33 HUBUNGAN KELOMPOK UMUR PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DENGAN PEMILIHAN JENIS ALAT KONTRASEPSI DI DESA PADAMUKTI KECAMATAN SOLOKANJERUK KABUPATEN BANDUNG Abstrak Ratih Ruhayati, S.ST, M.Keb Alat Kontrasepsi merupakakan alat untuk pengaturan kehamilan. jenis alat kontrasepsi yang banyak digunakan dimasyarakat antara lain; pil, suntik, implan, IUD, MOW, MOP dan Kondom. Dari studi pendahuluan terhadap 10 orang PUS didapat 2 PUS menggunakan alkon pil, suntik 3 PUS, implan 2 PUS, IUD I PUS, kondom 1 PUS dan tidak menggunakan alkon 1 PUS. Banyak faktor yang menentukan dalam pemilihan jenis alat kontrasepsi tersebut terutama faktor umur. Umur Pasangan Usia Subur (PUS) akan menentukan jenis alat kontrasepsi yang akan dipilih dan digunakan. PUS muda berorientasi pada jenis alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan, PUS dewasa menjarangkan kehamilan, dan PUS tua mengakhiri kehamilan.penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan Kelompok Umur Pasangan Usia Subur (PUS) dengan pemilihan jenis alat Kontrasepsi di desa Padamukti Kecamatan Solokanjeruk tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan survai analisis korelasi dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dengan total sampling sebanyak 93 responden laki-laki dan perempuan PUS, data diperoleh dengan cara menggunakan kuesioner dan dianalisis secara univariat dengan tabel distribusi frekuensi dan bivariat dengan menggunakan uji chi square. Berdasarkan hasil penelitian analisis univariat dari 93 responden, hampir sebagian memilih alkon suntik (27,9%), sebagian kecil memilih alkon pil (22,6%), implan (22,6%), IUD (11,8%), kondom (10,8%), MOW (2,2%) dan MOP (2,2%). Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji chi square diperoleh X² hitung (30,247) > X² tabel (21,026) dengan harga ῤ 0,003 < tingkat kesalhan 0,05. Terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok umur Pasangan Usia Subur (PUS) dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi. Kata Kunci: Alat Kontrasepsi, PUS, Umur Pendahuluan Jumlah penduduk diseluruh dunia pada tahun 2014 mencapai 7,2 miliar jiwa. Kebanyakan negara dengan penyumbang jumlah penduduk terbesar di dunia berada di benua Asia yang umumnya merupakan negara-negara berkembang. Negara berkembang mempunyai jumlah pertumbuhan penduduk diatas 1% pertahun, sementara negara maju dibawah 1% persen pertahun. Indonesia berada diurutan keempat negara dengan penduduk terpadat yang tersebar dari Sabang sampai Merauke (Adamz, 2014). Berdasarkan sensus terakhir yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia berjumlah 237.641.326 jiwa, dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 1,28%. Sedang menurut kementerian dalam negeri
34 jumlah penduduk Indonesia hingga periode September 2014 berjumlah 254.862.034 jiwa, terjadi kenaikan jumlah penduduk sebanyak 17.220.708 jiwa selama kurun 4 tahun (Sumber : Sinar Harapan, 2014). Untuk mengatasi laju penduduk ini, maka pemerintah berupaya untuk meningkatkan program Keluarga Berencana (KB) dengan sasaran Pasangan Usia Subur (PUS). Akses terhadap pelayanan keluarga berencana yang bermutu merupakan suatu unsur penting dalam upaya mencapai pelayanan kesehatan reproduksi. Diera Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan badan hukum penyelenggara BPJS, pelayanan KB harus dilaksankan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS ( Pipit, 2014 ). Akses pelayanan reproduksi tersebut merupakan hak asasi setiap orang terutama untuk memperoleh