BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

KEPALA DESA MIAU MERAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DESA MIAU MERAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan oleh masyarakat. Sedangkan proses untuk mencapai tujuan itu. dinyatakan dalam berbagai strategi pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

- 1 - MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMONGAN,

BUPATI FLORES TIMUR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 18 ayat (2) menegaskan bahwa Pemerintah daerah mengatur dan mengurus

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertimbangan yang mendasari terbitnya Undang-Undang Nomor 23

2014 PERAN KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DESA UNTUK MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA

Strategi Pengembangan Sekolah Efektif untuk Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

KEPALA DESA KEHIDUPAN BARU KABUPATEN BATANG HARI PERATURAN DESA KEHIDUPAN BARU NOMOR : 05 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

KEPALA DESA RARANG SELATAN KECAMATAN TERARA KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DESA RARANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN. (Lembaran Resmi Kabupaten Sleman) Nomor: 2 Tahun 2014 Seri E BUPATI SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban dari pemerintah pusat ke pemerintahan daerah menjadikan setiap

BAB I PENDAHULUAN. RPJPD Kabupaten Lamandau I - 1

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DESA

BAB I. PENDAHULUAN. Halaman 1

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KABUPATEN SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional merupakan pembangunan manusia seutuhnya dan

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 58 Tahun 2010 TENTANG PROGRAM DESA MANDIRI DALAM PERWUJUDAN DESA PERADABAN DI JAWA BARAT

PERATURAN DESA KALIJAGA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN KARIMUN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang positif, tercapainya pelaksanaan infrastruktur,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses perencanaan pembangunan yang bersifat top-down sering dipandang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPALA DESA GADUNG KECAMATAN TOBOALI KABUPATEN BANGKA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN PENINGKATAN KAPASITAS PEMERINTAHAN DESA

BUPATI MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Palembang Tahun BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

Drs MOHAMAD IrFAN, M.Si. Bpm aeh. Hermes Hotel, 4 Oktober 2016

NASKAH RENCANA KERJA PEMERINTAH DESA ( RKP DESA ) TAHUN ANGGARAN 2016

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN KELURAHAN DAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KOTA MATARAM TAHUN 2016

PENINGKATAN EFEKTIVITAS SEKOLAH

Rencana Strategis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

RENCANA STRATEGIS BAPPEDA KOTA BEKASI TAHUN (PERUBAHAN II)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

- 1 - BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. bottom-up learning.

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan kerangka dasar otonomi daerah yang salah satunya mengamanatkan dilaksanakannya perencanaan pembangunan dari bawah secara partisipatif. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Otonomi daerah dilakukan dengan pendekatan bottom up dimana perencanaan pembangunan dimulai dari wilayah administrasi terkecil dalam suatu daerah yaitu desa. Dalam perkembangan otonomi daerah, pemerintah pusat semakin memperhatikan dan menekankan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi pemerintahan desa. Hal ini ditegaskan dengan disahkannya peraturan pemerintah yang baru melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dimana saat ini Desa merupakan sebuah sistem pemerintahan di dalam sistem pemerintahan Indonesia. Artinya setiap desa memiliki wewenang yang meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asalusul dan adat istiadat desa. Selanjutnya dalam pelaksanaannya kewenangan desa tersebut diatur dalam peraturan desa. Kabupaten Malinau merupakan salah satu daerah hasil pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan berdasarkan Undang-undang No 47 tahun 1999, dan oleh karena itu sejak tahun 1999 Kabupaten Malinau menjadi daerah otonom dan terus aktif melakukan pembangunan agar dapat sejajar dengan daerahdaerah lain. Hingga Saat ini Kabupaten Malinau terdiri dari 15 kecamatan dan 109 desa, dengan 5 kecamatan berada di wilayah perbatasan Republik Indonesia dengan Malaysia. Sebagian besar penduduk Kabupaten Malinau 1

