1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal (Depkes, 2006). Derajat kesehatan sangat menentukan dalam pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia dan merupakan modal bagi pelaksanaan pembangunan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu diselenggarakan upaya kesehatan yang menyeluruh dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Rumah sakit berperan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu termasuk pelaksanaan pelayanan kegiatan kefarmasian yang baik oleh tenaga profesional kesehatan seperti dokter, farmasis, dan tenaga kesehatan lainnya yang terlibat dalam pelayanan keepada pasien (Depkes, 2006). Masyarakat Indonesia yang kini memasuki era modern mengalami peningkatan kesejahteraan yang berdampak dengan semakin meningkatnya tingkat kejadian berbagai penyakit degeneratif. Besarnya permasalahan Diabetes Mellitus (DM) dapat diukur dengan angka kejadian DM dan penyakit penyulit yang disebabkannya (Waspadji, 2011). Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (70-110 mg/dl). Di Indonesia ini sudah merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang meningkat 2-3 kali lebih cepat dari negara maju. Pada tahun 2000 ada 8,4 juta orang yang mengidap diabetes, pada tahun 2010 mencapai 21,3 juta orang. Diperkirakan pada 2025 akan menjadi 59 juta orang atau urutan kelima terbanyak di dunia (PERKENI 2002). Berdasarkan data Departemen Kesehatan jumlah pasien DM rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh
2 penyakit endokrin dan 4% wanita hamil menderita Diabetes Gestasional (Depkes, 2009). Empat klasifikasi yang diperkenalkan oleh American Diabetes Assosiation (ADA) didasarkan atas pengetahuan mutakhir mengenai patogenesis sindrom diabetes dan gangguan toleransi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi klinis gangguan toleransi glukosa: (1) diabetes mellitus tipe 1, (2) diabetes mellitus tipe 2, (3) diabetes gestasional (diabetes kehamilan), dan (4) tipe khusus lain (Schteingart, 2006). Diabetes tipe 1 ditandai dengan adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering disebut insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM, karena pasien mutlak membutuhkan insulin. Diabetes tipe 2, akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Pada diabetes tipe 2 tidak selalu membutuhkan insulin, kadangkadang cukup dengan diet atau antidiabetik oral. Karenanya tipe ini disebut noninsulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM. Jenis diabetes lainnya, misalnya gestational diabetes (DM pada kehamilan) disebabkan oleh tubuh yang tidak mampu menghasilkan dan menggunakan cukup insulin. Gestational diabetes biasanya akan menghilang setelah melahirkan (Suherman, 2009). Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.193/Kab.B.VII/2000 dinyatakan bahwa Oral Antidiabetik (OAD) yang terapi utamanya untuk penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 terdiri atas 5 golongan, yaitu Golongan Sulfonylurea, Biguanid, Meglitinid, Thiazolidinedion, dan Alpha-Glucosidase Inhibitors. Golongan Sulfonylurea (Chlorpropamide, Glibenclamid, Gliquidone, Gliclazide, Glipizide, Glimepiride) cara kerjanya dengan merangsang sel beta dari pankreas untuk memproduksi lebih banyak insulin. Golongan Biguanid (Metformin) bekerja dengan cara mengurangi resistensi insulin di dalam tubuh sehingga glukosa darah menjadi turun. Golongan Meglitinid (Nateglinid, Repaglinid) bekerja dengan melepaskan insulin dari pankreas secara cepat dan dalam waktu singkat. Golongan Thiazolidinedion (Pioglitazone, Rosiglitazone) bekerja dengan merangsang jaringan tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin, sehingga insulin bisa bekerja lebih baik, glukosa darah akan lebih banyak diangkut masuk
