Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL KAJIAN SINGKAT TERHADAP ISU AKTUAL DAN STRATEGIS Vol. X, No. 04/II/Puslit/Februari/2018 13 PENDEKATAN KESEHATAN MASYARAKAT PASCA KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DI KABUPATEN ASMAT PAPUA Rahmi Yuningsih Abstrak Tanggal 5 Februari 2018, Bupati Asmat mencabut status KLB campak yang melanda Kabupaten Asmat sejak September 2017. Dalam kurun waktu tersebut, terdata lebih dari 600 orang menderita campak dan lebih dari 60 orang meninggal. KLB campak diperberat dengan status gizi buruk yang sudah lama dialami anak di Kabupaten Asmat. Tulisan ini berusaha mengkaji bagaimana pendekatan kesehatan masyarakat dan pendayagunaan tenaga kesehatan masyarakat dapat meminimalisir kasus KLB di Kabupaten Asmat.Untuk mencegah terulangnya KLB, perlu diprioritaskan pendekatan kesehatan masyarakat. Epidemiologi dapat mendeteksi potensi penyakit dan lonjakan kasus penyakit melalui SKD-KLB. Promosi kesehatan mengenai sanitasi dan gizi dilakukan untuk mengubah perilaku yang mendukung hidup bersih dan sehat. Upaya tersebut dilakukan melalui pendayagunaan tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan dan tenaga gizi. Tentunya, diperlukan dukungan kebijakan dan komitmen pemerintah daerah untuk menarik minat tenaga kesehatan agar mau bekerja di wilayahnya. DPR, melalui fungsi pengawasannya, dapat memantau pemerintah dalam implementasi kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan tersebut. PUSLIT BKD Pendahuluan Prevalensi campak di RSUD Agats Kabupaten Asmat mengalami peningkatan pada September 2017. Hingga akhir Januari 2018, tercatat 647 kasus campak, 25 suspek campak, dan 66 orang meninggal akibat penyakit campak (Paparan Rapat Konsultasi DPR RI, 2018). Campak merupakan penyakit infeksi yang endemis di Papua. Upaya pencegahan yang efektif adalah melalui imunisasi campak atau Measles, Mumps, dan Rubella (MMR) pada anak usia 9 bulan, dengan dosis penguatan ketika anak berusia 2 tahun dan usia sekolah dasar. Ironisnya, cakupan imunisasi campak di Papua masih rendah, sekitar 46,1% pada November 2017 (Kompas, 2018), padahal berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016,
target nasional cakupan dasar imunisasi lengkap sebesar 91%. Beberapa faktor penghambat cakupan imunisasi anak, yaitu susahnya mengakses fasilitas pelayanan kesehatan. Kondisi geografis yang berupa rawa dan sungai menyebabkan sulitnya mendapatkan transportasi sehingga perjalanan memerlukan biaya yang mahal. Faktor penghambat lainnya adalah terbatasnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Asmat. Hanya ada 1 rumah sakit dan 16 puskesmas yang terletak di pusat distrik, padahal ada sebanyak 14.688 jiwa penduduk yang tersebar di 24 distrik atau kecamatan. Rasio puskesmas terhadap kecamatan sebesar 1,4 atau sekitar 1 puskesmas melayani 2 kecamatan. Kekurangan tenaga kesehatan menjadi faktor penghambat selanjutnya. Sebanyak 16 puskesmas melayani 224 kampung, namun hanya terdapat 6 dokter yang bertugas (Paparan Rapat Konsultasi DPR RI, 2018). Kondisi penderita campak diperburuk dengan status gizi buruk yang dialaminya. Di Kabupaten Asmat, hampir semua anak balita yang datang berobat adalah anak dengan status gizi buruk, seperti berat badan hanya 7 kg, bahkan banyak yang hanya tulang berbalut kulit dengan perut membuncit (Tempo, 2018). Anak dengan status gizi buruk mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah terserang penyakit menular. Di Kabupaten Asmat, dari September 2017 hingga Februari 2018, sebanyak 220 kasus dan 5 orang meninggal karena gizi buruk, bahkan sebanyak 11 orang meninggal akibat komplikasi penyakit campak dan gizi buruk (Paparan Rapat Konsultasi DPR RI, 2018). Permasalahan campak dan gizi buruk merupakan