tinggal di desa dan hidup dalam keterisolasian serta kurang berkembang, oleh sebab itu membangun dari desa merupakan strategi menuju masyarakat Kabupaten Malinau yang maju dan sejahtera. Dalam menciptakan masyarakat desa yang maju dan sejahtera pemerintah Kabupaten Malinau menemukan inovasi dalam memberdayakan masyarakat desa yaitu melalui Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun). GERDEMA merupakan paradigma baru dalam pembangunan Kabupaten Malinau yang bertumpu pada kekuatan rakyat, yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan mengedepankan desa sebagai pelaku pembangunan. Pada awal terbentuknya Kabupaten Malinau ditahun 1999 konsep pembangunan ini yaitu Gerbang Dema (Gerakan Desa Mandiri) lalu pada tahun 2011 disempurnakan pada masa kepemimpinan periode ketiga menjadi GERDEMA (Gerakan Desa Membangun). Program GERDEMA merupakan strategi yang diusung oleh Bupati Kabupaten Malinau periode 2011-2016 dalam mensukseskan visi dan misi Kabupaten Malinau yakni Berubah Maju Sejahtera. GERDEMA merupakan suatu inovasi baru dalam menegaskan bahwa penyelelengaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan lebih bertumpu pada inisiatif dan partisipasi masyarakat desa dengan mengutamakan 4 (empat) pilar utama pembangunan Kabupaten Malinau yakni Infrastruktur, Ekonomi Kerakyatan, Sumber Daya Manusia dan Aparatur Pemerintahan. Dalam kerangka GERDEMA, pemerintah desa memiliki kebebasan dan kemandirian untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi penyelenggaraan pembangunan dengan dukungan sumber pendanaan tertentu dalam upaya mensejahterakan masyarakat desa dan mendongkrak kemajuan desa. Dalam pelaksanaan program GERDEMA setiap desa di Kabupaten Malinau diberi dana sebesar Rp, 1,2 Milyar per tahun yang bersumber dari APBD Kabupaten Malinau, dana tersebut selanjutnya digunakan sebagai biaya 2

penyelenggaraan pembangunan desa yang telah dirumuskan dan disepakati dalam dokumen rencana kegiatan pertahun desa (RKPdes) yang merupakan jabaran kegiatan yang telah disusun dalam rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMdes) selama lima tahun kedepan. Sejalan dengan amanat otonomi daerah yang mengedepankan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pemerataan pembangunan dimulai dari unit adminitrasi terkecil didaerah yakni desa, konsep Program GERDEMA merupakan akselerasi dari amanat tersebut, Program GERDEMA mengedepankan desa sebagai pelaku pembangunan karena masyarakat sebagian besar berada di desa. Hal menarik yang dapat diambil dari kata akselerasi adalah saat dirumuskannya Program GERDEMA yang lebih dahulu diterapkan di Kabupaten Malinau pada tahun 2011 sedangkan aturan mengenai desa baru disahkan pada tahun 2014 melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Artinya masyarakat desa di Kabupaten Malinau lebih cepat 3 (tiga) tahun dalam menerapkan kebijakan kewenangan desa dalam mengatur pembangunan. Paradigma pembangunan dalam upaya pemerintah daerah memajukan Kabupaten Malinau melalui program pembangunan GERDEMA (Gerakan Desa Membangun) telah memasuki tahun ketiga, program ini menjadi salah satu dari 25 kabupaten/kota yang masuk dalam nominasi peraih Innovative Government Award (IGA) dari Kemendagri. Pemerintah Kabupaten Malinau masuk dalam kategori inovasi pemberdayaan masyarakat, hal ini menunjukan bahwa program GERDEMA bukan hanya slogan, visi dan misi yang diberikan oleh seorang Bupati, tetapi konsistensi dan efektifitas program dapat dibuktikan keberhasilannya dalam memberdayakan masyarakat. Keberhasilan Program GERDEMA tentu saja sangat bergantung pada partisipasi masyarakat, dengan masyarakat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program membuktikan bahwa masyarakat bukan lagi sebagai objek pembangunan namun menjadi subjek pembangunan. 3

