunkan kesuburan, peradangan alat reproduksi ke organ yang lebih tinggi yang dapat meningkatkan kecenderungan terjadi kehamilan diluar rahim, melahirkan anak dengan cacat bawaan seperti katarak, gangguan pendengaran, kelainan jantung dan cacat lainnya. Secara psikologis dampak IMS bagi remaja yaitu rendah diri, malu dan takut sehingga tidak mau berobat yang akan memperberat penyakit atau bahkan akan mengobati jenis dan dosis tidak tepat yang justru akan memperberat penyakitnya disamping terjadi resistensi obat ( Depkes RI,2007). Di Indonesia, berdasarkan Laporan Survei Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) oleh Kementrian Kesehatan RI, (2011) prevalensi Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun 2011 dimana infeksi gonore dan klamidia sebesar 37% dan sifilis sebesar 44 %. Pada kasus HIV/AIDS selama delapan tahun terakhir mulai dari tahun 2005-2012 menunjukkan adanya peningkatan. Kasus baru infeksi HIV meningkat dari 859 kasus pada tahun 2005 menjadi 21.511 kasus, tahun 2012 kasus baru AIDS meningkat dari 2.639 menjadi 5.686 kasus. (Kemenkes RI, 2012). 3

Pendidikan kesehatan adalah behavioral investment jangka panjang sebagai suatu proses perubahan perilaku pada diri seseorang. Dalam waktu yang pendek (immediateimpact) pendidikan kesehatan hanya menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan (Notoadmodjo, 2007). Pendidikan kesehatan merupakan suatu program yang membawa perubahan dalam pengetahuan (Rao, et al., 2008). Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku orang atau masyarakat dari perilaku tidak sehat menjadi perilaku sehat. Metode pendidikan kesehatan untuk merubah pengetahuan dan sikap adalah ceramah dan tanya jawab. Ceramah adalah penyampaian bahan pembelajaran dengan cara komunikasi verbal, tanya jawab adalah suatu metode belajar dua arah (pengajar dan pesdik) yang disusun sebelum pengajaran dimulai. (Susilo, R. 2011). Data Dinas Kesehatan Banyumas jumlah kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) yang berumur 15-19 tahun di 4 puskesmas yaitu Puskesmas Baturaden I, Puskesmas Baturaden II, Puskesmas Purwokerto Selatan dan Puskesmas II Purwokerto Timur menunjukan bahwa tahun 2011 terdapat 86 kasus, tahun 2012 terdapat 67 kasus, tahun 2013 terdapat 21 kasus, tahun 2014 terdapat 87 kasus, dan tahun 2015 terdapat 92 kasus. Studi pendahuluan berdasarkan data dari bidang bimbingan konseling (BK) SMK Bakti Purwokerto menunjukan bahwa jumlah siswa SMK Bakti Purwokerto sebanyak 559 siswa terdiri dari 3 jurusan yaitu Akutansi (AK), Administrasi perkantoran (AP), dan Multimedia (MM). Jumlah kelas sebanyak 18 kelas dan rata-rata siswa berumur 16-19 tahun. Setiap tahun di SMK Bakti 4

Purwokerto terjadi kasus penyimpangan seksualitas pra nikah dengan rincian data pada tahun ajaran 2012/2013 terdapat 8 kasus, tahun 2013/2014 terdapat 7 kasus, tahun ajaran 2014/2015 terdapat 8 kasus dan tahun 2015/2016 terdapat 2 kasus. Berdasarkan data diatas diperlukan upaya yang serius yang dapat mencegah kejadian terulang kembali di tahun-tahun mendatang, diantaranya pendidikan kesehatan untuk merubah pengetahuan dan sikap siswa SMK dalam seksualitas pra nikah. B. Rumusan Masalah Kasus penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) terus mengalami peningkatan, fenomena peningkatan dan penyebaran kasus infeksi menular seksual yang terjadi pada kelompok resiko tinggi demikian cepat, salah satu kelompok berisiko adalah remaja, karena remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa yang lebih matang, dimana rata-rata remaja akan menjadi lebih ingin tahu tentang segala hal termasuk tentang seksual. Remaja bisa melakukan pergulan bebas karena ketidakefektifan dalam menggunakan media elektronik seperti smartphone, dan juga kurang pengawasan dari orang tua tentang penggunaan smartphone sehinga anak bebas untuk menggunakannya tanpa ada pengawasan dari orang tua. Masalah lain bahwa penyakit infeksi menular seksual sebagai akibat dari seksualitas menyimpang melalui hubungan seksual, yang sekarang menjadi perhatian dan komitmen global dalam pencegahan dan penanganannya. 5