masalah kesehatan masyarakat layaknya fenomena gunung es yang terlihat dipermukaan, namun kemungkinan ada banyak insiden penyakit menular lainnya yang tidak terekspos. Tulisan ini mengkaji bagaimana pendekatan kesehatan masyarakat dan pendayagunaan tenaga kesehatan masyarakat untuk meminimalisir kasus KLB di Kabupaten Asmat. Respon Pemerintah Sebagai respon dalam menanggulangi KLB campak, pada tanggal 11 Januari 2018, pemerintah bersama TNI dan Polda Papua mengirimkan tim pelayanan kesehatan melalui Flying Health Care (FHC) untuk meningkatkan mutu dan akses pelayanan kesehatan. Pemerintah Kabupaten Asmat membentuk Satuan Tugas Penanganan KLB yang beranggotakan dinas sosial, dinas kesehatan, TNI, dan Polri. Hingga akhir Januari 2018, sebanyak 24 distrik, 196 kampung, 12.883 anak, 646 penderita penyakit campak, 218 penderita gizi buruk, 11 penderita komplikasi campak dan gizi buruk, serta 25 suspek campak sudah mendapat pelayanan kesehatan (Paparan Rapat Konsultasi DPR RI, 2018). Kementerian Kesehatan melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) campak. Hingga 18 Januari 2018, cakupan ORI mencapai 70,8%. Sejalan dengan ORI, pemerintah juga memastikan terpenuhinya kebutuhan logistik rantai dingin vaksin di puskesmas 14
15 guna menjaga kualitas vaksin. Untuk mengatasi masalah gizi buruk, Kementerian Kesehatan melakukan pemberian makanan tambahan pada balita, ibu hamil, dan anak usia sekolah. Selain itu, Kementerian Sosial memberikan bantuan sebesar Rp3,9 miliar untuk sembako dan logistik, pemberdayaan komunitas adat terpencil dan program keluarga harapan (Paparan Rapat Konsultasi DPR RI, 2018). Tanggal 5 Februari 2018, Pemerintah Kabupaten Asmat mencabut status KLB campak. Hal ini karena tidak ditemukannya lagi kasus baru atau insiden penyakit campak yang dilakukan oleh Tim Satgas TNI, Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Indonesia. KLB mereda, jumlah penderita campak dan gizi buruk pun mengalami penurunan. Awal Februari, pasien campak dan gizi buruk yang dirawat di RSUD Agats hanya 12 orang. Sebelumnya, RSUD Agats melayani 393 pasien rawat jalan dan 189 pasien rawat inap penderita campak dan gizi buruk (Tempo, 2018). Pendekatan Kesehatan Masyarakat Uraian di atas menunjukkan, apabila KLB terus terjadi, terlebih di banyak daerah di Indonesia, maka pemerintah tidak akan memiliki sumber daya yang cukup untuk menanggulangi setiap KLB tersebut. KLB penyakit menular seperti campak dan kasus gizi buruk dapat dicegah melalui pendekatan kesehatan masyarakat seperti epidemiologi, promosi kesehatan, gizi, kesehatan lingkungan dan lainnya. Dalam pasal 5 UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, salah satu upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis untuk mendeteksi dini adanya KLB. Sistem Kewapadaan Dini-Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) berperan penting dalam memberikan kajian epidemiologi secara terus-menerus dan sistematis terhadap penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB, peringatan kewaspadaan dini dan peningkatan upaya kewaspadaan dan kesiapsiagaan sarana kesehatan pemerintah dan masyarakat terhadap kemungkinan terjadinya KLB. Dalam kasus KLB campak dan gizi buruk di Kabupaten Asmat, SKD-KLB tidak berjalan, ditandai dengan tidak adanya Laporan KLB dari Pemerintah Kabupaten Asmat. Pemerintah Provinsi Papua mengetahui adanya KLB melalui media massa pada akhir Desember 2017. Pemerintah pusat pun tidak mendapat Laporan KLB tersebut (Tempo, 2018). Selain itu, pendekatan gizi masyarakat diperlukan untuk mengubah pola makan masyarakat di Kabupaten Asmat. Terutama pada kelompok rentan gizi. Pangan lokal seperti sagu, ubi, keladi dan ikan tidaklah cukup untuk memenuhi asupan gizi harian. Agar asupan gizi menjadi seimbang, mereka memerlukan pangan lain. Selain itu, promosi kesehatan mengenai sanitasi lingkungan juga penting. Pendekatan gizi, promosi kesehatan dan lingkungan digunakan untuk mengubah perilaku masyarakat agar mendukung hidup bersih dan sehat. Kendati demikian, perlu
