1.1. Potensi Ampas Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman jagung dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L. adalah salah

I. PENDAHULUAN. Kelapa sawit adalah salah satu komoditas non migas andalan Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

I. PENDAHULUAN. hijauan serta dapat mengurangi ketergantungan pada rumput. seperti jerami padi di pandang dapat memenuhi kriteria tersebut.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

TINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Pengembangan ternak ruminansia di Indonesia akan sulit dilakukan jika hanya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

PENGARUH METODE PENGOLAHAN KULIT PISANG BATU (Musa brachyarpa) TERHADAP KANDUNGAN NDF, ADF, SELULOSA, HEMISELULOSA, LIGNIN DAN SILIKA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

SUPARJO Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Univ. Jambi PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

Gambar 1.1. Tanaman Sagu Spesies Mitroxylon Sago

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

1. Pendahuluan. 2. Pengertian

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

PENDAHULUAN. ANALISIS PROKSIMAT (Proximate Analysis)

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah dan Perkembangan Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sumber nitrogen pada ternak ruminansia berasal dari non protein nitrogen

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh wilayah Indonesia. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. areal sekitar luas 1,5 juta hektar (ha) dari luasan tersebut pada tahun 2005 dapat

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

II.TINJAUAN PUSTAKA. laut. Pisang dapat tumbuh pada iklim tropis basah, lembab dan panas dengan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. TINJAUAN PUSTAKA. tanda-tanda morfologi seperti aren, dimana batang sagu merupakan silinder yang

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. ruminansia adalah ketersedian pakan yang kontiniu dan berkualitas. Saat ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

I. PENDAHULUAN. kehidupan dan kelangsungan populasi ternak ruminansia. Menurut Abdullah et al.

II. TINJAUAN PUSTAKA. penampilan barang dagangan berbentuk sayur mayur yang akan dipasarkan

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

TINJAUAN PUSTAKA. Nenas merupakan anggota dari famili Bromeliaceae yang terdiri dari 45 genus serta 2000

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Pelepah Kelapa Sawit sebagai Pakan Ternak. disebarluaskan ke Sumatera dan Malaysia (Aritonang, 1986).

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Ubi Kayu menjadi Tepung Tapioka Industri Rakyat Sumber : Halid (1991)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Potensi Kambing sebagai Ternak Penghasil Daging

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

HASIL DAN PEMBAHASAN

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Potensi Ampas Sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti Menurut Bintoro dkk (2010) sagu ( Metroxylon sp) merupakan tanaman monokotil dari keluarga palmae. Genus Metroxylon secara garis besar digolongkan menjadi dua yaitu tanaman yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dengan kandungan pati rendah dan tanaman sagu yang berbunga atau berbuah sekali (Hepaxanthic) yang memiliki pati lebih tinggi. Bagian utama tanaman sagu yang diambil hasilnya adalah batang yang merupakan tempat menyimpan cadangan makanan berupa karbohidrat. Batang sagu berbentuk silinder dengan kulit luar keras dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat dan pati. Sagu memiliki anak daun dan berpelepah. Daun berperan penting dalam pembentukan pati melalui proses fotosintesis (Bintoro dkk., 2010). Gambar 2.1. Gambar Pohon Sagu Sumber: Sangadji (2009) 4

