BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya produksi minyak kelapa sawit di Indonesia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan minyak kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor dari sektor

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi proses produksi,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

STRATEGI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DI PT. AMP PLANTATION JORONG TAPIAN KANDIH NAGARI SALAREH AIA KECAMATAN PALEMBAYAN KABUPATEN AGAM

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. sumber devisa negara melalui produk-produk primer perkebunan maupun

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selain memproduksi tahu juga dapat menimbulkan limbah cair. Seperti

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab I Pendahuluan. Tabel I.1. Perkembangan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia. No Tahun Luas Areal (Ha)

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

Sektor pertanian memberikan kontribusi yang besar sebagai. produk hasil olahannya. Berdasarkan data triwulan yang dikeluarkan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kailan termasuk dalam Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta,

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pabrik Kelapa Sawit dan Pencemarannya Proses Pengolahan Kelapa Sawit

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

PENGARUH RESIRKULASI LINDI TERHADAP LAJU DEGRADASI SAMPAH DI TPA KUPANG KECAMATAN JABON SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERMEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi Dan Pembagian Limbah Secara Umum. kesehatan, kelangsungan hidup manusia atau makhluk hidup lainnya

! " # $ % % & # ' # " # ( % $ i

I. PENDAHULUAN. Pabrik Kelapa Sawit (PKS) merupakan perusahaan industri yang bergerak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

MAKALAH KIMIA ANALITIK

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. Kemudahan ini melahirkan sisi negatif pada perkembangan komoditas pangan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Luas lahan, produksi dan produktivitas TBS kelapa sawit tahun Tahun Luas lahan (Juta Ha)

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

MODUL PRAKTIKUM TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. proses kemajuan dan kemunduran suatu perusahaan, artinya meningkatkan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI SIRUP, KECAP DAN SAOS

Gambar 1. Buah Tandan Kelapa Sawit (Sumber : Hasna,2011)

I. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan,

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2015 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMANFAATAN LIMBAH PADAT PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Minyak dan lemak merupakan komponen utama bahan makanan yang juga

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya

LAPORAN AKHIR MODIFIKASI DIGESTER UNTUK PRODUKSI BIOGAS DARI AIR LIMBAH INDUSTRI MINYAK KELAPA SAWIT SECARA BATCH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

TINJAUAN PUSTAKA II.

I. PENDAHULUAN. 2006), menjadi peluang besar bagi industri ini dalam pemanfaatan limbah untuk

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KELAPA SAWIT DI INDONESIA Indonesia saat ini merupakan negara produsen minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil, CPO) terbesar di dunia. Luas areal perkebunan sawit di Indonesia terus bertumbuh dengan pesat, demikian pula produksi dan ekspor minyak sawitnya. Luas areal tanaman kelapa sawit meningkat dari 290 ribu hektar pada tahun 1980 menjadi 5.9 juta hektar pada tahun 2006 atau meningkat 20 kali lipat. Dalam kurun waktu yang sama, produksinya berupa CPO dan CPKO (minyak inti sawit mentah), meningkat 17 kali lipat dari 0,85 juta ton menjadi 14,4 juta ton. Tabel 2.1 Luas Areal Perkebunan Kelapa Sawit 1998-2006 [2] Tahun Luas Areal (Ha) Perkebunan Perkebunan Perkebunan Total Rakyat Besar Negara Besar Swasta Nasional 1998 890.506 556.640 2.113.050 3.560.196 1999 1.041.046 576.999 2.283.757 3.901.802 2000 1.166.758 588.125 2.403.194 4.158.077 2001 1.561.031 609.943 2.542.457 4.713.431 2002 1.808.424 631.566 2.627.368 5.067.358 2003 1.854.394 662.803 2.766.360 5.283.557 2004 1.904.943 674.865 2.821.705 5.401.513 2005 1.917.038 676.408 2.914.773 5.508.219 2006 2.120.338 696.699 3.141.802 5.958.839 4

