BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah merupakan kerangka dasar otonomi daerah yang salah satunya mengamanatkan dilaksanakannya perencanaan pembangunan dari bawah secara partisipatif. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Otonomi daerah dilakukan dengan pendekatan bottom up dimana perencanaan pembangunan dimulai dari wilayah administrasi terkecil dalam suatu daerah yaitu desa. Dalam perkembangan otonomi daerah, pemerintah pusat semakin memperhatikan dan menekankan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi pemerintahan desa. Hal ini ditegaskan dengan disahkannya peraturan pemerintah yang baru melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dimana saat ini Desa merupakan sebuah sistem pemerintahan di dalam sistem pemerintahan Indonesia. Artinya setiap desa memiliki wewenang yang meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asalusul dan adat istiadat desa. Selanjutnya dalam pelaksanaannya kewenangan desa tersebut diatur dalam peraturan desa. Kabupaten Malinau merupakan salah satu daerah hasil pemekaran wilayah Kabupaten Bulungan berdasarkan Undang-undang No 47 tahun 1999, dan oleh karena itu sejak tahun 1999 Kabupaten Malinau menjadi daerah otonom dan terus aktif melakukan pembangunan agar dapat sejajar dengan daerahdaerah lain. Hingga Saat ini Kabupaten Malinau terdiri dari 15 kecamatan dan 109 desa, dengan 5 kecamatan berada di wilayah perbatasan Republik Indonesia dengan Malaysia. Sebagian besar penduduk Kabupaten Malinau 1
tinggal di desa dan hidup dalam keterisolasian serta kurang berkembang, oleh sebab itu membangun dari desa merupakan strategi menuju masyarakat Kabupaten Malinau yang maju dan sejahtera. Dalam menciptakan masyarakat desa yang maju dan sejahtera pemerintah Kabupaten Malinau menemukan inovasi dalam memberdayakan masyarakat desa yaitu melalui Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun). GERDEMA merupakan paradigma baru dalam pembangunan Kabupaten Malinau yang bertumpu pada kekuatan rakyat, yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dengan mengedepankan desa sebagai pelaku pembangunan. Pada awal terbentuknya Kabupaten Malinau ditahun 1999 konsep pembangunan ini yaitu Gerbang Dema (Gerakan Desa Mandiri) lalu pada tahun 2011 disempurnakan pada masa kepemimpinan periode ketiga menjadi GERDEMA (Gerakan Desa Membangun). Program GERDEMA merupakan strategi yang diusung oleh Bupati Kabupaten Malinau periode 2011-2016 dalam mensukseskan visi dan misi Kabupaten Malinau yakni Berubah Maju Sejahtera. GERDEMA merupakan suatu inovasi baru dalam menegaskan bahwa penyelelengaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan lebih bertumpu pada inisiatif dan partisipasi masyarakat desa dengan mengutamakan 4 (empat) pilar utama pembangunan Kabupaten Malinau yakni Infrastruktur, Ekonomi Kerakyatan, Sumber Daya Manusia dan Aparatur Pemerintahan. Dalam kerangka GERDEMA, pemerintah desa memiliki kebebasan dan kemandirian untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi penyelenggaraan pembangunan dengan dukungan sumber pendanaan tertentu dalam upaya mensejahterakan masyarakat desa dan mendongkrak kemajuan desa. Dalam pelaksanaan program GERDEMA setiap desa di Kabupaten Malinau diberi dana sebesar Rp, 1,2 Milyar per tahun yang bersumber dari APBD Kabupaten Malinau, dana tersebut selanjutnya digunakan sebagai biaya 2