Potensi ampas sagu dapat dilihat dari luas areal tanaman sagu dan produksi sagu di Kabupaten Kepulauan Meranti. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) luas areal tanaman sagu di Kecamatan Tebing Tinggi, Tebing Tinggi Barat, Rangsang, Rangsang Barat dan Merbau pada Tahun 2009 diketahui 37.042 Ha dengan produksi sagu 196.101 ton (BPS, 2010). Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tahun 2010 dan 2011 memperlihatkan bahwa luas areal tanaman sagu diketahui sama dan sedikit meningkat dari tahun sebelumnya, luas areal tanaman sagu pada Tahun 2010 dan 2011 adalah 37.436 Ha (BPS, 2011; 2012) dengan produksi sagu 198.162 ton pada Tahun 2010 (BPS, 2011) dan 225.723 ton pada Tahun 2011 (BPS, 2012). Menurut Bintoro dkk (2010) kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda, tergantung jenis pohon sagu, umur dan lingkungan tumbuhnya. Tanaman sagu dapat dipanen apabila telah mencapai masak secara fisiologis yang ditandai dengan fase menyorong (munculnya calon bunga) yaitu umur tanaman 10-12 tahun. Menurut Idral dkk (2012) pada proses produksi sagu dihasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah empulur sagu berserat (ampas sagu), kulit batang sagu (bark) dan air buangan (waste water). Kulit batang sagu dan ampas sagu yang dihasilkan dari proses produksi sagu berturut-turut sekitar 26 % dan 14 % berdasarkan bobot total batang sagu. Perbandingan antara tepung dan ampas sagu yang dihasilkan dalam proses pengolahan balok sagu menjadi tepung sagu adalah 1 : 6 (Rumalatu, 1998). Ditambahkan oleh Kiat (2006) dalam pengolahan balok sagu menjadi tepung sagu 5

diperoleh 18,5 % pati sagu dan 81,5 % berupa ampas sagu. Bagan pengolahan balok sagu menjadi tepung sagu dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini. Batang Sagu Pengupasan kulit dan pemotongan Ditambah Air Ditambah Air Pemarutan Peremasan Penyaringan Kulit Batang Sagu Pengendapan Pengeringan Ampas Sagu Air Sisa Tepung Sagu Gambar 2.2. Bagan Pengolahan Sagu Sumber: Sangadji (2009) Nuraini dkk (2005) menyatakan bahwa ampas sagu berupa serat-serat empelur yang diperoleh dari pemarutan dan pemerasan isi batang sagu dalam pengolahan batang sagu menjadi tepung sagu. Ampas sagu dapat menjadi alternatif bahan pakan sumber energi karena mengandung bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang tinggi yaitu 76,51 %, tetapi ampas sagu kurang baik bila 6

digunakan sebagai pakan tunggal karena berdasarkan bahan keringnya, ampas sagu memiliki kandungan protein kasar rendah. Kandungan nutrisi ampas sagu dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.1. Kandungan Nutrisi Ampas Sagu Kandungan Nutrisi Kandungan (%) (a) (b) (c) (d) Kandungan air 11,68 - - - Protein kasar 3,38 3,29 1,36 2,10 lemak kasar 1,01 0,97-1,80 serat kasar 12,44 18,50 28,30 20,30 Abu 12,43 4,65-4,60 Bahan Kering 88,32 - - 86,00 BETN - - - 71,30 Keterangan: (a) Sumber: Adelina (2008) (b) Sumber: Martaguri dkk (2011) (c) Sumber: Tampoebolon (2009) (d) Sumber: Sangadji (2009) 1.2. Pengolahan Bahan Pakan Umumnya bahan pakan yang berasal dari limbah memiliki nilai nutrisi yang rendah terutama protein dan kecernaannya (Dev endra, 1980). Dibutuhkan perlakuan untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dari limbah (Sangadji, 2009). Pengolahan bahan pakan secara fisik dapat dilakukan dengan pencacahan, penggilingan, peleting, pembasahan, pemasakan (sterilisasi) dan pemanasan dengan tekanan uap (Ryu, 1989). Pakan dengan bentuk fisik yang lebih halus dapat meningkatkan konsumsi, efisiensi, pertambahan bobot badan dan kecernaan (Anggorodi, 1979). Menurut Mucra et al (2009) perlakuan secara biologis bertujuan untuk meningkatkan nilai kecernaan bahan pakan berserat tinggi dengan bantuan mikroorganisme seperti jamur, bakteri atau penambahan enzim. Tujuannya adalah 7