informasi dan akses terhadap metode dan jenis alat kontrasepsi yang aman, efektif, terjangkau dan memadai ( Saifuddin, 2006 :JM-1). Berdasarkan sensus nasional periode Agustus tahun 2012 peserta KB sebanyak 6.152.231 pengguna dengan rincian persentase jenis alat kontrasepsi yang digunakannya adalah sebagai berikut; IUD 459.177 orang (7,46 %), MOW 87.079 orang ( 1,24 %), MOP 17.331 orang (0,28 %), kondom 462.186 (7,51 %), implant 527.569 orang (8,58%), suntikan 2.949.633 (47,94 %), dan pil 1.649.256 orang (26,81 %). Dari data tersebut, sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan alat kontrasepsi dengan reaksi jangka pendek. Total pengguna alat kontrasepsi jangka pendek mencapai 83,33%, sementara pengguna alat kontrasepsi jangka panjang hanya sebesar 16,67%. Metode kontrasepsi yang mayoritas dipilih oleh masyarakat yaitu metode Suntikan dengan persentase 47,94%, sementara metode yang paling tidak diminati oleh masyarakat Indonesia adalah metode MOP dengan persentase hanya 0,51% (BKKBN, 2012). Meskipun program KB dinyatakan cukup berhasil di Indonesia, namun dalam pelaksanaanya hingga saat ini masih mengalami hambatan-hambatan yang dirasakan, antara lain adalah masih banyak Pasangan Usia Subur (PUS) yang masih belum menjadi peserta KB. Beberapa faktor penyebab mengapa PUS enggan menggunakan alat kontrasepsi, faktorfaktor tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu; segi pelayanan KB, segi ketersediaan alat kontrasepsi, segi pengetahuan juga hambatan agama dan, hambatan budaya. Penduduk Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2011 berjumlah 46.497.175 Juta Jiwa, dari jumlah tersebut terdapat 9 Juta pasangan usia subur dengan angka partisipasi KB sebesar 65 % (6,9 Juta PUS) (Profil Kependudukan Jawa Barat : 2011). Adapun penduduk Kabupaten Bandung pada Tahun 2013 berjumlah 3.415.700 jiwa, penduduk yang memasuki usia subur di Kabupaten Bandung mencapai 1.893.650 jiwa.
35 Peserta KB aktif sebanyak 544.629 orang dengan proporsi alat kontrasepsi; IUD 90.408 orang (16.6%), MOP 5.883 orang (1.1%), MOW 14.259 orang (2.6 %), Implan 21.194 orang (3.9 %), Suntik 299.287 orang (55 %), Pil 107.200 orang (19.7%) dan Kondom 6.398 orang (1.2%). (Profil Dinkes Kab.Bandung, 2013). Kontrasepsi secara harfiah dapat diartikan sebagai suatu alat atau metode yang digunakan untuk mencegah terjadinya kehamilan Kontrasepsi menjadi tanggung jawab bersama antara pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami dan istri. Suami dan istri harus saling mendukung dalam penggunaan metode kontrasepsi, hal ini dikarenakan KB dan kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab suami istri. Namun jumlah pria yang menggunakan alat kontrasepsi di Indonesia hanya 2,7 % dari total jumlah penduduk Indonesia (BKKBN,2011). Hal ini memberikan indikasi bahwa partisipasi kaum perempuan dalam menggunakan kontrasepsi masih cukup dominan dibandingkan partisipasi pria dalam menggunakan alat kontrasepsi. Ada beberapa faktor yang membuat pria kurang menyukai penggunaan alat kontrasepsi di antaranya adalah rendahnya pengetahuan dan pemahaman tentang hak-hak reproduksi, keterbatasan alat kontrasepsi pria, kondisi sosial, adanya kebudayaan disuatu daerah, adanya rumor tentang vasektomi serta penggunaan kondom untuk hal yang bersifat negatif (BKKBN, 2009). Dari data sekunder yang diperoleh, jumlah penduduk Kecamatan Solokanjeruk tahun 2013 adalah 80.460 jiwa dengan jumlah pasangan usia subur sebanyak 16.627 PUS. Dari jumlah tersebut yang mengikuti KB secara aktif adalah 13.431 