` BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronis adalah penyebab dari kesakitan dan kematian yang membutuhkan jangka waktu lama dan respon yang kompleks, jarang sembuh total, serta berkoordinasi dengan berbagai disiplin ilmu kesehatan untuk keperluan pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson dan Beattie (2015) juga menyatakan bahwa penyakit kronis juga berperan dalam kemunduran kesehatan yang berangsur-angsur memburuk dan sering terjadi pada usia lanjut yang menurunkan kualitas hidup terkait ketidakmampuan dan keterbatasan fisik. Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit kronis adalah suatu keadaan yang menyebabkan kesakitan dan kematian yang membutuhkan pengobatan dan peralatan dalam jangka waktu yang lama, jarang sembuh total, dan berangsur-angsur memburuk yang menyebabkan ketidakmampuan dan keterbatasan fisik sehingga mengakibatkan penurunan kualitas hidup yang sering terjadi pada lansia. Beberapa penyakit yang termasuk dalam penyakit kronis yaitu penyakit jantung, stroke, gangguan pernapasan kronis, kanker dan diabetes (WHO, 2005). Penyakit kronis biasanya dialami oleh dewasa menengah dan lansia, hal ini sejalan dengan Ward (2013) yang menyatakan bahwa penyakit kronis biasanya terjadi pada usia 50 tahun ke atas, yakni dengan penyakit gagal jantung kongestif, `1
penyakit ginjal, stroke, kanker, penyakit muskuloskeletal, depresi dan diabetes. Pada usia 50 tahun ke atas faktor gaya hidup, termasuk merokok, perubahan kebiasaan olahraga, dan obesitas merupakan penyebab terbesar penyakit kronis. Namun pada usia lanjut penyakit kronis merupakan gabungan dari kelainankelainan yang timbul akibat penyakit dan proses menua, yaitu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri serta mempertahankan fungsi struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak bertahan terhadap penyakit dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Depkes RI, 2013). Dari hasil Penelitian Wu, et al., (2013)tentang prevalensi penyakit kronis pada lansia dengan sampel lansia sebanyak 13.157 orang di China, dengan persentase menderita penyakit hipertensi sebanyak 59,7%, arthritis 22,0%, asma 2%, depresi 0,3%, angina 10%, dan 8% menderita penyakit lain. Sedangkan di Indonesia penyakit kronis pada lansia dengan persentase penyakit hipertensi 40,12%, rematoid arthritis 5,08%, gastritis 2,33%, diabetes melitus 12,30%, anemia 2,04%, gagal jantung 20,87%, stroke 22,03% (Depkes RI, 2013). Di Jawa Tengah, persentase penyakit kronis yang diderita oleh lansia yaitu penyakit arthritis 49,0%, hipertensi dan penyakit jantung koroner 15,2%, bronkitis 7,4%, diabetes melitus 3,3%, stroke 2,1%, TB paru 1,8%, Kanker 1,7% dan masalah kesehatan lainnya yang berpengaruh kepada aktivitas hidup sehari-hari 29,3%. Sedangkan hasil penelitian Yenni dan Herwana (2006) di Jakarta Selatan dengan sampel lansia 306 orang, sebanyak 87,3% lansia menderita penyakit kronis. Persentase menderita penyakit muskuloskeletal sebanyak 61,4%,penyakit
kardiovaskuler 51,1%, penyakit metabolik 29,4%, danpenyakit keganasan 1,1%. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit kronis yang paling banyak diderita lansia dichinaadalah hipertensi dan di Indonesia adalah penyakit hipertensi dan muskuloskeletal. Penyakit kronis dapat menyebabkan perubahan pada kualitas hidup lansia dan dukungan dari keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan lansia dengan penyakit kronis (Ward, 2013). World Health Organization Quality of Life (1996) mendefinisikan kualitas hidup sebagai persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, dimana individu hidup dan hubungannya dengan harapan, tujuan, standar yang ditetapkan, dan perhatian dari seseorang. Masalah yang mencakup kualitas hidup sangat luas dan kompleks termasuk masalah kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial dan lingkungan dimana mereka berada (Azizah,Amru&Suyanto, 2013). Keberadaan keragaman yang berbeda menunjukkan bahwa faktor-faktor tertentu dapat mengubah proses penuaan dan kualias hidup pada lansia, kualitas hidup memiliki evaluasi yang multidimensi dan dimensi ini dapat mengukur bagaimana tingkat kualitas hidup seseorang (Birren, 1991). Bowling (2013) menjelaskan bahwa ada 7 dimensi kualitas hidup yang terdiri dari keseluruhan hidup (kepuasan hidup), kesehatan (kesanggupan melakukan aktifitas), hubungan sosial (hubungan lansia terhadap keluarga, teman, dan aktifitas sosial yang diikuti), kemandirian (melakukan suatu hal tanpa bantuan orang lain), di rumah dan bertetangga (perasaan nyaman dan tenang di rumah dan lingkungan