mendegradasi lignohemiselulosa yaitu komponen serat kasar yang mengganggu kecernaan. Bahan pakan berkualitas rendah dapat ditingkatkan kualitasnya dengan perlakuan alkali menggunakan NaOH, Ca(OH) 2, atau gas NH 3 (Sutardi dkk., 1993). Dari berbagai penelitian yang dilakukan tentang pengolahan bahan pakan secara kimiawi dilaporkan bahwa perlakuan kimiawi dapat memperbaiki kualitas pakan, kecernaan dan intake beberapa komponen dinding sel dapat meningkat dengan perlakuan kimia (Ryu, 1989). Menurut Parakkasi (1999) bahan -bahan yang dapat digunakan untuk perlakuan kimiawi dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu alkali, asam, reagen oksidatif (NaOH, urin sapi, urea dan amonia encer). Parakkasi (1999) menambahkan bahwa bahan kimia yang dapat digunakan untuk pengolahan bahan pakan adalah alkali (NaOH, KOH, Ca(OH) 2, amonia anhidrase (NH 3 ), larutan amonia (NH 4 OH). 2.3. Urea Menurut Parakkasi (1999) urea merupakan salah satu sumber Non Protein Nitrogen (NPN) yang berbentuk kristal berwarna putih dan bersifat mudah larut dalam air dengan kandungan nitrogen 45 %. Penggunan urea dalam bahan pakan bertujuan untuk meningkatkan kandungan protein kasar, meningkatkan kecernaan dinding sel, menghancurkan aflatoksin, meningkatkan kandungan energi pada bahan pakan mencapai 70 % - 80 %, berfungsi sebagai pengawet serta meningkatkan palatabilitas bahan pakan. 8

Menurut Komar (1984) keunggulan amoniasi dengan urea dibandingkan dengan perlakuan alkali lainnya adalah amoniasi urea mampu menyediakan nitrogen (N) unt uk pertumbuhan mikroba rumen. Kelebihan lainnya adalah sederhana dalam pengerjaannya, murah, mudah, berfungsi sebagai pengawet, mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang tidak dikehendaki, meningkatkan kandungan protein kasar hingga dua kali lipat, lebih disukai dan tidak menimbulkan polusi atau ramah lingkungan. Rumus kimia urea dan urea ditambah air dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 di bawah ini. NH 2 C O NH 2 Gambar 2. 3. Rumus Kimia Urea Sumber : Siregar (1995) CO(NH 2 ) 2 + H 2 O 2NH 2 + CO 2 Gambar 2.4. Rumus Kimia Urea Ditambah air Sumber : Marjuki (2013) 2.4. Amoniasi Menurut Klopfestein (1987) amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimiawi pada bahan pakan dengan menambahkan amonia bersifat alkalis yang dapat melarutkan hemiselulosa dan akan memutuskan ikatan lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Penambahan amonia mengakibatkan perubahan komposisi dan struktur dinding sel yang berperan membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa sehingga serat tersebut akan mudah diuraikan oleh enzim mikroba. 9

Penambahan amonia dapat meningkatkan kandungan protein kasar bahan pakan yang diamoniasi dengan urea karena adanya amonia hasil hidrolisis urea yang terfiksasi ke dalam jaringan serat dan nitrogen yang terfiksasi akan terukur sebagai protein kasar (Klopfestein, 1987). Prinsip amoniasi adalah penggunaan urea sebagai sumber amonia dengan tujuan melarutkan mineral silikat, menghidrolisis ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa, meningkatkan kecernaan, meningkatkan kandungan protein kasar, serta menekan pertumbuhan jamur (Setyono dkk., 2009). Bahan kimia yang sangat efisien digunakan untuk pengolahan bahan pakan secara kimiawi adalah alkali (NaOH, KOH, Ca(OH) 2 ), amonia anhidrase (NH 3 ) dan larutan amonia (NH 4 OH) (Komar, 1984). Sangadji (2009) menambahkan bahwa penggunaan NH 3 gas yang dicairkan dan larutan amonia (NH 4 OH) umumnya menemui kendala karena harga yang relatif mahal. Lebih lanjut, Sangadji (2009) menambahkan penggunaan NH 3 gas membutuhkan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi ( minimum 10 bar) dan penggunaan NH 4 OH terbatas hanya di laboratorium. Menurut Marjuki (2013) kandungan air mempengaruhi lama amoniasi, kandungan air yang kurang dari 30 % menyebabkan proses hidrolisis urea akan berlangsung lambat sehingga akan memperlambat proses amoniasi. Kandungan air lebih dari 60 % maka akan terlalu banyak air yang digunakan sehingga amonia yang terbentuk larut dalam air dan mengendap di bagian bawah silo sehingga proses amoniasi menjadi tidak merata. Menurut Marjuki (2013) proses hidrolisis urea menjadi amonia berlangsung dengan baik pada kisaran suhu 30 o C - 60 o C. Hidrolisis urea dapat 10

