BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sustrani, dkk (2009) dalam Putra (2014) mengatakan hipertensi sering

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan saat ini sudah bergeser dari penyakit infeksi ke

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penyakit kardiovaskuler. The Third National Health and Nutrition

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA HIPERTENSI DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4.10 Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Manajemen Data Analiasis Data BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya risiko terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejak beberapa dekade belakangan ini para ilmuan dibidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN KETEPATAN DOSIS PADA RESEP PASIEN GERIATRI PENDERITA HIPERTENSI DI RSUP Dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN TAHUN 2010

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Proporsi kematian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada pemeriksaan berulang (PERKI, 2015). Hipertensi. menjadi berkurang (Karyadi, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi bisa diumpamakan seperti pohon yang terus. Hipertensi yang didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik (SBP, 140

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian kerena payah jantung, infark miocardium, stroke, atau gagal. ginjal (Pierece, 2005 dalam Cahyani 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. diastolik yang di atas normal. Joint National Committee (JNC) 7 tahun 2003

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VII, 2003). Diagnosis hipertensi seharusnya didasarkan pada minimal tiga kali pengukuran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia contohnya adalah obesitas, diabetes, kolesterol, hipertensi, kanker usus,

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang albuminuria, yakni: mikroalbuminuria (>30 dan <300 mg/hari) sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OBAT ANTI HIPERTENSI

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ketiga terbanyak di negara-negara maju, setelah penyakit jantung dan

Apakah labu siam menurunkan tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi di masyarakat dewasa ini. Di tengah jaman yang semakin global,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. disebut the silence disease. Penyakit ini juga dikenal sebagai heterogenous

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Stroke atau cedera serebrovaskular adalah berhentinya suplai darah ke

PENGATURAN JANGKA PENDEK. perannya sebagian besar dilakukan oleh pembuluh darah itu sendiri dan hanya berpengaruh di daerah sekitarnya

BAB I PENDAHULUAN. tingkat stress yang dialami. Tekanan darah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

BAB 1 PENDAHULUAN UKDW. penyakit degeneratif dan man made diseases yang merupakan faktor utama masalah

BAB I PENDAHULUAN. keadaan cukup istirahat maupun dalam keadaan tenang. 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi dimana jika tekanan

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas tekanan darah normal yaitu 120/80 mmhg. Penyebab hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. sehingga meningkatkan risiko PKV seperti pembesaran ventrikel kiri, infark

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

BAB I PENDAHULUAN kematian akibat hipertensi di Indonesia. Hipertensi disebut sebagai. (menimbulkan stroke) (Harmilah dkk., 2014).

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang menuju masyarakat industri. Perubahan kearah. pada gilirannya dapat memacu terjadinya perubahan pola penyakit.

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. lebih atau sama dengan 90 mmhg (Chobanian et al., 2003). Hipertensi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Secara umum, hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmhg sampai lebih dari 140 mmhg atau aliran tekanan darah diastolik 90 mmhg sampai lebih dari 90 mmhg pada individu (Goldszmidt et al., 2011). Tekanan darah yang tinggi menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung, dan kerusakan ginjal yang merupakan penyebab utama gagal jantung kronis (Sawitra, 2009). Hipertensi merupakan salah satu penyebab mortalitas paling banyak di dunia ini. Sebanyak 1 miliar orang di dunia atau 1 dari 4 orang dewasa menderita penyakit ini. Persentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di negara berkembang. Pada negara ekonomi berkembang terdapat 40% penderita hipertensi sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika penderita hipertensi sebanyak 46%, kawasan Amerika 35%, kawasan Asia Tenggara 36% orang dewasa menderita hipertensi. Di Kawasan Asia, penyakit ini telah membunuh 1,5 juta jiwa setiap tahunnya. Di Indonesia angka penderita hipertensi mencapai 32% pada tahun 2008 dengan kisaran usia di atas 25 tahun (Baharuddin et al, 2011). Di Indonesia sendiri prevalensi hipertensi cukup tinggi. Menurut National Basic Health Survey (2013), prevalensi hipertensi pada kelompok usia 15-24 tahun adalah 8,7 persen, pada kelompok usia 25-34 tahun adalah 14,7 persen, 35-44 tahun 24,8 persen, 45-54 tahun 35,6 persen, 55-64 tahun 45,9 persen, 65-74 tahun 57,6 persen, dan lebih dari 75 tahun adalah 63,8 persen. Kejadian hipertensi dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor yang tidak dapat diubah atau primer atau essensial dan faktor yang dapat diubah atau 1