Tabel 2.1 memperlihatkan tabulasi perkembangan luas areal perke-bunan kelapa sawit di Indonesia berdasarkan pengusahaannya selama kurun waktu 1998 hingga 2005. Kebun dan pabrik kelapa sawit (PKS) menghasilkan limbah padat dan cair (palm mill oil effluent, POME) dalam jumlah besar yang saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Serat dan sebagian cangkang sawit biasanya dipakai untuk bahan bakar boiler di pabrik, sedangkan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya sekitar 23% dari tandan buah segar yang diolah, biasanya hanya dimanfaatkan sebagai mulsa atau kompos untuk tanaman kelapa sawit (Darnoko et al., 1995). Pemanfaatan dengan cara tersebut hanya menghasilkan nilai tambah rendah di dalam rangkaian proses pemanfaatannya. 60% Ash 0.5%RM Boiler (800-1,000kw) 15% of Oil Use during Night Wet fiber 4,904 kg Moisture 320 kg Dry shell 2,040 kg Wet shell 240 kg Water 160 kg Shell 6-7%RM Mixed nuts I 5000 kg Depericarping Drying & Cracking Semi cleaned nuts 4,680 kg Clean nuts 2,640 kg Winnowing Hydro-Cyclone Wet cleaned nuts 2,400 kg Drying Palm Kernel 2240 kg Pressing Steam 8,960 kg Press cake 9,904 kg water 4,400 kg Fat oil 2.700 kg Water 4,400 kg Fresh Fruit Bunches 40,000 kg Sterilization Pressing Sterilized FFB 35,200 kg Sterilized Fruit 26,600 kg Digestion & Pressing Clarification Crude oil 26,800 kg Crude oil 8,800 kg Purifying & Drying Crude Palm Oil 8,720 kg Kernel Oil (42%Palm kernel) 940 kg Capacity: 40 ton/hr Sludge 21,600 kg Steam 7,360 kg Condensate 6,400 kg Empty Bunch 8,600 kg Water 6,504 kg Water 2.700 kg Water and Waste 80 kg Liquid waste 33.700 kg Washing Water 3,200 kg Centrifuging Sludge 18,000 kg Effluent Water 5,300 kg Gambar 2.1 Blok Diagram Pengolahan TBS Menjadi CPO WWT Fat Pit Fat Oil 2,800 kg Waste Water Cooling Pond Proses pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menjadi CPO secara sederhana dapat dilihat pada blok diagram yang diperlihatkan pada Gambar 2.1. PKS dengan kapasitas 40 ton/jam diperkirakan menghasilkan CPO sebanyak 8.720 kg/jam. Proses pengolahan ini akan menghasilkan limbah padat dan cair. Diperkirakan limbah cair PKS berasal dari air kondensat rebusan (150 175 kg/ton TBS), air drab (lumpur) klarifikasi (350 450 kg/ton TBS) dan air hidroksiklon (100-150 kg/ton TBS). Pada PKS dengan kapasitas olah 40 ton TBS/jam 5

menghasilkan limbah cair sebanyak 33.700 kg/jam atau sekitar 360 480 m 3 /hari dengan konsentrasi BOD rata-rata sebesar 25.000 mg/l. Saat ini, diperkirakan jumlah limbah PKS di Indonesia yang berupa TKKS sebesar 15,2 juta ton/tahun dan POME mencapai 28,7 juta ton /tahun. [3] 2.2 LIMBAH Definisi limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran terdiri dari zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat. Limbah industri kebanyakan merupakan limbah yang bersifat cair atau padat yang masih kaya dengan zat organik yang mudah mengalami peruraian. Kebanyakan industri yang ada membuang limbahnya ke perairan terbuka, sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan terjadi bau busuk sebagai akibat terjadinya fermentasi limbah. Sebagian pengusaha industri yang akan membuang limbah diwajibkan mengolah terlebih dahulu untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup disekitarnya. Metode yang lazim digunakan adalah pengolahan limbah secara fisik, kimia dan biologi atau kombinasi untuk mengatasi pencemaran. Limbah cair yang berasal dari industri sangat bervariasi, serta tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri. Pada saat ini umumnya industri melakukan pengolahan limbah cair secara kimia yaitu proses koagulasi flokulasi, sedimentasi dan secara flotasi dengan menggunakan udara terlarut, serta pengolahan limbah cair secara biologi yaitu proses aerob dan proses anaerob. Proses kimia seringkali kurang efektif dikarenakan biaya untuk pembelian bahan kimianya cukup tinggi dan pada umumnya pengolahan air limbah secara kimia akan menghasilkan sludge yang cukup banyak. Penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh adanya kandungan bahan organik dan anorganik yang berlebihan. Adanya senyawa organik dalam perairan akan dirombak oleh bakteri dengan menggunakan oksigen terlarut. Perombakan ini akan menjadi masalah jika senyawa organik terdapat dalam jumlah yang banyak. Penguraian senyawa organik akan memerlukan oksigen yang sangat banyak, sehingga dapat menurunkan kadar oksigen terlarut perairan sampai titik yang terendah akibat dekomposisi aerobik akan terjadi, sehingga pemecahan selanjutnya akan dilakukan oleh bakteri anaerobik. [4] 6

