IMPLIKASI PUTUSAN MK ATAS PENGGUNAAN HAK ANGKET DPR TERHADAP KPK

dokumen-dokumen yang mirip
SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 36/PUU-XV/2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RechtsVinding Online

PUTUSAN Nomor 19/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : Habiburokhman S.H., M.H.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 24/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 69/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 105/PUU-XIV/2016

TINDAK LANJUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG VERIFIKASI PARTAI POLITIK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015

HAK ANGKET DEWAN PERWAKILAN RAKYAT TERHADAP KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

CATATAN KRITIS REVISI UNDANG-UNDANG MD3 Oleh : Aji Bagus Pramukti * Naskah diterima: 7 Maret 2018; disetujui: 9 Maret 2018

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 93/PUU-XV/2017

PUTUSAN PUTUSAN Nomor 91/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 37/PUU-XV/2017

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

PERINGATAN TERBUKA KEPADA HAKIM KONSTITUSI UNTUK TIDAK MELAKUKAN PELANGGARAN KODE ETIK DAN PERILAKU HAKIM KONSTITUSI.

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Penanganan Politik Uang oleh Bawaslu Melalui Sentra Gakkumdu

KETETAPAN Nomor 25/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, dapat ditarik. 1. Lembaga Negara independen adalah lembaga yang dalam pelaksanaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 18/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 7/PUU-VIII/2010 Tentang UU MPR, DPD, DPR & DPRD Hak angket DPR

PUTUSAN Nomor 68/PUU-XIV/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 010/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl 13 Juni 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 95/PUU-XV/2017 Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Mengurangi Hak-hak Tersangka

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 77/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XIV/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RechtsVinding Online

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 68/PUU-XV/2017

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

PUTUSAN Nomor 90/PUU-XIV/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 33/PUU-XIV/2016

PUTUSAN Nomor 23/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 96/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 76/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN Nomor 94/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 48/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 119/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

I. UMUM

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 012/PUU-IV/2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

PUTUSAN Nomor 65/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Kasasi dalam Perkara Tindak Pidana Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 57/PUU-XV/2017

PUTUSAN Nomor 91/PUU-XV/2017 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

Transkripsi:

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG HUKUM KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. X, No. 04/II/Puslit/Februari/2018 IMPLIKASI PUTUSAN MK ATAS PENGGUNAAN HAK ANGKET DPR TERHADAP KPK 1 Novianti Abstrak Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review terkait penggunaan hak angket DPR terhadap KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 79 ayat (3) UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Dalam pertimbangannya, MK menilai KPK termasuk lembaga eksekutif yang melaksanakan fungsi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Karena itu, KPK dapat menjadi objek hak angket DPR. Tulisan ini menganalisis implikasi putusan MK terkait penggunaan hak angket DPR terhadap KPK, dan menyimpulkan bahwa KPK harus menaati dan melaksanakan putusan MK terkait keabsahan Panitia Khusus Angket dan rekomendasi yang telah dihasilkan Pansus Angket tersebut. Selain itu, DPR juga berhak meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. Namun, implikasi dari putusan MK tersebut, juga harus dilihat bahwa penggunaan hak angket oleh DPR sebagai bentuk penguatan terhadap KPK dan penegakan hukum dalam hal pemberantasan korupsi yang transparan, akuntabel, adil dan non-diskriminasi serta menjamin terlaksananya penyelenggaraan negara oleh lembaga-lembaga kenegaraan sesuai dengan hukum yang berlaku. PUSLIT BKD Pendahuluan Mahkamah Konstitusi menolak permohonan judicial review terkait hak angket DPR terhadap KPK yang diatur dalam Pasal 79 ayat (3) UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD, dan DPRD (UU MD3). Ketentuan tersebut pada pokoknya mengatur bahwa penggunaan hak angket DPR pada dasarnya merupakan hak kelembagaan DPR yang diberikan oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Para pemohon dalam gugatannya berargumentasi bahwa hak angket adalah hak konstitusional DPR dalam rangka hubungan ketatanegaraan

