BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI LUKA OPERASI (ILO) DI RUMAH SAKIT X PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan kolonisasi kuman penyebab infeksi dalam urin dan. ureter, kandung kemih dan uretra merupakan organ-organ yang

BAB I PENDAHULUAN. satunya bakteri. Untuk menanggulangi penyakit infeksi ini maka digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan peradangan. Menurut Potter dan Perry (2010) bahwa infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. yang selalu bertambah setiap tahunnya. Salah satu jenis infeksi tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. mikroba yang terbukti atau dicurigai (Putri, 2014). Sepsis neonatorum adalah

I. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk

Pseudomonas aeruginosa adalah kuman patogen oportunistik yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh masuk dan berkembang biaknya

BAB 1 PENDAHULUAN. bermakna (Lutter, 2005). Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pelayanan kesehatan umum seperti rumah sakit dan panti jompo. Multidrugs

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Resistensi terhadap antimikroba atau. antimicrobial resistance (AMR) adalah fenomena alami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Antibiotik merupakan pengobatan utama dalam. manajemen penyakit infeksi. Namun, akibat penggunaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kateter uretra merupakan alat yang digunakan untuk. keperawatan dengan cara memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui

I. PENDAHULUAN. kematian di dunia. Salah satu jenis penyakit infeksi adalah infeksi

PENDAHULUAN. kejadian VAP di Indonesia, namun berdasarkan kepustakaan luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut perkiraan World Health Oraganization (WHO) ada sekitar 5 juta

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah. kesehatan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. sinus yang disebabkan berbagai macam alergen. Rinitis alergi juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Diare,

BAB I PENDAHULUAN. penyebab utama penyakit infeksi (Noer, 2012). dokter, paramedis yaitu perawat, bidan dan petugas lainnya (Noer, 2012).

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. anak ayam yang baru menetas yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup pasien dan menimbulkan masalah ekonomi (Ducel dkk., 2002). Pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit paru obstruktif kronik atau yang biasa disebut PPOK merupakan

I. PENDAHULUAN. Di negara-negara berkembang, penyakit infeksi masih menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (Saifudin, 2008). Infeksi Luka Operasi (ILO) memberikan dampak medik berupa

BAB I PENDAHULUAN. kematian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, sebagai akibatnya

I. PENDAHULUAN. penurunan sistem imun (Vahdani, et al., 2012). Infeksi nosokomial dapat terjadi

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Infeksi nosokomial atau Hospital-Acquired Infection. (HAI) memiliki kontribusi yang besar terhadap tingkat

POLA RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN PERIODE AGUSTUS 2013 AGUSTUS 2015 SKRIPSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dengan judul Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

I. PENDAHULUAN. atas yang terjadi pada populasi, dengan rata-rata 9.3% pada wanita di atas 65

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. neonatus dan 50% terjadi pada minggu pertama kehidupan (Sianturi, 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

(Juniatiningsih, 2008). Sedangkan di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari - Desember 2010 angka kejadian sepsis neonatorum 5% dengan angka kematian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA GANGREN DIABETIK DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu jenis infeksi yang paling sering

POLA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIK PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN NAFAS BAWAH DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014 SKRIPSI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama. morbiditas dan mortalitas di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Staphylococcus aureus merupakan bakteri kokus gram. positif yang dapat menyebabkan penyakit dengan

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1. Infeksi terkait dengan perawatan kesehatan melalui pemasangan alat-alat medis

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pasien paska pembedahan (Pandjaitan, 2013). Survey World Health. berkisar antara 5% sampai 15% (WHO, 2015). Data WHO menunjukkan