2.3 TOTAL SUSPENDED SOLID ( TSS ) Total suspended solid atau padatan tersuspensi total (TSS) adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan intensitas sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta materi. Sebuah sampel yang mengandung 1.000 mg / L dari fine talcum powder akan memberikan pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel yang mengandung 1.000 mg / L coarsely ground talc. Kedua sampel juga akan memiliki pembacaan yang berbeda kekeruhan dari sampel mengandung 1.000 mg / L ground pepper. Meskipun tiga sampel tersebut mengandung nilai TSS yang sama. Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan terlarut total (TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan selalu diukur sebagai berat kering dan prosedur pengeringan harus diperhatikan untuk menghindari kesalahan yang disebabkan oleh kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan akibat penguapan atau oksidasi. [3] 2.4 VOLATILE SUSPENDED SOLID ( VSS ) Volatile Suspended Solid merupakan bagian dari TSS yang terbakar pada saat dibakar pada suhu 500 ± 50 o C. [3] 7

2.5 PENGOLAHAN POME POME adalah limbah cair kelapa sawit yang masih mengandung banyak padatan. POME berasal dari stasiun rebusan/sterilisasi dan klarifikasi yang dialirkan ke fat pit untuk tujuan pengutipan minyak dimana limbah tersebut mengalir dengan jumlah sekitar 60% dari jumlah TBS yang diolah. POME tidak dapat dibuang langsung ke sungai/parit, karena akan sangat berbahaya bagi lingkungan. Saat ini, umumnya PKS menampung limbah cair tersebut di dalam kolam-kolam terbuka (lagoon) kemudian diolah dalam beberapa tahap sebelum dibuang ke sungai/parit. Secara alami, limbah cair di dalam kolam akan melepaskan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Gas-gas tersebut antara lain adalah campuran dari gas metan (CH 4 ) dan karbon dioksida (CO 2 ). Kedua gas ini sebenarnya adalah biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Potensi biogas yang dapat dihasilkan dari 600 700 kg POME kurang lebih mencapai 20 m 3 biogas. Penelitian pemaanfaatan POME untuk menghasilkan biogas saat ini menjadi perhatian banyak pihak. Selain sebagai sumber energi, teknologi biogas ini juga dapat mengurangi dampak emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. POME yang berasal dari stasiun sterilisasi dan klarifikasi dialirkan ke fat pit untuk diambil minyaknya. Karakteristik POME ini diperlihatkan pada Tabel 2.2. Secara konvensional pengolahan limbah di pabrik kelapa sawit (PKS) dilakukan secara biologis dengan menggunakan sistem kolam (pond), yaitu limbah cair diproses di dalam kolam anaerobik dan aerobik dengan memanfaatkan mikroba sebagai perombakan BOD dan menetralisir keasaman cairan limbah. Hal ini dilakukan karena pengolahan limbah dengan menggunakan teknik tersebut cukup sederhana dan dianggap murah. Namun demikian lahan yang diperlukan untuk pengolahan limbah sangat luas, yaitu sekitar 7 ha untuk PKS yang mempunyai kapasitas 30 ton TBS/jam. [3] 8

Tabel 2.2 Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit No Parameter Satuan Kisaran 1 BOD (Biological Oxygen Demand) mg/l 20.000-30.000 2 COD (Chemical Oxygen Demand) mg/l 40.000-60.000 3 TSS (Total Suspended Solid) mg/l 15.000-40.000 4 TS (Total Solid) mg/l 30.000-70.000 5 Minyak dan Lemak mg/l 5.000-7.000 6 NH 3 -N mg/l 30 40 7 Total N mg/l 500 800 8 Suhu o C 90 140 9 ph - 4-5 Kebutuhan lahan yang cukup luas pada teknik konvensional ini tentunya dapat mengurangi ketersediaan lahan untuk kebun kelapa sawit. Waktu retensi yang diperlukan untuk merombak bahan organik yang terdapat dalam limbah cair ialah 90 100 hari. Efisiensi perombakan limbah cair PKS dengan sistem kolam hanya sebesar 60 70%. Disamping itu pengolahan limbah PKS dengan menggunakan sistem kolam sering mengalami pendangkalan sehingga masa retensi menjadi lebih singkat dan baku mutu limbah tidak dapat tercapai. [3] 9