dipahami, sulitnya akses fasilitas pelayanan kesehatan, terbatasnya jumlah fasilitas pelayanan kesehatan, serta terbatasnya tenaga kesehatan mengurangi optimalisasi pendekatan kesehatan masyarakat di Kabupaten Asmat. Kunci masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Asmat adalah pendayagunaan tenaga kesehatan, terutama tenaga kesehatan yang terkait dengan upaya pencegahan (preventif) dan upaya peningkatan (promotif) kesehatan di puskesmas, di samping upaya tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan upaya pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilakukan di rumah sakit. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan/Lingkungan/Gizi Pendekatan kesehatan masyarakat dilakukan oleh tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan dan tenaga gizi. Dalam UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat adalah epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga. Tenaga kesehatan lingkungan terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan dan mikrobiolog kesehatan. Tenaga kesehatan gizi terdiri atas nutrisionis dan dietisien. Praktiknya di Kabupaten Asmat, pendayagunaan tiga jenis tenaga kesehatan tersebut belum dioptimalkan. Padahal berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016, Provinsi Papua memiliki 578 tenaga kesehatan masyarakat, 364 tenaga kesehatan lingkungan dan 558 tenaga gizi. Sementara di puskesmas terdapat 293 tenaga kesehatan masyarakat, 214 tenaga kesehatan lingkungan, dan 249 tenaga gizi. Setiap tahun Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura (Poltekkes) menerima sekitar 4.000 mahasiswa baru yang berasal dari kabupaten/kota di Papua dengan angka kelulusan antara 1.000 hingga 1.400 orang dalam setahun. Perlu diketahui, Poltekkes ini mempunyai program studi yang strategis, seperti program gizi, kesehatan lingkungan, dan lainnya. Namun sayangnya, dinas kesehatan setempat belum memberdayakan lulusan tersebut berdasarkan asal daerah masingmasing. Dalam Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib menempatkan tenaga kesehatan sebagai PNS, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau penugasan khusus. Penugasan khusus adalah pendayagunaan secara khusus tenaga kesehatan dalam kurun waktu tertentu guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan pada daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan, dan daerah bermasalah kesehatan. Program Nusantara Sehat merupakan penugasan khusus berbasis tim, termasuk di dalamnya adalah tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan dan tenaga gizi, yang bekerja di daerah tertinggal, perbatasan, kepulauan 16
17 dalam jangka waktu 2 tahun. Namun sejak dilaksanakan pada tahun 2012, program tersebut belum menjangkau Kabupaten Asmat, melainkan Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Keerom, Kabupaten Kepulauan Yapen dan Kabupaten Pegunungan Bintang (Papua. Antaranews.com, 2018). Mengingat masalah kesehatan juga merupakan area otonomi daerah, maka diperlukan dukungan kebijakan pemerintah daerah agar tenaga kesehatan mau bekerja di Kabupaten Asmat. Pemerintah daerah perlu mempertimbangkan hak tenaga kesehatan sebagaimana diatur dalam UU No. 36 tentang Tenaga Kesehatan di antaranya hak menerima imbalan jasa dan memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut data Tempo yang dirilis pada bulan Februari 2018, saat ini pemerintah daerah hanya memberikan gaji kepada tenaga kesehatan lulusan sarjana sebesar Rp. 2,2 juta