penyelenggaraan pembangunan desa yang telah dirumuskan dan disepakati dalam dokumen rencana kegiatan pertahun desa (RKPdes) yang merupakan jabaran kegiatan yang telah disusun dalam rencana pembangunan jangka menengah desa (RPJMdes) selama lima tahun kedepan. Sejalan dengan amanat otonomi daerah yang mengedepankan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pemerataan pembangunan dimulai dari unit adminitrasi terkecil didaerah yakni desa, konsep Program GERDEMA merupakan akselerasi dari amanat tersebut, Program GERDEMA mengedepankan desa sebagai pelaku pembangunan karena masyarakat sebagian besar berada di desa. Hal menarik yang dapat diambil dari kata akselerasi adalah saat dirumuskannya Program GERDEMA yang lebih dahulu diterapkan di Kabupaten Malinau pada tahun 2011 sedangkan aturan mengenai desa baru disahkan pada tahun 2014 melalui Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Artinya masyarakat desa di Kabupaten Malinau lebih cepat 3 (tiga) tahun dalam menerapkan kebijakan kewenangan desa dalam mengatur pembangunan. Paradigma pembangunan dalam upaya pemerintah daerah memajukan Kabupaten Malinau melalui program pembangunan GERDEMA (Gerakan Desa Membangun) telah memasuki tahun ketiga, program ini menjadi salah satu dari 25 kabupaten/kota yang masuk dalam nominasi peraih Innovative Government Award (IGA) dari Kemendagri. Pemerintah Kabupaten Malinau masuk dalam kategori inovasi pemberdayaan masyarakat, hal ini menunjukan bahwa program GERDEMA bukan hanya slogan, visi dan misi yang diberikan oleh seorang Bupati, tetapi konsistensi dan efektifitas program dapat dibuktikan keberhasilannya dalam memberdayakan masyarakat. Keberhasilan Program GERDEMA tentu saja sangat bergantung pada partisipasi masyarakat, dengan masyarakat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program membuktikan bahwa masyarakat bukan lagi sebagai objek pembangunan namun menjadi subjek pembangunan. 3
1.2 Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Perencanaan dengan menggunakan pendekatan partisipatif pada dasarnya akan lebih menjamin penerimaan (acceptability) dari pihak-pihak yang berkepentingan daripada menggunakan pendekatan lainnya. Perencanaan partisipatif merupakan proses yang paling kompleks dengan biaya transaksi (transaction cost) di dalam proses pengambilan keputusannya relatif tinggi. Dalam praktiknya perencanaan partisipatif dapat berlangsung lama dan kompleks karena melibatkan pihak yang sangat luas dengan interest yang sangat berbeda. Namun, secara teoritik biaya dan pengorbanan yang tinggi dalam proses ini akan terbayar dari rendahnya biaya pelaksanaan dan pengendaliannya. Terdapatnya kesamaan pemahaman visi dan rencana pelaksanaan, serta sistem pengendalian sebagai hasil keputusan bersama antar stakeholder akan lebih menjamin kemudahan-kemudahan di dalam pelaksanaan dan pengendalian. Hal ini karena adanya rasa memiliki dan tanggung jawab bersama dari keputusan-keputusan perencanaan yang disepakati di dalam proses partisipatif. Salah satu pertanyaan yang muncul dalam penerapan perencanaan partisipatif adalah bagaimana kemampuan masyarakat untuk melaksanakannya, sebab praktik perencanaan partisipatif tanpa didukung oleh kemampuan masyarakat untuk terlibat aktif didalamnya dapat mengakibatkan in-efisiensi, yang pada akhirnya akan menghambat proses perencanaan secara keseluruhan. Menurut Sumarto (2003), ada tiga hambatan utama dalam penerapan partisipasi masyarakat, yaitu: a. Hambatan struktural yang membuat iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi. Di antaranya adalah kurangnya kesadaran berbagai pihak akan pentingnya partisipasi serta kebijakan atau aturan yang kurang mendukung partisipasi termasuk kebijakan desentralisasi fiskal. 4
b. Hambatan internal masyarakat sendiri, diantaranya kurang intensif, tidak terorganisir, dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif dalam proses pengambilan keputusan. c. Hambatan akibat kurang terkuasainya metode dan teknik-teknik partisipasi. Menilik penjelasan mengenai hambatan penerapan partisipasi masyarakat diatas khususnya hambatan internal, bahwa masyarakat desa tentunya belum memiliki kapasitas yang memadai dalam merancanakan, namun masyarakat lebih mengerti apa yang mereka butuhkan. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diambil 2 (dua) desa yang memiliki karakteristik yang berbeda yaitu Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang, perbedaan mendasar dikedua desa tersebut yakni dari segi sosial kependudukannya dimana Desa Malinau Hilir merupakan desa yang terbentuk dari kebijakan Transmigrasi oleh karena itu penduduk desa didominasi oleh etnis non-lokal yaitu Jawa dan memiliki SDM yang cukup baik, sedangkan Desa Sempayang berpenduduk etnis lokal (dayak) dan memiliki kualitas SDM yang lebih rendah. Berdasarkan dengan latar belakang serta perumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka didapati pertanyaan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana proses perencanaan kegiatan pembangunan di Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang dalam program GERDEMA? (2) Permasalahan-permasalahan apa yang terjadi pada proses perencanaan dikedua desa tersebut? (3) Apa penyebab permasalahan-permasahan dalam proses perencanaan tersebut? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian berjudul Proses Perencanaan Pembangunan Desa melalui Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun) di Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang Kabupaten Malinau ini bertujuan: 1. Mendeskripsikan bagaimana proses perencanaan perumusan kegiatan pembangunan dalam Program GERDEMA. 5
2. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi pada saat proses perencanaan dalam Program GERDEMA. 3. Mengidentifikasi faktor penyebab timbulnya permasalahan. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sebagai bahan informasi mengenai penerapan Program GERDEMA di Kabupaten Malinau b. Sebagai bahan evaluasi pemerintah Kabupaten Malinau terhadap implementasi Program GERDEMA kedepannya c. Menjadi bahan informasi ilmiah dan tambahan literatur dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang Program Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan bagi studi Perencanaan Wilayah dan Kota untuk pengembangan program studi. 1.5 Batasan Penelitian a. Fokus penelitian : Proses perencanaan partisipatif dalam Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun) di Kabupaten Malinau b. Lokus penelitian : Desa Sempayang, Kecamatan Malinau Barat dan Desa Malinau Hilir, Kecamatan Malinau Kota, Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. 1.6 Keaslian Penelitian Judul penelitian ini adalah Proses Perencanaan Pembangunan Desa melalui Program GERDEMA (Gerakan Desa Membangun) di Desa Malinau Hilir dan Desa Sempayang Kabupaten Malinau. Judul penelitian ini belum pernah ada yang meniliti sebelumnya, sehingga penilitian ini asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian naskah skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun judul-judul yang terkait dengan fokus proses perencanaan partisipatif dalam Program GERDEMA di Kabupaten Malinau dan lokus penelitian antara lain: 6
1. Proses Perencanaan Partisipatif Dalam Rehabilitasi dan Rekontruksi Permukiman Pasca Bencana Merapi 2010. Penelitian ini disusun oleh Maria Antonia Radji Sili mahasiswi Program Studi Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) Universitas Gadjah Mada Tahun 2014 dan berlokus di Desa Wukirsari dan Desa Cendi Binangun, Kabupaten Sleman. Penelitian Tesis ini menggunakan metode Studi Kasus dengan pendekatan kualitatif, dimana hasil penelitian ini mendeskripsikan proses perencanaan secara partisipatif oleh masyarakat desa dalam rehabilitasi dan rekontruksi permukiman pasca bencana merapi tahun 2010, proses dimulai dengan tahap sosialisasi program, rembug besar, sosialisasi tingkat basis, penyusunan dokumen RPP ( Rencana Penataan Permukiman) sebagai dasar pembuatan site plan, pelatihan pertukangan untuk bapak-bapak serta pelatihan pembukuan untuk ibu-ibu dan terakhir yaitu tahap implementasi yaitu tahap pembangunan Huntap (Hunian Tetap). Dari beberapa tahapan tersebut disimpulkan adanya perbedaan fokus disetiap tahap perencanaan yang disebabkan oleh tingkat keparahan desa yang terkena dampak bencana merapi. Kemudian dalam setiap tahapan proses perencanaan dapat terfasilitasi dengan baik oleh pihak pendamping yaitu pihak REKOMPAK. 