Makalah HTLN Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden Putri Sion Haholongan 110110130337
Latar Belakang Sebelum dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, MPR memiliki sebagai lembaga tertinggi negara. Namun setelah perubahan UUD 1945, kini tidak dikenal lagi adanya lembaga tertinggi negara. Perubahan kedudukan MPR yang semula sebagai lembaga tinggi negara menjadi negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya seperti DPR, DPD, MA, dsb merupakan penegasan bahwa Indonesia tidak lagi menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution of power), melainkan pemisahan kekuasaan (seperation of power). Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sendiri terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan DPR serta DPD itu sendiri. MPR sebagai institusi yang memiliki kewenangan yang tersendiri seperti: 1. mengubah dan menetapkan UUD 2. memilih Presiden/Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden 3. melantik Presiden/Wakil Pres- iden, serta kewenangan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD Maka tidak dapat dipungkiri bahwa MPR itu merupakan lembaga tersendiri di samping DPR dan DPD. Hanya saja, kedudukannya tidak lagi sebagai lembaga tertinggi. Dan untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, anggota MPR dilengkapi dengan hakhak sebagai berikut : 1. mengajukan usul perubahan pasal - pasal UUD 2. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan 3. memilih dan dipilih 4. membela diri 5. imunitas 6. protokoler 7. keuangan dan administratif Yang akan saya bahas dalam karya ilmiah disini adalah mengenai wewenang MPR dalam memberhentikan Presiden dan/ata Wakil Presiden dalam masa jabatannya.
Identifikasi Masalah 1. Mengapa MPR yang memiliki wewenang untuk itu? 2. Kapan MPR dapat menjalankan wewenangnya untuk memberhentikan Presiden/Wapres? 3. Bagaimana prosedur pemberhentian Presiden/Wapres? 4. Dan apakah MPR pernah memberhentikan Presiden RI selama kemerdekaan Indonesia ini? Tujuan Dari rumusan masalah di atas, karya ilmiah ini saya susun dengan tujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai wewenang MPR dalam memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya sesuai dengan Undang- Undang yang berlaku di Indonesia.
Pembahasan A. Wewenang MPR Dalam Memberhentikan Presiden dan/atau Wapres Seperti yang telah saya bahas sebelumnya, bahwa MPR kini bukanlah lagi lembaga tertinggi dalam negara. Namun MPR tetap memiliki wewenang-wewenang tertentu, yaitu salah satunya mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden apabila Majelis dalam Sidang Istimewa MPR yang diminta DPR, menilai bahwa Presiden dengan melakukan pelanggaran dalam haluan negara dan/atau UUD 1945. Namun dalam keadaan tertentu Majelis juga masih mempunyai wewenang untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatanya menurut UUD (Pasal 3 ayat (3). Ketentuan itu sejalan dengan Pasal 7A yang menyatakan: Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianataan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atas perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
B. Prosedur Pemberhentian Presiden dan/atau Wapres oleh MPR Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti telah melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, maka MPR berwenang untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR. Karena Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak boleh melakukan kejahatan, perbuatan atau berada dalam kondisi yang disebut di atas. Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan kejahatan, perbuatan atau berada dalam kondisi tersebut, maka DPR dapat mengajukan permintaan kepada MK untuk mengadili pelanggaran itu. Pengajuan permintaan ini hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripuerna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR 9. Lalu, MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus permintaan tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan DPR itu. Putusan MPR dianggap sah apabila sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden. Lalu, MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus permintaan tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan DPR itu. Setelah MK memutus perkara itu, putusan akan dikembalikan ke DPR. Setelah itu, DPR menggelar sidang paripurna untuk meneruskan hasil putusan itu ke MPR sebagai usul memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden. MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutus usulan DPR itu paling lambat tiga puluh hari sejak MPR menerima usul itu. Pada tahap akhir, MPR menerbitkan Keputusan terhadap usul pemberhentian itu dan harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.
C. Presiden RI Yang Berhenti Dalam Masa Jabatan 1. Presiden Soekarno (1967) Sungguh sungguh melanggar UUD 1945 dan Haluan Negara Berhenti berdasarkan ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 Tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara Dari Presiden Soekarno, setelah terlebih dahulu disampaikan Resolusi dan memorandum DPR-GR Tanggal 9 dam 23 Februari 1967. 2. Presiden Soeharto (1998) Permintaan mundur dari pimpinan DPR-MPR Mengundurkan diri karena tekanan dan demostrasi mahasiswa dan kekuatan reformasi Tahun 1998. 3. Presiden B J Habibie (1999) Berhenti karena pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR 4. Presiden K.H Abdurachman Wahid (2001) Sungguh sungguh melanggar UUD 1945 dan Haluan Negara. Mengeluarkan Maklumat Presiden RI Tanggal 22 Juli 2001 tentang pembekuan DPR-MPR RI Tidak hadir dan menolak untuk memberikan pertanggungjawaban dalam Sidang Istimewa MPR tahun 2001. Diberhentikan berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/2001 Tentang Pertanggungjawaban Presiden RI K.H. Abdulracman Wahid, setelah terlebih dahulu disampaikan memorandum DPR berdasarkan Keputusan DPR No.33/DPR-RI/III/2001 dan No.47/DPR-RI/IV/2001 Tentang Penetapan memorandum DPR-RI K.H Abduracman Wahid.
Kesimpulan Dari beberapa sumber yang telah saya baca, dapat disimpulkan bahwa MPR merupakan lembaga tinggi negara yang sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti DPR, DPD, MA, dsb. Masing-masing dari lembaga negara tersebut memiliki fungsi, tugas dan wewenangnya masing-masing. Begitu juga dengan MPR sebagai Majelis Perwakilan Rakyat yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UUD 1945. Menurut saya, dengan adanya amandemen UUD 1945 yang menjadikan MPR sederajat dengan lembaga-lembaga negara lainnya, seharusnya sistem jalannya kepemerintahan dapat menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Karena tujuan dari amandemen UUD 1945 ialah untuk menyempurnakan UUD yang sudah ada agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman dan tetap senantiasa memperhatikan kepentingan rakyat. Begitu juga dalam hal memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, jika sebelum amandemen UUD 1945 MPR berwenang untuk mencabut kekuasaan dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya apabila sungguh-sungguh melanggar Undang-Undang Dasar dan/atau garis-garis besar haluan negara, kini wewenang MPR menjadi lebih terbatas, MPR hanya berwenang dalam memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, di mana MPR pun hanya memutuskan berdasarkan usulan DPR yang telah melalui Mahkamah Konstitusi. Presiden dan/atau Wakil Presiden harus terbukti melakukan melakukan pelanggaran hukum, baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Sumber Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara oleh Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, S.H. Konstitusi dan Konstitusionalisme.pdf oleh Prof. DR. Jimly Asshiddiqie, S.H. Hukum Tata Negara Indonesia oleh Ni'matul Huda, S.H, M.Hum http://id.wikipedia.org/wiki/majelis_permusyawaratan_rakyat_republik_indones ia http://www.hukumsumberhukum.com/2014/08/tugas-mpr-dan-wewenangmpr.html