1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Perencanaan dengan menggunakan pendekatan partisipatif pada dasarnya akan lebih menjamin penerimaan (acceptability) dari pihak-pihak yang berkepentingan daripada menggunakan pendekatan lainnya. Perencanaan partisipatif merupakan proses yang paling kompleks dengan biaya transaksi (transaction cost) di dalam proses pengambilan keputusannya relatif tinggi. Dalam praktiknya perencanaan partisipatif dapat berlangsung lama dan kompleks karena melibatkan pihak yang sangat luas dengan interest yang sangat berbeda. Namun, secara teoritik biaya dan pengorbanan yang tinggi dalam proses ini akan terbayar dari rendahnya biaya pelaksanaan dan pengendaliannya. Terdapatnya kesamaan pemahaman visi dan rencana pelaksanaan, serta sistem pengendalian sebagai hasil keputusan bersama antar stakeholder akan lebih menjamin kemudahan-kemudahan di dalam pelaksanaan dan pengendalian. Hal ini karena adanya rasa memiliki dan tanggung jawab bersama dari keputusan-keputusan perencanaan yang disepakati di dalam proses partisipatif. Salah satu pertanyaan yang muncul dalam penerapan perencanaan partisipatif adalah bagaimana kemampuan masyarakat untuk melaksanakannya, sebab praktik perencanaan partisipatif tanpa didukung oleh kemampuan masyarakat untuk terlibat aktif didalamnya dapat mengakibatkan in-efisiensi, yang pada akhirnya akan menghambat proses perencanaan secara keseluruhan. Menurut Sumarto (2003), ada tiga hambatan utama dalam penerapan partisipasi masyarakat, yaitu: a. Hambatan struktural yang membuat iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi. Di antaranya adalah kurangnya kesadaran berbagai pihak akan pentingnya partisipasi serta kebijakan atau aturan yang kurang mendukung partisipasi termasuk kebijakan desentralisasi fiskal. 4

b. Hambatan internal masyarakat sendiri, diantaranya kurang intensif, tidak terorganisir, dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif dalam proses pengambilan keputusan. c. Hambatan akibat kurang terkuasainya metode dan teknik-teknik partisipasi. Menilik penjelasan mengenai hambatan penerapan partisipasi masyarakat diatas khususnya hambatan internal, bahwa masyarakat desa tentunya belum memiliki kapasitas yang memadai dalam merancanakan, namun masyarakat lebih mengerti apa yang mereka butuhkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diambil 2 (dua) desa yang memiliki karakteristik yang berbeda yaitu Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang, perbedaan mendasar dikedua desa tersebut yakni dari segi sosial kependudukannya dimana Desa Malinau Hilir merupakan desa yang terbentuk dari kebijakan Transmigrasi oleh karena itu penduduk desa didominasi oleh etnis non-lokal yaitu Jawa dan memiliki SDM yang cukup baik, sedangkan Desa Sempayang berpenduduk etnis lokal (dayak) dan memiliki kualitas SDM yang lebih rendah. Berdasarkan dengan latar belakang serta perumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka didapati pertanyaan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana proses perencanaan kegiatan pembangunan di Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang dalam program GERDEMA? (2) Permasalahan-permasalahan apa yang terjadi pada proses perencanaan dikedua desa tersebut? (3) Apa penyebab permasalahan-permasahan dalam proses perencanaan tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian berjudul Proses Perencanaan Pembangunan Desa melalui Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun) di Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang Kabupaten Malinau ini bertujuan: 1. Mendeskripsikan bagaimana proses perencanaan perumusan kegiatan pembangunan dalam Program GERDEMA. 5

2. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada saat proses perencanaan dalam Program GERDEMA. 3. Mengidentifikasi faktor penyebab timbulnya permasalahan. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sebagai bahan informasi mengenai penerapan Program GERDEMA di Kabupaten Malinau b. Sebagai bahan evaluasi pemerintah Kabupaten Malinau terhadap implementasi Program GERDEMA kedepannya c. Menjadi bahan informasi ilmiah dan tambahan literatur dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang Program Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan bagi studi Perencanaan Wilayah dan Kota untuk pengembangan program studi. 1.5 Batasan Penelitian a. Fokus penelitian : Proses perencanaan partisipatif dalam Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun) di Kabupaten Malinau b. Lokus penelitian : Desa Sempayang, Kecamatan Malinau Barat dan Desa Malinau Hilir, Kecamatan Malinau Kota, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. 1.6 Keaslian Penelitian Judul penelitian ini adalah Proses Perencanaan Pembangunan Desa melalui Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun) di Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang Kabupaten Malinau. Judul penelitian ini belum pernah ada yang meniliti sebelumnya, sehingga penilitian ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian naskah skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun judul-judul yang terkait dengan fokus proses perencanaan partisipatif dalam Program GERDEMA di Kabupaten Malinau dan lokus penelitian antara lain: 6