orang. Jenis KB yang digunakan di Kecamatan Solokanjeruk adalah IUD sebanyak 2.075 orang atau 15,4%, MOP 139 orang (1 %), MOW 275 orang (2 %), Implan 707 orang (5,3 %), jenis KB Suntikan 6.704 orang (49,9%), Pil 3.524 orang (26.2%) dan Kondom 7 orang (0,1%) (seksi Kesga Kab.Bandung, 2013). Dari data yang diperoleh di Desa Padamukti Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung pada tahun 2012, diketahui bahwa jumlah penduduk sebanyak 7.305 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3.949 jiwa dan wanita berjumlah 3.356 jiwa. Dari jumlah penduduk diatas terdapat 1.926 keluarga merupakan pasangan usia subur, dengan peserta KB aktif sebanyak 1558 PUS. (Profil Puskesmas Padamukti, 2012). Karakteristik responden yang meliputi pendidikan, jumlah anak dan pekerjaan, status kesehatan dan lain-lain dapat mempengaruhi pasangan usia subur dalam menentukan dan menggunakan alat kontrasepsi. Disamping itu konsekuensi kegagalan atau kehamilan yang tidak diinginkan, besar keluarga yang direncanakan, persetujuan pasangan, agama dan norma
36 budaya lingkungan dan orang tua dapat pula menentukan keputusan untuk memilih dan menggunakan jenis alat kontrasepsi tertentu. ( Saifuddin, 2006 : viii) Hal lainnya yang dapat mempengaruhi partisipasi pasangan usia subur dalam penggunaan alat kontrasepsi adalah faktor usia pasangan usia subur (PUS). Hal ini dikarenakan akseptor (PUS) pada usia perkembangan tertentu akan memiliki karakteristrik berbeda antara yang satu dan lainnya sehingga akan berimplikasi pada pemilihan jenis alat kontrasepsi tertentu yang berbeda juga antara yang satu dan lainnya. Penekanan karakteristrik pasangan usia subur, pada sampel penelitian kali ini adalah pada faktor usia. Usia kelompok Pasangan Usia Subur ( PUS) menurut profil kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung yaitu; 15-19 Tahun, 20-24 tahun, 25-29 tahun, 30-34 tahun, 35-39 tahun, 40-44 tahun dan 45-49 tahun.( Profil Dinas Kesehatan Kab. Bandung, 2013). Rentang usia Pasangan Usia Subur dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu : Pasangan Usia Subur (PUS) muda 16-24 tahun, PUS dewasa 25-35 tahun dan PUS tua > 35 tahun ( Widyastuti, 2009 : 12). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 responden PUS dilingkungan rw 02 Desa Padamukti, berkaitan dengan jenis alat kontrasepsi yang digunakan oleh mereka, dengan menggunakan metode wawancara didapat 2 pasangan PUS menggunakan jenis alat kontrasepsi Pil, 3 PUS menggunakan jenis alat kontrasepsi suntik, 2 PUS menggunakan jenis alat kontrasepsi inplant, 1 PUS menggunakan jenis alat kontrasepsi IUD, 1 PUS menggunakan jenis alat kontrasepsi kondom, dan 1 PUS tidak menggunakan alat kontrasepsi. Banyak hal yang dapat mempengaruhi seseorang menggunakan ataupun menolak penggunaan jenis kontrasepsi tertentu membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Kelompok umur Pasangan Usia Subur (PUS) dengan Pemilihan jenis Alat Kontrasepsi. (Studi Kuantitatif Di Desa Padamukti Kecamatan Solokanjeruk Kabupaten Bandung) Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian survai analitik korelasi, penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan hubungan suatu keadaan atau situasi. Dalam penelitian ini tidak dilakukan terhadap seluruh objek atau populasi, melainkan hanya mengambil sebagian dari populasi tersebut (sampel) (Notoatmodjo,2005 : 26). Dalam hal ini peneliti akan menggunakan metode ini untuk melihat hubungan kelompok umur Pasangan Usia Subur (PUS) terhadap pemilihan jenis alat kontrasepsi.