BAB I Pendahuluan UKDW. penyebab keempat dari disabilitas pada usia muda (Gofir, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu isu yang menjadi perhatian dunia dengan adanya globalisasi teknologi dan informasi adalah keselamatan pasien dan pengetahuan masyarakat tentang pelayanan kesehatan. Infeksi luka operasi (ILO) merupakan salah satu indikator keselamatan pasien (Rivai dkk., 2013). Menurut WHO, infeksi luka operasi merupakan jenis infeksi nosokomial kedua terbanyak setelah infeksi saluran kemih. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi pada pasien yang sedang menjalani proses perawatan di rumah sakit, yang terjadi oleh adanya transisi mikroba patogen yang bersumber dari perangkat ataupun lingkungan rumah sakit (Raihana, 2011). Ada 2 faktor utama risiko penyebab infeksi luka operasi yaitu faktor pasien dan faktor operasi. Faktor pasien meliputi kolonisasi bakteri, status nutrisi, obesitas, imunodefisiensi, merokok, dan lama tinggal di rumah sakit sebelum operasi. Faktor operasi meliputi penggunaan antibiotik profilaksis, teknik bedah yang dilakukan, durasi operasi, cukur rambut pre-operatif, drain bedah, pemrosesan instrumen, materi asing di lokasi operasi, dan ventilasi operasi (Wardoyo, 2014). Menurut survei WHO, angka kejadian infeksi luka operasi di dunia berkisar antara 5% sampai 34%. Di Indonesia, berdasarkan penelitian di rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang angka kejadian infeksi luka operasi sebesar 56,67% dari 30 pasien (Yuwono, 2013). Penelitian di Vietnam menunjukkan angka kejadian infeksi luka operasi sebesar 10,9% dari 697 pasien (Nguyen, 2001). Angka kejadian infeksi luka operasi dapat dijadikan sebagai parameter kualitas pelayanan pada suatu institusi penyedia pelayanan kesehatan (Yuwono, 2013). Infeksi luka operasi umumnya dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif ataupun Gram negatif. Menurut penelitian Haryanti dkk., (2013) menunjukkan patogen penyebab infeksi luka operasi pasca bedah pada 5 subjek yang melakukan kultur pus dengan hasil kultur tumbuh, diantaranya yaitu 1

2 Klebsiella pneumonia (2 subjek), Escherichia coli (2 subjek), dan Pseudomonas sp. (1 subjek). Pengobatan infeksi luka operasi sebaiknya menggunakan antibiotik yang masih poten dan sesuai dengan pola resistensi yang ada dengan harapan meningkatnya keberhasilan terapi. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan pola resistensi yang ada dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap suatu antibiotik. Salah satu prinsip yang melatarbelakangi kemunculan dan penyebaran resistensi antar bakteri adalah prevalensi resistensi yang berbanding lurus dengan jumlah antibiotik yang digunakan dalam berbagai pengobatan. Hal ini digambarkan dengan peningkatan resistensi antibiotik di beberapa negara yang tidak membatasi penggunaan antibiotik (Elliot et al., 2013). Hasil penelitian Bhatt et al. (2014) di Nepal menyebutkan Klebsiella pneumonia resisten terhadap seftriakson (82,60%) dan siprofloksasin (73,91%). Staphylococcus aureus telah resisten terhadap penisilin (100%) dan amoksisilin (93,75%). Peningkatan kasus resistensi bakteri terhadap antibiotik dapat dilihat dari hilangnya masa kejayaan antibiotik setelah adanya laporan bahwa terdapat antibiotik yang sudah tidak poten lagi terhadap suatu bakteri patogen (Kuswandi, 2011). Perkembangan resistensi bakteri terhadap antibiotik yang tidak terkontrol akan mempersulit pengobatan. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan (Desiyana dkk., 2008). Oleh sebab itu, perlu dilakukan suatu usaha untuk mengetahui kesesuaian penggunaan antibiotik berdasarkan uji sensitivitas bakteri dan spektrum aktivitas antibiotik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan suatu penelitian terhadap penggunaan antibiotik definitif pada pasien infeksi luka operasi di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten untuk mengetahui pola resistensi bakteri terhadap antibiotik serta menganalisis kesesuaian penggunaan antibiotik definitif dengan hasil uji sensitivitas bakteri yang ada. Penelitian dilakukan di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dan penelitian sehingga mempermudah dalam proses pengambilan data. Selain itu, infeksi luka operasi merupakan infeksi nosokomial paling banyak ke lima setelah VAP (Ventilatory Acquired Pneumonia), IADP (Infeksi Aliran Darah Perifer), DECU ( decubitus), dan Infeksi Saluran Kemih (Yulianti, 2015).

3 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat dikembangkan rumusan masalah yaitu : 1. Bakteri apa yang dominan menginfeksi penderita infeksi luka operasi (ILO) pada pasien di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada periode Agustus 2013-Agustus 2015? 2. Bagaimanakah pola resistensi bakteri penginfeksi yang dominan pada pasien infeksi luka operasi (ILO) di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Agustus 2013-Agustus 2015 terhadap antibiotik? 3. Apakah penggunaan antibiotik definitif pada pasien infeksi luka operasi (ILO) di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada periode Agustus 2013-Agustus 2015 telah sesuai dengan hasil kultur, uji sensitivitas bakteri dan spektrum aktivitas antibiotik? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui bakteri penginfeksi dominan pada penderita infeksi luka operasi (ILO) pada pasien di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada periode Agustus 2013-Agustus 2015. 2. Mengetahui pola resistensi bakteri penginfeksi dominan terhadap antibiotik pada pasien infeksi luka operasi (ILO) di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada periode Agustus 2013-Agustus 2015. 3. Mengetahui kesesuaian penggunaan antibiotik definitif pada pasien infeksi luka operasi (ILO) di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada periode Agustus 2013-Agustus 2015 berdasarkan hasil kultur, uji sensitivitas bakteri dan spektrum aktivitas antibiotik.