dengan Pemerintah. Penjelasan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 telah mengaburkan esensi hak angket sebagai wujud hubungan antar lembaga negara yang berlangsung pada tingkat ketatanegaraan. Sebab, penjelasan tersebut telah menarik badan-badan dan/atau jabatan pemerintahan di bawah Presiden ke dalam ranah jangkauan hak angket oleh DPR. Padahal konsekuensi dari sistem pemerintahan presidensial adalah hak angket oleh DPR semestinya hanya dapat ditujukan kepada Presiden sebagai kepala pemerintahan. Permohonan judicial review yang diajukan oleh Achmad Saifudin Firdaus dan rekanrekan yang tergabung dalam Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Horas A.M. Naiborhu selaku Direktur Eksekutif LIRA Institute sebagai pemohon dengan No. Perkara 36 dan 37/PUU-XV/2017, MK dalam amar putusannya menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Dalam putusannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa KPK dibentuk untuk menjalani tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi. Tugas yang sebenarnya merupakan kewenangan kepolisian atau kejaksaan. Dasar pembentukan KPK adalah belum maksimalnya kepolisian atau kejaksaan dan mengalami public distrust dalam memberantas korupsi. Dalam konstruksi demikian, tugas dan fungsi ketiganya berada di ranah eksekutif. KPK menurut hakim konstitusi, termasuk ke dalam lembaga eksekutif yang melaksanakan fungsi eksekutif, yaitu penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Karena itu, KPK dapat menjadi objek hak angket DPR dalam fungsi pengawasan. MK sebelumnya terbelah dalam menolak permohonan uji materi terhadap Hak Angket KPK. Lima hakim menyatakan menolak permohonan Pemohon dan menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah. Hakim MK tersebut adalah Arief Hidayat, Anwar Usman, Aswanto, Wahiduddin Adams dan Manahan MP Sitompul. Sementara, empat hakim konstitusi lainnya menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat atas putusan tersebut. Empat hakim tersebut adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo. Perbedaan pendapat tersebut salah satunya dikemukakan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati yang menyatakan bahwa KPK termasuk dalam ranah kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang berdiri independen. Walaupun KPK tidak bertanggung jawab terhadap Presiden secara lansung, dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya KPK bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden RI, DPR RI, dan BPK (vide Pasal 20 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi), sehingga tidak seharusnya KPK menjadi objek hak angket DPR. Selain adanya dissenting opinion, putusan MK atas penggunaan hak angket DPR juga menimbulkan pro kontra dalam masyarakat. Namun terlepas dari pro kontra tersebut, secara hukum 2

3 Putusan MK ini bersifat final dan mengikat. Tulisan ini menganalisis implikasi putusan MK terkait penggunaan hak angket DPR terhadap KPK. Impikasi Putusan MK Terkait Hak Angket DPR Terhadap KPK Sebagaimana diatur di dalam ketentuan Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945), dalam melaksanakan fungsinya, selain hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal lain undang-undang dasar ini, DPR mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Hak angket sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD Tahun 1945 selanjutnya diatur kembali dalam Pasal 79 ayat (3) UU MD3. Pasal 79 ayat (3) UU MD3 menentukan bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/ atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundangundangan. Melalui putusannya, MK menyatakan bahwa makna pemerintah tersebut termasuk fungsi eksekutif KPK. Menanggapi putusan MK atas penggunaan hak angket DPR, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan, implikasi putusan MK yang menolak permohonan uji materi terkait keberadaan Pansus Angket KPK dinilai mempertegas keberadaan DPR sebagai lembaga yang melakukan fungsi pengawasan. Keputusan tersebut merupakan sesuatu yang wajar dan normal dalam tradisi presidensialisme bahwa lembaga pengawas tertinggi adalah DPR RI. Hak Angket DPR merupakan kewenangan penyelidikan tertinggi yang dimiliki oleh negara dalam perspektif hukum tata negara. Menurutnya, tidak ada satu lembaga mana pun yang bebas dari kontrol pengawasan DPR termasuk peradilan untuk menemukan seberapa jauh adanya dugaan penyimpangan di lembaga peradilan. Hal senada juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK, Taufiqulhadi, putusan MK yang membatalkan permohonan uji materi KPK terhadap Pansus Hak Angket sudah tepat. Putusan MK ini memperjelas hubungan antar lembaga tidak lagi bias. Menurut Taufiqulhadi, implikasi putusan MK ini akan berpengaruh terhadap sejumlah lembaga negara untuk mentaati aturan yang tertuang dalam undang-undang dan mengembalikan spiritnya kembali tata kelola negara menjadikan hubungan antara lembaga semakin baik. Menurut pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, putusan MK atas penggunaan hak angket DPR diharapkan dapat menjadi arahan dan rujukan untuk keputusan ke depan. Maksudnya, apakah Hak Angket tersebut dapat ditujukan atau tidak pada lembagalembaga selain Presiden. Warlan

