Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah

dokumen-dokumen yang mirip
TATA CARA PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH SNI

DAFTAR ISI. Halaman. Daftar Isi... BAB I DESKRIPSI Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Pengertian... 1

BAB III METODOLOGI. 3.1 Prinsip Pemilihan TPA

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

ASPEK GEOHIDROLOGI DALAM PENENTUAN LOKASI TAPAK TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH (TPA)

KESESUAIAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DENGAN LINGKUNGAN DI DESA KALITIRTO YOGYAKARTA ABSTRAK

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

Penentuan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) Kota Prabumulih Determining The Location of Landfill (TPA) Kota Prabumulih

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992

PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG UNTUK PENGELOLAAN PERSAMPAHAN. Oleh : A Hermanto Dardak Direktur Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

19 Oktober Ema Umilia

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 2. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Cukup jelas.

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

BAB IV DISAIN DAN REKOMENDASI TPA SANITARY LANDFILL KABUPATEN KOTA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

OP-014 STUDI KELAYAKAN LOKASI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN PADANG PARIAMAN

PEMERINTAH KABUPATEN SINJAI KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KABUPATEN SINJAI

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

BAB II LANDASAN TEORI

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN. BAB I. Pendahuluan 1

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN]

BAB IV ANALISIS PERANCANGAN

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kerangka Pikir Studi...

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Banjir yang melanda beberapa daerah di wilayah Indonesia selalu

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi Jawa Tengah

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AKU & BUMIKU: BANJIR & LONGSOR

APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi di kehidupan manusia. Itu terjadi dikarenakan proses alam dan tatanan

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL.

Transkripsi:

Syarat Penentuan Lokasi TPA Sampah 1. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994, membagi kriteria pemilhan loasi TPA sampah menjadi tiga, yaitu: a. Kelayakan regional Kriteria yang digunakan untuk menentukan zone layak atau zone tidak layak dengan ketentuan berikut: 1. Kondisi geologi 2. Kemiringan lereng 3. Jarak terhadap badan air 4. Jarak terhadap terhadap lapangan terbang 5. Kawasan lindung atau cagar alam 6. Kawasan budidaya pertanian dan atau perkebunan 7. Batas administrasi b. Kelayakan penyisih Kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik dari hasil kelayakan regional dengan ketentuan berikut: 1. Luas lahan 2. Ketersediaan zone penyangga kebisingan dan bau 3. Permeabilitas tanah 4. Kedalaman muka air tanah 5. Intensitas hujan 6. Bahaya banjir 7. Jalur dan lama pengangkutan sampah c. Kelayakan rekomendasi Kriteria yang digunakan oleh pengambil keputusan atau lembaga yangberwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijakan lembaga berwenang setempat dan dengan ketentuan yang berlaku.

2. Menurut Yogyakarta Urban Development Project (YUDP) 1992, dalam laporan penelitiaannya tentang Studi Pemilihan Lokasi TPA Sampah di Propinsi DIY membagi persyaratan menjadi 3 (tiga) Kriteria yaitu Ketentuan umum Pemilihan lokasi TPA sampah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai, dan laut. Penentuan lokasi TPA disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu : 1. Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan, 2. Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional, 3. Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh instansi yang berwenang. Jika dalam suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi TPA sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah. Kriteria Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian: Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak layak sebagai berikut: 1. Kondisi geologi 2. tidak berlokasi di zona holocene fault; 3. tidak boleh di zona bahaya geologi. 4. Kondisi hidrogeologi 5. tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter; 6. tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det; 7. jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran; 8. dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut diatas, maka harus diadakan masukan teknologi; 9. kemiringan zona harus kurang dari 20%;

10. jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbojet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain; 11. tidak boleh pada daerah lindung /cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun. Kriteria penyisih, yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut: 1. Iklim: hujan intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik; 2. angin: arah angin dominan tidak menuju ke pemukiman dinilai makin baik. 3. Utilitas: tersedia lebih lengkap dinilai lebih 4. Lingkungan biologis: habitat: kurang bervariasi dinilai makin baik; daya dukung: kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik. 5. Kondisi tanah: produktivitas tanah: tidak produktif dinilai lebih tinggi; kapasitas dan umur: dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik; ketersediaan tanah penutup: mempunyai tanah penutup yang cukup dinilai lebih baik; 6. status tanah: makin bervariasi dinilai tidak baik. 7. Demografi: kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin 8. Batas administrasi: dalam batas administrasi dinilai makin 9. Kebisingan: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin 10. Bau: semakin banyak zona penyangga dinilai semakin 11. Estetika: semakin tidak terlihat dari luar dinilai makin 12. Ekonomi: semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m/ton) dinilai semakin baik. Kriteria penetapan, yaitu kriteria yang digunakan oleh instansi yang berwenang untuk menyetujui dan menetapkan lokasi terpilih sesuai dengan kebijaksanaan instansi yang berwenang setempat dan ketentuan yang berlaku.

3. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1994 dan Surat Keputusan Kepala Bapedal No Kep. 04/Bapedal/09/1995, yang mengatur tentang pengelolaan sampah atau limbah menentukan persyaratan dalam penentuan lokasi TPA sampah, yaitu: 1. Daerah bebas banjir 100 tahunan 2. Daerah dengan batuan dasar berupa batuan sedimen berbutir sangat halus, batuan beku, batuan malihan yang bersifat kedap air (permeabelitas < 10-7 cm/det), tidak berongga, tidak bercelah dan tidak mempunyai kekar yang intensif. 3. Bukan merupakan daerah resapan bagi air tanah, tidak tertekan atau dapat dikatakan daerah yang mempunyai potensi air tanah rendah. 4. Di hindari lokasi yang dibawahnya terdapat lapisan membawa air tanah 5. Lokasi penimbunan bukan tempat daerah genangan air dan berjarak minimum 500 meter dari aliran sungai permanen, danau, atau waduk. 6. Merupakan daerah yang secara geologi dinyatakan stabil, bebas dari bencana alam, seperti longsor lahan, bahaya gunung berapi, gempa bumi dan sesar aktif. 4. Menurut Bagchi (1982) Bagchi (1982) mengatakan bahwa dalam menempatkan lokasi pembuangan sampah harus memeperhatikan jarak terhadap danan/kolam atau tubuh air lainnya, sungai, lahan basah, banjir, jalan, sumber air, dan air port (lapangan terbang). Jarak tersebut dimaksudkan untuk mengutangi dampak yang ditimbulkan oleh keberandaan sampah itu sendiri. 1. Danau/kolam/tubuh air lainnya: berada 300 meter lebih dari tubuh air (danau/kolam), dimaksudkan agar air lindian sampah tidak masuk dan mencemari tubuh air. 2. Sungai: berjarak 90 meter atau lebih dari sungai (untuk non meandering) 3. Dataran Banjir: berada pada daerah yang tidak pernah dilanda banjir, atau kurang-kurangnya 100 tahun terakhir, juga tidak ditempatkan pada dataran banjir sungai utama. 4. Jalan/jalur transportasi lainnya: berjarak 300 meter dari jalan utama, diharapkan lokasi penimbunan tidak terlihat dari jalan.

5. Lahan basah: tidak berada pada lahan basah. 6. Airport: berjarak 3000 meter dari airport, untuk menghindari adanya bahaya burung, karenan tempat pembuangan sampah biasanya menjadi daya tarik tersendiri bagi burung. 7. Sumber Air: berjarak 300 meter atau lebih dari sumber air yang biasanya digunakan untuk keperluan sehari-hari. 5. Menurut Howard dan Remson (1978) Howard dan Remson (1978) mengatakan, bahwa dalam proses pemilihan lokasi pembuangan sampah (khususnya Metode Sanitay Landfill), dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh keberadaan lokasi tersebut harus diminimalkan. Adapun proses pemilihan lokasi TPA sampah perlu mempertimbangkan tiga hal berikut, yaitu: 1. Pertimbangan operasional, secara operasional TPA sampah memerlukan lahan yang cukup untuk menampung segala jenis sampah dan zonasi ketersediaan lahan harus memperhatikan rencana regional serta aspek aksesibilitas (keterjangkauan); 2. Pertimbangan ekologi, yang perlu diperhatikan adalah keberlanjutan lokasi TPA setelah tidak digunakan lagi; 3. Pertimbangan topografi, geologi dan hidrologi, lebih mengarah pada aspek persyaratan fisik lahan, misalnya: berdasarkan relief atao topografi dapat dipilih lokasi-lokasi yang bebas dari bahaya banjir ataupun erosi dan berdasarkan aspek hidrologi, lokasi TPA harus berada diwilayah dengan muka air tanah yang tidak dalam, sehingga lindi sampa tidak mencemari air tanah.