Gambar 2.2 Pengolahan POME Sistem Kolam Proses ini dinilai kurang bagus dalam penurunan kualitas air limbah, terutama pada panen puncak dan dalam kondisi fluktuatif. Pengolahan yang menggunakan kolam terbuka pada temperatur ambient yang tinggi menghasilkan produksi gas metana dan karbondioksida yang tidak terkendali, yang mana keduanya merupakan gas rumah kaca. Luas areal yang dibutuhkan untuk tempat pengolahan sangat besar, sehingga hanya diprioritaskan untuk industri pengolahan kelapa sawit yang kecil. Namun, hampir 80% pabrik kelapa sawit yang ada di Indonesia menggunakan sistem kolam. Blok diagram pengolahannya diperlihatkan pada Gambar 2.3. [3] Gambar 2.3 Blok Diagram Pengolahan POME Sistem Kolam 10

Proses pengolahan POME dengan menggunakan sistem kolam diatas membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 90-100 hari dimana diperlukan waktu sebanyak 20 sampai 40 hari untuk proses di dalam kolam aerobik sehingga perlu diadakan penilitian guna menurunkan waktu yang diperlukan untuk kolam anaerobik maupun aerobik. Adapun secara umum, kolam anaerobik memiliki ukuran yang lebih besar daripada kolam aerobik dimana untuk pabrik kelapa sawit PTPN IV, digunakan kolam anaerobik dengan dimensi 120m*30m*5,5m sedangkan kolam aerobik memiliki dimensi 30m*20m*2m. Adapun kolam aerobik ini adalah kolam terakhir yang dimasuki oleh limbah sebelum kemudian akan dibuang ke lingkungan. Karakteristik dari limbah setelah melewati kolam aerobik diharapkan akan dapat memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Standar Mutu Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Parameter Satuan Kadar Maksimum BOD mg/l 100 COD mg/l 350 TS mg/l 5.000 TSS mg/l 250 Minyak dan Lemak mg/l 25 NH 3 -N mg/l 20 ph - 6-9 Debit Limbah Maksimum m 3 / ton produksi 6 (Sumber: Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No: Kep.51/MENLH/10/1995) 11

2.6 MIKROBA Yaitu organisme pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisasisa organik dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah mati) yang terdiri dari bakteri, fungi dan aktinomisetes. Perombak ini terbagi atas 2 jenis yaitu perombak primer dan sekunder. Perombak primer adalah mesofauna perombak bahan organik dengan cara meremah-remah bahan organik menjadi berukuran lebih kecil. Perombak sekunder adalah mikroorganisme perombak bahan organik misalnya Trichoderma reesei, Pseudomonas dan Aspergillus niger. Pada umumnya, aktivitas biodekomposisi yang paling signifikan ditunjukkan oleh kelompok fungi yang dapat segera menjadikan bahan organik tanah menjadi senyawa organik sederhana yang berfungsi sebagai penukar ion dasar. Umumnya mikroba yang mampu mendegradasi selulosa juga mampu mendegradasi hemiselulosa. [6] 2.7 EFFECTIVE MICROORGANISM Effective Microorganisms (EM) adalah campuran dari mikroorganisme menguntungkan (terutama bakteri fotosintesis dan asam laktat, ragi, aktinomycetes dan jamur fermentasi) yang dapat ditambahkan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba di dalam tanah. Dengan cara meningkatkan kesehatan tanah dan tanaman, EM membantu dalam proses germinasi, pembungaan, pembuahan dan pematangan dalam tumbuhan sehingga meningkatkan jumlah dan mutu dari produk. EM juga meningkatkan efisiensi penggunaan bahan organik sebagai pupuk dan membantu kemampuan fotosintesis dari tumbuhan (memungkinkan penggunaan spektrum cahaya yang lebih bervariasi). Keuntungan lainnya termasuk pencegahan terhadap patogen dan hama tumbuhan, dan kemampuan menekan pertumbuhan alang-alang sehingga menekan kebutuhan bahan kimia untuk penanganannya. Penggunaan EM terutama efektif untuk penanganan masalah seperti pembusukan, bau menyengat dan keberadaan lumpur. [7] 12

