BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika a. Pembelajaran Matematika di SD Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Karso (dalam Ruseffendi, 2008:39) mengatakan bahwa Pelajaran matematika berasal dari bahasa Yunani Mathein atau Mathenein artinya Mempelajari, namun diduga kata itu ada hubungannya dengan kata sansekerta Medha atau Widya yang artinya Kepandaian atau Intelegensi. Didasarkan pada pandangan konstruktivisme, hakikat matematika yakni anak yang belajar matematika dihadapkan pada masalah tertentu berdasarkan konstruksi pengetahuan yang diperolehnya ketika belajar dan anak berusaha memecahkannya (Hamzah, 2010:126). Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar. Hal ini untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa memiliki kemampuan memperoleh, mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup dalam keadaan yang kompetetif dan selalu berubah. Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar memiliki nilai standar kelulusan, 9
10 dimana dalam mencapai standar kelulusan nilai tersebut diperlukan langkahlangkah pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan lingkungan siswa. Menurut Heruman (2007 : 2), langkah awal dalam pembelajaran matematika SD yaitu menanamkan konsep dasar. Siswa diajarkan mengenai suatu konsep matematika yang baru, di mana siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut. Langkah yang kedua yaitu pemahaman konsep. Pemahaman konsep merupakan pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dasar, yaitu bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Selanjutnya, langkah terakhir dalam pembelajaran matematika SD yaitu pembinaan keterampilan, dengan tujuan agar siswa lebih terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika. b. Tujuan Pembelajaran Matematika Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berfikir sistematis, logis, kritis, dan konsisten, serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri dalam menyelesaikan masalah (Prihandoko:2009). Selain itu tujuan matematika yang tercantum dalam kurikulum 2013 pada SD/MI terangkum dalam empat kompetensi inti yaitu kompetensi sikap spiritual, kompetensi sikap sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi keterampilan. Tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam kurikulum 2013 adalah sebagai berikut: 1) Kompetensi sikap spiritual dalam pembelajaran matematika dikembangkan melalui kompetensi dasar menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya. 2) Kompetensi dasar dalam pembelajaran matematika dikembangkan melalui kompetensi dasar sebagai berikut:
11 a) Menunjukkan sikap logis, kritis, analitik, konsisten dan teliti, bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah menyelesaikan masalah b) Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan keterkaitan pada matematika serta memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang terbentuk melalui pengalaman belajar c) Memiliki sikap terbuka, santun, objektif, mengharagi pendapat, dan karya teman dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari 3) Kompetensi pengetahuan dalam pembelajaran matematika dasar kelas IV yang wajib dimiliki siswa adalah dasar-dasar bilangan dan melakukan operasi hitung bilangan pecahan 4) Kompetensi keterampilan matematika meliputi antara lain keterampilan menggunakan konsep matematika dalam pemecahan masalah, mengumpulkan, mengolah, menginterpretasikan dan menyajikan data hasil pengamatan data c. Materi Matematika Pembelajaran yang diterapkan pada SDN 01 Punten Batu adalah Kurikulum 2013, dimana materi pecahan desimal merupakan materi yang terdapat dikelas IV. Materi tersebut sesuai dengan KD dan Indikator pada buku guru Kurikulum 2013, yaitu sebagai berikut : Kompetensi Dasar 3.7 Menentukan hasil operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan desimal 4.2 Menyatakan pecahan ke bentuk desimal dan persen
12 Indikator a. Menemukan cara untuk mengubah pecahan biasa menjadi pecahan desimal dan sebaliknya. b. Mencocokkan bilangan pecahan biasa dan bilangan desimal. c. Mengenal konsep penjumlahan dan pengurangan desimal d. Mengaplikasikan operasi penjumlahan dan pengurangan desimal e. Menunjukkan cara mengubah bilangan pecahan menjadi persen dan sebaliknya f. Mengubah bilangan pecahan menjadi persen dan sebaliknya Menurut Heruman (2007: 43), pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh. Pecahan yang dipelajari anak SD/ MI, merupakan bagian dari bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk dengan a dan b merupakan bilangan bulat, dan b tidak sama dengan nol. d. Operasi Hitung Pecahan Desimal Kemampuan prasyarat yang harus dikuasai siswa dalam operasi pecahan adalah mengetahui yang mana pembilang dan yang mana penyebut. Pecahan Desimal merupakan pecahan yang penyebutnya 10, 100, 1000 dan sebagainya yang ditulis menggunakan koma (,). Contoh : Bilangan 0,3 didapat dari 3 dibagi 10 atau 3 10 Bilangan 0,65 didapat dari 65 dibagi 100 atau 65 100 Bilangan 0,123 didapat dari 123 dibagi 1000 atau 123 1000 Pecahan dapat diubah ke dalam bentuk desimal dengan cara mengubah penyebutnya kesepuluh, contohnya adalah sebagai berikut:
13 1 2 = 1 2 5 5 = 5 10 = 0,5 Jika penyebut tersebut sulit untuk diubah menjadi sepuluh, misalnya 3 8, maka dapat menggunakan cara dengan membagi pembilang dengan penyebut secara langsung, yaitu 3:8 = 0,375. a. Penjumlahan dan pengurangan pecahan desimal Dalam operasi penjumlahan dan pengurangan pecahan, harus diperhatikan nilai tempatnya (R.Soenarjo, 2008:152), contoh: 0,34 + 0,4 =... 0,34 0,4 + 0,74 Jadi, 0,34 + 0,4 = 0,74 0,8 0,5 =... 0,8 0,5-0,3 Jadi, 0,8 0,5 = 0,3 b. Mengubah desimal ke dalam bentuk persen Bilangan desimal diubah terlebih dahulu menjadi pecahan per sepuluh atau per seratus, contoh: 0,75 = 75 100 = 75% c. Mengubah persen ke dalam bentuk desimal Bilangan persen diubah menjadi per seratus dan untuk menjadikan bilangan desimal hanya tinggal menentukan angka di belakang koma, contoh: 50% = 50 100 = 0,5
14 2. Hasil Belajar Nana Sudjana (2009:3) mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono (2013:4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi belajar. Sedangkan dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar yang mencakup bidang kognitif, afektif, serta psikomotorik. Berdasarkan kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. 3. Model Pembelajaran Menurut Joyce dan Weil (dalam Yatim Riyanto, 2014:4), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran. Selain model pembelajaran, terdapat komponen-komponen lain dalam suatu pembelajaran. Komponen lain tersebut antara lain, strategi, metode dan pendekatan pembelajaran. Ketiga komponen tersebut memiliki kemiripan dengan
15 model pembelajaran. Seorang guru harus dapat membedakannya dengan ketiga komponen yang lain. Rusman (2012:136) mengemukakan enam ciri-ciri model pembelajaran, yang meliputi: 1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu 2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu 3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas 4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan urutan langkah-langkah pembelajaran, adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial dan sistem pendukung 5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran yang meliputi dampak pembelajaran dan dampak pengiring 6) Membuat persiapan mengajar dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya Sebelum menentukan model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan beberapa hal dalam memilih model. Menurut Rusman (2010:133), terdapat empat dasar pertimbangan pemilihan model yang meliputi: 1) Pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai 2) Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran 3) Pertimbangan dari sudut siswa 4) Pertimbangan lainnya yang bersifat non teknis Berdasarkan pendapat para ahli mengenai model pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran pada hakikatnya merupakan landasan praktik pembelajaran yang dirancang berdasarkan proses analisis yang diarahkan
16 pada implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat oprasional di depan kelas. Model pembelajaran menggambarkan keseluruhan urutan alur atau langkahlangkah yang pada umumnya diikuti oleh serangkaian kegiatan pembelajaran. Dalam model pembelajaran ditunjukkan secara jelas kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan oleh guru dan siswa, bagaimana urutan kegiatan-kegiatan tersebut, dan tugas-tugas khusus apa yang perlu dilakukan oleh siswa. Penerapan model pembelajaran memungkinkan guru dapat mencapai tujuan tertentu dan berorientasi pada jangka panjang. a. Model Problem Based Learning (PBL) Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) mulai pertama kali diterapkan di McMaster University School of Medicine Kanada pada tahun 1969 (Riyanto, 2014:84). Sejak saat itu, PBL mulai menyebar keseluruh dunia. Dalam pembelajaran berbasis masalah ini peserta didik dipandang sebagai pribadi yang utuh yang memiliki sejumlah pengetahuan sebagai bekal awal dalam pembelajaran. Menurut Suyatno (2009:58), model pembelajaran berdasarkan masalah adalah proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata. Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep-konsep penting. Menurut Sanjaya dalam Sumantri (2015:35) pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang
17 berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran yang artinya dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar keterampilan-keterampilan yang lebih mendasar. Para ahli mengemukakan bahwa model pendekatan berbasis masalah adalah suatu model untuk membentuk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar menghadapi masalah dengan latihan yang memberikan stimulus untuk belajar. b. Ciri-ciri Model PBL Menurut Sumantri (2015:36) dalam model pembelajaran berbasis masalah, mempunyai ciri-ciri utama yang terdapat dalam model tersebut, di antaranya adalah sebagai berikut: 1) Strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengar, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya. 2) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Model pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran. 3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahap-tahapan tertentu,