37 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional, variable dependen dan variable indevenden diukur atau dikumpulkan secara simultan / dalam waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2005 : 27). Dalam penelitian ini pengukuran atau pengumpulan data tentang kelompok umur Pasangan Usia Subur (PUS) dan pemilihan jenis alat kontrasepsi dilakukan secara bersama-sama. Sasaran penelitian adalah usia 16 tahun sampai masa sebelum menopause dan telah menikah secara resmi dilembaga pemerintah. Usia tersebut adalah usia subur dengan sistem reproduksi yang telah matang. Perbedaan umur pada setiap kelompok PUS akan menentukan keputusan dan pemilihan jenis alat kontrasepsi yang diyakini efektif, efisien, efek samping yang rendah, mudah mendapati pelayanannya dan lain-lain. Petugas hanya membantu PUS membuat keputusan mengenai pilihannya, dan harus tanggap terhadap pilihan klien meskipun klien menolak memutuskan atau menangguhkan penggunaan kontrasepsi ( Saifuddin, 2006 : U-2). Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Hubungan Kelompok Umur Pasangan Usia Subur (PUS) Terhadap Pemilihan Jenis Alat Kontrasepsi di Desa Padamukti Kecamatan Solokanjeruk Tahun 2015 1. Analisa Univariat a. Distribusi Frekuensi Kelompok Umur PUS Kelompok umur pasangan usia subur pada penelitian ini ada tiga kategori, kelompok umur 16-24 tahun (PUS muda), kelompok umur 25-35 tahun (PUS dewasa), kelompok umu > 35 tahun (PUS tua) Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Umur (PUS) Frekuensi Persentase % 16-24 tahun 31 33,3 25 35 tahun 31 33,3 > 35 tahun 31 33,3 Total 93 100 ( Sumber : Hasil Penelitian tahun 2015)
38 Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan hasil, bahwa hampir sebagian responden berumur 16-24 tahun sebanyak 33 responden (33,3%), sebagian responden berumur 25-35 tahun sebanyak 33 responden (33,3%) dan yang sebagian responden berumur > 35 tahun sebanyak 33 responden (33,3 %). b. Distribusi Frekuensi Pemilihan Jenis Alat Kontrasepsi Jenis alat kontrasepsi yang diteliti dalam penelitian ini pil, suntik, implan, IUD, kondom, MOW dan MOP. Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pemilihan Jenis Alat Kontrasepsi Jenis Alkon Frekuensi Persentase % Pil 21 22,6 Suntik 26 28,0 Implan 21 22,6 IUD(AKDR) 11 11,8 Kondom 10 10,8 MOW 2 2,2 MOP 2 2,2 Jumlah 93 100 (Sumber:Hasil penelitian 2015) Tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian kecil responden menggunakan alat kontrasepsi pil 21 orang (22,6%), hampir sebagian dari responden menggunakan alat kontrasepsi suntik sebanyak 26 orang (27,9%), sebagian kecil dari responden menggunakan alat kontrasepsi implan 21 orang (22,6%), sebagian kecil responden menggunakan alat kontrasepsi kondom 10 orang (10,8%), sebagian kecil dari responden menggunakan alat kontrasepsi IUD sebanyak 11 orang (11,8%), dan sebagian kecil dari responden menggunakan alat kontrasepsi MOW dan MOP masing-masing 2 orang (2,2%)` 2. Analisa Bivariat Hubungan variabel independen Kelompok Umur Pasangan Usia Subur (PUS) dan variabel dependen Pemilihan Jenis Alat Kontrasepsi dapat dilihat dalam tabel 4.3.
