BAB V. Penutup. A. Kesimpulan. 1. Berdasarkan analisa data lapangan dalam penelitian disimpulkan bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. transportasi pribadi bagi kehidupan sehari-hari mereka. Transportasi

BAB VI PENUTUP. terkait langsung dengan sistem transportasi. Evaluasi dari manajemen sangat

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Letak secara geografis Kabupaten Sleman yang sangat strategis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan angkutan barang wajib memiliki izin, sesuai yang telah

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

Oleh Candra Sumaryadi NIM Kelompok D. Untuk memenuhi syarat nilai dari mata kuliah Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah kendaraan juga berbanding lurus dengan meningkatnya

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kecelakaan angkutan jalan pertahun ( darat)

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBERIAN SURAT IZIN KERJA (SIK) DI TERMINAL BUS KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU. Nomor 10 Tahun 2003 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 45 TAHUN 2003 TENTANG

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas tinggi dalam menjalankan segala kegiatan. Namun, perkembangan

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Pratiwi Andiningsari, FKM UI,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

DESIGN PENETAPAN TARIF BUS PATAS AC PO. LANGEN MULYO JURUSAN SURAKARTA YOGYAKARTA

DAFTAR ISI. Abstrak... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar...

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK.2257/AJ.003/DRJD/2006. Tentang

BAB I PENDAHULUAN. transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. terjadi di Indonesia pada tahun 2012 terjadi kasus kecelakaan, pada tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transportasi yang menghubungkan kota Magelang dengan sebagian wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

DESAIN PENETAPAN TARIF BUS PATAS AC JURUSAN SURAKARTA JOGJAKARTA (Studi Kasus P.O. Suharno)

ANALISIS KINERJA DAN PENETAPAN TARIF BERDASARKAN BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN (Study Kasus Bus Po. Aneka Jaya Jurusan Pacitan-Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan, perawatan, perbaikan kendaraan-kendaraan dinas angkutan

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I PENDAHULUAN

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Transportasi merupakan suatu kegiatan pemindahan barang (muatan) dan

BAB I PENDAHULUAN. atau melakukan aktivitas, dan mengirim barang ke tempat lain yang membutuhkan

Anggri Apriyawan NIM : D NIRM :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Mengemudi adalah kegiatan menguasai dan mengendalikan kendaraan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR :SK.967/AJ.202/DRJD/2007 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tempat lainnya dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang dari satu tempat ke tempat lain secara fisik dalam waktu yang tertentu

TRANSPORTASI. Gambar 6.1. Jumlah Angkutan Penumpang Umum yang Terdaftar Dalam Trayek/Operasi Di Kabupaten Boven Digoel, Tahun

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. yakni perbandingan terhadap satuan mobil penumpang. Penjelasan tentang jenis. termasuk di dalamnya jeep, sedan dan lain-lain.

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 58 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN BANTUL

Ibnu Sholichin Mahasiswa Pasca Sarjana Manajemen Rekayasa Transportasi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

LIKA-LIKU PERUBAHAN REGULASI TRANSPORTASI ONLINE DI INDONESIA Oleh: Deasy Kamila, S.H. Diterima : 16 April 2018; disetujui 23 April 2018

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup manusia. Jika pada zaman dahulu manusia lebih terbiasa

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG FORUM LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Klasifikasi kendaraan bermotor dalam data didasarkan menurut Peraturan Bina Marga,

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

KEMUNGKINAN PENERAPAN SISTEM BUY THE SERVICE PADA ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: TRI WURI ANGGOROWATI L2D

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM BIDANG ANGKUTAN DARAT

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

I-1 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

BAB I PENDAHULAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYESUAIAN JARINGAN TRAYEK DALAM WILAYAH KOTA KABUPATEN JEMBER

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

Oleh : Drs. GEMILANG TARIGAN, M.B.A. Ketua Umum DPP APTRINDO. Jakarta, 21 Desember 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem setoran pada angkutan umum transportasi massa seperti

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN IZIN TRAYEK

BAB I. Pendahuluan. berhubungan dengan kegiatan-kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi.

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN TRANSPORTASI JANGKA PENDEK

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan

ANALISIS KECELAKAAN LALU LINTAS JALAN TOL KRAPYAK - SRONDOL, SEMARANG 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Angkutan jalan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pengamatan Lapangan. Operasional Bus Damri Trayek Perumnas Banyumanik - Johar. Pengumpulan Data

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 15 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG DI JALAN DENGAN KENDARAAN BERMOTOR UMUM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

EVALUASI TARIF ANGKUTAN UMUM PEDESAAN (Studi Kasus Minibus PO. Garuda Tiga jurusan Baturetno - Wonogiri) Tugas Akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sejalan dengan perkembangan sarana dan prasarana transportasi itu sendiri.

