BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara agraris yang amat subur sehingga tidak dapat dipungkiri lagi sebagian besar penduduknya bergerak dalam sektor agraris. Data dalam Badan Pusat Statistik Nasional (2014) menunjukkan penduduk Indonesia pada tahun 2013 sebanyak 17,73 juta rumah tangga memiliki usaha dalam tanaman pangan, 10,60 juta rumah tangga dalam usaha hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia sendiri dikenal mempunyai iklim tropik basah, dimana iklim tropik basah tersebut dipengaruhi oleh angin muson barat dan angin muson timur. Iklim inilah yang menyebabkan Indonesia hanya mengenal dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Dengan kondisi iklim tersebut menyebabkan beberapa hasil pertanian menjadi sangat spesifik sifatnya. Faktor iklim yang paling terasa perubahannya akibat anomali iklim (penyimpangan iklim) adalah curah hujan. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun ruang. Keteraturan pola dan distribusi curah hujan di suatu wilayah merupakan jaminan berlangsungnya aktifitas pertanian. Selain itu, hujan memainkan peranan penting dalam siklus hidrologi. Di Indonesia kejadian anomali iklim dominan mempengaruhi produksi pertanian dan ketahanan pangan. Dampak anomali iklim diantaranya adalah terjadinya gangguan 1
secara langsung terhadap sistem pertanian termasuk padi dan palawija. Menurut Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana pertanian (2013), pada tahun 2013 kekeringan tanaman padi terbesar terjadi di beberapa Propinsi di Indonesia diantaranya Nusa Tenggara Barat 5.183 Ha, Sulawesi Selatan 3.100 Ha dan Sumatera Barat 365 Ha sedangkan banjir pada tanaman padi terbesar terjadi di Jawa Barat 38.779 Ha, Jawa Timur 31.341 Ha dan Banten 30.411 Ha. Anomali iklim yang terjadi tersebut mencakup terjadinya kekeringan sebagai akibat gejala El Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan tanpa hujan dan gejala La Nina yang menyebabkan musim hujan berkepanjangan tanpa kemarau di Indonesia yang sering terjadi (Faqih, 2004). Fenomena El Nino dan La Nina dapat ditentukan normal atau tidak dengan menggunakan nilai Southern Oscillation Index (SOI). Pada dasarnya pergerakan gejala El Nino dan La Nina tersebut terjadi oleh dampak dari peningkatan dan penurunan suhu permukaan laut (SPL) yang merupakan salah satu efek dari pemanasan global. Tingginya suhu permukaan laut (SPL) mengakibatkan terjadi penguapan penguapan air di permukaan laut dan membentuk awan awan hujan dan terjadilah hujan. Ratarata curah hujan di Indonesia sendiri untuk setiap tahunnya tidak sama. Keragaman curah hujan ini terjadi secara lokal di suatu tempat yang disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi geografi sehingga menyebabkan penyebaran hujan yang tidak merata. Selain itu, letak geografis juga akan mempengauhi pola umum curah hujan suatu wilayah. 2
Di wilayah Jawa, beberapa wilayah juga memiliki kondisi geografi yang bervariasi, seperti di Kabupaten Kulon Progo. Kulon Progo yang merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada pada wilayah dengan potensi alamnya yang strategis karena memiliki kondisi geografi yang bervariasi. Dimana bagian utara Kabupaten Kulon Progo merupakan dataran tinggi atau pegunungan (500-1000 mdpl), bagian tengah merupakan daerah perbukitan (100-500 mdpl) dan bagian selatan merupakan dataran rendah yang berbatasan langsung dengan Samudra Hindia (0-100 mdpl). Dari kondisi geografi yang bervariasi tersebut maka besarnya curah hujan yang diterima juga akan bervariasi sehingga diperlukan analisis curah hujan wilayah yang dapat digunakan untuk menyusun rencana masa tanam (pola tanam) di Kabupaten Kulon Progo. Analisis pola hujan wilayah ini dilakukan dengan menggunakan analisis spasial dengan software Geographic Information System (GIS). Setelah dilakukan analisa terhadap pola curah hujan wilayah, selanjutnya dibuat analisis iklim global untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim sehingga dapat dilakukan penyusunan rencana masa tanam (pola tanam). Mengingat awal tanam wilayah Indonesia memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Oleh karena itu dalam pola tata tanam awal tanam merupakan hal yang penting untuk direncanakan terutama untuk menghindari kekurangan air dan penyediaan air bagi tanaman merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam meningkatkan hasil pertanian, maka urutan tata tanam pada waktu penyiapan lahan diatur sebaik-baiknya. Penyususnan pola 3
tanam ini diperlukan agar kegagalan panen akibat anomali iklim dapat dihindari. Karena pembangunan pertanian di Kabupaten Kulon Progo sendiri sering mengalami permasalahan akibat adanya serangan hama dan penyakit serta perubahan gejala alam. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan menganalisa pola curah hujan wilayah dan pengaruh iklim global terhadap pola tanam di wilayah Kabupaten Kulon Progo. Dari hasil sensus pertanian tahun 2003 menunjukkan penduduk Kabupaten Kulon Progo mayoritas berusaha pada sektor pertanian dimana dari 103.450 rumah tangga sebanyak 80.685 (77,99%) merupakan rumah tangga pertanian. Berdasarkan data tersebut maka penting untuk dilakukannya penelitian ini agar dapat membantu masyarakat ataupun Pemerintah Daerah Kabupaten Kulon Progo dalam merencanakan usaha-usaha perbaikan pola tanam, baik berkaitan dengan waktu tanam dan jenis tanaman yang sesuai di wilayah tersebut sehingga produktifitas tanaman pertanian dapat ditingkatkan. 1.2 TUJUAN 1. Menentukan pola curah hujan wilayah Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta dengan menggunakan aplikasi Geographic Information System (GIS). 2. Menentukan klasifikasi iklim di Kabupaten Kulon Progo. 3. Mengetahui pengaruh iklim global terhadap pola tanam. 4. Menentukan pola tata tanam. 4
1.3 BATASAN MASALAH Pada penelitian ini agar data dan hasil penelitian yang diperoleh dapat sesuai dengan tujuan penelitian yang sudah dibuat maka diperlukan beberapa batasan batasan masalah. Adapun batasan batasan masalah yang tercakup diantaranya adalah : 1. Data yang digunakan meliputi data anasir iklim, indeks iklim global, peta topografi Kabupaten Kulon Progo, dan peta sebaran hujan serta peta arah angin. 2. Data yang didapat kemudian diolah dengan menggunakan aplikasi Geographic Information System (GIS) dan Cropwat. 5