3 ke dalam sel, dan kadar glukosa darah akan turun. Golongan Alpha-Glukosidase Inhibitors (Acarbose) bekerja di usus, menghambat enzim di saluran cerna, sehingga pemecahan karbohidrat menjadi glukosa atau pencernaan karbohidrat di usus menjadi berkurang dan glukosa darah sesudah makan tidak cepat naik (Depkes, 2000). Insulin sangat penting untuk kelangsungan hidup pasien dengan diabetes tipe 1, yang sel βnya telah rusak. Selain itu juga insulin dapat digunakan dalam terapi pasien diabetes tipe 2, bila gejala yang diderita tidak dapat dikontrol dengan diet, olahraga atau obat oral antidiabetes. Insulin juga digunakan pada pasien dengan diabetes tipe 2 selama kehamilan (Fauci et al., 2008). Tipe insulin berdasarkan puncak dan jangka waktu efeknya yaitu insulin kerja singkat (shortacting) atau lebih sering disebut dengan insulin regular. Insulin regular (Actrapid, Humulin R) adalah satu-satunya produksi insulin yang cocok untuk pemberian intravena. Insulin kerja cepat (rapid-acting), cepat diabsorbsi adalah insulin analog seperti Novoravid, Humolog, dan Apidra. Insulin kerja sedang yaitu NPH (Neutral Protamin Hagedom) termasuk Monotard, Insulatard dan Humulin N. Insulin kerja panjang mempunyai kadar zink yang tinggi untuk memperpanjang waktu kerjanya. Termasuk dalam jenis ini adalah insulin basal seperti Glargine (lantus) dan Detemir (levemir) yang dapat memenuhi kebutuhan basal insulin selama 24 jam tanpa adanya efek puncak (Soegondo, 2011). Analisa terkait profil peresepan obat antidiabetes pada pasien rawat jalan dalam penelitian ini ditinjau dari resep pasien, dimana terdapat hubungan linier antara farmasis dan dokter dalam memberikan terapi kepada pasien (Soegondo, 2011). Dalam kasus ini adalah Diabetes Mellitus (DM), dimana terapinya sangat bervariasi sehingga dapat dilihat seberapa banyak obat yang diterima pasien dan kombinasi terkait terapi. Adapun kombinasi dalam pemberian obat antidiabetes menunjukkan adanya komplikasi pada penderita Diabetes Mellitus. Peran farmasis disini adalah untuk melihat sekaligus menganalisis bagaimana peresepan obat antidiabetes pada pasien DM (Suyono, 2011). Penelitian tentang profil peresepan obat antidiabetes pada pasien rawat jalan perlu dilakukan, agar dapat mengevaluasi pengobatannya. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya dengan alasan bahwa
4 RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya merupakan Rumah Sakit Umum Daerah yang banyak menerima pasien dari berbagai kalangan sehingga memungkinkan pasien penderita DM dengan segala tipe yang berasal dari latar belakang yang beragam. Diharapkan penelitian ini dapat membantu rumah sakit untuk mengetahui peresepan obat antidiabetes pada pasien rawat jalan. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimanakah profil peresepan obat antidiabetes pada pasien rawat jalan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya, periode April sampai dengan Juni 2015? 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dilakukan terhadap pasien rawat jalan penderita DM yang diberikan terapi obat di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya periode April sampai dengan Juni 2015. 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memberikan gambaran tentang profil peresepan obat antidiabetes pada pasien rawat jalan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. 1.4.2 Tujuan Khusus Penelitian Penelitian ini bertujuan khususnya untuk mengetahui profil peresepan obat antidiabetes pada pasien rawat jalan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya, yang meliputi aspek : 1. Prosentase obat antidiabetes tunggal pada pasien rawat jalan. 2. Prosentase obat antidiabetes kombinasi pada pasien rawat jalan. 3. Prosentase masing-masing golongan obat OAD pada pasien rawat jalan. 4. Prosentase masing-masing golongan insulin pada pasien rawat jalan. 5. Prosentase jenis kelamin pasien rawat jalan. 6. Prosentase usia pasien rawat jalan.
5 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat untuk : 1. Sebagai bahan pengetahuan dalam pengobatan penyakit DM sehingga farmasis dapat memberikan pelayanan yang tepat dengan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya. 2. Mengetahui jenis dan golongan obat antidiabetes yang paling banyak diberikan. 3. Sebagai bahan evaluasi bagi pihak rumah sakit dalam pengobatan penyakit DM.