Transkripsi:

BAB V Penutup A. Kesimpulan 1. Berdasarkan analisa data lapangan dalam penelitian disimpulkan bahwa pelaksanaan kebijakan Uji Berkala Kendaraan Bermotor melalui PP Nomor operasional kendaraan angkutan umum penumpang pada penelitian ini berpengaruh terhadap operasional perusahaan jasa transportasi angkutan umum penumpang. Sebagai contoh perusahaan otobus antar kota dalam provinsi (AKDP) Solo Semarang yang tidak mampu bertahan banyak yang gulung tikar atau mengalihkan strategi bisnis. Beban biaya komponen dan sparepart dalam memenuhi standar yang ditetapkan dalam kebijakan uji berkala kendaraan bermotor, serta biaya administrasi yang tinggi, tidak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh dalam operasional sehari-hari membuat pengusaha penyedia jasa transportasi mengabaikan pelaksanaan uji berkala kendaraan bermotor. 2. Pelayanan jasa perusahaan transportasi umum penumpang yang diberikan kepada konsumen terkait dengan komponen kendaraan yang diatur dalam PP Nomor 44 Tahun 1993 tentang kesesuaian tatacara pengangkutan orang dan 177

barang; dan Keputusan Menteri nomor 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum serta dilanjutkan oleh Surat Keputusan Direktorat Jendar Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Republik Indonesia nomor SK.1131/AJ.003/DRJD/2003 tentang standar pelaksanaan dan pelayanan teknis bus umum angkutan antar kota, merupakan standarisasi operasional mobil bus umum yang membrikan dampak bagi pelayanan jasa transportasi kepada konsumen. Pelayanan konsumen oleh perusahaan otobus pada Rute Solo Semarang berdampak positif dikarenakan iklim bisnis transportasi yang baik dan didukung dengan peremajaan armada oleh sebagian besar perusahaan otobus yang beroperasi pada Trayek Solo Semarang. 3. Pelaksanaan kebijakan Uji Berkala Kendaraan Bermotor melalui PP Nomor operasional kendaraan angkutan umum penumpang akan memberikan pengaruh negatif yaitu potensi kecelakaan apabila tidak diimplementasikan oleh perusahaan otobus yang beroperasi pada ruas jalan Solo Semarang. Contoh kecelakaan bus PO Yanti Grup di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah kecelakaan tunggal tanpa benturan terhadap benda lain di lingkungan tempat kejadian perkara. Dalam hal itu disebabkan oleh teknis kendaraan serta tidak terdapatnya komponen sesuai standar keselamatan yang telah ditetapkan. Kecelakaan bus pariwisata PO Sang Engon B7222KGA pada ruas tol dalam 178

kota Jatingaleh Tembalang Kota Semarang, disebabkan oleh ketidaktaatan pengemudi dalam mengikuti standar operasional jam kerja pengemudi sesuai UU No 22 Tahun 2009. Dalam peristiwa ini mengakibatkan pengemudi tidak mampu mengendalikan busnya sehingga menabrak pembatas jalan, terguling dan mengakibatkan korban jiwa. Peristiwa ini merupakan contoh kecil dari tidak layaknya jalan sebuah kendaraan angkutan umum serta fenomena human error, dimana terjadi penyimpangan terhadap kebijakan Uji Berkala Kendaraan Bermotor serta penyimpangan terhadap aturan jam kerja mengemudi yang tertuang pada UU No. 22 Tahun 2009. 4. Pelaksanaan kebijakan Uji Berkala Kendaraan Bermotor melalui PP Nomor operasional kendaraan angkutan umum penumpang dapat memberikan pengaruh positif dan negatif dala bidang ekonomi bagi perusahaan otobus antar kota yang beroperasi di ruas Solo Semarang. Dampak ekonomi secara positif dapat dirasakan oleh kru dan pelaku usaha otobus yang menjalankan secara tertib aturan uji berkala kendaraan bermotor serta standar teknis kendaraan mobil bus umum, sehingga iklim bisnis menjadi positif membuat perusahaan mampu menjalankan sistem pengupahan secara premi kepada kru yang lebih terlihat humanis sehingga hubungan kekeluargaan antara pemilik usaha dan pekerja terjalin harmonis. Dampak negatif akan terjadi apabila perusahaan berlaku menyimpang terhadap aturan yang ada dan menjalankan 179

bisnis dengan prinsip minimalis sehingga diterapkannya sistem setoran yang terlihat kurang adil. B. Saran 1. Menyarankan kepada pelaku usaha otobus untuk memperhatikan sistem bisnis yang baik dan benar, utamanya pada sistem pengupahan kepada kru bus, seperti pengemudi dan pembantu pengemudi. Sistem pengupahan berupa sistem premi (komisi) dari pendapatan harian sangat disarankan untuk pelaku usaha jasa otobus. Hal ini untuk mengurangi tingkat kekhawatiran kru bus yaitu pengemudi dan pembantu pengemudi terhadap pendapatan bus dan pendapatan kru. 2. Menyarankan kepada pelaku usaha otobus untuk mengelola armada bus secara maksimal dan berkala dengan mengikuti aturan yang ada sesuai dengan ketetapan pemerintah. Menaati ketentuan uji berkala kendaraan bermotor yang tertuang dalam UU No. 22 Tahun 2009 dan melaksanakan standarisasi teknis mobil bus umum yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai Surat Keputusan Direktorat Jendar Perhubungan Darat Departemen Perhubungan Republik Indonesia nomor SK.1131/AJ.003/DRJD/2003. 3. Menyarankan kepada pelaku usaha otobus untuk ikut dalam kesepakatan bersama dan menjalankan kesepakatan bersama dengan pelaku usaha otobus lain yang sejalur, menjalankan secara adil slot jam trayek masing-masing armada otobus. Hal ini diperlukan untuk memberikan edukasi kepada kru sehingga tidak terjadi saling caplok yang dapat berakibat kecelakaan. 180

4. Perlu adanya kajian oleh Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal ini Kementerian Perhubungan beserta jajarannya terhadap slot trayek kendaraan umum penumpang yang memiliki potensi secara ekonomi, sosial dan politik. Diperlukan keterlibatan pakar akademisi, tokoh masyarakat dan pelaku uisaha otobus untuk duduk secara bersama dalam membuat kajian ini dengan maksud untuk menghasilakn sistem transportasi secara masif dan terintegrasi. 181