39 Umur (th) Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kelompok Umur Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan Pemilihan Jenis Alat Kontrasepsi Pil Suntik Implan IUD Kondom MOW MOP Total X² Hitung X² tabel 16-24 11 12 2 0 6 0 0 31 30,247 21,026 0,003 25-35 5 8 9 5 4 0 0 31 >35 5 6 10 6 0 2 2 31 Total 21 26 21 11 10 2 2 93 (Sumber:Hasil penelitian 2015) Hasil pengujian chi-square dengan SPSS for windows seri 17 diatas diperoleh X² hitung lebih besar dari X² tabel dengan harga ῤ lebih kecil dari tingkat kesalahan α (0,003 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kelompok umur PUS dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi, dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima. ῤ B. Pembahasan 1. Kelompok Umur Pasangan Usia Subur Dari tabel 4.1 jumlah responden 93 orang menunjukan hampir sebagian dari responden berumur 16-24 tahun (33,33%), PUS dewasa 25-35 tahun (33,33%) dan PUS tua >35 tahun (33,33%). Kelompok PUS merupakan kelompok yang memiliki pribadi yang unik, memiliki hak untuk mengontrol diri sendiri, dan keinginan. PUS yang satu dengan yang lainnya tidak akan sama, baik secara fisik, emosi, spiritual, sosial dan lingkungan tempat berada, maupun budaya; sehingga akan memiliki masalah dalam keluarga berbeda pula ( Suryani, 2006 : 8 ). Masalah kesehatan reproduksi yang sering muncul pada kelompok umur pasangan usia subur (PUS) lebih dikarenakan faktor pendidikan, lingkungan dan pekerjaan, dan faktor perilaku (Widyastuti, 2009 : 26)
40 Masalah Pendidkan seperti Buta huruf dan pendidikan rendah menyebabkan pasangan usia subur tidak mempunyai pandangan, wawasan, kepandaian, persepsi matang mengenai informasi yang dibutuhkan kaitannya dengan masalah kesehatan reproduksi. Masalah lingkungan dan pekerjaan yang kurang memperhatikan kesehaan Pasangan Usia Subur (PUS) yang bekerja akan mengganggu kesehatan fisiknya, begitu juga dengan masalah seks dan seksualitas dapat mempengaruhi kesehatan reproduksi (Widyastuti, 2009 : 18) Umur Pasangan Usia Subur (PUS) dalam hal ini seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan (Widyastuti, 2009 : 108) Pasangan usia subur (PUS) dengan risiko tinggi saat kehamilan untuk umur < 20 tahun sebaiknya menunda kehamilan, dan untuk PUS dengan risiko tinggi saat kehamilan untuk umur >35 tahun sebaiknya mengakhiri untuk hamil. 2. Alat Kontrasepsi Kualitas manusia diantaranya ditentukan oleh keturunan. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat. Hal ini menyangkut penyiapan wanita sebelum perkawinan, sebelum kehamilan (prakonsepsi), masa kehamilan dan masa nipas, termasuk upaya penjarangan kehamilan dengan menggunakan jenis alat kontrasepsi tertentu (Suryani, 2006 : 30). Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan, dan merupakan hak setiap individu sebagai mahluk sosial (Saifuddin, 2006 : U-46).