2. Partisipasi Masyarakat Pada Pembangunan Prasarana Lingkungan Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Penelitian ini disusun oleh Sutami mahasiswi Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Dipenogoro Tahun 2009, penelitian ini berlokus di Kelurahan Marunda, Kabupaten Jakarta Utara. Pada penelitian Tesis ini menggunakan metode Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif. Penelitian ini bertujuan mengkaji partisipasi masyarakat dalam pembangunan prasarana lingkungan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK), dengan metode analisis deskriptif kualitatif untuk menganalisis bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat pada pembangunan prasarana lingkungan, dan metode analisis kuantitatif, untuk menganalisis pengaruh hubungan sosial ekonomi 7
masyarakat dengan bentuk partisipasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya antusiasme keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan prasarana lingkungan dalam berbagai bentuk. Keikutsertaan responden pada setiap tahapan pembangunan prasarana lingkungan menunjukkan bahwa responden sudah melakukan kerjasama yang baik dengan pemerintah sebagai penggagas adanya program PPMK. Indikasi adanya kerjasama ini, menunjukkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat telah berada pada tingkat kemitraan (partnership), sedang keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Marunda Jakarta Utara berada pada tingkat therapy. 3. Tingkat Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Perencanaan Dalam Program Neighbourhood Development Penelitian ini disusun oleh Kurnia Ibnu Azhari mahasiswa jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sebelas Maret Surakarta tahun 2011. Penelitian tugas akhir ini berlokus di desa Jendi Kabupaten Wonogiri dan menggunakan metode penelitian Deskriptif Kuantitatif dan Kualitatif. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penerapan Program Neighbourhood Development di desa Jendi dimulai dengan mendeskripsikan proses perencanaannya, mengidentifikasi kesesuaian pelaksanaan program dilapangan dengan pedoman pelaksanaan program Neighbourhood Development dan mengukur tingkat partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan program. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan Proses perencanaan partisipasi masyarakat di Desa Jendi terbagi dalam 3 tahap : (1) persiapan perencanaan partisipatif (sosialisasi); (2) perencanaan lingkungan makro; (3) perencanaan lingkungan mikro. Adanya kegiatan lomba-lomba dalam penjaringan aspirasi masyarakat pada kegiatan sosialisasi memberikan pengaruh pada banyaknya jumlah masyarakat yang berpartisipasi di dalamnya. Peran tim perencanaan Desa Jendi cukup baik dalam mengakomodir ke empat tataran (ide, pengambilan keputusan, 8
implementasi, evaluasi) dalam kegiatan-kegiatan pada tahap perencanaan partisipastif di Desa Jendi. Selanjutnya dalam tahapan persiapan proses perencanaan partisipatif telah 100% sesuai dengan pedoman program Neighbourhood Development di desa Jendi. Sedangkan pada tahap perencanaan lingkungan makro, dari 8 (delapan) kegiatan yang tercantum dalam pedoman pelaksanaan 50% telah sesuai dengan pedoman program, adapun faktor yang mempengaruhi kesesuaian adalah adanya penyesuaian jenis kegiatan dengan kondisi masyarakat di desa Jendi, dan adanya kesesuaian waktu kegiatan dengan kepentingan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya pada tahap perencanaan lingkungan mikro dari 6 (enam) kegiatan di lapangan, 83,33% telah sesuai dengan pedoman pelaksanaan. Adapun faktor yang mempengaruhi adalah adanya keterlibatan partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana tata bangunan lingkunga kawasan prioritas, dan adanya ketergantungan masyarakat dengan tenaga ahli perencana desa. 9