5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam famili Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong yang ditutup oleh buku dan panjang ruasnya tidak sama. Ruas yang terpendek berada di pangkal batang, ruas yang kedua dan seterusnya lebih panjang dari ruas-ruas yang lebih bawah. Pada buku bagian bawah dari ruas, tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas. Tepat pada buku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan dimana cabang yang terpendek menjadi ligule (lidah) daun, dan bagian yang terpanjang dan terbesar menjadi helaian daun. Dimana daun pelepah itu menjadi ligule dan pada helaian daun terdapat dua embel sebelah kiri dan kanan yang disebut auricular. Auricular dan ligule yang kadang - kadang berwarna hijau dan ungu dapat digunakan sebagai alat untuk mendeterminasi dan identifikasi suatu varietas (Siregar 1987). Tanaman padi bersifat merumpun, artinya tanaman tersebut menghasilkan anakan yang tumbuh dari tanaman induk. Dari satu batang bibit yang ditanam, maka dalam waktu yang sangat singkat dapat terbentuk suatu rumpun yang terdiri dari 20-30 atau lebih tunas baru atau anakan (Siregar 1987). Tanaman padi mempunyai sistem perakaran serabut (De Datta 1981). Akar primer (radikula) yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar lain yang muncul dari embrio dekat bagian buku disebut akar seminal, yang jumlahnya antara satu sampai tujuh buah. Penyebaran sistem akar dapat mencapai kedalaman 20-30 cm. Meskipun demikian, akar banyak mengambil zat makanan dari tanah dekat permukaan atas. De Datta (1981) menyatakan bahwa stadia reproduktif tanaman padi ditandai dengan memanjangnya beberapa ruas teratas pada batang yang sebelumnya tertumpuk rapat dekat permukaan tanah. Stadia reproduktif juga ditandai dengan berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, kebuntingan, dan pembungaan. Inisiasi primordial malai biasanya dimulai 30 hari sebelum pembungaan. Stadia inisiasi ini hampir bersamaan dengan
6 memanjangnya ruas - ruas yang terus berlanjut sampai berbunga. Oleh sebab itu stadia reproduktif juga disebut stadia pemanjangan ruas - ruas. Pembibitan padi umumnya dilakukan dengan cara menanam langsung pada lahan tidak tergenang ataupun pada kondisi tanah yang digenangi air (Siregar 1987). Varieas padi Jatiluhur tumbuh dan berproduksi baik pada lahan tidak tergenang (gogo). Varietas Ciherang tumbuh dan berproduksi baik pada lahan tergenang maupun tidak tergenang. Varietas IR-64 tumbuh dan berproduksi baik pada lahan genangan air dalam (Djunainah et al. 1993). Peranan Air Bagi Tanaman Air merupakan komponen utama dari tanaman, namun penggunaan air ini berbeda untuk setiap jenis tanaman. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat anatomi dan morfologi tiap spesies tanaman sehingga menyebabkan perbedaan tingkat transpirasi (Monteith 1975). Kekurangan air akan mempengaruhi fotosintesis tanaman, akibatnya dapat menggangu produksi karbohidrat (Tisdale & Nelson 1975). Gupta (1979) menjelaskan bahwa kekurangan air dapat mempengaruhi pertumbuhan pada beberapa organ, antara lain: (1) penurunan nisbah tunas dan pertumbuhan akar, (2) pengurangan akar lateral dan total panjang akar, dan (3) pengurangan pada nisbah daun dan tangkai. Kebutuhan air tanaman menurut Doorenbos dan Pruitt (1977) adalah air yang hilang oleh evapotranspirasi dari tanaman yang bebas penyakit, tumbuh di lapangan luas pada keadaan tanah dengan air dan kesuburannya tidak menjadi pembatas serta tanaman mencapai potensi produksi maksimum. Kebutuhan air dari tanaman disediakan oleh lingkungan perakaran dan air tersebut berasal dari air yang tertahan dalam tanah yang dapat dengan mudah diserap tanaman (William & Joseph 1973). Jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah tergantung dari kadar bahan organik dan tekstur tanah (Tisdale & Nelson 1975). Makin rendah jumlah air tersedia, suplai air di daerah perakaran makin berkurang, akibatnya absorpsi air oleh akar juga makin berkurang. Air yang diserap akar dari tanah tidak seluruhnya dimanfaatkan tanaman untuk menghasilkan bahan kering, karena sebagian besar (> 90%) dari total air yang diserap akar hilang melalui transpirasi (Gardner et al. 1985).
