BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengacu kepada undang-undang Nomor 13 tahun 2003 pasal 86, ayat 1a, yang menyatakan bahwa setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Perlindungan ini merupakan tugas pokok pelayanan kesehatan kerja yang meliputi pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat kerja, yang diatur dalam Permenakertrans Nomor 03/Men/1982 dan undang-undang Nomor 23 tahun 1992. Seperti di ketahui bersama bahwa usaha-usaha dari pemerintah terhadap perlindungan tenaga kerja belumlah sesuai atau belum merupakan skala prioritas, ini dapat dilihat dengan masih banyaknya kecelakaankecelakaan yang terjadi pada dunia pekerja sektor formal terutama pada pekerja sektor informal. Suatu proses industri merupakan suatu sistem kerja yang saling mendukung satu sama lain dari tiap-tiap bagian yang ada didalamnya. Sistem kerja yang tidak ergonomis dalam satu perusahaan seringkali kurang mendapat perhatian dari pihak manajemen perusahaan. Salah satu bagian sistem yaitu pekerja yang sikap dan posisi kerjanya kurang ergonomis. Hal ini secara sadar ataupun tidak akan berpengaruh terhadap produktifitas, efisiensi dan efektivitas pekerja dalam menyelesaikannya (Aztanti, 2003). Menurut Manuaba (1992) dalam Tarwaka (2004), bahwa lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja secara optimal dan produktif. Oleh karena itu lingkungan kerja harus ditangani atau didesain sedemikian rupa sehingga
menjadi kondusif terhadap pekerja unutuk melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman. Postur kerja atau sikap kerja adalah posisi kerja secara alamiah dibentuk oleh tubuh pekerja akibat berinteraksi dengan fasilitas yang digunakan ataupun kebiasaan kerja. Sikap kerja yang kurang sesuai dapat menyebabkan keluhan fisik berupa nyeri pada otot (Musculoskletal Complain). Hal ini disebabkan akibat dari postur kerja yang tidak alamiah yang disebabkan oleh karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja. Beban fisik akan semakin berat apabila pada saat postur tubuh pekerja tidak alamiah yaitu gerakan punggung yang terlalu membungkuk, posisi jongkok, jangkauan tangan yang selalu disebelah kanan dan lain-lain. Dengan demikian perlu dirancang sebuah postur kerja dan fasilitas kerja yang ergonomis untuk memberikan kenyamanan kerja untuk mencegah keluhan penyakit akibat kerja serta dapat meningkatkan produktivitas. Menurut Tarwaka yang disebut keluhan muskuloskletal disorder (MSDS) itu adalah penerimaman beban pada otot secara statis dan berulang-ulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon.secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : 1. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang apabila pembebanan dihentikan 2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.
Menurut Tarwaka yang dikutip dari laporan the Bureau of Labour statistic (LBS) Departemen tenaga Kerja Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 1982 ; Diantara keluhan otot skeletal tersebut, yang banyak dialami oleh pekerja adalah otot bagian pinggang (Low Back pain=lbp). Data tersebut menunjukkan bahwa hampir 20 % dari semua kasus sakit akibat kerja dan 25 % biaya kompensasi yang dikeluarkan sehubungan dengan adanya keluhan sakit pinggang. Hasil estimasi yang dipublikasikan oleh NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah mencapai 13 milyar US dolar setiap tahun. Biaya tersebut merupakan yang terbesar bila dibandingkan dengan biaya kompensasi untuk keluhan/sakit akibat kerja lainnya.(niosh 1996). Sementara itu menurut Tarwaka National Safety Council melaporkan bahwa sakit akibat kerja yang frekwensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit punggung, yaitu 22 % dari 1.700.000 kasus. Penelitian Muhammad Ansyari (2007) meneliti tentang Pengaruh Penerapan Ergonomi pada Fasilitas Kerja Terhadap Produktivitas Pekerja Pembungkus Dodol Di Desa Paya Perupuk Kecamatan Tanjung Pura. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa : 1) Dari fasilitas kerja yang tidak ergonomis tersebut banyak ditemui keluhan pada pekerja setelah selesai bekerja yaitu 100% pekerja merasakan keluhan sangat sakit pada bahu, leher, punggung, pinggang, bokong, lutut, betis, kaki, dan lengan. 100% tidak merasakan sakit pada siku dan lengan. 2) setelah dilakukan fasilitas terjadi penurunan keluhan 70 % pekerja merasakan keluhan agak sakit dan 30% nya merasakan sakit pada leher, bahu, lengan, punggung, pinggang, bokong, 80 % pekerja merasakan keluhan agak sakit dan 20 % sakit pada lengan, pergelangan tangan, paha, pantat, lutut, betis dan kaki.