1. Proses Perencanaan Partisipatif Dalam Rehabilitasi dan Rekontruksi Permukiman Pasca Bencana Merapi 2010. Penelitian ini disusun oleh Maria Antonia Radji Sili mahasiswi Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) Universitas Gadjah Mada Tahun 2014 dan berlokus di Desa Wukirsari dan Desa Cendi Binangun, Kabupaten Sleman. Penelitian Tesis ini menggunakan metode Studi Kasus dengan pendekatan kualitatif, dimana hasil penelitian ini mendeskripsikan proses perencanaan secara partisipatif oleh masyarakat desa dalam rehabilitasi dan rekontruksi permukiman pasca bencana merapi tahun 2010, proses dimulai dengan tahap sosialisasi program, rembug besar, sosialisasi tingkat basis, penyusunan dokumen RPP ( Rencana Penataan Permukiman) sebagai dasar pembuatan site plan, pelatihan pertukangan untuk bapak-bapak serta pelatihan pembukuan untuk ibu-ibu dan terakhir yaitu tahap implementasi yaitu tahap pembangunan Huntap (Hunian Tetap). Dari beberapa tahapan tersebut disimpulkan adanya perbedaan fokus disetiap tahap perencanaan yang disebabkan oleh tingkat keparahan desa yang terkena dampak bencana merapi. Kemudian dalam setiap tahapan proses perencanaan dapat terfasilitasi dengan baik oleh pihak pendamping yaitu pihak REKOMPAK. 2. Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Prasarana Lingkungan Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Penelitian ini disusun oleh Sutami mahasiswi Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Dipenogoro Tahun 2009, penelitian ini berlokus di Kelurahan Marunda, Kabupaten Jakarta Utara. Pada penelitian Tesis ini menggunakan metode Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif. Penelitian ini bertujuan mengkaji partisipasi masyarakat dalam pembangunan prasarana lingkungan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), dengan metode analisis deskriptif kualitatif untuk menganalisis bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat pada pembangunan prasarana lingkungan, dan metode analisis kuantitatif, untuk menganalisis pengaruh hubungan sosial ekonomi 7

masyarakat dengan bentuk partisipasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya antusiasme keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan prasarana lingkungan dalam berbagai bentuk. Keikutsertaan responden pada setiap tahapan pembangunan prasarana lingkungan menunjukkan bahwa responden sudah melakukan kerjasama yang baik dengan pemerintah sebagai penggagas adanya program PPMK. Indikasi adanya kerjasama ini, menunjukkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat telah berada pada tingkat kemitraan (partnership), sedang keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Marunda Jakarta Utara berada pada tingkat therapy. 3. Tingkat Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Perencanaan Dalam Program Neighbourhood Development Penelitian ini disusun oleh Kurnia Ibnu Azhari mahasiswa jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2011. Penelitian tugas akhir ini berlokus di desa Jendi Kabupaten Wonogiri dan menggunakan metode penelitian Deskriptif Kuantitatif dan Kualitatif. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penerapan Program Neighbourhood Development di desa Jendi dimulai dengan mendeskripsikan proses perencanaannya, mengidentifikasi kesesuaian pelaksanaan program dilapangan dengan pedoman pelaksanaan program Neighbourhood Development dan mengukur tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan program. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan Proses perencanaan partisipasi masyarakat di Desa Jendi terbagi dalam 3 tahap : (1) persiapan perencanaan partisipatif (sosialisasi); (2) perencanaan lingkungan makro; (3) perencanaan lingkungan mikro. Adanya kegiatan lomba-lomba dalam penjaringan aspirasi masyarakat pada kegiatan sosialisasi memberikan pengaruh pada banyaknya jumlah masyarakat yang berpartisipasi di dalamnya. Peran tim perencanaan Desa Jendi cukup baik dalam mengakomodir ke empat tataran (ide, pengambilan keputusan, 8

implementasi, evaluasi) dalam kegiatan-kegiatan pada tahap perencanaan partisipastif di Desa Jendi. Selanjutnya dalam tahapan persiapan proses perencanaan partisipatif telah 100% sesuai dengan pedoman program Neighbourhood Development di desa Jendi. Sedangkan pada tahap perencanaan lingkungan makro, dari 8 (delapan) kegiatan yang tercantum dalam pedoman pelaksanaan 50% telah sesuai dengan pedoman program, adapun faktor yang mempengaruhi kesesuaian adalah adanya penyesuaian jenis kegiatan dengan kondisi masyarakat di desa Jendi, dan adanya kesesuaian waktu kegiatan dengan kepentingan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya pada tahap perencanaan lingkungan mikro dari 6 (enam) kegiatan di lapangan, 83,33% telah sesuai dengan pedoman pelaksanaan. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah adanya keterlibatan partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana tata bangunan lingkunga kawasan prioritas, dan adanya ketergantungan masyarakat dengan tenaga ahli perencana desa. 9