berlangsung dalam waktu sehari sampai seminggu pada suhu antara 20 o C - 45 o C dan proses tersebut berlangsung sangat lambat pada suhu 5 o C - 10 o C. Semakin tinggi suhu dan tekanan maka proses amoniasi akan berlangsung semakin cepat. Zain (2006) melaporkan amoniasi tandan kosong sawit dengan larutan urea 0 %, 2 %, 4 % dan 6 % dan lama amoniasi 3 minggu, dengan level urea hingga 6 % dapat meningkatkan kandungan protein kasar menjadi 9,82 %, menurunkan kandungan faksi serat Neutral Detergent fiber (NDF) menjadi 74,91 %, acid detergent fiber (ADF) menjadi 54,93 %, selulosa menjadi 44,98 %, hemiselulosa menjadi 19,98 % dan lignin mejadi 8,71 %. Afrijon (2011) melakukan penelitian amoniasi pod kakao dengan level urea yang berbeda, yaitu 0 %, 3 %, 6 % dan 9 %. Dilaporkan bahwa terjadi peningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pod kakao berturut-turut dari 40,017 % (kontrol) menjadi 54,492 % dan 46,377 % (kontrol) menjadi 63,555 % pada level urea 9 %. Hanafi (1999) melaporkan amoniasi daun kelapa sawit dengan level urea 8 % dan lama amoniasi 30 hari menghasilkan ph basa dengan rataan ph amoniasi daun kelapa sawit 8,31. Penambahan molases pada amoniasi jerami padi menggunakan urea menghasilkan ph 5,5-7 (Bata, 2008). Sangadji (2009) melaporkan pemberian ampas sagu amoniasi sebagai pengganti rumput lapangan dengan level 15 % - 45 % menghasilkan ph cairan rumen 6,7-6,9, level amonia 9,8-10,00 mm dan volatile fatty acid (VFA) 88,3-98,2 mm maka disimpulkan bahwa pemberian ampas sagu amoniasi dengan level 15 % - 45 % tidak mengganggu keseimbangan mikroorganisme dalam rumen secara in vitro karena proses fermentasi berjalan dengan baik. 11

Suhardi (2011) melaporkan substitusi rumput gajah dengan jerami padi amoniasi pada level 5 % - 15 % tidak mempengaruhi kandungan protein, lemak susu, laktosa susu dan berat jenis susu sapi FH (Friesian Holstein), sehingga jerami padi amoniasi dapat digunakan untuk menggantikan sebagian rumput gajah pada ransum dan tidak mempengaruhi kualitas susu sapi FH (Friesian Holstein). Ditambahkan oleh Khasrad dan Rusdimansyah (2011) pemberian jerami padi amoniasi dengan taraf 25 % - 50 % menghasilkan tingkat keempukan daging 3,80 kg/cm 2-6,44 kg/cm 2, daya ikat air 44,86 % - 51,22 %, susut masak 37,27 % - 44,16 % dan ph 5,16 % - 5,38 % dan disimpulkan bahwa pemberian jerami padi amoniasi tidak mempengaruhi kualitas daging sapi pesisir. Mayulu dkk (2012) melaporkan pemberian ransum komplit berbasis limbah kelapa sawit amoniasi fermentasi pada domba tidak menyebabkan gangguan hematologis. Ini terlihat dari profil darah domba perlakuan dengan kandungan glukosa darah berkisar antara 73,70-81,18 mg/dl, kandungan hemoglobin berkisar antara 10,3-11,25 g/dl dan kandungan hematokrit berkisar antara 30 % - 33,75 %. 2.5. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Menurut Hanafi ( 1999) dalam bentuk bahan kering pemberian bahan pakan bagi ternak ruminansia berkisar antara 1,5 % - 3,5 % tetapi umumnya diberikan sebanyak 2 % - 3 % dari bobot badan ternak. Jumlah bahan kering yang dapat dikonsumsi oleh seekor ternak dalam 24 jam perlu diketahui, tujuannya agar jumlah konsumsi pakan yang dikonsumsi oleh ternak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi seekor ternak untuk pertumbuhan, hidup pokok dan produksinya. 12