3) Setelah dilakukan penerapan fasilitas kerja yang sesuai dengan antropometri pekerja terjadi peningkatan produktivitas sebesar 15% - 22 %. Penelitian Pahlawan Nasution, (2005), Intervensi Lumbar Support (Penyangga Pinggang) Terhadap Keluhan Low Back Pain Pada Pengrajin Bambu Kelurahan Suka Maju Kecamatan Binjai Barat Kota Binjai. hasil penelitian ini menyimpulkan: 1) Seluruh pekerja pengrajin bambu pada kelurahan Suka Maju Kota Binjai mengalami keluhan Low back Pain. 2) Keluhan low back pain dialami pekerja sebagian besar sudah bersifat kronis yaitu 13 orang dari total 20 0rang pekerja atau sebesar 65 %. 3) Terdapat perbedaan keluhan rasa sakityang dialami kelompok perlakuan dibanding kelompok kontrol setelah dilakukan intervensi dengan korset. 4) Intervensi lumbar support dengan korset berpengaruh secara signifikan menurunkan keluhan low back pain pada pekerja kelompok perlakuan selama melakukan pekerjaan Penelitian yang dilakukan oleh Selvi Indah Ria (2008) Usulan Perancangan Postur Kerja Dengan Mengggunakan Pendekatan Biomekanika Dan Fisiologi Pada Aktivitas Pencetakan Batu-bata. Hasil penelitian ini menyimpulan bahwa : 1) Perbaikan postur kerja pada aktivitas pencetakan batu-bata perlu dilakukan karena adanya keluhan terhadap otot-otot skeletal, punggung dan pinggang. Hal ini disebabkan oleh gerakan kerja jongkok dan membungkuk yang dilakukan secara berulang-ulang. 2) Pada postur kerja baru, gerakan kerja jongkok dan membungkuk dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan pada fasilitas kerja yaitu meja kerja dan pada stasiun kerja. Pada postur kerja baru, semua gerakan kerja dilakukan pada posisi berdiri. 3) Kesimpulan dari hasil perhitungan biomekanika terhadap postur kerja lama dan baru terhadap elemen kerja dengan gerakan jongkok dan membungkuk dapat dilihat perbedaan yang signifikan
terhadap postur kerja lama dan baru. 4 ) Berdasarkan hasil uji statistik terhadap waktu kecepatan reaksi pada operator pada postur kerja lama dan baru disimpulkan bahwa dengan postur kerja lama lebih cepat bila dibandingkan dengan postur kerja baru. 5) Berdasarkan hasil uji statistik dari hasil kuesioner pada postur kerja lama dan baru terdapat perbedaan yang signifikan terhadap keluhan yang dirasakan antar postur kerja lama dan baru sehingga disimpulkan bahwa postur kerja baru lebih ergonomis bila dibandingkan dengan postur kerja lama. Menurut BPPD (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Serdang Bedagai dalam buku Serdang Bedagai dalam angka, Kabupaten Serdang Bedagai mempunyai penduduk sebanyak 297.369 orang, terdiri dari 232.971 orang berstatus bekerja dan 64.398 orang yang menganggur, dengan persentase TPAK sebesar 78,34 % (tingkat partisipasi angkatan kerja) dan TPT mencapai 9,62 % (tingkat pengangguran terbuka). Dari data ini dapat disimpulkan bahwa begitu banyak tenaga kerja baik sektor formal maupun informal yang perlu dilindungi kesehatan dan keselamatan kerjanya terutama di Kabupaten Serdang Bedagai. Menurut penelitian Sigit Hananto yang dilakukan pada tahun 1983 dalam bukunya Model Ekonomi Demografi, gambaran tentang tenaga kerja industri rumah tangga adalah termasuk pekerja sektor informal dengan ciri-ciri tidak adanya batasan umur pekerja, pendidikan pekerja, lapangan pekerjaan anak biasanya sama dengan orang tuanya sedangkan sektor formal adalah sebaliknya, adanya keterbatasan umur, pendidikan, tidak adanya hubungan pekerjaan antara anak dan orang tuanya. Pekerja sektor informal di Kabupaten Serdang Bedagai khususnya di Desa Paya Lombang Kecamatan Tebing Tinggi ini merupakan tenaga kerja yang cukup banyak dan
potensial dalam mengembangkan Pembangunan Nasional khususnya pembangunan daerah. Karena kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja sangat besar dan tersebar luas ke pelosok pedesaan, sehingga secara langsung maupun tak langsung mampu mencegah arus urbanisasi bagi masyarakat Desa Paya Lombang khususnya pekerja pencetak batu-bata sektor informal yang jumlahnya kira-kira 310 orang. Berdasarkan hal tersebut para pekerja sektor informal ini sangat rentan terhadap penyakit akibat kerja dan tanpa mereka sadari bahaya penyakit akibat kerja akan mereka alami saat mereka bekerja, hal inilah yang mendasari peneliti untuk melakukan studi tentang