7 Ketahanan pangan saat ini tergantung kepada kemampuan tanaman meningkatkan produksi dengan penurunan ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman pangan (Farooq et al. 2009). Oleh karena itu, saat ini, perakitan tanaman khususnya tanaman padi diarahkan kepada kemampuan tanaman untuk mampu beradaptasi terhadap kondisi ketersediaan air yang terbatas tetapi tetap berproduksi tinggi. Padi sendiri merupakan tanaman yang memerlukan banyak air untuk satu musim tanam. Untuk menghasilkan 1 kg beras, petani harus memberikan air 2 3 kali lebih banyak dibandingkan tanaman serealia lainnya (Barker et al. 1998). Hasil penelitian De Datta (1981) menunjukkan bahwa pengurangan penggunaan air sebesar 56% ternyata proporsional dengan pengurangan hasil sebesar 57%. Produksi Padi dan Kebutuhan Air Tanaman Padi Maclean (2002) melaporkan bahwa padi merupakan salah satu jenis bahan pangan yang dikonsumsi oleh tiga milyar penduduk dunia sebagai bahan pangan pokok. Luas lahan padi dunia diperkirakan mencapai 147 633 000 ha dengan pencapaian produksi 577 971 000 ton, dimana 79 juta ha diantaranya merupakan lahan padi dataran rendah bersistem irigasi dengan kapasitas produksi mencapai 75% dari total produksi dunia. Dari luas total lahan tanaman budidaya beririgasi di dunia, 56% berada di wilayah Asia dimana 40-46% luas tersebut memiliki tingkat penggunaan air dua hingga tiga kali lebih tinggi dibandingkan tanaman budidaya lainnya (Dawe 2005; Tuong et al. 2005). Laporan FAO (2004) menunjukkan bahwa rata-rata pemakaian air untuk satu kali musim tanam padi berkisar antara 900-2 250 mm, sementara menurut Bouman et al. (2007) menyatakan bahwa rata-rata pemakaian air untuk padi sawah mencapai 1 300-1 500 mm dimana 25-50% dari jumlah tersebut hilang akibat perkolasi dan perembesan. Tingginya kebutuhan air untuk budidaya padi sawah tersebut dihadapkan pada persolaan keterbatasan sumberdaya air dan adanya anomali iklim yang menyebabkan terbatasnya sumber air primer. Kelangkaan air dan kekeringan saat ini diidentifikasi telah mencapai 50% luas lahan padi dunia dan diperkirakan hingga tahun 2025 akan melanda 15-25 juta
8 ha lahan padi pada beberapa sentra produksi padi di wilayah Asia (Bouman et al. 2007). Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak kelangkaan air dan kekeringan terhadap sistem produksi padi antara lain optimalisasi produksi tanaman per satuan unit evapotranspirasi melalui perbaikan manajemen teknik agronomi, minimalisasi penggunaan air pada tahap persiapan lahan dan persiapan tanaman, menekan kehilangan air akibat perkolasi, perembesan, evaporasi, dan aliran permukaan, serta perbaikan kemampuan varietas padi yang adaptif dan toleran kekeringan (Guerra et al. 1998). Kebutuhan air untuk satu kali produksi tergantung jenis tanaman atau varietasnya. Berdasarkan hasil penelitian Supijatno et al. (2012) bahwa konsumsi air antar genotipe berbeda berkisar antara 15.93 24.13 l tanaman -1. Produksi gabah yang dihasilkan dari penelitian tersebut juga berbeda antar genotipe. Perhitungan efisiensi penggunaan air juga dilakukan dengan membandingkan produksi terhadap jumlah air yang dikonsumsi selama siklus hidupnya. Jatiluhur merupakan varietas yang paling banyak mengkonsumsi air tetapi hasil yang diperoleh juga banyak sehingga efisiensi penggunaan airnya tinggi sebesar 0.997 g gabah kering giling/liter air. Sistem Pengairan Tanaman Padi Teknik penggenangan pada budidaya konvensional membutuhkan air dalam jumlah sangat besar. Brown et al. (1978) melaporkan bahwa 48% (570 mm) dari kebutuhan irigasi (1 180 mm) hilang melalui proses evapotranspirasi (ET). Kehilangan lain terjadi melalui run off dan infiltrasi. Teknik penggenangan air merupakan suatu pendekatan pengelolaan, bukan sebagai pengelolaan khusus dari tanaman padi. Penugalan benih dan sistem budidaya aerobik merupakan alternatif metode yang ideal untuk mengatasi permasalahan kerusakan tanaman. De Datta (1975) melaporkan bahwa sistem budidaya padi gogo sangat bergantung pada curah hujan. Produktivitas padi gogo dilaporkan juga dapat mencapai lebih dari 7 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa padi tidak memerlukan kondisi tergenang untuk mencapai produktivitas tinggi.