per bulan. Besaran tersebut dinilai tidak sebanding dengan kondisi di Kabupaten Asmat. Penutup KLB campak di Kabupaten Asmat terjadi sejak September 2017 hingga Februari 2018 menyebabkan sedikitnya 647 penderita dan 66 orang meninggal. Tidak hanya campak, kasus gizi buruk juga melanda wilayah tersebut. Terdata sebanyak 220 kasus gizi buruk dengan 5 orang meninggal. Dalam merespon KLB tersebut, pemerintah membantu memberikan berbagai sumber daya untuk menanggulangi KLB. Tanggal 5 Februari 2018, Pemerintah Kabupaten Asmat mencabut status KLB campak. Namun demikian, masalah kesehatan masyarakat tidak berhenti sampai di situ. Melalui pendekatan kesehatan masyarakat seperti epidemiologi, promosi kesehatan, gizi, kesehatan lingkungan dan lainnya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan dan tenaga gizi menjadi penting dalam penanganan KLB yang fokus pada upaya pencegahan dan peningkatan kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan kebijakan yang dapat menarik minat tenaga kesehatan agar dapat mengabdi di Papua. DPR, melalui fungsi pengawasan dapat memantau pemerintah dalam implementasi kebijakan pendayagunaan tenaga kesehatan khususnya tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan dan tenaga gizi, baik dalam kerangka PNS, pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau penugasan khusus dengan memperhatikan hak dan kewajiban tenaga kesehatan seperti hak menerima imbalan jasa dan memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja. Referensi 61 Anak Meninggal di Asmat, Kompas, 15 Januari 2018, hal. 1. Anggaran Hilang, Gizi Buruk Terbilang, Tempo, 18 Februari 2018, hal. 51. Anung Sugihantono, Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat: Pemerintah Daerah Harus Ikut Bertanggung Jawab, Tempo, 18 Februari 2018, hal. 60. Bahan Paparan Rapat Konsultasi DPR RI dengan Pemerintah tanggal 1 Februari 2018.
Bencana Kesehatan di Asmat, Kompas, 13 Januari 2018, hal. 1. Bupati Asmat Cabut Status KLB Campak, Ini Alasannya, http://nasional.republika. co.id/berita/nasional/ daerah/18/02/08/p3pd6l368- bupati-asmat-cabut-status-klbcampak-ini-alasannya, diakses 14 Februari 2018. Dinkes Papua Terima Tim Nusantara Sehat, https:// papua.antaranews.com/ berita/460984/dinkes-papuaterima-tim-nusantara-sehat, diakses 14 Februari 2018. Kementerian Kesehatan. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta: Kementerian Kesehatan. Krisis Kesehatan di Asmat: 4 Tim Medis Dikirim ke 5 Distrik, Kompas, 11 Januari 2018, hal. 1. Krisis Kesehatan di Asmat: Sebulan, 13 Anak Balita Meninggal, Kompas, 10 Januari 2018, hal. 1. Lagi, Dua Anak Balita Meninggal di Asmat, Kompas, 14 Januari 2018, hal. 1. Undang-Undang No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. 18 Rahmi Yuningsih rahmi.yuningsih@dpr.go.id Rahmi Yuningsih, SKM, MKM menyelesaikan pendidikan sarjana kesehatan masyarakat dengan peminatan manajemen rumah sakit di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2009 dan pendidikan magister kesehatan masyarakat dengan peminatan kebijakan dan hukum kesehatan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2014. Saat ini menjabat sebagai Peneliti Muda kepakaran kesehatan masyarakat pada Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. Beberapa karya tulis ilmiah yang publikaskan melalui buku dan jurnal antara lain Strategi Promosi Kesehatan dalam Menurunkan Angka Kematian Balita di Provinsi Gorontalo Tahun 2017, Penguatan Kendali Pemerintah Terhadap Peredaran Obat dan Makanan (2017) dan Penguatan FKTP dalam Membangun Kesehatan Keluarga (2016). Info Singkat 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI http://puslit.dpr.go.id ISSN 2088-2351 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi tulisan ini tanpa izin penerbit.