4 D. Tinjauan Pustaka 1. Infeksi Luka Operasi Infeksi Luka Operasi (ILO) menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan karena merupakan salah satu bagian dari infeksi nosokomial dengan persentase sebesar 25% dari jumlah infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan. ILO terjadi pada 2-5% dari 27 juta pasien yang dioperasi setiap tahun (Rivai dkk., 2013). Meskipun antibiotik profilaksis digunakan secara rutin sebelum dilakukannya suatu operasi atau pembedahan, namun kejadian infeksi luka operasi (ILO) terus dikaitkan dengan meningkatnya angka morbiditas dan biaya secara signifikan pada operasi usus besar (Guerrero et al., 2010). Infeksi luka operasi (ILO) selain dapat menyebabkan stres dan ketidakmampuan fungsional, juga dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup pasien serta menimbulkan masalah ekonomi bagi penderita (Desiyana dkk., 2008). Menurut survei prevalensi yang pernah dilakukan pada bulan Mei hingga September tahun 2011 pada 11.282 pasien yang dirawat di 183 rumah sakit di Amerika Serikat sekitar 21,8% pasien mengalami infeksi luka operasi (Magill et al., 2014). Di Indonesia, tepatnya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ditemukan persentase kejadian infeksi luka operasi pasca bedah sesar sebesar 7,8% dari 154 pasien (Rivai dkk., 2013). Prevalensi infeksi luka operasi (ILO) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) sebesar 7,2% atau 13 dari 180 subjek penelitian (Haryanti dkk., 2013) a. Epidemiologi Menurut WHO, infeksi nosokomial merupakan salah satu masalah global yang dapat menimbulkan kasus paling sedikit sekitar 9% lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, dari 27 juta orang yang telah menjalani operasi, setiap tahunnya kurang lebih 500.000 orang akan mengalami infeksi luka operasi (Wilson, 2004). Sementara di Indonesia, prevalensi tertinggi infeksi nosokomial ada di rumah sakit pendidikan, yaitu sebesar 9,8% dari rentang 6,1%-16%. Sebanyak 52 ruang perawatan dari 22 rumah sakit dilaporkan bahwa angka infeksi nosokomial pada luka bedah mencapai persentase antara 2,3%-18,3% (Fitriyastanti, 2003). Angka rata-rata kejadian infeksi luka operasi (ILO) meningkat seiring dengan pertambahan umur,

5 terutama pada orang dengan usia lanjut yaitu mencapai persentase 8-13% untuk pasien dengan umur di atas 65 tahun (Rusjiyanto, 2009). b. Patofisiologi Perkembangan infeksi luka operasi tergantung pada kontaminasi luka operasi setelah berakhirnya prosedur operasi dan secara khusus berkaitan dengan patogenisitas, inokulum bakteri, dan keseimbangan respon imun pada inang. Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi luka operasi umumnya berasal dari pasien (infeksi endogen) yang ada di kulit atau berasal dari abdomen yang terbuka saat pembedahan. Infeksi eksogen terjadi ketika mikroorganisme dari lingkungan mengkontaminasi luka atau ketika mikroorganisme mendapatkan akses masuk ke dalam luka setelah operasi. Mikroorganisme yang bersumber jauh dari infeksi, terutama melalui penyebaran hematogen juga dapat menyebabkan infeksi luka operasi. Oleh karena itu, untuk mencegah infeksi luka operasi dengan meminimalkan jumlah mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi luka dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pertahanan pasien terhadap infeksi, misalnya dengan meminimalkan kerusakan jaringan dan mencegah akses masuk mikroorganisme ke dalam sayatan pasca operasi dengan menggunakan perban luka (Clinical Guideline, 2008). Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC), infeksi luka operasi (ILO) diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan yaitu : 1). Insisi dangkal Insisi dangkal merupakan infeksi yang mempengaruhi kulit dan jaringan subkutan, infeksi ditandai dengan warna kemerahan, nyeri, panas, atau bengkak di bagian yang dioperasi. 2). Insisi dalam Insisi dalam merupakan infeksi yang mempengaruhi fasia dan lapisan otot. Infeksi ini diindikasikan dengan adanya nanah atau abses serta demam dengan nyeri pada luka. 3). Infeksi organ Infeksi organ merupakan infeksi yang melibatkan setiap bagian dari anatomi selain sayatan yang dibuat selama prosedur operasi, misalnya sendi atau