Bahan kering suatu bahan pakan terdiri atas senyawa nitrogen, karbohidrat, lemak vitamin dan mineral (Parakkasi, 2006). Bahan kering merupakan salah satu parameter dalam menilai palatabilitas terhadap pakan yang digunakan dalam menentukan mutu suatu pakan (Hanafi, 1999). Menurut Hanafi (1999) bahan kering hijauan tinggi kandungan serat kasar karena terdiri dari kira-kira 20 % isi sel dan 80 % dinding sel. Isi sel terdiri atas zat-zat yang mudah dicerna yaitu protein, karbohidrat, mineral dan lemak dan dinding sel terdiri dari sebagian besar selulosa, hemiselulosa, protein dinding sel, lignin dan silika. Kandungan serat kasar dipengaruhi oleh spesies, umur dan bagian tanaman. Protein merupakan senyawa organik kompleks yang tersusun dari unsur C, H, O, dan N ( Suprijatna dkk., 2005). Protein berfungsi untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan tubuh, mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur keseimbangan ph cairan tubuh dan sebagai antibodi, protein merupakan zat makanan dengan molekul kompleks yang terdiri dari asam-asam amino (Piliang & Haj, 2006). Menurut Suprijatna dkk (2005) protein tersusun dari 20 senyawa organik yang terdiri dari asam amino sehingga disebut ikatan peptida. Menurut Suprijatna dkk (2005) lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur C, H dan O yang dapat larut dalam petroleum, benzene dan eter. Lemak merupakan ester gliserol yang mempunyai asam lemak rantai panjang dan merupakan persenyawaan karbon, hidrogen dan oksigen. Lemak dan minyak merupakan bahan yang dapat diekstraksi dengan eter (Wahju, 2004). Selain itu lemak juga larut dalam kloroform dan benzena (Piliang & Haj, 2006). 13

Lemak merupakan ester gliserol padat pada suhu ruang sedangkan minyak berbentuk cair pada temperatur tersebut ( Piliang & Haj, 2006; Suprijatna dkk., 2005). Lemak berfungsi sebagai insulator untuk mempertahankan suhu tubuh dan melindungi organ-organ dalam tubuh (Piliang & Haj, 2006). Menurut Amrullah (2003) komponen abu pada analisis proksimat bahan pakan tidak memberi nilai nutrisi yang penting karena sebagian besar abu terdiri dari silika. Kandungan abu pada hijauan banyak dipengaruhi oleh umur tanaman. Menurut Amrullah (2003) bahan ekstrak tanpa nitrogen ( BETN) terdiri dari zat-zat monosakarida, disakarida, trisakarida dan polisakarida terutama pati yang seluruhnya bersifat mudah larut dalam larutan asam dan larutan basa pada analisis serat kasar dan memiliki daya cerna yang tinggi. Bahan ekstrak tanpa nitrogen ( BETN) memiliki kandungan energi yang tinggi sehingga digolongkan kedalam bahan pakan sumber energi yang tidak berfungsi spesifik. 14