terdekatnya), psikologi dan emosional (persepsi lansia terhadap kehidupannya), keuangan (biaya hidup). Dari beberapa dimensi kualitas hidup lansia, dukungan keluarga memiliki peranan yang penting dalam penentu kualitas hidup lansia. Friedman (2010) menyatakan bahwa dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan dengan sifat dan jenis dukungan yang berbeda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal seperti dukungan suami, istri, atau dukungan dari saudara kandung dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti. Selain itu, dukungan keluarga dapat membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, dan hal ini dapat meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga. Suwadirman (2011) menjelaskan dukungan keluarga dapat berupa kasih sayang, cara merawatnya, menanggung biaya perawatan, dan menghargai klien yang menderita suatu gangguan maupun penyakit. Saragih (2015) berpendapat bahwa bentuk dukungan keluarga juga merupakan segala bentuk perilaku dan sikap positif yang diberikan keluarga kepada salah satu anggota keluarga, anggota keluarga memandang bahwa orang yang mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan. Friedman (2010) menyatakan bahwa keluarga mempunyai empat dimensi dukungan yakni dukungan emosional, informasional, instrumental dan dukungan penilaian. Dimensi emosional dapat berupa bantuan dalam memberikan rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat dan mengurangi putus asa, dukungan informasional meliputi komunikasi tentang
pemberian nasihat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Dukungan instrumental meliputi bantuan dalam melakukan aktifitas, istirahat, memberikan tenaga, dana, meluangkan waktu, dan mendengarkan anggota keluarga dalam menyampaikan perasaannya. Dukungan penilaian meliputi keluarga memberikan dorongan, penghargaan dan perhatian. Hasil penelitian Zurmelli (2015 dengan sampel 105 orang, didapatkan ρ Value = 0,002 < α 0,05 yang berarti bahwa adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien GGK. Penelitian Sutikno (2013)dengan sampel 41 orang diperoleh ρ value = 0,04 yang bermakna bahwa fungsi keluarga memiliki hubungan yang kuat dengan kualitas hidup lansia.penelitian Yenni (2011) dengan sampel 143 diperoleh ρ value = 0,001 yang bermakna bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian stroke pada lansia hipertensi. Dari penelitian Fattah, Elmabsout, dan Denna (2014)dengan jumlah sampel 312 orang didapatkan hasil ρ value = 0,01 yang bermakna bahwa dukungan keluarga dengan diet berhubungan secara signifikan terhadap diet self care pada lansia penderita diabetes. Sedangkan dari penelitian Supraba (2015) dengan jumlah sampel 144 orang didapatkan hasil ρ value = 0,04 yang bermakna bahwa kualitas hidup lansia berkaitan dengan aktivitas sosial, interaksi sosial, dan fungsi keluarga. Rendahnya dukungan keluarga akan berdampak terhadap penurunan kualitas hidup lansia yang menderita penyakit kronis. Proses penuaan yang
dialami oleh lansia telah menyebabkan perubahan kualitas hidup pada lansia apalagi lansia dengan penyakit kronis. Penelitian tentang dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi terhadap kualitas hidup lansia, terutama lansia dengan penyakit kronis belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi dukungan dengan kualitas hidup lansia yang menderita penyakit kronis. 1.2 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini adalah adakah hubungan dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi dengan kualitas hidup lansia yang menderita penyakit kronis? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan dukungan keluargadengan kualitas hidup lansia yang menderita penyakit kronis. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden. b. Mengidentifikasi hubungan Lama menderita penyakit kronis dan dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi dengan kualitas hidup lansia yang menderita penyakit kronis. 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman bagi pendidikan keperawatan, untuk memasukkan materi pemberdayaan keluarga ke dalam pembelajaran terkait lansia. Hal ini sangat perlu, karena pendekatan keluarga adalah salah satu prinsip perawatan lansia dengan terutama lansia dengan penyakit kronis. 1.4.2 Pelayanan Keperawatan Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam memberikan pelayanan keperawatan, khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan pada lansia yang menderita penyakit kronis secara lebih komprehensif dan berkualitas dengan menitikberatkan pada pelibatan lansia dan keluarga dalam pengelolaan penyakit kronis. 1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan Hasil penelitian diharapkan mampu menambah dan memperkaya khasanah keilmuan keperawatan, serta dapat digunakan sebagai dasar bagi penelitian selanjutnya yang berfokus pada efektifitas keluarga terhadap kemampuan perawatan diri lansia dengan penyakit kronis dan hubungannya dengan kualitas hidup.