41 Jenis alat kontrasepsi banyak bentuk dan sediaannya, dan dalam penelitian ini jenis alat kontrasepsi yang diteliti adalah; pil, suntik, implan, IUD (AKDR), kondom, MOW dan MOP. Tabel 4.2 menunjukan bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) yang memilih jenis alat kontrasepsi pil sebanyak 21 orang (22,6%), suntik sebanyak 26 orang (27,9%), implan sebanyak 21 orang (22,6%), IUD (AKDR) sebanyak 11 orang (11,8%), kondom sebanyak 10 orang (10,8%), MOW sebanyak 2 orang (2,2%), dan MOP sebanyak 2 orang (2,2%). Dalam memilih dan menentukan jenis alat kontrasepsi harus menekankan pada aspek rasionalitas; yaitu sesuai dengan fase perkembangan dan umur Pasangan Usia Subur (PUS). Fase Menunda kehamilan terutama untuk PUS muda yang kurang dari 20 tahun, alat kontrasepsi pilihan utamanya adalah pil. Fase menjarangkan kehamilan, fase ini berada pada usia PUS 20-35 tahun, jenis alat kontrasepsi pilihan utamanya adalah IUD (AKDR). Fase mengakhiri kehamilan, fase ini berada pada usia >35 tahun, alat kontrasepsi pilihan utamanya adalah MOW dan MOP. 3. Hubungan Kelompok Umur Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan Pemilihan Jenis Alat Kontrasepsi. Dari tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelompok umur pasangan usia subur (PUS) dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi. Dalam hal ini, fakror umur pasangan usia subur (PUS) merupakan faktor predisposisi dalam pemilihan jenis alat kontrasepsi. Pemilihan dan penentuan jenis alat kontrasepsi di perkuat dengan faktor pendukung seperti jumlah paritas, jenis kelamin, riwayat penggunaan kb sebelumnya, dan status pekerjaan.
42 Kelompok umur 16-24 tahun (PUS) muda merupakan kelompok pasangan yang berada pada periode awal perkawinan dengan tujuan terbentuk kemapanan keluargaa terlebih dahulu baik psikis, ekonomi, dan lain-lain sebelum hadirnya anggota keluarga baru, sehingga kelompok ini sangat tepat masuk dalam fase menunda kehamilan.(saifuddin, 2006 : MK-29). Hasil penelitian di desa Padamukti kecamatan Solokanjeruk alat kontrasepsi yang dipilih oleh sebanyak 31 responden PUS muda menunjukan hampir sebagian dari responden memilih jenis alat kontrasepsi pil 11 orang (35,5%) dan suntik 12 orang (38,7 %) dan sebagian kecil dari responden memilih jenis alat kontrasepsi lainnya. Kedua jenis alat kontrasepsi ini banyak dipilih kemungkinan karena kedua jenis alat kontrasepsi tersebut lebih mudah untuk menghentikannya bila sewaktu-waktu berencana untuk hamil, memulai dan atau menambah anggota keluarga baru. Kelompok umur 25-35 tahun (PUS) dewasa merupakan kelompok pasangan yang dimungkinkan telah memiliki keturunan, dan berada pada fase menjarangkan kehamilan, waktu penjarangan kehamilan adalah 2-4 tahun. Dengan penjarangan ini diharapkan akan terwujud program keluarga berencana dengan tujuan mewujudkan keluarga berkualitas yyaitu keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa (Saifuddin, 2006 : viii ). Jenis alat kontrasepsi pilihan pertama pada fase ini adalah iud (AKDR), pilihan lainnya adalah suntik, pil, implan dan kondom. Hasil penelitian di desa Padamukti kecamatan Solokanjeruk alat kontrasepsi yang dipilih oleh sebanyak 31 responden PUS dewasa menunjukan hampir