6 peritoneum. Infeksi diindikasikan dengan keluarnya nanah atau pembentukan abses, terdeteksi dengan pemeriksaan histopatologi atau radiologi (Clinical Guideline, 2008). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011, kelas operasi dibagi dalam 4 kelas (Tabel 1) Tabel 1. Kelas operasi beserta definisi menurut PERMENKES RI Tahun 2011 Kelas operasi Definisi Operasi bersih Operasi yang dilakukan pada daerah dengan kondisi pra-bedah tanpa infeksi, tanpa membuka traktus (resspiratorius, gastrointestinal, urinarius, bilier), operasi terencana, atau penutupan kulit primer dengan atau tanpa digunakan drain penutup. Operasi bersih-kontaminasi Operasi yang dilakukan pada traktus (digestivus, bilier, urinarius, respiratorius, reproduksi kecuali ovarium) atau operasi tanpa disertai kontaminasi yang nyata. Operasi kontaminasi Operasi yang membuka saluran empedu, saluran cerna, saluran kemih, saluran nafas sampai orofaring, saluran reproduksi kecuali ovarium atau operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage). Operasi kotor Operasi pada perforasi saluran cerna, saluran urogenital atau saluran nafas yang terinfeksi ataupun operasi yang melibatkan daerah yang purulent (inflamasi bakterial) atau operasi pada luka terbuka lebih dari 4 jam setelah kejadian atau terdapat jaringan nonvital yang luas atau nyata kotor. Kelas operasi yang dilakukan oleh pasien dapat mempengaruhi persentase kemungkinan terjadinya kasus infeksi luka operasi (ILO) berdasarkan indeks risiko (Tabel 2). Setiap indeks risiko memiliki definisi masing-masing terkait dengan jumlah faktor risiko yang ditemukan atau tidak adanya faktor risiko yang ditemukan (Tabel 3).

7 Tabel 2. Kelas operasi dan persentase indeksi risiko Indeks Risiko Kelas Operasi 0 1 2 Bersih 1,0% 2,3% 5,4% Bersih-Kontaminasi 2,1% 4,0% 9,5% Kontaminasi/kotor 3,4% 6,8% 13,2% Indeks risiko Tabel 3. Definisi indeks risiko Definisi 0 Tidak ditemukan faktor risiko 1 Ditemukan 1 faktor risiko 2 Ditemukan 2 faktor risiko (Avenia, 2009) Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan infeksi luka operasi, diantaranya: a) Jenis operasi: tindakan pembedahan pada jaringan yang terinfeksi. Contohnya: apendisitis, lebih besar kemungkinannya menyebabkan infeksi luka operasi (ILO). b) Teknik pembedahan: teknik penutupan luka yang kurang baik dapat menyebabkan pembentukan jaringan mati (hematom) yang mempermudah terkena infeksi (Elliot et al., 2013). 2. Bakteri penginfeksi pada penderita infeksi luka operasi Berdasarkan penelitian yang dilakukan di rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang, jenis patogen yang ditemukan pada pasien dengan surgical site infections (SSI) antara lain yaitu: Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Streptococus faecalis, Citrobacter freundii, Klebsiella pneumonia, Sterptococus bovis, dan Candida nonalbicans (Yuwono, 2013). Penelitian Haryanti dkk., (2013) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan bahwa patogen penyebab infeksi luka operasi (ILO) pasca bedah abdomen diantaranya yaitu Klebsiella pneumonia, Escherichia coli, dan Pseudomonas sp. Menurut data hasil penelitian Bhatt et al., (2014) beberapa jenis patogen berhasil diisolasi dari pasien dengan SSI di salah satu rumah sakit di Gwarko, Nepal (Tabel 4).