juga meminta, agar KPK selaku pemohon uji materi Pansus Hak Angket dapat memastikan bahwa sistem atau aturan yang ada telah benar. Oleh karena itu, KPK sebagai lembaga negara perlu dikoreksi dan dievaluasi. Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra juga menegaskan bahwa semua lembaga bisa menjadi objek hak angket DPR, tidak hanya KPK. Menurut Yusril, hak angket menjadi semacam kontrol terhadap lembaga-lembaga negara. Namun, dalam penggunaannya ada batasan-batasan tertentu. Pada konteks Mahkamah Agung (MA) misalnya, angket tidak dapat digunakan jika alasannya terkait materi perkara yang ditangani MA tapi dapat digunakan jika ada dugaan suap dalam urusan suatu perkara di MA. Dengan demikian, peranan hak angket hanya mencari fakta atas dugaan adanya suatu persoalan di suatu lembaga. Lebih lanjut Yusril mengatakan, rekomendasi yang dihasilkan dari penggunaan hak angket juga tidak berarti hanya diserahkan kepada pemerintah atau presiden, namun bisa diserahkan langsung kepada lembaga yang menjadi sasaran angket atau lembaga yang relevan menindaklanjuti rekomendasi tersebut. Dengan demikian KPK merupakan obyek yang sah untuk hak angket DPR. Implikasi dari putusan MK tersebut, KPK sebagai institusi penegak hukum harus menghormati putusan MK dan melaksanakan putusan MK terkait keabsahan Panitia Khusus Angket KPK serta rekomendasi yang telah dihasilkan Pansus Angket tersebut. Selain itu, DPR sebagai wakil rakyat berhak meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK, meski KPK juga bertanggung jawab kepada publik. Untuk itu, penggunaan hak angket terhadap KPK juga harus dilihat sebagai bentuk penguatan terhadap KPK dan penegakan hukum dalam hal pemberantasan korupsi yang transparan, akuntabel, adil dan non-diskriminasi. Selain itu, hak angket merupakan hak DPR yang konstitusional untuk mengontrol kerja KPK secara politik. Hal itu dilakukan DPR untuk memastikan apakah KPK telah tebang pilih atau tidak, dalam pemberantasan korupsi. Dalam teori Trias Politica yang dikembangkan oleh Montesquieu hak angket merupakan hak konstitusial DPR dalam rangka menjalankan sistem pemerintahan yang bersifat check and balances. Dengan semakin kuatnya DPR melaksanakan fungsi pengawasan, maka akan tercipta keadaan seimbang antara kekuatan eksekutif dan legislatif (Abdul Bari Azed: 2001:15). Dengan demikian fungsi pengawasan DPR melalui hak angket terhadap KPK dilakukan untuk menjamin terlaksananya penyelenggaraan negara oleh lembaga-lembaga kenegaraan sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, pengawasan DPR melalui hak angket terhadap KPK tidak berarti menunjukkan sebuah ketidakpercayaan atau (distrust) terhadap KPK. Juga tidak berarti sebagai bentuk upaya pelemahan. Melainkan dapat menjadi upaya menjaga KPK dari segala bentuk penyalahgunaan 4