bagaimana mencegah atau mengurangi bahaya penyakit akibat kerja, baik karena ketidak tahuan mereka tentang cara kerja ataupun karena tidak adanya alat-alat bantu kerja yang dapat mencegah atau setidaknya mengurangi bahaya akan penyakit akibat kerja tersebut. Pembuatan batu bata-bata di Desa Paya Lombang Kecamatan Tebing Tinggi ini adalah usaha home industri atau industri rumah tangga. Hampir disetiap rumah merupakan pembuat batu-bata. Desa Paya Lombang ini mempunyai XVI dusun, beberapa dusun diantaranya adalah pembuat batu bata yang telah lama mereka tekuni kira-kira 10 15 tahun. Usaha ini dimulai sebagai usaha industri rumah tangga. Diantara dusun-dusun yang merupakan basis pembuat batu-bata tersebut adalah dusun I, II, IV, V, VI, VII, VIII, XI, dan dusun XII dimana dengan populasi pencetak bagi masing-masing dusun adalah, dusun I 26 orang, dusun II 14 orang, dusun IV 7 orang, dusun V 25 orang, dusun VI 38 orang, dusun VII 28 orang, dusun VIII 11 orang, dusun XI 88 orang, dusun XII 73 orang. 1.2 Permasalahan
Survey awal pekerja pencetak batu-bata mengalami gangguan muskulo skeletal, dimulai dengan pengamatan terhadap metode kerja yang menyebabkan pekerja selalu memutar badannya kearah kanan karena posisi bahan baku berada disebelah kanan dan pekerjaan itu dilakukan dengan cara berjongkok sambil mundur kebelakang secara berulang-ulang. Metode yang digunakan sangat perlu dilakukan analisis lebih lanjut mengenai gerakan jongkok, membungkuk dan posisi jangkauan tangan yang selalu disebelah kanan, keseluruhan gerakan pada proses pencetakan batu-bata ini merupakan gerakan yang kurang ergonomis apabila dilakukan secara repetitive. Postur jongkok termasuk dalam katagori posisi kerja yang cukup ekstrim dan memberikan pembebanan yang cukup besar pada anggota tubuh bagian bawah. Posisi kerja membungkuk akan menyebabkan rasa tidak nyaman pada otot punggung dan pinggang yang di kenal sebagai low back pain. Gerakan dengan jangkauan tangan selalu kekanan akan menyebabkan ketidak seimbangan dalam postur kerja sehingga dapat mengakibatkan sakit dibagian tubuh bagian kanan terutama tangan. Hasil survey awal yaitu penyebaran Standar Nordic Questionaire pada studi pendahuluan peneliti menemukan banyak keluhan dari pekerja terutama rasa sakit pada bagain leher 40 %, sakit pada bahu 20 %, sakit pada punggung 40 %, sakit pada pinggang 50 %, sakit pada bokong 30 %, sakit pada tangan 50 %, sakit pada paha 60 %, sakit pada lutut 50 %, sakit pada betis 90 % dan sakit pada kaki 90 %. Dengan survey awal ini penulis melihat bahwa kecendrungan sakit yang diderita pencetak batu-bata adalah bagian tubuh tangan, pinggang, paha, lutut, betis dan kaki. (lampiran 5)
Berdasarkan hal ini maka penulis ingin mengetahui pengaruh alat bantu kerja berupa kereta beroda sederhana dalam mereduksi gangguan muskuloskletal pada pekerja pencetak batu-bata di Desa Paya Lombang Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai. 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh penerapan pasilitas kerja yang ergonomis berupa alat bantu kerja kereta beroda sederhana terhadap gangguan muskuloskletal berupa rasa sakit (nyeri dan pegal) pada pekerja pencetak batu-bata di Desa Paya Lombang Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai. 1.4 Hipotesa Ada pengaruh penggunaan alat bantu kerja berupa kereta beroda sederhana terhadap pengurangan gangguan muskulosketal yaitu keluhan nyeri dan sakit pada pekerja pencetak batu-bata di Desa Paya Lombang Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai berikut : 1. Memberikan informasi bagi pekerja a. Memberikan pengetahuan mengenai dampak yang ditimbulkan akibat gerakan kerja yang kurang ergonomis b. Agar dapat mengurangi gangguan muskuloskletal pada saat bekerja
c. Agar dapat meningkatkan kesehatahan dan keselamatannya dalam bekerja dengan menggunakan fasilitas kerja/alat bantu kerja yang ergonomis. d. Sebagai pedoman dalam merancang fasilitas kerja agar terciptanya stasiun kerja yang ergonomis khususnya perbaikan postur kerja. 2. Sebagai masukan bagi Dinas Tenaga Kerja setempat khususnya Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai. 3. Bagi peneliti selanjutnya sebagai bahan perbandingan dan acuan dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan ilmu ergonomi.