18 sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas. c. Keunggulan Model PBL Model pemecahan masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Model pembelajaran berbasis masalah ini membutuhkan aktivitas dalam mempelajari sesuatu. Aktivitas siswa akan muncul jika guru menjelaskan manfaat bahan pelajaran bagi siswa. Adapun keunggulan model Problem Based Learning menurut Hamdani (2011:84) adalah sebagai berikut: 1)Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran, 2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik, sehingga memberikan keleluasaan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik, 3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik, 4) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, 5) Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan barunya, dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang dilakukan, 6) Peserta didik mampu memecahkan masalah dengan suasana pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, 7) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka guna beradaptasi dengan pengetahuan baru, 8) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. d. Kelemahan Model PBL Selain memiliki keunggulan, model PBL juga memiliki beberapa kelemahan seperti yang dikemukakan oleh Hamdani (2011:86) diantaranya adalah sebagai berikut: a) Memerlukan waktu yang lama, yang artinya memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain b) Siswa yang pasif dan malas akan tertinggal c) Guru sukar sekali untuk mengorganisasikan bahan pelajaran
19 Kelemahan lain dari model PBL adalah ketika peserta didik tidak memiliki minat tinggi, atau tidak mempunyai kepercayaan diri bahwa dirinya mampu menyelesaikan masalah yang dipelajari, maka peserta didik cenderung enggan untuk mencoba karena takut salah. e. Sintaks Model PBL Proses PBL mereplikasi pendekatan sistematik yang sudah banyak digunakan dalam menyelesaikan masalah atau memenuhi tuntutan-tuntutan dalam dunia kehidupan. Ibrahim dan Nur (2000:13) dan Ismail (2002:1) mengemukakan bahwa langkah-langkah pembelajaran menggunakan model PBL adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Sintaks Model Problem Based Learning (PBL) Tahap Aktivitas Tahap 1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, Orientasi siswa pada masalah menjelaskan alat bahan yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau demonstrasi atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih. Tahap 2 Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. Tahap 3 Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan Membimbing penyelidikan individual eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan maupun kelompok pemecahan masalah. Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Tahap 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Guru membantu siswa dalam merencankan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
20 B. Penelitian Relevan Adapun penilitian sebelumnya yang mengangkat model Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut: No Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Citra Menggunakan 5 tahap Menggunakan 3 Ayuningrum (2015) dengan judul pembelajaran sesuai variabel Pengaruh Penggunaan Model Problem dengan langkahlangkah Based Learning Terhadap Keterampilan model PBL Intelektual Siswa Pada Mata Pelajaran PKN di Kelas IV SDN Margoyasan Yogyakarta. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Menggunakan 5 tahap Menggunakan subjek Abimanyu (2011) dengan judul pembelajaran sesuai kelas 5 SD Meningkatkan Hasil Belajar dengan langkahlangkah Matematika menggunakan Model model PBL Problem Based Learning kelas IV SD Negeri Salamrejo Blitar. 4) Kerangka Berpikir Pembelajaran matematika di SD merupakan pembelajaran dasar yang harus dilalui oleh setiap siswa. Agar mendapatkan hasil pembelajaran matematika yang maksimal, guru harus mampu memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat. Namun pada kenyataannya, saat ini guru belum menerapkan model pembelajaran yang inovatif dan menarik minat belajar siswa pada pembelajaran matematika. Dalam permasalahan ini, peneliti menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning pada proses pembelajaran di kelas IV SD Negeri 01 Punten Batu pada mata pelajaran matematika materi pecahan. Model ini dianggap tepat karena sesuai dengan materi pecahan yang memerlukan kemampuan berpikir dalam pemecahan masalah. Guru dalam melaksanakan model pembelajaran ini bertugas untuk mengendalikan jalannya proses pembelajaran.
21 Dengan diterapkannya model Problem Based Learning ini dalam pembelajaran matematika kelas IV SD Negeri 01 Punten Batu materi pecahan, pembelajaran akan menjadi lebih hidup dan bermakna. Minat, aktifitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat. Secara visual, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan skema berikut ini. Kondisi Awal Siswa sulit membayangkan seberapa besar bilangan pecahan karena guru kurang memberikan kesempatan kepada siswa menjadi kritis dan guru kurang memberikan waktu kepada siswa untuk memberikan gagasan, sehingga membuat hasil belajar siswa rendah. Tindakan Kondisi Akhir Melakukan PTK dengan menggunakan model Problem Based Learning a. Orientasi b. Mengorganisasi c. Mengembangkan dan menyajikan d. Mengembangkan e. Menganalisis dan mengevaluasi Setelah diterapkan model PBL hasil belajar siswa meningkat. Siklus I penerapan model Problem Based Learning Siklus Berikutnya Gambar 2.1 Kerangka berpikir