5 wewenang dan menjaga KPK agar tetap menjalankan tugas dan fungsinya sesuai amanat undangundang yang membentuknya. Penutup Berdasarkan Putusan MK yang menolak permohonan judicial review terkait dengan hak angket DPR terhadap KPK maka dapat ditafsirkan pula bahwa DPR dapat melakukan hak angket kepada lembaga yang menjalankan UU di luar eksekutif. Pada prinsipnya penggunaan hak angket merupakan hak konstitusional DPR dalam rangka menjalankan sistem pemerintahan yang bersifat check and balances. Putusan MK yang bersifat mengikat akan membawa implikasi bahwa KPK sebagai lembaga penegak hukum harus menghormati dan melaksanakan putusan tersebut termasuk pula keabsahan Panitia Khusus Angket dan rekomendasi yang telah dihasilkan Pansus Angket tersebut. Selain itu, DPR sebagai wakil rakyat berhak meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. Pengawasan DPR melalui hak angket tidak berarti sebagai bentuk upaya pelemahan atau ketidakpercayaan terhadap KPK. Namun harus dilihat sebagai bentuk pengawasan DPR dalam menjaga keberadaan KPK agar tak hanya kuat dalam melaksanakan tupoksinya namun juga KPK cermat dan memperhatikan seluruh ketentuan hokum dan HAM serta menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang benar dalam tata kelola termasuk terkait penggunaan anggaran. Selain itu diharapkan juga adanya penyempurnaan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang KPK dalam penegakan hukum yang adil, transparan, akuntabel, profesional, proporsional sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.

Referensi Bari Azed, Abdul. (2001). Percikan Pemikiran Tentang Hukum dan Demokrasi, Pusat Kajian Hukum Tata Negara. Jakarta: FH UI. Belum Siap Hadir ke DPR, KPK Masih Cermati Putusan, http://www.inews.id/news/ read/, diakses 12 Februari 2018. Mahfud MD: Putusan MK Soal Angket KPK Bertentangan dengan 4 Putusan Sebelumnya, http://nasional.kompas.com/ read/2018/02/09/09004431/, diakses 10 Februari 2018. Menurut Yusril, Hak Angket Bisa Ditujukan untuk Semua Lembaga, http:// nasional.kompas.com/ read/2017/09/14/17595501, diakses 13 Februari 2018. Putusan MK Harus Jadi Rujukan Penerapan Hak Angket, http:// nasional.republika.co.id/berita/ nasional/hukum/, diakses 13 Februari 2018. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR,DPD, dan DPRD. Wakil Pansus Angket Anggap Momen Putusan MK Tepat, http://news.metrotvnews.com/ politik/, diakses 9 Februari 2018. 6 Novianti, S.H., M.H. novianti2@dpr.go.id Novianti, S.H., M.H., menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Padang, pada tahun 1990, dan pendidikan S2 di Fakultas Hukum Tarumanegara pada tahun 2000. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Madya Hukum Internasional pada Pusat Penelitian, Badan Keahlian DPR RI. Beberapa karya tulis ilmiah yang telah dipublikasikan melalui jurnal dan buku antara lain: Konvensi Hak Anak Pelaku Tindak Pidana Dalam Proses Penyidikan (2015), Politik Hukum Internasional Dalam Penanggulangan Terorisme (2016), Pelindungan Paten Melalui Patent Cooperation Treaty dan Regulation Under The PCT (2017). Info Singkat 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI http://puslit.dpr.go.id ISSN 2088-2351 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi tulisan ini tanpa izin penerbit.