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah yaitu Bagaimana pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual (IMS) di SMK Bakti Purwokerto? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual (IMS) di SMK Bakti Purwokerto. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengetahuan remaja mengenai Infeksi Menular Seksual di SMK Bakti Purwokerto. b. Untuk mengetahui sikap remaja mengenai Infeksi Menular Seksual di SMK Bakti Purwokerto. c. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan remaja mengenai Infeksi Menular Seksual di SMK Bakti Purwokerto. d. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap remaja mengenai Infeksi Menular Seksual di SMK Bakti Purwokerto. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Menambah wawasan dan mempunyai pengalaman nyata dalam melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan dan sikap remaja tentang infeksi menular seksual (IMS) 6

2. Bagi siswa Dari penelitian ini dapat memberikan masukan khususnya siswa untuk berperilaku seksual sehat dan bergaul dengan baik dan terhindar dari penyakit IMS 3. Bagi Institusi a. Pendidikan Dapat digunakan sebagai sumber bacaan untuk penelitian selanjutnya atau dijadikan referensi untuk peningkatan khualitas pendidikan kebidanan khususnya tentang kesehatan reproduksi remaja. b. SMA Dapat digunakan sebagai masukan pada SMK Bakti Purwokerto dalam upaya meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan dapat digunakan sebagai acuan pembelajaran. 4. Bagi ilmu pengetahuan Penelitian ini dapat mengembangkan pengetahuan disiplin ilmu khususnya kesehatan reproduksi remaja dan dapat menambah wacana kepustakaan mengenai pengetahuan remaja tentang infeksi menular seksual ( IMS). E. Penelitian Terkait 1. Penelitian Kiki Gustini, 2015. Tentang Gambaran Pengetahuan Siswa Siswi Kelas XI Tentang Penyakit Menular Seksual Di SMA Negeri 24 Bandung. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 24 Bandung pada tanggal 4, 5, 8, 9 dan 11 7

Juni 2015 dengan jumlah populasi 359 orang serta jumlah sampel 190 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik simpel random sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup. Hasil penelitian ini menunjukkan gambaran pengetahuan siswa siswi kelas XI tentang Penyakit Menular Seksual di SMA Negeri 24 Bandung diperoleh kategori tertinggi yaitu kategori cukup 119 orang responden (62,63%) memiliki pengetahuan cukup, kategori kurang 59 orang responden (31,05%) memiliki pengetahuan kurang dan untuk pengetahuan dengan kategori baik sebanyak 12 orang responden (6,32%). 2. Penelitian Sefti Rompas, 2014. Tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Remaja Tentang Penyakit Menular Seksual Di SMK Fajar Bolaang Mongondow Timur. Metode penelitian menggunakan pre eksperimental dengan pendekatan one group pre test post test design tanpa kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan responden yang berpengetahuan baik dari 13 responden (23,2%) menjadi 48 respoden (85,7%) dan peningkatan sikap baik responden dari 8 responden (14,3%) menjadi 15 responden (26,8%) setelah pemberian pendidikan kesehatan. Hasil uji Wilcoxon didapatkan p-value = 0,000 < 0,05 menunjukan terdapat perbedaan bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap remaja sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan. 3. Penelitian Jarot Hermawan, 2014. Tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja SMA Kelas XI Mengenai Infeksi Menular Seksual 8

(IMS) Dengan Perilaku Seksual Remaja. Desain penelitian descriptif kuantitatif dengan pendekatan crooss sectional pada 156 siswa di SMA N 5 Surakarta dengan dua variabel yaitu tingkat pengetahuan dan perilaku seksual. Tingkat pengetahuan remaja mengenai infeksi menular seksual (IMS) termasuk kategorik baik yaitu 91 responden (69,6%). Perilaku seksual remaja mayoritas dalam perilaku baik yaitu 199 responden(76,3%). Analisis data menggunakan chi square dengan nilai x hitung sebesar 63,168 dengan nilai signifikan (p value) 0,000<0,05. 4. Penelitian Asnil Adli Simamora, 2014. Tentang Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Infeksi Menular Seksual Di SMA Negeri 7 Medan. Penelitian bersifat deskriptif dan teknik pengambilan sample adalah stratifield random sampling dengan jumlah sample 99 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket. Hasil penelitian tentang infeksi menular seksual kategori Baik 9,1% sebanyak 9 orang, kategori cukup 15,2% sebanyak 15 orang, kategori kurang 75,8% sebanyak 75 orang. Sikap responden tentang infeksi menular seksual kategori negatif 88,9% dan kategori positif 11,1% sebanyak 11 orang. 9