2 sekunder. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan hipertensi esensial khususnya genetik, usia, stress, merokok, alkohol, pola makan, peningkatan sirkulasi, peningkatan aktivitas saraf simpatik, dan aktivitas abnormal dari sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) (Pall et al, 2014). Hipertensi dapat terjadi karena peran kedua faktor risiko tersebut secara bersamaan. Dengan kata lain, hipertensi tidak dapat disebabkan oleh satu faktor risiko saja (Suryati, 2005). Sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) merupakan komponen penting dalam patogenesis hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit progresif ginjal. Jalur RAAS mencakup 3 komponen penting yaitu renin, angiotensin dan aldosteron (Ramanathan et al, 2014). Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Apabila terjadi kerusakan pada glomerulus, seluruh nefron akan rusak. Pelepasan renin juga semakin meningkatkan tekanan darah (Brunner, 2002). Di proksimal tubule, angiotensin II mengatur transportasi natrium di luminal dan baso lateral jaringan dari sel epitel. Secara tidak langsung, angiotensin II meningkatkan re-absorbsi natrium dengan merangsang keluarnya adrenal aldosteron (Battegay et al, 2005). Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transientishemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,angina), gagal ginjal, dementia dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut (Fitrianto et al, 2014). Tujuan terapi atau pengobatan hipertensi adalah menurunkan serta mencegah terjadinya gangguan kardiovaskular dan renal. Hal ini dilakukan

3 dengan menurunkan tekanan darah, pengendalian dan pengobatan faktor-faktor risiko yang reversibel. Penderita hipertensi diberikan terapi non farmakologi berupa edukasi tentang penyakit hipertensi dan program untuk memperbaiki gaya hidup pasien, untuk mengurangi faktor resiko, dan mencegah terjadinya komplikasi (Sargowo D, 2012). Sedangkan WHO-ISH Guidelines for Initiation of Antihypertensive Treatment, telah merekomendasikan 6 kelas antihipertensi yang dapat langsung diberikan secara individual, baik secara sendiri-sendiri maupun secara kombinasi, ialah : Diuretik, Beta-blocker, ACE-inhibitor, Ca-antagonist, Alphablocker, Angiotensin II Receptor Blocker. Golongan obat yang sering digunakan untuk mengembalikan tekanan darah pada penderita hipertensi yaitu ACE-I (Angiotensin Converting Enzym Inhibitor) dan ARB (Angiotensin Receptor Blocker). Captopril merupakan ACE- Inhibitor yang mempengaruhi sistem renin-angiotensin, sehingga menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. ACE-Inhibitor menyebabkan terbentuknya bradikinin, yang mempengaruhi dalam patofisiologi angioedema dan batuk kering yang iritatif pada 10-15% pasien yang diterapi dengan obat tersebut (Krum et al, 2007). Studi penelitian menjelaskan bahwa captopril efektif digunakan dalam pencegahan morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular (Wijaya, 2013). Valsartan merupakan salah satu contoh obat golongan dari ARB yang menurunkan tekanan darah melalui antagonis sistem renin angiotensin-aldosteron. ARB menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya yaitu Angiotensinogen I (AT I), sehingga secara langsung akan menyebabkan vasodilatasi, penurunan produksi vasopresin, dan mengurangi sekresi aldosteron. Akan tetapi ARB tidak mempengaruhi vasodilatasi yang diinduksi bradikinin, sehingga tidak menyebabkan batuk kering seperti ACE Inhibitor. Ketiga efek ini secara bersama-sama akan menyebabkan penurunan tekanan darah (Siddiqui et al, 2011) Menurut hasil studi Kyoto Heart (2009), Valsartan antihipertensi yang dikategorikan sebagai golongan angiotensin receptor blocker (ARB), kepada pasien dapat menurunkan angka kejadian kardiovaskular pada pasien hipertensi hingga 45 persen. Begitu juga menurut studi Heart Outcomes Prevention

4 Evaluation (HOPE) (2007), golongan ACE Inhibitor dapat mengurangi resiko peristiwa kematian karena kardiovaskular pada pasien hipertensi hingga 26 persen. Beberapa studi juga telah menunjukan adanya enzim selain ACE yang dapat memproduksi angiotensin II. Antara lain menurut Cornish, et al (1978) melaporkan pembentukan angiotensin II di muskulus papilaris jantung kucing dan menunjukkan bahwa tidak semua respons vasokonstriksi yang diinduksi oleh angiotensin I di pembuluh darah di daerah maksila hamster dapat dihambat oleh ACE-I, namun seluruh respons vasokonstriksi itu dihambat oleh antagonis reseptor Angiotensinogen (AT). Hal ini menunjukkan bahwa pembuluh darah mengubah sejumlah angiotensin I menjadi angiotensin II melalui jalur yang tidak berhubungan dengan ACE (non ACE). Sehingga memungkinkan ARB berperan besar dalam menghambat angiotensin II berikatan dengan reseptornya yaitu AT I. Dari hasil studi diatas terdapat permasalahan yaitu terbentuknya jalur non ACE yang langsung membentuk angiotensin II, maka dalam hal ini akan diteliti pengaruh pemberian ACE Inhibitor yang di bandingkan dengan ARB sebagai antihipertensi pada mencit jantan yang diinduksi hipertensi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan suatu masalah, yakni bagaimanakah pengaruh pemberian ARB yang dibandingkan dengan ACE Inhibitor terhadap mencit (Mus musculus) yang diinduksi hipertensi? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh pemberian ARB yang dibandingkan ACE Inhibitor terhadap penurunan tekanan darah yang terjadi pada mencit jantan (Mus musculus) yang diinduksi hipertensi. 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan bahwa akan diperoleh informasi pemilihan obat yang terbaik sebagai antihipertensi. Sehingga diharapkan dapat memberikan hasil luaran yang lebih baik, yang dapat menurunkan angka hipertensi.