9 Peningkatan efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan metode budidaya jenuh air. Borrell et al. (1997) melaporkan bahwa peningkatan hasil dan kualitas padi tidak selalu dengan menggunakan penggenangan yang terus menerus. Meskipun hasil dan kualitas padi dengan budidaya jenuh air tidak berbeda nyata dengan budidaya konvensional (penggenangan permanen), namun budidaya jenuh air mampu menurunkan penggunaan air hingga 32% pada dua musim tanam. Dengan demikian efisiensi penggunaan air pada teknik jenuh air menunjukkan nilai yang lebih baik dibandingkan teknik konvensional. Hal ini mengindikasikan bahwa penghematan pemberian air tidak menurunkan kualitas hasil tanaman padi. Pertumbuhan gulma secara keseluruhan lebih tinggi pada metode jenuh air sehingga perlu ada pengendalian khusus terhadap gulma apabila akan menggunakan metode jenuh air ini. Pengairan berselang (intermittent irrigation) adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian sesuai fase pertumbuhan tanaman dan kondisi lahan (BB Padi 2009). Menurut Badan Litbang Pertanian (2008) pengairan berselang ditujukan untuk menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas, memberi kesempatan akar tanaman mendapatkan udara agar dapat berkembang lebih dalam, mengurangi kerebahan, memudahkan pembenaman pupuk, memudahkan pengendalian hama. Pengairan dilakukan secara periodik pada fase tertentu. Pada saat tanaman memasuki fase berbunga, ketinggian air di areal pertanaman dipertahankan sekitar 2-3 cm (Badan Litbang Pertanian 2010). Pengairan berselang setiap sembilan hari sekali mampu menghemat air sebesar 40% dan tidak menurunkan hasil (Setiobudi & Fagi 2009). Respon Tanaman terhadap Kondisi Defisit Air Morfologi suatu tanaman akan berpengaruh terhadap produktivitasnya. Misalnya efektivitas dalam memanfaatkan ketersediaan air bagi tanaman akibat perakarannya yang berbeda dalam penyebarannya. Pada saat terjadi defisit air (cekaman kekeringan) maka organ yang berperan penting dalam penyerapan air dan mendukung tersedianya air bagi tanaman adalah akar dan daun. Pada tanaman, cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa
10 tanaman mengalami kekurangan suplai air akibat kelangkaan air dari lingkungannya yaitu media tanam. Menurut Morgan (1984) tipe cekaman kekeringan sangat beragam mulai dari adanya fluktuasi kelembaban udara, radiasi matahari yang diterima tanaman cukup tinggi sampai pada lahan bermasalah yang mengalami defisit air, dan kelembaban udara sangat rendah di lingkungan yang kering. Kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan pembelahan dan pembesaran sel. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi tanaman, perbanyakan daun dan pertumbuhan akar (Kramer 1969). Menurut Levitt (1980), cekaman kekeringan yang biasa disebut drought stress pada tanaman dapat disebabkan dua hal yaitu (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah cukup tersedia. Menurut Fitter dan Hay (1991), keadaan cekaman air menyebabkan penurunan turgor pada sel tanaman dan berakibat pada menurunnya proses fisiologi. Potensial turgor akan menurun hingga dapat mencapai nol dan mengakibatkan kelayuan jika kehilangan air dari tanaman ini berlangsung terusmenerus di luar batas kendalinya (Naiola 1996). Keadaan yang sangat kering pada tanaman akan dapat mempengaruhi fase pertumbuhan dan produksi tanaman. Bila keadaan kering terjadi selama fase vegetatif maka akan berpengaruh terhadap luas daun dan panjang batang sehingga dapat menurunkan laju fotosintesis. Boyer (1970) menyatakan bahwa menurunnya laju fotosintesis pada tanaman kedelai yang mengalami kekeringan terutama disebabkan oleh meningkatnya resistensi stomata terhadap CO 2, sedangkan menurunnya fotosintesis secara langsung pada tanaman yang mengalami kekeringan juga akibat protoplasma dan kloroplas mengalami dehidrasi sehingga mempunyai kemampuan yang rendah untuk proses fotosintesis. Pada kondisi kekeringan, stomata daun menutup atau menutup sebagian dan mengurangi aktivitasnya, sehingga menghambat masuknya CO 2 didalam ruang interseluler daun yang secara langsung mengurangi aktivitas fotosintesis.
11 Kekurangan air pada tanaman yang menghambat terjadinya proses fotosintesis juga diteliti oleh Gerik et al. (1996) yang telah membuktikan bahwa kekurangan air pada tanaman kapas sangat berpengaruh terhadap kapasitas fotosintesis. Terjadi penurunan kapasitas fotosintesis dan peningkatan penuaan daun yang berpengaruh buruk terhadap produksi kapas. Pengaruh negatif lainnya akibat kekurangan air adalah terjadinya penurunan pertumbuhan dan pembesaran sel, perluasan daun, translokasi, dan transpirasi tanaman. Luasan daun pada 5 hari cekaman memiliki luas daun sekitar 20.4 cm 2, setelah mengalami cekaman yang lebih lanjut sekitar 9 hari memiliki luas daun yang lebih kecil yaitu 16.5 cm 2. Cekaman air dapat mempengaruhi perangkat fotosintesis yaitu menurunkan kandungan klorofil dalam kloroplas, mesofil pada sel yang aktif berfotosintesis (Harjadi & Yahya 1988). Respon penurunan kandungan klorofil yang diteliti oleh Yusnaeni (2002) pada tanaman Hoya (Asclepiadaceae) yang menunjukkan bahwa, kandungn klorofil menurun sekitar 0.46 mg/g daun segar (penyiraman setiap minggu) jika dibandingkan dengan penyiraman setiap hari yang memiliki klorofil sekitar 0.54 mg/g daun segar.