8 Tabel 4. Jenis patogen pada pasien infeksi luka operasi Bakteri Persentase (%) Gram negatif 85,25 Acinetobacter spp. 32,33 Pseudomonas aeruginosa 21,80 Klebsiella pneumonia 17,29 Escherichia coli 16,55 Enterobacter spp. 9,78 Proteus mirabilis 2,25 Gram positif 14,75 Staphylococcus aureus 69,57 Coagulase-negative Staphylococci 13,05 Enterococcus spp. 8,69 Streptococcus spp. 8,69 (Bhatt, et al., 2014) 3. Antibiotik Antibiotik merupakan suatu metabolit yang dibentuk dan diperoleh dari berbagai jenis mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu menghambat atau mematikan mikroorganisme lain. Dari berbagai jenis antibiotik yang telah ditemukan, hanya beberapa golongan antibiotik saja yang dapat digunakan dalam terapi pengobatan (Radji, 2010). Antibiotik yang ideal adalah antibiotik yang dapat menunjukkan toksisitas selektif (Jawetz, et al., 2005). Terapi antibiotik pada infeksi luka operasi didasarkan pada bagian atau saluran yang dioperasi, operasi pada saluran usus (intestinal) atau genital menggunakan antibiotik tunggal seperti, ampisilin sulbaktam, piperasilin atau tazobaktam, imipenem, meropenem, atau ertapenem. Terapi dengan klindamisin, metronidazol, atau kloramfenikol digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh aktivitas bakteri anaerob. Untuk aktivitas bakteri fakultatif aerob menggunakan kombinasi golongan fluorokuinolon, golongan sefalosporin generasi ketiga, aztreonam, atau aminoglikosida. Oksasilin atau golongan sefalosporin generasi pertama merupakan antibiotik pilihan untuk infeksi pada jalur operasi nonintestinal, yaitu pada bagian tubuh dari ekstremitas aksila dan perineum sedangkan pada bagian aksila dan perineum dapat digunakan ampisilin/sulbaktam (Stevens et al., 2005). Pemilihan antibiotik untuk terapi infeksi luka operasi, sebaiknya didasarkan pada pola resistensi dan hasil uji mikrobiologi (Clinical Guideline, 2008). Tujuan terapi dengan antibiotik antara lain untuk menyembuhkan pasien, sebagai

9 kemoprofilaksis sementara, meminimalkan efek samping dan rasa yang tidak nyaman (Gould dan Brooker, 2003). 4. Resistensi bakteri Mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik merupakan mikroorganisme yang tidak bisa dihambat maupun dimatikan oleh antibiotik pada konsentrasi obat di dalam tubuh setelah dosis terapetik obat tercapai (Gould dan Brooker, 2003). Perkembangan bakteri yang telah resisten terhadap antibiotik dapat mempersulit proses pengobatan. Salah satu penyebab resistensi antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Beberapa bakteri resisten yang sering muncul antara lain Staphylococcus aureus yang resisten pada metisilin dan vankomisin, Staphylococcus epidermidis resisten pada metisilin, Enterococci resisten pada vankomisin, dan bakteri spektrum luas resisten terhadap antibiotik golongan beta laktam (Desiyana dkk., 2008). Mikroorganisme penyebab infeksi luka operasi (ILO) diantaranya adalah Klebsiella pneumonia resisten terhadap seftriakson (82,60%) dan siprofloksasin (73,91%), sementara Escherichia coli resisten terhadap seftriakson (63,63%), siprofloksasin dan ofloksasin (54,54%), serta Staphylococcus aureus resisten terhadap penisilin (100%), dan amoksisilin (93,75%), dan coagulase negative staphylococci (CoNS) 100% resisten terhadap amoksisilin dan eritromisin (Bhatt, et al., 2014). E. Keterangan Empiris Menurut penelitian yang dilakukan Yuwono (2013) di rumah sakit Dr. Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang, patogen yang diisolasi dari kasus surgical site infections pada pasien laparotomi emergensi antara lain adalah Escherichia coli (31,25%), diikuti oleh Staphylococcus aureus (18,75%), Pseudomonas aeruginosa (12,5%), Streptococcus faecalis (12,5%) dan Citrobacter freundii, Klebsiella pneumoniae, Streptococcus bovis dan Candida nonalbicans masing-masing sebesar 1%. Berdasarkan hasil uji kepekaan terhadap sefotaksim, 84,6% patogen tersebut telah resisten, 7,7% masuk kategori intermediet, dan 7,7% masuk kategori sensitif.

10 Dalam penelitian ini diharapkan dapat memperoleh beberapa data ilmiah yaitu: 1. Bakteri penginfeksi dominan pada penderita infeksi luka operasi (ILO) berdasarkan hasil kultur bakteri di Laboratorium bagian mikrobiologi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada periode Agustus 2013-Agustus 2015. 2. Pola resistensi bakteri dominan terhadap antibiotik pada pasien infeksi luka operasi (ILO) di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada periode Agustus 2013-Agustus 2015. 3. Kesesuaian penggunaan antibiotik beserta dosis pada pasien infeksi luka operasi (ILO) di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten pada periode Agustus 2013-Agustus 2015 dengan hasil kultur, uji sensitivitas bakteri, dan spektrum aktivitas antibiotik.