43 sebagian dari responden memilih jenis alat kontrasepsi implan 9 orang (29%), suntik 8 orang (25,8 %) dan sebagian kecil dari responden memilih jenis alat kontrasepsi iud 5 orang (16,1%), 5 orang pil (16,1%) dan kondom 4 orang (12,9%). Kelima jenis alat kontrasepsi ini dipilih karena alat kontrasepsi tersebut dapat dihentikan dan dimungkinkan pasangan usia subur (PUS) dewasa merencanakan kembali untuk kehamilan berikutnya. Kelompok umur > 35 tahun PUS tua termasuk pada fase mengakhiri kehamilan, alat kontrasepsi yang dianjurkan yaitu tubektomi atau vasektomi. pilihan lainnya adalah iud, suntik, pil, dan kondom. Hasil penelitian di desa Padamukti kecamatan Solokanjeruk alat kontrasepsi yang dipilih oleh sebanyak 31 responden PUS tua, menunjukan hampir sebagian dari responden memilih alat kontrasepsi implan sebanyak 10 orang (32,3%), sebagian kecil responden dari PUS tua memilih IUD sebanyak 6 orang (19,4%), suntik sebanyak 6 orang (19,4%), pil sebanyak 5 orang (16,1%), MOW sebanyak 2 orang (6,5%), dan MOP sebanyak 2 orang (6,5%). Walaupun alat kontrasepsi mop dan mow dipilih masing-masing sebanyak 6,5 % oleh kelompok umur pasangan usia subur (PUS) tua, namun bila dilihat dari plihan responden ketiga kelompok umur Pasangan Usia Subur (PUS) terhadap jenis alkon MOW dan MOP, maka kelompok umur PUS tualah yang memiliki keterwakilan pilihan terhadap jenis alkon tersebut. Hal tersebut karena usia > 35 tahun merupakan usia risiko tinggi untuk hamil, dan pada usia tersebut dimungkinkan sudah memiliki paritas. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan kelompok umur pasangan usia subur (PUS) dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi di desa Padamukti kecamatan Solokanjeruk tahun 2015, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
44 1. Data Distribusi Kelompok Umur Pasangan Usia Subur Dari 93 orang responden, kelompok umur PUS muda (16-24 tahun) sebanyak 31 responden (33,3%), kelompok umur PUS dewasa (25-35 tahun) sebanyak 31 responden (33,3 %), dan PUS tua (>35 tahun) sebanyak 31 responden (33,3%) 2. Data Distribusi Frekuensi Jenis Alat Kontrasepsi Dari 93 responden, alat kontrasepsi pil dipilih oleh 21 responden (22,6%), jenis suntik 26 responden (28 %), implan 21 responden (22,6%), iud 11 responden (11,8%), kondom 10 responden (10,8%), mow 2 responden (2,2%) dan mop 2 responden (2,2%). 3. Hubungan Kelompok Umur Pasangan Usia Subur (PUS) Dengan Pemilihan Jenis Alat Kontrasepsi Hasil pengujian chi-square dengan SPSS for windows seri 17 diatas diperoleh X² hitung lebih besar dari X² tabel dengan harga ῤ lebih kecil dari tingkat kesalahan α (0,003 < 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kelompok umur Pasangan Usia Subur (PUS) dengan pemilihan jenis alat kontrasepsi, dengan demikian Ho ditolak dan H1 diterima.
45 BIBLIOGRAFI Adamz, Mudi (2015), Jumlah Penduduk Dunia, http ://mudi.mywapblog.com, 26 pebruari 2015 Arikunto (2014). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Alhadda ( 2014), Data Pengguna Alat Kontasepsi Tahun 2012, http ://alhadda- fisip 11.web.unair.ac.id/, 26 Pebruari 2015. BPS (2010). Jumlah Penduduk Indonesia. http://www.bps.go.id, 26 Pebruari 2015. Data Pengguna Alat Kontasepsi Tahun 2012. http ://alhadda- fisip 11.web.unair.ac.id/, 26 Pebruari 2015. Depkes R.I. Farmakope Indonesia. Jakarta : Penerbit Depkes R.I. Dinkes Kabupaten Bandung (2013). Profil Kesehatan Tahun 2013. Soreang. Dinkes Kabupaten Bandung (2013). Laporan Tahunan Puskesmas Padamukti Tahun 2013. Hidayat, Alimul, Aziz (2011). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Howard ( 2005). Pengantar Bentuk Sediaan Universitas Indonesia Farmasi. Jakarta : Penerbit Kusmiyati (2010). Perawatan Ibu Hamil (Asuhan Ibu Hamil). Jogjakarta : Fitramaya. Notoatmojo, Soekidjo ( 2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo ( 2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rieneka Cipta Sugilar (2015), Pencapaian Peserta KB Stabil, http://www.pikiran-rakyat.com, 26 pebruari 2015 Saifuddin (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro Harjo Suryani (2006). Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC. Widyastuti, 2009. Kesehatan Reproduksi. Jakarta.