2.8 AKLIMATISASI Proses aklimatisasi dilakukan untuk mendapatkan suatu kultur mikroorganisme yang stabil dan dapat beradaptasi dengan air buangan pabrik kelapa sawit yang telah disiapkan. Selama masa aklimatisasi kondisi dalam reaktor dibuat tetap aerob dengan menjaga konsentrasi, temperatur, dan ph. Proses ini dilakukan secara batch. Ke dalam masing-masing reaktor ditambahkan secara bertahap air buangan pabrik minyak kelapa sawit dengan konsentrasi yang semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi secara bertahap ini bertujuan untuk menghindari terjadinya pembebanan tiba-tiba (shock loading) yang dapat mematikan mikroba, dan untuk menyeleksi mikroba yang mampu mengolah air buangan pabrik minyak kelapa sawit sesuai dengan kondisi operasi nantinya. Proses aklimatisasi dapat dianggap selesai jika ph, VSS, temperatur, dan efisiensi penyisihan senyawa organik telah konstan dengan fluktuasi yang tidak lebih dari 10%. Sebelum reaktor dioperasikan, terlebih dahulu dihitung konsentrasi air buangan pabrik minyak kelapa sawit yang nantinya dijadikan konsentrasi pada saat pengoperasian reaktor tanpa divariasikan.[8] 2.9 PENGOLAHAN ANEROBIK Pengolahan secara anaerob berarti selama proses pengolahan tidak ada udara yang masuk di dalam reaktor. Dalam proses pengolahan anaerobik, produk yang dihasilkan adalah biogas, yaitu terdiri dari gas metana (CH 4 ) dan karbondioksida (CO 2 ). Bila dibandingkan dengan menggunakan pengolahan aerobik, pengolahan anaerobik lebih cocok digunakan pada limbah dengan angka COD yang tinggi. Adapun dalam pengolahan anaerobik ini terjadi 3 jenis penguraian yaitu hidrolisis, asidogenesis dan metanogenesis. Dalam proses ini, digunakan suhu sekitar 55 o C agar dapat dihasilkan efisiensi pengolahan BOD dan COD hingga sekitar 80%. Pengolahan anaerob memiliki bebearapa keuntungan dan kerugian, yaitu: [6] 13

Tabel 2.4 Keuntungan dan Kerugian Pengolahan Anaerobik No. Keuntungan Kerugian 1. Energi yang dibutuhkan sedikit Membutuhkan waktu pembiakan yang lama 2. Produk samping yang dihasilkan sedikit Membutuhkan senyawa alkalinity penambahan 3. Nutrisi yang dibutuhkan sedikit Tidak mendegradasi senyawa nitrogen dan phospor 4. Dapat menghasilkan senyawa metana (CH 4 ) yang merupakan sumber energi yang potensial 5. Hanya membutuhkan reaktor dengan volume yang kecil Sangat sensitif terhadap efek dari perubahan temperatur Menghasilkan senyawa yang beracun seperti H 2 S. 2.10 PENGOLAHAN AEROBIK Pengolahan secara aerobik adalah sebuah proses biologis dimana prinsipnya adalah pengunaan oksigen bebas maupun terlarut oleh mikroorganisme aerob dalam proses degradasi limbah organik. Karena oksigen disediakan untuk mikroba aerob sebagai akseptor (penerima) elektron, proses bio-degradasi dapat dipercepat secara signifikan, sehingga meningkatkan kapasitas total dari system pengolahan yang digunakan. Adapun keunggulan/ keuntungan dari pengolahan aerobik meliputi: 1. Tidak menimbulkan bau bila dijalankan secara teratur 2. Pengurangan nilai/angka BOD (Biochemical Oxygen Demand) sehingga menghasilkan efluen yang berkualitas bagus 3. Pengolahan yang relatif cepat sehingga memungkinkan sistem pengolahan yang berskala lebih kecil, misalnya penggunaan lahan yang lebih sedikit. 4. Efluen yang dihasilkan masih mengandung sedikit oksigen terlarut sehingga menurunkan kebutuhan oksigen badan air pada saat dilepaskan 14

5. Keadaan aerobik mampu melenyapkan sebagian besar patogen yang terdapat dalam limbah agrikultur. Adapun kerugian dari pengolahan aerobik meliputi: 1. Penggunaan energi dalam proses aerasi yang cukup besar untuk dapat mempertahankan laju aerasi yang tetap 2. Tidak semua bahan organik dapat didegradasi dengan menggunakan proses aerob 3. Produksi sludge yang lebih banyak dibandingkan dengan proses anaerob sehingga akan mengurangi kapasitas penyimpanan pada lagoon dan kolam.[6] 15